Kamis, 14 Mei 2015

Makalah Hadis Dha'if (lupa makalah punya kelompok siapa ini)



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Dalam islam sumber hukum kedua setelah al-qur’an adalah hadits. Hadits di sini berperan sebagai penguat dari hukum-hukum yang tidak di terangkan secara menyeluruh dalam islam. Sehingga sangat penting bagi kita untuk dapat mengetahui tentang sumber hukum yang kedua ini. Sebab jika kita tidak cermat, maka kita akan terjerumus kedalam sebuah hadits yang memang sengaja dibuat oleh manusia dan terkadang tidak masuk akal.
Hadits adalah perkataan nabi yang diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang, lalu hanya mereka saja yang mengetahuinya dan tidak menjadi pegangan atau amalan umum. Para ahli hadits membagi hadits menjadi banyak bagian dengan istilah yang berbeda-beda. Namun, semua itu tujuannya pada pokoknya kembali kepada tiga objek pembahasan, yaitu dari segi matan, sanad, serta matan dan sanad-sanad secara bersama-sama. Dan kebanyakan mereka mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan menjadi tiga kategori yaitu shahih, hasan, dan dhaif.
Dalam makalah ini saya akan membahas lebih dalam dari salah satu kategori hadits diatas yaitu hadits dhaif. Jadi untuk lebih jelasnya tentang hadits dhaif secara keseluruhan akan dibahas dalam bab selanjutnya.

2.      Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian hadits dha’if ?
b.      Ada berapa macam hadits dha’if yang disebabkan karena terputusnya sanad ?
c.       Ada berapa macam hadits dha’if yang disebabkan selain keterputusan sanadnya ?
d.      Bagaimana kehujjahan hadits dha’if ?
3.      Tujuan Penulisan
a.       Agar mengetahui pengertian hadits dha’if
b.      Mengetahui macam-macam hadits yang di sebabkan oleh terputusnya sanad
c.       Mengetahui macam-macam hadits dha’if yang disebabkan oleh selain terputusnya sanad
d.      Mengetahui kehujjahan hadits dha’if
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Hadits Dha’if
Hadits dha’if menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).[1] Maka sebutan hadits dha’if dari segi bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.[2] Secara istilah, di antara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dha’if ini. Akan tetapi, pada dasarnya isi dan maksudnya adalah sama. Beberapa definisi, di antaranya dapat di lihat di bawah ini.
An-nawawi mendefinisikannya dengan:
ما لم يو جد فيه شر و ط ا لصحة و لا شر و ط ا لحسن.
Artinya: “Hadits yang di dalamnya tk terdapat syarat-syarat hadits sahih dan syarat-syarat hadits hasan.”
            Ulama yang lainnya menyebutkan bahwa hadits dha’if adalah:
كل حد يث لم يجتمع فيه صفا ت ا لقبو ل
Artinya: “hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul.”
            Para ulama menemukan ke-dhaif-an hadits itu pada tiga bagian, yaitu pada sanad, matan, dan perawi-nya. Dari ketiga bagian ini, mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa macam hadits dhaif , yang jumlahnya sangat banyak.




2.      Macam-Macam Hadits Dhaif Yang Disebabkan Dari Terputusnya Sanad
Dari segi terputusnya sanad, para ulama menemukan banyak hadits yang jika dilihat dari sudut sanad-nya ternyata tidak bersambung. Tidak tersambungnya sanad ini menunjukkan  bahwa hadits tersebut adalah dhaif. Hadits-hadits yang tergolong dalam kelompok ini adalah : hadits al-mursal, hadit al-munqati, hadits al-mu’da, dan hadits muallaq.
a.      Hadits mursal
Hadits mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas, para ulama memberikan batasan hadits mursal adalah hadits yang gugur rawinya diakhir sanad, yang dimaksud dengan rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat. Jadi, hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Dengan kata lain hadits mursal adalah hadist yang gugur sanadnya setelah tabi’in. yang dimaksud dengan gugur disini adalah tidak disebutkannya nama sanad terakhir. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasulullah SAW. Al-hakim merumuskan hadits mursal dengan:
ما ر فعه التا بعي الى الر سو ل صلى الله عليه و سلم من قولى او فعل او تعر
ير صغيرا كا ن أو كبيرا.
            Artinya: “haduts yang disandarkan (langsung) oleh tabi’in kepada rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya tabi’in tersebut, baik termasuk tabi’in kecil maupun tabi’in besar.”
Contoh hadits mursal:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م : بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَا فِقِيْنَ شُهُوْدُ الْعِشَاءِ وَالْصُبْحِ لَاَ يْسْتَطِيْعُوْنَ.
Artinya:”Rasulullah bersabda: “Antara kita dengan kaum munafik, ada batasan yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR. Malik).
Hadits tersebut diriwayatkan Imam Malik dari Abdurrahman dai Haudalah, dari Said bin Mutsayyab. Siapa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin Mutsayyab, tidaklah disebutkan dalam sanad diatas.
Kebanyakan ulama memandang hadits mursal sebagai hadits dhaif dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad bin Hambal dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bin rawinya adil.

            Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits mursal sebagai hujjah. Muhammad Ajjaj Al-Khatib menyebutkan bahwa perbedaan tersebut mencapai sepuluh pendapat, tetapi yang masyhur hanya tiga pendapat:
1.      Pertama, membolehkan ber-hujjah dengan hadits mursal secara mutlak. Ulama yang termasuk dalam kelompok ini adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan lain-lain.
2.      Kedua, tidak membolehkan secara mutlak. Menurut imam nawawi, pendapat ini di dukung oleh jumhur ulama ahli hadits yaitu: Imam Syafi’i, Kebanyakan Ulama Ahli Fiqih dan Ahli Ushul.
3.      Ketiga, membolehkan menggunakan hadits mursal apabila ada syarat lain yang musnad, di amalkan oleh sebagian besar ulama atau ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat lain yang musnad, maka hadits mursal itu bisa di jadikan hujjah, demikian pendapat jumhur ulama dan ahli hadits.[3]
b.      Hadits Munqati’
Menurut bahasa, hadits munqati berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi balasan munqati’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in, jadi hadits munqati’ bukanlah rawi ditingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.

Para ulama berbeda pandangan dalam merumuskan definisi hadits munqati’. Ada yang menyebutka bawa hadits munqati’ adalah :
الحد يث الذ ي شقط من اسنا ده رجل أو ذ كر فيه را و مبهم.
Artinya: “hadits yang pada sanadnya terdapat seorang peawi yang gugur atau pada sanad tersebut disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya.”
Ada juga yang mendefinisikannya:
ما سقط من سند ه را و وا حد فى مو ضع أو أكثر أ و ذ كر فيه را و مبهم
Artinya: “hadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya.”
Ulama lainnya mendefinisikan dengan:
ماسقط من ر وا ته وا حد قبل الصحا بى فى مو ضع أو سقط فى مو ضعين
ا ثنا ن لا حا ل كو نهما متوا ليين.                                                     
Artinya: “hadits yang seorang perawinya gugur sebelum sahabat pada satu tempat atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat yang tidak berturut-turut.”
Contoh hadits munqati:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م اذَا دَخَلَ الْمَسْجِدِ قَالَ: بسْمِ اللهِ والسْلاَمُ عَلى رَسُوْلِ الله اللَهُمَ اغْفِرْ لِى ذُ نُو بِى وَافْتَحْ لِى اَبْوَابَ رْ حْ لىِ ابْوَا بَ رَحْمَتِكَ (رواة ابن ماجه)
Artinya: “Rasulullah SAW. Bila masuk ke dalam mesjid, membaca : Dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah: Ya Allah, Ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu.” (HR. Ibnu Majah).
            Dilihat dari segi persambungan sanadnya, hadits munqati’ termasuk dalam  golongan hadits dhaif. Dengan demikian, hadts ini tidak dapat dijadikan hujjah karena gugurnya seorang perawi atau lebih, sehingga menyebabkan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat sahih yang berarti tidak memenuhi syarat hadits shahih.
c.       Hadits Mu’dal
Menurut bahasa, hadits mudal berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama member batasan hadits mudal adalah yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya. Contohnya: Hadits mudal adalah hadits Imam Malik, hak hamba dalam kitab al-Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik berkata:”Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda
 لِلْمُلُوْ كِ اطَعَا مُهُ وَكِسْوَ تُهُ بِا لْمَعْرُوْفِ. (رواة ما لك)

Artinya: “Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (HR. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam Malik diluar kitab al-Muwata’. Malik meriwayatkan hadits yang sama, yaitu ”Dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah”. Dua rawi yang secara beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan ayahnya.

Adapun pengertian lain hadits mu’dal adalah:
ما سقط من سند ه را و يا ن متتا ليا ن أو أكثر.
Artinya:”Hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-turut.”
Dalam pengertian yang lebih lengkap, hadits mu’dal adalah:
ما سقط من روا ته اثنا ن أو أكثر على التو الى سوا ء سقط الصحا بي و التا
بعي أو التا بعي وتا بعه أوأثنان قبلهما.
Artinya: “Hadits yang gugur dua oang perawinya atau lebih secara berturut-turut, baik gugurnya itu antara sahabat dengan tabi’in atau dua orang sebelumnya.”
Dari kedua pengertian diatas, jelas bahwa hadits mu’dal berbeda dengan hadits munqati’. Pada hadits mu’dal, gugurnya dua orang perawi secara berturut-turut. Sedangkan pada hadits munqati’ gugurnya dua orang perawi terjadi secara terpisah (tidak berturut-turut).


d.      Hadits muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Juga termasuk hadits muallaq, bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
Contoh hadits muallaq:
Bukhari berkata, kata Malik,, dari Zuhri, dari abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ تَفَا ضَلُوْا بَيْنَ لَا نَبِيَاءِ. (رواة الجا رى)
Artinya: “Janganlah kamu lebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari).

3.      Hadits Dhaif Yang Disebabkab Selain Dari Keterputusan Sanad
Yang dimaksud dengan kedhaif-an pada bagian ini adalah kedhaifan karena kecacatan yang terjadi baik pada matan mau pun pada rawi-nya. Kecacatan pada bagian ini banyak sekali macamnya sehingga mencapai puluhan macam, sebagaimana diuraikan oleh para muhanditsun. Akan tetapi disini hanya akan dikemukakan beberapa saja sebagaimana uraian di bawah ini.[4]
1.      Hadits Munkar.
Yang dimaksud dengan hadits munkar adalah:
الحديث الذي يرويه الضعيف مخالفا رواية الثقة                                                                            
        Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah (perawi yang dha’if), yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan
Contoh hadis mungkar
Al-Turmudzi berkata:
حدثنا الفضل بن الصباح بغدادى حدثنا سعيد بن زكريا عن عنبسه بن عبدالرحمن                                               
عن محمد بن زادان عن محمد بن المنكدر عن جابر بن عبدالله قال قال رسول الله صلم السلام قبل الكلام                    
Meriwayatkan hadis kepada kami al-Fadh bin al-Shabah Baghdadi, katanya: meriwayatkan hadis kepada kami Said bin Zakariya dari Anbasah bin Abdirrahman dari Muhammad bin Zadan dari Muhammad bin al-Munkadir dari Jabir bin Abdillah, katanya: Rasulullah Saw berkata: ucapan salam itu sebelum berbicara.
     Abu Isa berkata: Ini adalah hadis mungkar, kami tidak mengetahuinya kecuali melalui jalur ini. Dan saya mendengar Muhammad berkata: Anbasah bin Abdirrahman adalah periwayat yang dhaif dan tidak dapat diterima hadisnya, sedangkan Muhammad bin Zadan adalah mungkar hadisnya.
Abu Isa al-Turmudzi menghukumi hadis ini sebagai hadis mungkar, karena hadis ini diriwayatkan melalui sanad yang didalamnya terdapat dua orang periwayat yang dhaif dan matannya tidak terdapat pada sanad lain.
 Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang diriwayatkan), atau nampak kefasikannya ,baik pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.
      Menurut Al-Qasimi, termasuk juga dalam kelompok hadits ini, segala hadits yang diriwayatkan olrh orang yang sudah dikenal suka berbuat dusta dalam persoalan selain hadits,dan orang yang banyak melakukan kesalahan.
2.      Hadits Matruk
Hadits matruk adalah
الحديث الذى رواه راو واحد متهم بالكذب فى الحديث او ظاهر الفسق بفعل او قول او كثير الغفلة او كثير الوهم
 Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang diriwayatkan), atau nampak kefasikannya ,baik pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.
            Menurut Al-Qasimi, termasuk juga dalam kelompok hadits ini, segala hadits yang diriwayatkan olrh orang yang sudah dikenal suka berbuat dusta dalam persoalan selain hadits,dan orang yang banyak melakukan kesalahan..
Contoh hadis matruk
Hadis al-Jarud bin Yazid al-Naisaburi(Al-Dzahabi berkata: diantara musibah yang ditimpakannya) dari Bahz dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata, “Apabila seorang suami berkata kepada istrinya, ‘kamu kutalak selama setahun insyaAllah ‘ maka ia tidak berdosa.



3.      Hadits Syadz
Hadits syads adalah
ما رواه لمقبول مخالفا لرواية من اولى منه         
 Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul,akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
Dengan pengertian ini, periwayatan yang hanya dilakukan melalui satu jalan sanad, tidak bisa dikatakan syads,apabila matannya terjadi pertentangan dengan dalil yang lebih kuat. Maka jika ada hadits yang diriwayatkan melalui satu jalan sanad, hadits yang diriwayatkan oleh satu jalan sanad tersebut menjadi syads.
Contoh hadis Syadz seperti hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi melalui Abdul Wahid bin Zayyad dari Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu’(Rasulullah Saw bersabda):
Jika telah shalat dua rakaat Fajar salah seorang diantara kamu, hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Baihaqi berkata: periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah syadz karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkannya dari segi perbuatan Nabi bukan sabda beliau. Abdul Wahid menyendiri diantara para perawi tsiqah.
4.      Hadits maqlub
Maqlub dari akar kata قلب يقلب قلبا فهو مقلوب       berarti mengubah, mengganti, berpindah, dan membalik. Menurut istilah hadis maqlub adalah:
هوالحديث الذي دخل القلب فى سنده او مت
Adalah hadis yang terbalik (redaksinya) baik pada sanad atau pada matan.
Hadis maqlub adalah hadis yang terbalik susunan kalimatnya dan tidak sesuai dengan susunan yang semestinya, terkadang mendahulukan yang seharusnya diakhirkan atau sebaliknya, atau mengganti kata lain dengan tujuan tertentu. Faktor penyebabnya karena memang kesalahan yang tak disengaja atau untuk menguji daya ingat seseorang.


Contoh hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berkata:
فاذا انا بالنبي صلم جالسا على مقعدته مستقبل القبلة مستدبر الشام  
Maka ketika itu aku bersama Nabi Saw beliau duduk diatas bangku menghadap qiblat dan membelakangi Syam.
Hadis ini dimaqlubkan menjadi:
مستقبل الشام مستدبر القبلة 
Menghadap Syam dan membelakangi qiblat.

4.      Kehujjahan Hadits Dhaif
Cacat yang terdapat pada hadits dha’if ini berbeda-beda. Hal ini berimbas pada tingkatan (martabat) hadits-hadits dhaif juga memiliki perbedaan. Berkaitan dengan hal ini, maka dalam hal kehujjahan (kebolehan)nya hadits dhaif untuk diamalkan pun terdapat beberapa pendapat, seperti:
Ø  Pendapat pertama, hadits dhaif tersebut dapat diamalkan secara mutlak yaitu baik yang berkenaan dengan masalah halal-haram maupun yang berkaitan dengan kewajuban. Dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini di sampaikan oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud, dll. Pendapat ini tentunya berkenaan dengan hadits yang tidak terlalu dhaif. Karena hadits yang dhaif itu ditinggalkan para ulama. Disamping itu juga, hadits dhaif itu tidak boleh bertentangan dengan hadits yang lain.
Ø  Pendapat kedua, dipandang baik mengamalkan hadits dhaif dalam Fadaitul amal. Baik yang berkenaan dengan hal-hal yang di anjurkan maupun yang dilarang. Segolongan ulama yang dipimpin oleh syaikh muhyiddin an-nawawi menyatakan “sudah menjadi kesepakatan ulama akan diperbolehkannya menggunakan hadits dhaif sebagai dalil untuk Fadaitul amal. Ibnu daqiq al’id memberikan syarat dibolehkannya penggunaan hadits dhaif pada Fadaitul amal:
1.      Hadits dhaif tersebut benar-benar ada berdasarkan sumber yang asli. Artinya bukan rekayasa seseorang.
2.      Tidak menganggapnya sebagai hadits shahih ketika mengamalkannya, tetapi menganggapnya sebagai langkah antisipatif saja.

3.      Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadits dhaif yang tidak terlalu dhaif.
4.      Hadits dhaif yang bersangkutan berada di suatu dalil yang umum. Sehingga tidak bisa diamalkan hadits dhaif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
Ø  Pendapat ketiga, hadits dhaif sama sekali tidak boleh di amalkan baik yang berkenaan dengan fadaitul amal ataupun yang berkaitan dengan hal halal-haram.


























BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
              Hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat/ kriteria hadits shahih atau hasan. Pada hadits dhaif banyak dugaan bahwa hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah, disebabkan ada kecacatan pada perawi , pada meriwayatkan hadits tersebut.
              Tetapi bukan berarti hadits tersebut tidak benar. Karena para ulama ahli hadits tidak sembarangan dalam menetapkan keshahihan suatu hadits. Inilah bukti ketelitian para ulama ahli hadits dalam mengambil hadits tersebut dari para perwi.
              Dalam hal kehujjahan hadits dhaif terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak memperbolehkannya sesuai dengan kepercayaan ulama yang bersangkutan.



















DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, M. Agus, Dan Agus Suyadi. 2008.Ulumul Hadits.Bandung:Pustaka Setia.
Mudasir.2010.Ilmu Hadits.Bandung:Pustaka Setia
Al-Qaththan,Syaihk Manna’.2005.Penghantar Studi Ilmu Hadits.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar


[1] Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag Dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadits. Bandung. Pustaka Setia. 2008. Hlm 148
[2] Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia.2010. Hlm 156
[3] Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia.2010. Hlm 159
[4] Drs. H. mudasir. Ilmu hadits. Bandung. Pustaka setia. 2010.hlm 163

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...