Minggu, 29 Januari 2017

Syalalala

Kita memang gak bisa menebak masa depan apalagi meramalkannya dengan pasti.
Tapi setidaknya, kita bisa berusaha untuk menata masa depan. 

Aurora


“Kenapa? Kenapa aku harus mengikuti semua ucapannya? Kenapa?!” Aurora mengacak meja riasnya, “aku gak memiliki alasan harus mengikuti ucapannya!”

“Coba kecilkan volume suaramu. Ini menyakitkan telingatku. Yaampun.” Lucy, hantu yang sudah berusia ratusan tahun itu mengeluh karena Aurora tak bisa diam diwaktu selarut ini, “walaupun dunia kita berbeda tapi ini juga kamarku.”

Mata Aurora melotot tajam seolah ingin memakannya, “kamu itu hantu. Pergilah keluar. Ini sudah lewat tengah malam. Bukankah tugas hantu menakuti manusia? Kenapa malah berisik sekali disini.”

Ucapan Aurora membuat Lucy kesal setengah mati. Ia tak habis pikir kenapa ada manusia seperti Aurora. Manusia yang  tak takut atas apapun bahkan ketika pertamakali melihatnya pun, gadis itu tak takut sama sekali.

“Apa?! Apa?” Aurora mulai mendekati Lucy. Hantu itu ketakutan dan kabur menembus dinding agar tak melihat wajah Aurora yang bahkan lebih menakutkan dari hantu jika sedang marah.

Diluar sana, Lucy berjalan-jalan. Ia pergi ke hutan yang tak jauh dari sana. Beberapa teman hantu mengejeknya yang takut pada manusia bukan sebaliknya.

“Takut? Aku? Kalian juga takut padanya!” sanggah Lucy tak terima. Ia ingat sekali bagaimana Aurora mengomel semalaman di danau yang ada ditengah hutan ini dan ketika para hantu menakutinya, Lucy justru mengomeli mereka dengan mata tajam, “aku bisa saja mengatakan kalau kalian mengejek Aurora.”

“Hei Lucy! Jangan bawa gadis mengerikan itu kesini. Pesona kecantikannya memang luar biasa tapi tatapan mata gadis itu mengerikan. Sangat menakutkan. Bahkan lebih menakutkan dari....,” mereka tak berani melanjutkannya.

**

Padangan Aurora tak menentu. Ia terus berjalan tanpa tujuan. Langkahnya baru berhenti ketika pemuda berjubah hitam berdiri tepat di depannya.

“Gadis ini! Kenapa mengusik pekerjaanku!” suaranya meninggi, “selalu membuatku khawatir!” ia membuka penutup kepalanya. Diperlihatkan wajahnya yang putih pucat dengan mata biru tajam, “kembalilah kerumahmu. Atau aku akan melakukan sesuatu yang mungkin kamu pikirkan.”

Kaki Aurora mundur beberapa langkah. Ia pergi dari sana dan kembali ke rumah. ‘sial! Kenapa aku tak pernah bisa membantah ucapan malaikat aneh itu?! Argh!’

Ketika tiba di ruang tengah, ia melihat sebuah bingkisan disana. Tertera bingkisan itu untuknya. Aurora membuka bingkisan itu. Ia mendapati sebuah cincin hitam disana. ‘ini? Bukankah cincin ini...,’ tubuhnya lemas seketika dan ia pingsan.

Aurora pingsan beberapa jam. Ia baru bangun ketika hantu Lucy terus memakinya.

“Aku mendengarmu. Berisik sekali!” Aurora mencoba mencari kesadarannya kembali, “argh! Cincin hitam itu benar-benar!”

Lucy sudah melihat cincin hitam itu. Ia mengatakan kalau sebaiknya Aurora memakainya saja dan tak usah banyak memikirkan hal-hal yang belum tentu terjadi.

“Sebentar, aku ingin bertanya. Apakah kamu bertemu malaikat itu? Maksudku, malaikat yang selalu bisa mengendalikan amarahmu.”

“Hm,”

“Begini saja, kamu berikan cincin mengerikan itu padanya. Bukankah kalau kamu gak mau memakainya, kamu juga gak bisa membuangnya? Berikan saja pada malaikat kematian itu, mungkin bisa dibawa ke neraka.”

Mendengarnya, Aurora tertawa. Seandainya saja Lucy tahu cincin apa itu, mungkin hantu itu tak akan sembarangan bicara. Sayangnya, Lucy tak tahu apapun.

Lucy hanya hantu yang hidup untuk menakuti manusia bukan untuk menyelidiki sesuatu. Dan, Lucy juga bukan hantu yang suka penasaran dengan kehidupan manusia apalagi kehidupan Aurora. Hantu itu tak ingin penasaran bagaimana hidup Aurora sebelumnya maupun di masa yang akan datang.

“Hei! Kalau aku jadi hantu, menurutmu, apa kita bisa berbagi kamar juga?”

Bulu-bulu ditangan Lucy langsung bergetar hebat ketika mendengarnya. Hantu itu berkata kalau malaikat kematian tak akan bisa melepaskan Aurora dari ikatannya sehingga tak akan ada kesempatan menjadi hantu.

“Tapi..., aku berteman dengan malaikat kematian. Bagaimana ini?”

Lucy tersenyum licik, “gadis ini! Bagaimana bisa ia berteman dengan malaikat kematian? Sial! Malaikat itu musuh semua hantu!”

“Jangan seperti itu. Sudahlah. Malaikat itu tak bisa menyentuhmu selagi kamu tetap diam dirumahku. Oke?”

“Itu karena ia menyukaimu. Dasar manusia! Hal seperti itu saja gak bisa dipahami!”

***

Malaikat kematian, ia bermana Eros. Ia memiliki tingkatan paling tinggi diantara seluruh malaikat kematian. Dan ia tak pernah gagal untuk menjemput kematian seseorang. Namun, sejak ia ditugaskan, ia tak pernah melihat daftar nama Aurora untuk tanggal kematiannya.

‘Manusia tidak mungkin abadi. Bahkan hantu pun meiliki tanggal kematian. Tapi, bagaimana ada satu manusia yang tidak memilikinya? Dia bahkan bukan vampire tapi...,’ Eros membaca seluruh buku catatan kematian di perpustakaan akhirat. Ia benar-benar tak menemukan nama Aurora. Jika Aurora adalah vampire tentu hal yang wajar tapi gadis itu sepenuhnya manusia.

“Apa anda masih mencari tahu tentang gadis itu?” tanya penjaga perpustakaan.

“Tidak ada satu malaikatpun yang bisa menjelaskannya.” Eros mendesah lelah. Ia mencari tahu itu bukan karena penasaran tapi karena merasa Aurora satu-satunya manusia yang dapat melihat malaikat kematian. Tapi selain itu, ia mencari tahu lebih banyak karena sejujurnya, ia mulai merasa ada yang aneh.

***

Lucy membaca sebuah buku cerita dikamar. Ia mengatakan pada Aurora kalau buku tersebut membosankan. Ia ingin menanyakan sesuatu pada Aurora namun meminta Aurora tak marah jika pertanyaannya aneh-aneh.

“Apa kamu ini vampire?” tanya Lucy, Aurora heran, “maksudku, hanya kalangan vampire yang bisa melihat malaikat kematian. Hantu saja gak bisa melihatnya.”

“Kalau aku mau, aku juga ingin menjadi vampire agar bisa hidup abadi tapi, aku manusia. Dan, kalau aku vampire, seharusnya aku bersembunyi dari malaikat kematian karena jelas dia akan membunuhku. Hei! Vampire itu musuh semua malaikat jenis apapun.”

Kepala Lucy mengangguk-angguk, “atau karena memang jodohmu adalah malaikat kematian itu? Haha! Kamu bisa dipandang seperti orang gila oleh manusia lain. Hanya kamu yang dapat melihatnya. Manusia? Jelas tidak bahkan hantu pun tidak. Ckck,”

“Hei!” Aurora menatap tajam Lucy, “mau macam-macam?”

“A...apa ini? Argh! Kamu selalu melakukan ini. Baiklah, bye.” Lucy kabur tunggang langgang. Ia paling takut kalau mata Aurora melihatnya seperti itu. Sangat mengerikan.

***

Ken membolak-balik lembaran komik ditangannya. Sesekali ia tersenyum kecil tapi ia mencoba menahan tawanya tersebut. Nafasnya begitu berat. Entah apa yang membuatnya terasa berat untuk tersenyum.

“Hei!” Aurora menepuk lengannya, membuatnya sedikit terganggu, “aku mau bercerita tapi, apakah kamu akan percaya?”

“Tentang malaikat kematian? Tentang hantu?” Ken mendesah lelah, ‘aku tidak tahu ini nyata atau tidak tapi dia pacarku dan dia seperti orang asing ketika aku mengenalnya lebih jauh’

“Ken?”

Tangan Ken meletakkan komik tersebut ke dalam tasnya kemudian ia menatap Aurora beberapa detik, “sebentar lagi jam dimulai. Duduklah atau guru akan menegurmu.”

Mata Aurora terbelalak mendengarnya. Ia kesal bukan main. Kenapa tiba-tiba Ken berubah seperti ini dan kenapa Ken seolah-olah mulai memberi jarak.

‘Baiklah. Apa karena aku terlalu banyak bercerita padanya? Kenapa? Bukankah aku ini pacarnya? Aku sudah jujur tapi kenapa dia seperti ini?’

Duduk Aurora tidak tenang. Teman-temannya berbisik kalau sepertinya Ken memang sedikit aneh. Walaupun Ken terkenal sebagai cowok yang cuek, tidak pernah senyum, dan pilih-pilih teman, tapi cowok itu selalu berusaha tersenyum untuk Aurora.

“Apa kalian ada masalah? Ini bisa jadi berita heboh di sekolah,” temannya berbisik, “apa yang sebenarnya terjadi?”

Semua mulai bergosip. Suara-suara itu terdengar bahkan yang duduk jauh dari Aurora pun, gadis itu mendengarnya. Pendengarannya lebih tajam dari orang kebanyakan jadi suara sekecil apapun akan dapat didengarnya.

‘Ini menyebalkan! Ken mempermalukanku!’

Tangannya meraih tas di atas meja dan keluar kelas. Hatinya tak beraturan tapi ia tak ingin menangis. Ia hanya marah. Kesal. Ia sedang tak ingin di dalam kelas dan melihat wajah Ken. Rasanya Ken mengacuhkannya. Membuatnya malu di depan teman-teman.

Ia terus melangkah. Tanpa arah. Tak mungkin Aurora pulang kerumah karena ia pasti akan mendapat rentetan pertanyaan pulang secepat itu. Entahlah ia harus kemana. Tidak ada tempat yang ia tuju. Bahkan jika ia ingin pergi ke taman, tempat wisata, ataupun tempat belanja, ia tak bisa kesana karena dirinya masih pelajar. Pelajar yang berkeliaran di jam seperti ini tentu akan dibawa oleh petugas keamanan kota.

Matanya memandang sekitar. Berlari-lari kecil sambil bersembunyi hingga ia melihat jalan menuju hutan. ‘ini hutan terlarang itu, kan?’ ia menimbang-nimbang. Apakah ia harus masuk hutan terlarang atau harus ditangkap petugas keamanan. ‘argh! Amarah ibu dan ayah lebih menyeramkan dari masuk ke hutan itu!’

Cepat-cepat ia memasuki hutan itu ketika melihat petugas keamanan kota berkeliling. Ia melewati semak-semak dan beberapa tumbuhan aneh yang tak pernah dilihatnya. Kakinya tak berhenti. Ia penasaran. Banyak tumbuhan yang tak pernah dilihatnya atau ada dalam buku-buku ilmiah.

‘aku mendengar suara gemericik air’

Tiba-tiba Eros, si malaikat kematian berdiri di depannya tapi Aurora langsung menutup mata dan berjalan lurus. Jika ia melihat wajah malaikat itu, tentu ia tak bisa berkata-kata. Dan, Eros, langsung pergi dari sana dengan kekesalannya.

“Wah!” mata Aurora berbinar, “kenapa ini hutan terlarang?! Ini sangat indah. Benar-benar mempesona,” ia melihat lautan bunga ungu bersinar cerah. Ada pelangi yang muncul diatas bunga-bunga itu, “bunga ini wangi,” ia berlarian dan menghempaskan tubuhnya diatas bunga-bunga itu tapi justru tubunya masuk ke air.

Aurora sadar jika bunga itu tidak tumbuh diatas tanah tapi diatas air. Ia tersenyum sambil berenang menyusuri lautan bunga itu. Hingga ia merasakan kalau kakinya terangkat oleh sesuatu. Sebuah tumbuhan aneh dari dalam air mengikat kakinya dan memindahkannya ke sebuah dahan dari pohon besar.

“Katakan, siapa yang mengizinkanmu datang ke tempat ini?” tanya tumbuhan itu, Aurora mengangkat bahunya, “katakan atau kamu akan ada didasar air selamanya.”

“Tidak ada yang mengizinkanku dan tidak ada yang melarangku,” ucapnya formal. Tumbuhan itu mulai mencekik lehernya, “hei! Sial!” Aurora melepaskan cengkraman tumbuhan itu, “kenapa kamu mencekikku dengan akarmu yang menggelikan ini?! Yaampun!”

Tumbuhan itu tak bisa menahannya. Tangan Aurora benar-benar kuat dan terasa panas, “manusia macam apa kamu ini!”

“Dan kamu! Hei! Tumbuhan jenis apa ditempat ini?! Semua tumbuhan aneh!”

Tiba-tiba banyak tumbuhan mulai berbicara ini dan itu. Aurora kesal. Ia meminta mereka semua diam. Ia hanya ingin menikmati tempat ini sesaat tanpa gangguan.

“Tanpa gangguan? Sadarlah siapa yang mengganggu kehidupan kami!” mereka mendekat pada Aurora.

Kesal, Aurora menatap tajam mereka semua. Matanya benar-benar menusuk hingga suasana di hutan itu menjadi dingin. Para tumbuhan itu langsung diam dan kembali pada kesibukan mereka sebelumnya.

Namun, berbeda dengan para tumbuhan, berbeda dengan penghuni lain yang merasakan dingin menyengat. Mereka adalah vampire. Mereka merasakan sebuah ancaman sekaligus sebuah perlindungan.

“Ken! Coba kamu mengeceknya!” teriak seorang wanita pada Ken.

Ken segera melesat tapi ia terhenti ketika melihat Aurora, pacarnya. Ia tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya. Tak mau Aurora melihatnya, ia kembali ke rumah.

“Ada apa? Apa yang kamu temukan?” seorang pemuda menginginkan jawaban begitu pun dengan yang lainnya.

“Dia Aurora. Pacarku. Manusia. Tapi, bukan aku yang membawanya ke tempat ini.”

“Ma? Manusia? Gak mungkin. Dinginnya tempat ini menunjukkan ia bukan manusia juga bukan vampire.”

Kepala Ken menunduk. Ia tak dapat menjelaskan apapun. Keluarga vampire itu bergerombolan pergi untuk menemui Aurora. Entah mengusirnya atau membunuhnya, Ken tak ingin membayangkan.

“Siapa kalian?” tanya Aurora ramah, “ah, ada yang tinggal dihutan ini? Tapi kenapa hutan terlarang? Yaampun, kalian ini kan vampire. Sudahlah, aku hanya ingin menghabiskan waktuku disini sejenak. Jangan berisik.”

Para vampire itu kesal. Mereka mencoba untuk menyentuh Aurora dan melakukan sesuatu buruk padanya. Tapi, mereka tak tahan ketika mata Aurora memandang mereka. Ada rasa sakit di sekujur tubuh mereka ketika Aurora melakukan itu.

“Apa aku harus memberitahu malaikat kematian kalau kalian bersembunyi disini? Haruskah?” Aurora tertawa kecil, “yaampun!” ia turun dari pohon besar itu dengan melompat. Tanpa luka. Para vampire tak berani mendekat lagi. Mereka membiarkan Aurora berkeliling seorang diri di tempat ini.

“Sepertinya gadis itu gak berbahaya.”

“Sepertinya begitu tapi....,” seorang vampire tua berpikir, “sudahlah. Dimana Ken? Bukankah gadis itu pacarnya? Dia harus bersembunyi. Jika gadis itu menemukannya maka ia akan tahu kalau Ken bukan manusia.”

Sedang Aurora mendengar semua pembicaraan mereka. Ia mendesah lelah. Ia sudah tahu sejak awal kalau Ken adalah vampire. Ia bisa membedakan mana manusia dan mana vampire. Terlebih, Eros memberitahunya tapi Eros tak dapat membunuh Ken karena Ken belum sepenuhnya menjadi vampire, ia masih vampire baru yang setengah jiwanya masih manusia.

***

Lucy terkejut ketika tahu Aurora pergi ke hutan terlarang dan bertemu para vampire. Ia berkata kalau para vampire itu sangat kasihan harus bertemu gadis mengerikan.

“Hei!”

“Ken ada disana? Dia melihatmu?”

“Ya, tapi ia pergi dan bersembunyi. Bukankah ini menyedihkan? Dia membuatku malu di sekolah, dia juga bersembunyi, dan yang jelas, dia seolah memang akan meninggalkanku.”

Tubuh Lucy melayang-layang di udara. Ia berkata kalau jodoh Aurora mungkin bukan manusia tapi vampire atau malaikat kematian, “aku benar, kan?”

“Hei!” Aurora kesal tapi ia tak marah, “Lucy, lain kali temani aku kesana. Tempat itu sangat indah. Luar biasa.”

Sejenak Lucy ingin menolaknya tapi karena Aurora yang mengajak, ia yakin ia tak akan di kurung para vampire itu.

***

Eros menemui Aurora. Mereka bicara di balkon. Ia bertanya apakah Aurora baik-baik saja berada di hutan itu dan apakah Aurora tak merasa takut.

“Takut? Aku? Seorang Aurora? Gak mungkin”

“Gadis ini!” ia mengacak rambut Aurora. Membuat gadis itu terpaku beberapa saat, “kamu bahkan gak takut dengan malaikat kematian. Ini menarik.”

“Kamu juga menarik. Kamu bisa berteman dengan manusia.” Ia tertawa kecil. Dirinya bercerita kalau Ken benar-benar akan meninggalkannya, ia harus melakukan apa? Ia tak ingin ditinggalkan oleh Ken begitu saja, “aku bercerita tentang Lucy, tentangmu juga. Tapi, ia gak pernah cerita tentangku. Ini mnyebalkan!”

Bersambung......, (lagi nyari inspirasi lagi buat ngelanjutin tulisan ini)

Sabtu, 28 Januari 2017

Sudah sudah

Sudah sudah.
Gue yakin semua akan baik-baik saja.
Yang terbaik.
Baik itu judul skripsi, pembimbing, bahkan menjalankan skripsinya.
Kalau banyak yang bilang judul gue itu terlalu luas, makronya keluasan, variabel yang ditelisinya kebanyakan, yaa mau gimana lagi. Hati gue sudah memilih dia untuk jadi judul gue dan entahlah, karena gue penasaran hasilnya sama gak dengan kebijakan yang dibuat pemerintah. Kalau sama yaa alhamdulillah, kalau beda yaa alhamdulillah lagi. Beda argumen kan gpp, ^^


Dan gue juga yakin, untuk sesuatu yang lain.
Yang mungkin gue mikir 'apa iya gue bisa?'
gue juga mulai mikir 'hei! ini sulit! jaraknya terlalu jauh!'
dan mungkin otak-otak kecil gue berkeliaran bilang 'coba pikir ulang! pikir!'
dan entah ini pikiran baik atau buruk, mungkin dia bertanya 'mau terjatuh, gak terluka, tapi susah bernafas?'


ah entahlah.

skripsi gue jalanin. InsyaAllah baik-baik saja.
Satu hal lainnya, entahlah, hanya takdir Allah yang menjawab seiring waktu ^^

K

Pernah mikir gak sih, kalau rasa penasaran berlebihan itu salah?
Menurut gue sih gak. Semakin penasaran berarti semakin otak kita berpikir. Sadar atau gak, menurut gue, saat kita penasaran artinya kita ingin mengetahui sesuatu dengan lebih teliti, lebih jelas, dll.

Contohnya, gue yang dulu penasaran banget sama ekonomi regional dan alhasil skripsi gue ngebahas materi itu. Alasannya singkat, karena gue merasa belum belajar lebih banyak dan gue merasa belum terlalu paham.


Tapi, pernah mikir gak sih kalau kita penasaran dengan orang-orang di sekitar kita itu salah? Entahlah, tapi, bagi gue itu gak salah. Simpelnya gini, ketika kita berteman, kita wajib loh penasaran (kata gue). Karena..... kita gak bisa bilang 'oh dia baik' atau 'oh dia gak baik' hanya dari luarnya saja. Pernah denger gak sih kalau orang yang terlihat kejam di mata banyak orang bisa jadi dia orang yang akan membantu kita dengan ikhlas? Gue sih mikir gitu. Gue merasa wajib penasaran dengan orang-orang disekitar gue, apakah dia baik atau gak tapi gue gak berusaha menjauh. Tetap berteman dengan siapa saja tapi setidaknya, dengan rasa penasaran itu, gue akan tau mana yang mungkin gak mengusik kepala gue dan mana yang bukan. Gue juga bisa memilih cara akan bagaimana gue harus bersikap ke mereka. Yaa kecuali gue udah bener-bener gak suka sih (manusiawi loh)



dan entahlah gue gak tau mau nulis apalagi.
hati gue lagi naik turun karena.... skripsi? Bukan dong! Skripsi mah jangan dipusingin tapi dipikirin dan di selesain ^^ lalu karena apa? Manusia? entahlah, gue rasa juga bukan. Karenaa.... syalalalalala 

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...