Kamis, 14 Mei 2015

Hadits Marfu, Mauquf, dan Maqthu (lupa ini materi kelompok mana yang presentasi tentang ini)




Hadits Marfu,
Mauquf, dan Maqthu
A. Hadits Marfu
Hadits marfu adalah hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau; baik yang menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits itu bersambung atau terputus.
Berdasarkan definisi diatas hadits marfu itu ada yang sanadnya bersambung, adapula yang terputus. Dalam hadits marfu ini tidak dipersoalkan apakah ia memiliki sanad dan matan yang baik atau sebaliknya. Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan, berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadnya terpuus hadits tersebut disifati dengn hadits dhaif mengikuti macam-macam putusnya perawi.
· Macam-macam Hadits Marfu
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi itupun dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fi’li dan marfu taqriri. Dari ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang jelas –dengan mudah dikenal– rafanya, dan adapula yang tida jelas rafanya. Yang jelas (shahih) disebut marfu hakiki, dan yang tidak jelas (ghairu shahih) disebut marfu hukmi.
1. Marfu Qauly Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi tentang sabdanya, bukan perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan dengan tegas bahwa nabi bersabda. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan lapazh qauliyah :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول …… كذا
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ……… begini”
Contohnya :
عن ابن عمر رضى الله عنه قال: إنّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ بسبع و عشرين درجة
( رواه البخاري و مسلم)
“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Shalat jama’ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmi
Ialah hadits marfu yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi, melainkan dengan perantaran qarinah yang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabat itu berasal dari sabda nabi. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat :
أمرنا بكذا ……. نهينا عن كذا
“Aku diperintah begini…., aku dicegah begitu……”
Contohnya :
أمر بلال ان ينتفع الأذن و يوتر الإقامة ( متفق عليه )
“Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan iqamah” (HR Mutafaqqun ‘Alaih)
Pada contoh diatas hadits tersebut dihukumkan marfu dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada hakikatnya si pemberi perintah iu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan rasulullah saw.
Contohnya :
عن عائشة رضى الله عنها انّ رسولالله صلّى الله عليه وسلّم كان يدعوا فى الصلاة, ويقول: (اللّهمّ إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى)
“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendo’a di waktu sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari dosa dan hutang” (HR Bukhari)
4. Marfu Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits marfu melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan Rasulullah saw.
Contohnya :
قال جابر: كنّا نأكل لحوم الخيل على عهدى رسول الله (رواه النسائى)
“Jabir r.a. berkata : Konon kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
Contohnya, Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a:
كنّا نصلّ ركعتين بعد غروب الشمس و كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
“Konon kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam, Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah.”
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
Contohnya, perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:
لا تلبسوا علين سنّة نبيّنا (رواه ابو داود)
“Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu Dawud‎)
Perkataan di atas tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.
· Hadits yang Dianggap Marfu
Selain yang tersebut di atas, terdapat beberapa ketentuan untuk menggolongkan hadits kepada hadits marfu. Antara lain:
1. Apabila dalam memberitakan itu, diikuti dengan kata-kata seperti: Yarfa’ahu, Marfu’an, Riwayatan, Yarwihi, Yannihi, Ya’tsuruhu/yablughu bihi.
Contohnya, yaitu hadits al-A’raj:
عن ابى هريرة رضى الله عنه يبلغ به: (الناس تبع لقريش) (متفق عليه)
“Warta dari Abu Hurairah r.a, yang ia rafa’kan kepada Nabi saw: manusia itu menjadi pengikut orang Quraisy.” (HR. Mutafaq ‘alaih)
2. Tafsir sahabat yang berhubungan dengan asbabun nuzul.
3. Sesuatu yang bersumber dari sahabat yang bukan semata-mata hasil pendapat ijtihad beliau sendiri.
Contohnya:
كان ابن عمر و ابن عبّاس يفطران و يقصران اربعة برد
(رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a, sama-sama berbuka puasa dan mengejar shalat dalam perjalanan sejauh empat barid (18.000 langkah).” (HR. Bukhari)
· Kehujjahan hadits marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.
B. Hadits Mauquf
Hadits mauquf ialah:
هو ما قصر على الصحابىّ قولا او فعلا متّصلا كان او منقطعا
“Berita yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung maupun terputus.”
Contohnya:
يقول: اذا أمسيت فلا تنتظرالصباح واذا أصنحت فلا تنتظرالمساء وخذ من صحّتك لمرضك ومن حياتك لموتك (رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar r.a berkata: Bila kau berada di waktu sore jangan menunggu datangnya pagi hari, dan bila kau berada di waktu pagi jangan menunggu datangnya sore hari. Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (HR. Bukhari)
Hadits di ata adalah hadits mauquf, sebab kalimat tersebut adalah perkataan Ibnu Umar sendiri, tidak ada petunjuk kalau itu sabda Rasulullah saw, yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa rasulullah memegang bahunya dengan bersabda:
كن فى الدنيا كأنّك غريب او عابر سبيل
“Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat di jalanan”
Hadits mauquf dapat disifati hadits shahih atau hasan tetapi tidak ada kewajiban untuk menjalankannya, tetapi boleh dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini hanya berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh rasulullah saw.
Jika disandarkan hadits mauquf itu kepada orang yang bukan sahabat, hendaklah ditegaskan yakni harus dikatakan, umpamanya, hadits ini mauquf kepada Ibnul Musayyab. Jelasnya, apabila diithlaqkan mauquf, dan dimaksudkan perkataan atau perbuatan tabi’in, hendaklah ditegaskan, dikatakan “mauquf pada mujahid”, umpamanya.
Apabila seorang sahabat berfatwa atau mengerjakan sesuatu, maka diketika kita terangkan yang demikian itu kepada orang lain, maka apa kita terangkan itu disebut hadits mauquf. Yakni bicara yang demikian dari sahabat, atau perbuatan yang dinukilakn dari sahabat.
Hadita mauquf yang memiliki banyak qarinah dari sahabat-sahabat yang lain naik derajatnya menjadi marfu.
· Hukum Hadits Mauquf
Para ulama berselisih pendapat tentang menggunakan hadits mauquf sebagai hujjah. Menurut ulama Syafi’iyah dalam al-jadid, jika perkataan sahabat itu tidak populer di masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula dijadikan hujjah.
Apapun tingkatan atau martabatnya tidaklah diterima sebagai hujjah atau dalil bagi ajaran Islam, sebab yang dapat diterima sebagai hujjah itu hanyalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw, tetapi hadits yang disandarkan kepada sahabat.
Pada prinsipnya hadits mauquf itu tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan) marfu.
C. Hadits Maqthu’
Dari segi bahasa, berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan:
ما جاء عن تابعيّ من قوله او فعله موقوفاعليه سواءاتّصل سنده أملا
“Ialah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi’in serta dimauqufkan padanya, baik sandanya bersambung maupun tidak.”
Contohnya ialah perkataan Haram bin Jubair, seorang tabi’in besar, ujarnya:
المؤمن اذا عرف ربّه عزّوجلّ أحبّه واذا أحبّه أقبل إليه
“Orang mukmin itu bila telah mengenal tuhanya azza wajalla, niscaya ia mencintainya dan bila ia mencintainya Allah menerimanya.”
Contoh lain seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang tabi’in, yang mengatakan:
من السنّة أن يصلّى بعد الفطر اثنتى عشرة ركعة وبعد الأضحى ستّ ركعات
“Termasuk sunnat ialah mengerjakan shalat 12 rakaat setelah shalat Idul Fitri, dan 6 rakaat sehabis shalat Idul Adha.”
Asy-Syafi’i dan Ath-Thabarani menggunakan istilah maqthu untuk munqathi. Tetapi sebenarnya ditinjau dari segi istilah, memang kedua-duanya mempunyai perbedaan. Sebab suatu hadits dikatakan dengan munqathiitu dalam lapangan pembahasan sanad, yakni sanarnya tidak muttashil. Sedang untuk hadits dikatakan maqthu itu dalam lapangan pembahasan matan, yakni matannya tidak dinisbatkan kepada Rasulullah saw atau sahabat r.a.
Apabila para muhadditsin mengatakan: “Ini hadits maqthu”, maka maksudnya: Hadits (khabar) yang disandarkan kepada tabi’in, baik perbuatan maupun perkataan, baik muttashil maupun munqathi.”
· Hukum Hadits Maqthu
Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, mengenai hadits ini para ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu tidak dapat dijadikan hujjah. Tetapi jika pendapat itu berkembang dalam masyarakat dan tidak diperoleh bantahan dari seseorang, maka ada ulama yang menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu lama.
Analisis
Hadits marfu adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, tidak dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau sebaliknya. Hadits marfu itu dapat mencakup hadits mutawatir dan ahad, dapat mencakup hadits muttashil dan ghair muttashil seperti hadits mursal, munqathi, mu’dhal, mu’allaq, serta dapat mencakup hadits shahih, hasan dan dha’if.
Apabila ditinjau dari segi sanarnya, hadits marfu dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu hadits, shahih, hasan dan dha’if . Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadanya terputus dapat disifati hadits dha’if mengikuti macam-macam putusnya perawi. Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauly, marfu fi’ly dan marfu taqriry.
Kehujjahan hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan untuk menentukan suatu hukum, karena kedua hadist ini dapat dogolongkan kepada hadits mutawatir, sedangkan taraf kapasitas tentang benarnya hadits mutawatir berasal dari Nabi saw adalah tertinggi atau 100 %, keshahihannya berasal dari Nabi bersifat pasti, tidak bersifat dugaan; kerana itu kedudukannya sebagai sumber ajaran agama Islam adalah tertinggi ketimbang hadits-hadits lain, sedangkan hadits marfu yang dha’if tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan akidah dan hukum, kecuali yang menjelaskan tentang berbagai keutamaan yang terkandung dalam suatu amal yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya.
Hadits mauquf bukanlah hadits Nabisaw, tetapi hadits yang disandarkan kepada sahabat. Hadits mauquf ada yang sunguh-sungguh sebagai hadits shahih dan ada hadits mauquf yang sebenarnya bukan hadits sahabat. Dengan kata lain taraf kebenaran bahwa hadits mauquf sebagai sungguh-sungguh hadits sahabat ada yang shahih, hasan dan ada pula yang dha’if.
Hadits mauquf apapun tingkatan dan martabatnya, tidak dapat dijadikan hujjah dalam menentukan suatu hukum karena yang dapat dijadikan hujjah adalah al-Qur’an dan Hadits yang benar-benar dari Nabi saw.
Hadits maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada tabi-in, hadits tersebut tidak dinisbatkan kepada nabi ataupun sahabat. Hadits ini berupa perkataan, perbuatan dan taqrir tabi’in yang mereka lakukan dan kerjakan pada waktu nabi masih hidup dan tidak mendapat teguran atau sapaan dari Nabi saw, artinya Nabi saw membiarkan yang sedang dilakukan sahabat tersebut. Hadits maqthu tidak dapat dipegang sebagai hujjah dalam menetapkan suatu hukum karena hadits tersebut bukanlah perkataan atau perbuataan tabi’in.
KESIMPULAN
1. Hadits mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dha’if diihat dari bersambung atau tidaknya sanad.
2. Hadits mauquf termasuk hadits dha’if apabila terdapat qarinah dari sahabat yang lain maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
3. Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, ada ula yang menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu ijma.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, “Ajaj, M. Dr., Ushulul Hadits, Darul Fikr, Damsyik, 1975
Ash-Shalih, Subhi, Dr., Ulumul Hadits Wa Mushthalahuhu, Darul Ilmil Umayin, Bairut, 1981
Ash-Shiddiqy, Hasbi, M., Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, 1954
Rahman, Fathur, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Al-Ma’arif, Bandung, 1987
Abdul Aziz RS., Drs., Pelajaran Hadits Ilmu Hadits, Wicaksana, Semarang, 1988


Hadits Qudsi, Marfu, Mauquf dan Maqthu
A. Hadits Qudsi
Hadits Qudsi secara etimologi berarti Hadits yang di nisbatkan kepada Dzat yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta`ala. Secara istilah, Hadits Qudsi dipahami sebagai Hadits yang yang di sabdakan Rasulullah, berdasarkan firman Allah SWT. Dengan kata lain, matan Hadits tersebut adalah mengandung firman Allah SWT.
Hadits Qudsi sama dengan Hadits-Hadits lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan, juga dlaif. Perbedaan umum antara Al Qur`anul Karim, Hadits Nabi, dan Hadits Qudsi diantaranya;
1. Al Qur`anul Karim mempunyai lafadz dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala.
2. Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafadz yang bersumber dari Nabi SAW tetapi maknanya dari Allah SWT, dan diturunkan tidak secara berkala serta dinitsbatkan kepada Rasulullah SAW.
3. Serta Hadits Qudsi, lafadz Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaianya adalah:
1. Al Qur`an selalu memakai kata “قال الله تعالى”
2. Hadits Nabawi memakai kalimat” قال رسول الله \ قال النبي”
3. Hadits Qudsi dengan “قال رسول الله فيما يرويه عن ربه”
Hadits Qudsi juga bisa disebut sebagai Hadits Ilahi, atau Hadits Rabbani. Jumlah total Hadits Qudsi menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih, hasan dan dlaif.
Contoh Hadits Qudsi yang sahih:
عن رسول الله ص. قال الله عز وجل: انفق انفق عليك. (صحيح رواه البخرى مسلم).
Artinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah Azza wa Jalla. “berderma lah kalian, niscaya aku akan membalas derma atasmu” (Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hadits Qudsi ialah Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT.
B. Hadits Marfu
Secara etimologi Marfu berasal berarti “yang diangkat, yang dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan”, yaitu ditujukan kepada Rasulullah SAW.
Secara istilah, Hadits Marfu dapat dipahami sebagai Hadits yang sandarkan terhadap Nabi Muhammad SAW dari ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat Beliau.
Pembagian Marfu:
Katerangan:
1. Qauli Tasrihan : ucapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
2. Qauli Hukman: ucapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
3. Fi`Li Tasrihan: perbuatan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
4. Fi`Li Hukman: perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Taqriri Tasrihan: ketetapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
6. Taqriri Hukman: ketetepan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
Contoh Hadits Marfu Qauli Tasrihan:
عن جابر قال رسول الله ص. حسن الملكة يمن وسوء الخلق شؤم. (ابن عسكر).
Artinya: dari Jabir telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan itu adalah sial” (HR. ibnu asakir).
Hadits diatas dikatakan sebagai Hadits Marfu Qauli Tasrihan karena dengan terang-terangan “قال رسول الله”.
Contoh Hadits Marfu Qauli Hukman:
عن عمر قال: الدعاء موقوف بين السماء والارض لا يصعد شيء حتى يصلى على النبي. (رواه الترمذي).
Artinya: dari umar ia berkata: “do`a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).
Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “قال رسول الله” tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
Contoh Hadits Marfu Fi`Li Tasrihan:
عن انس: اعتق رسول الله ص. صفية وجعل عتقها مهرها. (رواه النساءى).
Artinya: dari Anas: Rasulullah SAW telah memerdekakan shafiyah dan beliau jadikan memerdekakanya itu sebagai mahar.
Dengan tegas Hadits ini menerangkan tentang perbuatan Nabi yakni memerdekakan shafiyah.
Contoh Hadits Marfu Fi`Li Hukman:
ان علي بن ابى طالب صلى فى كسوف عشر ركعات فى اربع سجدات. (المحلى)
Artinya: bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah shalat kusuf 10 ruku` dengan 4 sujud.
Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4 sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.
Contoh Hadits Marfu taqriri tasrihan:
عن ابن عباس قال : كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان النبي ص. يرانا فلم يأمرون ينهنا. (رواه مسلم).
Artinya: dari Ibnu Abbas ia berkata: kami pernah shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat kami, tetapi beliau tidak memerintah kami dan tidak melarang kami. (HR. Muslim).
Hadits diatas dianggap Marfu Taqriri Tasrihan karena secara terang-terangan Nabi malihat, namun tidak menyuruh ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.
Contoh Hadits Marfu taqriri hukman:
عن انس ابن مالك ان ابواب النبي ص. كانت تقرع بالاظافير. (رواه البخرى).
Artinya: dari Anas Bin Malik: sesungguhnya pintu-pintu (rumah) Nabi SAW diketuk dengan jari-jari (HR. Bukhari).
Hadits diatas dinyatakan sebagai Hadits Marfu taqriri hukman karena perbuatan sahabat yang mengetuk rumah Rasulullah, dan Rasulullah tidak melarang maupun menyuruh, dengan kata lain membenarkan perbuatan para sahabat
Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari Hadits Marfu diantaranya:
1. Jika yang berbicara sahabat:
a. Kami telah diperintah (امرنا ).
b. Kami telah dilarang (نهينا عن).
c. Telah diwajibkan atas kami (اوجب علينا).
d. Telah diharamkan atas kami (حرم علينا).
e. Telah diberi kelonggaran kepada kami (رخص لنا).
f. Telah lalu dari sunnah (مضت السنة).
g. Menurut sunnah (من السنة)
h. Kami berbuat demikian di zaman Nabi (كنا نفعل كذا فى عهد النبي ص).
i. Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup (كنا نفعل كذا و النبي ص. حي).
2. Jika yang meriwayatkanya tabi`in:
a. Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW (يرفعه).
b. Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW (ينميه).
c. Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW (يرويه).
d. Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW (يبلغ به).
e. Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW (رواية).
3. Jika di akhir sanad ada sebutan (مرفوعا) artinya: keadaanya diMarfu`kan.
4. Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an:
a. Asbabun nujul
Contoh:
عن البراء قال : كانوا اذا احرموا فى الجاهلية اتوا البيت من ظهره فانزل الله : وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى. وأتوا البيوت من ابوابها. (رواه البخارى 6:26).
Artinya: dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: “bukanlah kebajikan itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. (HR. Bukhari 6:26).
Dari contoh Hadits diatas bias kita tarik kesimpulan bahwa sahabat menceritakan asbabun nujul dari surat Al Baqarah ayat 189. Hadits ini disebut Marfu karena seolah Nabi lah yang bersabda demikian atau Nabi membenarkan perkataan sahabatnya.
b. Keterangan dari sebuah ayat atau kalimat dalam Al Qur`an
Contoh:
عن عبد الله فى هذه الاية : الذين يدعون يبتغون الى ربهم الوسيلة. قال : ناس من الجن يعبدون فأسلموا. (البخارى 86:6).
Artinya: dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: “yang orang-orang menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada tuhan mereka” ia berkata “adalah satu golongan dari jin disembah oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam”. (R. Bukhari).
Abdullah bin mas`ud adalah sahabat yang menafsirkan ayat 5 surat Al Ishra bukan berdasarkan ijtihad dan pikiran. Tetapi berdasarkan keterangan dari Rasulullah SAW.
Catatan:
Hadits tentang tafsir sahabat dengan jalan ijtihad dan pikiran.
عن ابن عباس فى قوله والعاديات ضبحا. قال : الخيل. (رواه ابن جرير 030:15).
Artinya: dari ibnu abbas, tentang firman Allah: “wal`adiati dlabhan” ia berkata: (maksudnya) kuda”. (R. ibnu jarir 30:150).
Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang memaknakan “wal`adiyati dabhan” sebagi “kuda” sedang sahabat lain ada yang memaknakan “unta”. Macam-macam pendapat ini semua muncul dari ijtihad masing-masing sahabat. Maka hal ini dimasukkan kepada mategori Hadits Mauquf yang akan dibahas kemudian.
C. Hadits Mauquf
Secara etimologi Mauquf adalah ‘yang terhenti’. Dalam istilah, Hadits Mauquf berarti Hadits yang disandarkan kepada Sahabat, berupa ucapan, perbuatan atau Taqrir.
Contoh-contoh:
1. Ucapan:
عن عبد الله بن مسعود قال : لا يقلدن احدكم دينه رجلا فان امن امن وان كفر كفر (رواه ابو نعيم 136:1).
Artinya: dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Na`im 1:136).
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
2. Perbuatan:
عن عبد الله بن عمير قال : خير عمر غلاما بين ابيه و امه فاختار امه فانطلقت به (المحلى 328:10).
Artinya: “dari Abdillah Bin Ubaid Bin Umair ia berkata: umar menyuruh kepada seorang anak laki-laki memilih antara ayah dan ibunya. Maka anak itu memilih ibunya , lalu ia membawa ibunya. (Al Muhalla 10:328).
Umar adalah sahabat Nabi SAW, riwayat diatas menunjukan kepada perbuatan Umar untuk memilih antara ibu dan ayahnya.
3. Taqrir:
عن الزهري ان عاتكة بنت زيد بن عمرو بن نفيل كانت تحت عمر ابن الخطاب وكانت تشهد الصلاة فى المسجد فكان عمر يقول لها : و الله انك لتعلمين ما احب هاذا. فقالت : و الله لا انتهي حتى تنهان. فقال عمر : فاني لا انهاك. (المحلى 202:4)
Artinya: dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid. Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu, bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla 4:202).
Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut diunjukan bahwa ia membenarkan perbutan atikah yaitu shalat di mesjid.
Keterangan :
1. Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, dan dlaif.
2. Hadits Mauquf tidak menjadi hujjah. Terutama jika bersangkutan dengan ibadah.
3. Dalam Hadits Mauquf dikenal istilah “Mauquf pada lafadz, tetapi Marfu pada hukum” artinya. Hadits Mauquf ini lafadznya berasal dari sahabat sedangkan hukumnya dari Rasulullah SAW.
D. Hadits Maqthu
Maqthu artinya: yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang terpotong. Menurut ilmu Hadits, Maqthu adalah “perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang berada pada tingakat dibawahnya”.
Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.
Contoh-contoh:
1. Ucapan:
عن عبد الله بن سعيد بن ابي هند قال : قلت لسعيد بن المسيب : ان فلانا اعطس والامام يخطب فشمته فلان. قال : مره فلا يعودن. (الاثر 33).
Artinya: dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`Id Bin Musaiyib; bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib “perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al atsar 33).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Perbuatan:
عن قتادة قال : كان سعيد بن المسيب يصلي العصر ركعتين. (المحلى 3:6).
Artinya: dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla 3:6).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.
3. Taqrir:
عن الحكم بن عتيبة قال : كان يؤمنا فى مسجدنا هذا عبد فكان شريح يصلي فيه. (المحلى 212:4).
Artinya: dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu). (Al Muhalla 4:212).
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam

Makalah Hadis Maudhu

10:05 AM
Makalah Hadis Maudhu

Maudhu’ berarti bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau membuat-buat. Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.

A. Pendahuluan

Meski begitu besarnya fungsi dan kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah Alquran al-Karim, namun seperti dicatat dalam sejarah, ternyata penulisan dan kodifikasi Hadis secara resmi baru dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu lamanya rentang antara waktu sejak meninggalnya Rasulullah saw. hingga waktu kodifikasi Hadis.

Dalam perjalanan sejarah Hadis, banyak muncul Hadis-Hadis palsu yang diterbitkan oleh beberapa golongan untuk tujuan tertentu baik politik seperti yang dilakukan oleh kaum Syi’ah, atau ekonomi seperti pemalsuan hadis yang menyatakan bahwa melombakan merpati adalah seuatu hal yang disuruh Rasul, fanatisme terhadap sebuah ajaran atau golongan seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasul telah memberikan kepemimpinan kepada Ali. Makalah ini akan menguraikan tentang Hadis palsu dan beberapa kajian yang berkaitan dengannya

B. Pengertian Hadis Maudhu

Dari segi bahasa, maudhu’ berarti bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau membuat-buat.[1] Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya.[2]

Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.[3] Dari beberapa defenisi di atas dapat terlihat adanya beberapa kesamaan unsur tentang tanda adanya pemalsuan Hadis, yaitu:

1. adanya unsur kesengajaan.
2. ada unsur kebohongan atau ketidaksesuaian dengan fakta.
3. ada penisbahan kepada Rasulullah saw. berupa ucapan perbuatan atau pengakuan.

C. Sejarah dan Perkembangan Hadis Maudhu’.

Ada perbedaan pendapat tentang kapan munculnya pemalsuan Hadis. Di antara perbedaan itu ada yang berpendapat bahwa pada zaman Rasulullah saw. belum terjadi pemalusan Hadis. Pendapat ini diutarakan oleh Abdul Wahhab, namun meski demikian, ia juga tidak menolak adanya kemungkinan unsur pemalsuan terhadap Rasulullah saw. dan ajaran Islam yang dilatari berbagai faktor.[4]

Beberapa faktor yang turut melatari hal tersebut, menurut Abdul Wahhab, adalah adanya anggapan bahwa Rasulullah saw. tidak melarang bahkan memberi kesempatan bila dipandang dapat memberikan manfaat positif bagi kemajuan ummat Islam. Pemalsuan tersebut bisa berupa nasehat agama.

Faktor yang lain adalah adanya kecerobohan dalam meriwayatkan Hadis oleh perawi-perawi yang lemah sehingga timbul kesalahan dalam berbagai bentuk. Seperti riwayat yang sebenarnya bukan berasal dari Rasulullah saw., akan tetapi karena kesilapan, riwayat tersebut disandarkan kepada Rasulullah saw.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa pemalsuan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. pendapat ini seperti yang diajukan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin. Salahuddin al-adabi berpendapat bahwa pemalsuan Hadis yang sifatnya melakukan kebohongan terhadap Rasulullah saw. dan berhubungan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. yang dilakukan oleh orang-orang munafiq. Sedangkan pemalsuan yang Hadis yang berkenaan dengan masalah agama belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw.

Alasan yang dikemukakan oleh al-Adabi adalah Hadis yang diriwayatkan oleh at-Thahawi (w. 321 H) dan at-Tabrani (w. 360 H). Riwayat itu menyatakan bahwa pada masa Rasulullah saw., adalah seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Rasulullah saw. orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Rasulullah saw. untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar Madinah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Amin, ia beralasan dengan adanya Hadis Rasulullah saw. yang bisa dimaknai dengan adanya kemungkinan terjadinya pembohongan di zaman Nabi. Hadis yang dimaksud adalah:
و من كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.

Hadis ini meskipun dapat dimaknai sebagai bentuk peringatan agar tidak terjadi pembohongan atas nabi, tapi oleh Ahmad Amin, Hadis ini dimaknai telah ada pembohongan pada masa tersebut.[5]

Kedua pendapat tersebut di atas, nampaknya memerlukan pengujian, terutama dari segi historis yang dapat mendukungnya yang juga dapat mencari tahu siapa dan kapan terjadinya pembohongan tersebut. selain dari itu, dari segi matan riwayat yang dikemukakan oleh al-Adabi yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong dan apabila yang ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Rasulullah saw. memerintahkan jasad orang tersebut dibakar. Bukankah ini sesuatu yang tidak berguna dan bertentangan dengan ajaran Islam?.

Dari segi sanad Hadis yang dipakai oleh al-Adabi telah mendapat penilaian dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang telah mengatakan bahwa ada nama sahabat yang dinilainya tidak sahih. Selain dari itu, riwayat tersebut merupakan riwayat tambahan dari Hadis mutawatir yang dijadikan alasan oleh Ahmad Amin.[6]

Pendapat ketiga adalah pemalsuan menurut kebanyakan ulama. Ajjaj al-Khatib menegaskan bahwa pemalsuan tidak terjadi dari sahabat dan dari para tabi’in besar, dan kalaupun terjadi hanya muncul dari sebagian orang jahil dari kalangan tabiin.[7]

Muhammad bin Iraq al-Kinani[8] mengatakan bahwa pada masa pertengahan masa tabi’in yakni awal abad 11 H, terdapat kelompok yang lemah dan banyak sudah memarfu’kan yang mauquf dan meriwayatkan yang mursal. Pada masa tabi’in kecil (150 H), muncul kelompok-kelompok politik, unsur-unsur filsafat, keyakinan agama, fanatisme, kebohongan dan kesalahan.[9]

Kebanyakan ulama Hadis berpendapat bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pertamakalinya setelah tahun 40 H, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang kontra dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menyebabkan terpecahnya ummat Islam dan muncul golongan-golongan kelompok agama dan politik yang berbeda. Antar kelompok yang ada saling menguatkan kelompoknya dengan Alquran al-Karim dan sunnah. Tentu saja tidak setiap golongan menguatkan kelompoknya dengan menggunakan Alquran al-Karim dan sunnah, maka sebagian mencoba mentakwilkan Alquran al-Karim dan menafsirkan Hadis dengan cara yang tidak benar. Ketika sebuah ayat maupun Hadis tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuannya (karena banyaknya orang yang menghafal Alquran al-Karim dan sunnah) maka mereka mencoba berdalih dengan membuat-buat Hadis dan kebohongan atas Rasulullah saw. Maka muncullah Hadis-Hadis yang berkenaan dengan khalifah yang empat dan pemimpin masing-masing kelompok. Demikian juga halnya dengan aliran-aliran politik, agama dan lainnya.[10]

Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa catatan penting tentang berkembangnya pemalsuan Hadis:
  • pemalsuan yang dipandang terjadi pada masa Rasulullah saw. seperti yang dikatakan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin, tidak didukung dengan fakta yang kuat.
  • pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terdapat pula periwayatan ajaran agama Islam sebagai nasehat yang dilakukan secara cermat yang dimaknai bukan sebagai pemalsuan.
  • pemalsuan muncul berawal dari kecerobohan oleh perawi-perawi yang lemah dengan cara:
a. memarfu’kan Hadis mauquf
b. menyambungkan Hadis mursal.

Hal ini terjadi pada pertengahan masa tabi’in yang berlanjut dengan kebohongan dalam mentakwilkan ayat dan Hadis hingga berujung kepada pemalsuan Hadis.

4. kebanyakan ulama mengindikasikan terjadinya pemalsuan setelah tahun 40 H yang dipicu oleh persoalan politik, filsafat dan faham keagamaan.

D. Faktor-Faktor yang Melatari Hadis Maudhu’

Beberapa faktor yang disebut oleh para ahli yang melatari munculnya Hadis maudhu’, di antaranya adalah:

1. politik

Setelah Utsman bin Affan wafat, timbul perpecahan di kalangan ummat Islam dengan lahir pendukung masing-masing kelompok yang berseteru, seperti kelompok pendukung Ali, pendukung Mu’awiyah dan kelompok ketiga yakni Khawarij yang muncul setelah terjadinya perang Shiffin.[11] Dari tiga kelompok tersebut, Syi’ahlah yang pertamakali melakukan pemalsuan. Hadis yang dibuat oleh kelompok Syi’ah adalah:

على خير البشر من شك فيه كفر
ali adalah orang terbaik, barang siapa yang meragukannya maka ia telah kafir.

Sedangkan Hadis yang dibuat oleh kelompok Mu’awiyah adalah:

ألا صفاء عند الله ثلاثة أنا و جبريل و معاوية

Ingatlah! Yang suci menurut Allah swt. hanya tiga, saya, Jibril dan Mu’awiyah.

Sementara kelompok Khawarij tidak membuat Hadis yang sesuai dengan keyakinan mereka bahwa berbohong adalah dosa besar dan pelaku dosa besar adalah kafir.[12]

2. Musuh Islam (Zindiq).

Di antara nama-nama orang-orang zindiq yang memalsukan Hadis adalah Muhammad ibnu Said al-Samiy. Dia meriwayatkan Hadis yang diakuinya berasal dari Humaid dari Anas dari Rasulullah saw. berbunyi:

أنا خاتم النبيين لا نبي بعدى إلا أن يشاء الله

Aku adalah penutup para nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku kecuali Allah swt. menghendakinya.

Tokoh lainnya adalah Abdul Karim ibnu al-Auza’ yang telah memalsukan sebanyak 4000 Hadis yang berhubungan dengan penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Mereka memalsukan Hadis untuk tujuan mengkaburkan dan menghilangkan kemurnian agama dalam pandangan ahli fikir dan ilmu.

3. Fanatisme

Para pendukung bahasa Persia menciptakan Hadis yang menyatakan kemuliaan bahasa tersebut, seperti:

إن كلام الذى حول العرش فارسى
sesungguhnya permbicaraan di sekitar Arsy adalah menggunakan bahasa Persia.

Sementara kelompok yang menantangnya membuat Hadis yang lain seperti:

أبغض كلام عند الله فارسى

Pembicaraan yang paling dibenci oleh Allah swt. adalah bahasa Persia.

4. Membuat cerita.

Salah satu tujuan menyampaikan sesuatu melalui cerita adalah bagaimana agar menarik perhatian atau untuk memperindah hal-hal yang tidak semestinya indah agar pendengarnya merasa tertarik. Pemalsuan yang terkait dengan hal tersebut adalah:

من قال لا إله إلا الله خلق الله من كل كلمة طير أنقاره من ذهب و ريشه من مرجان

Barang siapa mengatakan “tiada tuhan selain Allah, maka Allah akan menciptakan dari setiap kata-kata tersebut seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari marjan.

5. Perbedaan pendapat.

Seperti:

كل من فى السماوات و الأرض و ما بينهما مخلوق غير القرأن

Setiap sesuatu yang ada di langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya adalah makhluk kecuali Alquran

6. semangat yang berlebihan untuk berbuat kebaikan yang tidak dilandasi permasalahan agama.

Ada anggapan di kalangan sebagian orang-orang shaleh dan para zahid bahwa untuk tujuan targhib dan tarhib maka pemalsuan dengan tujuan tersebut tidak masuk dalam kategori orang-orang yang dilaknat nabi dalam Hadis “barang siapa berbohong atasku dengan sengaja......”,

7. untuk mendekatkan diri kepada penguasa.

Ghayyas bin Ibrahim telah membuat kebohongan melalui Hadis ketika ia memasuki istana al-Mahdi. Pada saat itu ia melihat al-Mahdi sedang mengadu burung merpati, maka ia mengucapkan memalsukan sebuah Hadis dengan menambahi matannya.

Selain dari hal-hal tersebut di atas, masih ada beberapa sebab lain yang mendorong munculnya pemalsuan, seperti demi memuji sebuah usaha atau pekerjaan tertentu.


E. Ciri-Ciri Hadis Maudhu’

a. Ciri-Ciri Pada Sanad.

1. berdasarkan pengakuan dari orang yang memalsukan Hadis.

Terdapat beberapa nama pemalsu Hadis yang mengakui perbuatannya, di antaranya adalah Abu Isma Nuh ibnu Abi Maryam tentang keutamaan surat-surat Alquran al-Karim. Abu Karim al-Auza’ yang memalsukan Hadis halal-haram.[13] Begitu juga dengan Abu Yazis yang mengaku telah memalsukan Hadis dan menyatakan bertobat dan minta ampun.[14]

2. tanda-tanda yang bermakna pengakuan.

Misalnya seorang rawi yang mengaku menerima Hadis dari seorang guru padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia mengatakan menerima Hadis dari seorang guru, padahal guru tersebut telah meninggal dunia sebelum ia lahir, seperti Ma’mun Ibnu Ahmad al-Saramiy yang mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah mendengar Hadis dari Hisyam dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke Syam,yang dijawab oleh Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun 250 H. , padahal Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.

3. terkesan dibuat-buat berdasarkan kejadiannya.

b. Ciri-Ciri Pada Matan.

Menelusuri pemalsuan Hadis secara akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan menganalisa matan tersebut. Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis maudhu’ adalah:

1. kelemahan atau kerancuan lafal Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak masuk akal.
6. bertentangan dengan nash Alquran al-Karim.
7. bertentangan dengan Hadis mutawatir.


E. Penutup

Hadis maudhu’ adalah Hadis yang dibuat-buat dan disandarkan kepada Rasulullah saw. ada beberapa faktor, sebab dan tujuan yang mendorong seseorang memalsukan Hadis, seperti:

1. untuk tujuan politik
2. fanatisme
3. ekonomi
4. dan sebagainya

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah sebuah Hadis palsu atau tidak, baik dengan melihat ciri-ciri pada sanad ataupun matan. Adapun ciri-ciri pada sanad adalah:

1. adanya pengakuan seorang rawi bahwa ia memalsukan Hadis.
2. terdapat hal-hal yang menjukkan bahwa seorang rawi memalsukan Hadis.
3. terkesan dibuat-buat.

Sedangkan ciri-ciri pada matan adalah:

1. kelemahan atau kerancuan lafal Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak masuk akal.
6. bertentangan dengan nash Alquran al-Karim atau Hadis mutawatir.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Hadis Maudhu, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.
Description: Ibrahim Lubis

Penulis: Ibrahim MA

Judul Makalah: Makalah Hadis Maudhu
Semoga Makalah ini memberi manfaat bagi anda, tidak ada maksud apa-apa selain keikhlasan hati untuk membantu anda semua. Jika terdapat kata atau tulisan yang salah, mohon berikan kritik dan saran yang membangun. Jika anda mengcopy dan meletakkannya di blog, sertakan link dibawah ini sebagai sumbernya :

Silahkan dibagikan melalui:
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
Next
DISTRIBUTION BY Hadith
Previous
Search Hadith maudhu

Related Posts


Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFMakalah Asbab Wurud Al-hadisPENDAHULUAN Hadis merupakan pedoman hidup dan sumber hukum Islam yang utama setelah Alquran. Berped

Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFSanad FEEDBACK: Research Basics SanadStatus and quality of the hadith, whether accepted or rejected, depending on the sanad and honor.

Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFTHEMATIC commentaryThematic commentaries (maudhu `i) is a method adopted by an exegete by gathering all the verses of

Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFUIN (State Islamic University)I. Preliminary  Allah gives guidance to the servants in order to achieve happiness and the ha

Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFHadith NOW UNTIL AFTER DAYS OF FRIENDSHistory of the Hadith is often the subject of some controversy among Muslims and non Muslims. Ther

Description: http://1.bp.blogspot.com/-htG7vy9vIAA/Tp0KrMUdoWI/AAAAAAAABAU/e7XkFtErqsU/s1600/grey.GIFVirtue Ethics and MoralThe emergence of moral consciousness and the establishment of His human is the base that determines

Arsip Makalah

Makalah Terpopular

BAB I PENDAHULUAN Masalah lingkungan di Indonesia, sekarang sudah merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat. Masalah l...
Blog merupakan salah satu tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai informasi di dalamnya, baik itu sebuah dokumen, Makalah, Artike...
Makalah Manusia Dan Lingkungan Hidup BAB I PENDAHULUAN Alam yang indah dan lestari adalah suatu dambaan umat manusia. Alam yang i...
Makalah Lembaga Keuangan Syariah A.     Pendahuluan Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah satu instrument yang diguna...
Makalah Tata Cara Memandikan Jenazah ( Proses tata cara dalam melaksanakan bahagian fardhu kifayah dalam memandikan jenazah ) Oleh:...
Makalah Hakikat Pembelajaran Efektif By: Ibrahim Lubis, M.Pd.I BAB I PENDAHULUAN Mengajar (teaching) dapat membantu siswa memp...
A. Pendahuluan Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa ...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup manusia yang memiliki perana...
A.PENDAHULUAN Imam Al-Ghazali (1058-1111 M) dikenal sebagai ulama yang banyak mengkritik pendapat para filosof pendahulunya, seperti...
Makalah Kondisi Belajar Dan Masalah-Masalah Belajar PENDAHULUAN Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Belajar ...


Description: My ZimbioDescription: AcademicsDescription: Site MeterDescription: My Ping in TotalPing.comDescription: PageRank

Ikuti Juga Aneka Ragam Makalah

WeChat: ibrahimstwo0
BB: 74E35137


<a href="http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/03/hadis-maudhu.html" target="_blank">Makalah Hadis Maudhu</a>

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...