Kamis, 14 Mei 2015

Barter



1.      BARTER
a.      Pengertian Barter
Barter adalah kegiatan tukar-menukar barang atau jasa yang terjadi tanpa perantaraan uang. Tahap selanjutnya menghadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari dari orang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya barter, yaitu barang ditukar dengan barang. Pada masa ini timbul benda-benda yang selalu dipakai dalam pertukaran. Kesulitan yang dialami oleh manusia dalam barter adalah kesulitan mempertemukan orang-orang yang saling membutuhkan dalam waktu bersamaan. Kesulitan itu telah mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat tukar. Sampai sekarang barter masih dipergunakaan pada saat terjadi krisis ekonomi di mana nilai mata uang mengalami devaluasi akibat hiperinflasi.
b.      System Barter
Sistem barter merupakan sejenis bentuk perniagaan yang tidak menggunakan sebarang bentuk perantara pertukaran, di mana barangan atau perkhidmatan ditukar dengan barangan dan/atau perkhidmatan lain. Ia boleh jadi dibuat antara dua atau beberapa pihak.
Melalui sistem ini mereka terpaksa membuat pilihan sesama mereka untuk mendapatkan barang perantaraan yang dapat membawa manfaat bersama antara mereka. Oleh sebab itu, barang-barang yang digunakan sebagai alat perantaraan itu berbeza mengikut suasana dan zaman. maka jelaslah di sini bahawa pertukaran adalah tidak mustahil tanpawang dan tidak hairanlah manusia boleh menjalankan kegiatan perdagangan dengan sistem pertukaran barter.
c.       Kelemahan Barter
Dalam ekonomi moden, kehendak manusia adalah pelbagai dan kegiatan manusia adalah luas termasuk di dalam dan di luar negara. Oleh itu, sistem barter mempunyai banyak kelemahan jika dipraktikkan dalam masyarakat moden. Antara kelemahan-kelemahannya ialah:

1.      Penemuan kehendak beregu

Kedua-dua pihak A dan B harus mempunyai kehendak yang saling menggenapkan sebelum pertukaran boleh dilakukan. Pihak A harus dapat menawarkan barang X yang dikehendaki oleh B dan pada masa sama pihak A juga harus mempunyai keinginan kepada barang Y yang ditawarkan oleh B. Kadangkala proses pemadanan kehendak yang sesuai mengambil masa yang lama sebeluum proses pertukaran boleh dilakukan. Masalah penemuan kehendak bergu ini merupakan masalah paling utama dalam sistem pertukaran barter.

2.      Masalah membahagi

Komoditi yang ditukarkan mungkin besar dan sukar dibahagikan kepada unit-unit kecil semasa membuat pertukaran dengan barang lain yang bernilai kecil. Contohnya, sekiranya satu pihak yang menginginkan sebahagian daging kerbau sahaja dan menawarkan seekor ayam sebagai pertukaran, sudah tentu pemilik kerbau tidak akan menyembelih seekorkerbau hanya untuk tujuan pertukaran dengan seekor ayam sahaja.

3.      Masalah simpanan nilai

Oleh kerana sebahagian besar barangandalam masyarakat primitif itu merupakan hasil pertanian yang mudah rosak dan tidak tahan lama, maka pertukaran yang melibatkan barangan yang tidak tahan lama adalah tidak sesuai untuk ditukarkan, kecuali ia hendak digunakan dengan segera. Akan tetapi, pertukaran selalunya berasaskan barangan lebihan yang tidak akan digunakan dengan segera. Memang ternyatalah bahawa kebanyakan pihak tidak ingin melangsungkan pertukaran untuk memperoleh barangan lain yang tidak tahan lama dan tidak mempunyai ciri simpanan nilai.

4.      Barang tidak tahan lama

Barang yang tidak tahan lama atau tidak mempunyai simpanan nilai yang cepat rosak seperti ikan dan sayur perlu ditukarkan dengan segera. Jika tidak, ia akan rosak dan ini akan merugikan pemilik kerana nilai barang tersebut akan berkurangan.
Walaupun terdapat beberapa kelemahan, harus diakui bahawa ekonomi yang menggunakan sistem barter atau pertukaran secara langsung itu merupakan satu sistem yang lebih baik daripada sistem sebelumnya, iaitu sistem mampu diri. Sistem barter membolehkan pengeluaran ditingkatkan sebab terdapat kemungkinan pertukaran. Kemungkinan pertukaran telah menggalakkan unit-unit ekonomi menghasilkan pengeluaran yang melebihi keperluannya sendiri. Pertukaran juga membolehkan unit-unit ekonomi menikmati barangan yang sebelumnya tidak pernah dinikmati. Walaupun terdapat kemungkinan pertukaran, proses pertukaran itu tidak sempurna. Banyak pertukaran tidak dapat dijalankan kerana masalah-masalah tersebut dan juga masalah-masalah lain seperti tidak mempunyai sistem penilaian am dan wujudnya kos dalam ekonomi. Oleh itu, pertukaran di bawah sistem barter adalah terhad. Sebahagian masalah itu berpunca daripada kekangan bahawa barangan itu harus ditukarkan satu demi satu dan secara langsung.
2.      SEWA (AL-UJRAH)
1)      Pengertian Ijarah
            Menurut etimologi, ijarah adalah  بيع المنفعة (menjual manfaat).([1] Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.([2] Demikian pula artinya menurut terminologi syara’
            Ada yang menterjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menterjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari  barang. Jadi ijarah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ijarah atas jasa dan ijarah atas benda.
            Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya. Namun sebagian ulama memperbolehkan mengambil upah mengajar Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan agama, sekedar untuk memenuhi kaperluan hidup, karena mengajar itu telah memakai waktu yang seharusnya dapat mereka gunakan untuk pekerjaan mereka yang lain.([3]
2)      Berakhirnya Akad ijarah
Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad ijarah akan berakhir apabila:
a.       Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir.
b.      Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad, karena kad ijarah, menurut mereka, tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad ijarahtidak batal dengan wafatnya salah seorang berakad, karena manfaat, menurut mereka, boleh diwariskan dan ijaraha sama denganjual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak yang berakad.
c.       Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar.
d.      Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak, seperti rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak, maka akad iajarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad  ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis, dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seorang digaji untuk menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah kedesa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, uzur yamng boleh mebatalkan akad ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau manfaatnya yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.

3)      Macam-Macam Ijarah Dan Aplikasinya  
1.      Ijarah Al-Muntahiya Bit Tamlik atau Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
a.       Pengertian al-ijarah muntahiya bit tamlik
Adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
b.      Bentuk al-ijarah muntahiya bit tamlik
Al-ijarah muntahiya bit tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihka yang berkontrak. Misalnya, ijarah dan janji menjual; nilai sewa yang mereka tentukan dalam ijarah; harga barang dalam transaksi jual; dan kapan kepemilikan dipindahkan.
c.       Aplikasi dalam Perbankan
Bank-bank Islam yang yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
d.      Manfaat dan Risiko yang Harus Diantisipasi
Manfaat ari transaksi ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Adapun risiko yang mungkin terjadi dalam ijarah adalah sebagai berikut:
a.       Nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja
b.      Rusak: aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank.
c.       Berhenti: nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. akibatnya, bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.
3.      JASA (FEE-BASED SERVICE)
1.      Macam-Macam Jasa (Fee)
a.      Wakalah
Secara etimologi, wakalah memiliki beberapa pengertian yang diantaranya adalah: (al-hifzh) yang berarti perlindungan, atau (al-kifayah) yang berarti  pencukupan, atau (al-dhamah) tanggungan, atau (al-tafwidh) berarti  pendelegasian yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.
Sedangkan secara terminologi, wakalah berarti mewakilkan atau menyerahkan sesuatu pekerjaan atau urusan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan dalam masalah dan waktu yang ditentukan.
Rukun dan Syarat Wakalah
a.      Rukun Wakalah
1.      Muwakil (orang yang mewakilkan/pemberi kuasa).
2.      Wakil (yang mewakili/penerima kuasa).
3.      Muwakkal fih/taukil (obyek yang diwakilkan/dikuasakan).
4.      Shighat (ijab dan qabul).
b.      Syarat-syarat Wakalah
1.      Orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang atau di bawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik atau pengampu, wakalah tersebut batal. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buruk dapat (boleh) mewakilkan tindakan-tindakan yang bermanfaat mahdhah, seperti perwakilan untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat.
2.      Orang yang mewakili hendaknya orang yang sudah baligh dan berakal sehat. Bila seorang wakil itu idiot, gila, atau belum dewasa, maka perwakilan batal. Menurut Hanafiyah, anak kecil yang sudah dapat membedakan yang baik dan buruk sah untuk menjadi wakil, alasannya ialah bahwa Amar bin Sayyidah Ummuh Salah mengawinkan  ibunya kepada Rasulullah saw., saat itu Amar merupakan anak kecil yang masih belum baligh.
3.      Syarat-syarat obyek yang diwakilkan ialah:
a.       Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan untuk mengerjakan sholat, puasa, dan membaca ayat al-Qur’an, karena hal ini tidak bisa diwakilkan.
b.      Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli.
c.       Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih samar, seperti seseorang berkata: “Aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah seorang anakku”.
4.      Shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhoannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.

Berakhirnya Wakalah
Akad wakalah berakhir jika terjadi salah satu dari hal-hal sebagai berikut:
a.       Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup.
b.      Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang berakad mempunyai akal.
c.       Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini wakalah tidak berfungsi lagi.
d.      Pemutusan oleh yang mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali). Menurut Madzab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan yang mewakilkan. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya.
e.       Wakil memutuskan sendiri, menurut Madzab Hanafi tidak perlu orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
f.       Keluarnya orang yang mewakilkan dari status kepemilikan.

B.     KAFALAH
Secara etimologi, Alkafalah berarti aldhaman (jaminan), hamalah(beban), za’amah (tanggungan).
Sedangkan secara terminologi, yang dimaksud dengan al-kafalahadalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.



Rukun dan Syarat Kafalah
Menurut Madzhab Hanafi, rukun kafalah yaitu, ijab dan kabul. Sedangkan menurut para ulama yang lain, rukun dan syarat kafalah adalah sebagai berikut:
a.                Dhamin, kafil, atau za’im, yaitu orang yang menjamin, syaratnya ialah sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b.                madmun lah disebut juga mafkul lah,  yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah dikenal oleh peminjam karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
c.                Madmun ‘anhu  atau mafkul ‘anhu adalah orang yang berutang.
d.               Madmun bih atau mafkul bih adalah utang, barang atau orang. Disyaratkan mafkul dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
e.                Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.

Pelaksanaan Kafalah
Kafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk:
a.               Munjaz (tanjiz) ialah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seseorang berkata “ saya tanggung si fulan dan saya jamin si fulan sekarang”.
b.               Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu,  seperti seseorang berkata, “jika kamu mengutangkan pada anakku, maka aku yang akan membayarnya”.
c.               Mu’aqqat (taukit) adalah tanggapan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang, “bila ditagih pada bulan Ramadhan, maka aku yang menanggung utangmu”.

C.    HAWALAH
Secara etimologi, yang dimaksud dengan hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengoperkan. Maka Abdurrahman al-Jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hawalah secara etimologi ialah:
أَلنَّقْلُ مِنْ مَحَلٍّ إِلَى مَحَلِّ
 “Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.”
Sedangkan secara terminologi, pengertian hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Misalnya: A memberi pinjaman kepada B, sedangkan B masih mempunyai piutang kepada C. Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian, C  yang harus bayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
  Rukun dan Syarat Hawalah
a.       Rukun Hawalah
1)      Muhil (orang yang memindahkan tanggungan hutangnya).
2)      Muhal alaih (pihak yang dibebani pemindahan tanggungan utang atau dibebani membayar hutang oleh muhil).
3)      Muhtal (orang yang piutangnya dipindahkan).
4)      Hutang muhil kepada muhtal.
5)      Hutang muhal alaih kepada muhil.
6)      Sighat (lafadh Aqad).
b.      Syarat Hawalah
1)      Orang yang menanggung harus memberitahukan kepada orang yang menghutangi
(berpiutang).
2)      Waktu menanggungnya harus positif.
3)      Hutang yang lazim.
4)      Kerelaan muhil.
5)      Menerimanya muhtal untuk dipindahkan pembayaran utangnya kepadanya ke orang lain.
6)      Persesuaian tanggungan muhil dan tanggungan muhal alaih, dalam jenis, macam dan batas waktu pembayaran.

D.    RAHN
Secara etimologi, gadai (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan.
Sedangkan secara terminologi, al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Rukun dan Syarat Rahn
a.       Rukun Rahn
1.      Pelaku akad, yaitu rahin (yang menyerahkan barang), dan murtahin (penerima barang);
2.      Objek akad, yaitu marhun (barang jaminan) danmarhun bih (pembiayaan); dan
3.      Shighat, yaitu ijab dan qabul.
b.      Syarat Rahn
1.      Kedua belah pihak adalah orang yang sah melakukan tindakan hukum seperti dalam jual beli. Dengan demikian, tidak sah orang gila atau anak kecil melakukan peggadaian.
2.      Barang yang digadaikan adalah sesuatu yang segera dapat diterima/dikuasai oleh yang menerima gadai, bukan barang yang masih dalam penguasaan orang lain.
3.      Memenuhi ketentuan administrasi apabila aqad dilakukan dengan pegadaian yang dikelola oleh pemerintah.

E.     QARDH
Qardh secara etimologi adalah pinjaman. Secara terminologi muamalah adalah memiliki sesuatu (hasil pinjaman) yang dikembalikan (pinjaman tersebut) sebagai penggantinya dengan nilai yang sama. Secara teknis qardh adalah akad pemberian pinjaman dari seseorang/lembaga keuangan syariah kepada orang lain/nasabah yang dipergunakan untuk keperluan mendesak. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jumlah yang sama dan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan besama) dan pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus.
Rukun dan Syarat Qardh
a.       Rukun Qardh
1.      Pelaku akad, yaitu muqridh (pemberi pinjaman), pihak yang memiliki dana, dan muqtaridh (peminjam), pihak yang membutuhkan dana;
2.      Objek akad, yaitu qardh (dana),
3.      Tujuan, yaitu ‘iwad atau countervalue berupa pinjaman tanpa imbalan (pinjaman Rp X,- dikembalikan Rp X,-); dan
4.      Shighat, yaitu ijab dan qabul.



b.      Syarat Qardh
1)      Syarat Muqrid
2)      Muqridh harus seorang Ahliyat at-Tabarru’ (layak bersosial), maksudnya orang yang mempunyai kecakapan dalam menggunakan hartanya secara mutlak menurut pandangan syariat.
3)      Tidak adanya paksaan (Ikhtiyar), seorang muqridh dalam memberikan bantuan hutang harus didasarkan atas keinginannya sendiri dan tidak ada paksaan dari pihak lain.
4)      Muqtaridh haruslah orang yang Ahliyah mu’amalah, artinya orang tersebut harus baligh, berakal waras, dan tidak mahjur (bukan orang yang oleh syariat tidak diperkenankan mengatur sendiri hartanya karena faktor-faktor tertentu).
5)      Objek akad adalah setiap barang yang boleh dijadikan obyek jual beli, boleh pula dijadikan obyek akad qardh.
6)      Shighat berupa ucapan serah terima harus jelas dan bisa dimengerti oleh kedua belah pihak, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman dikemudian hari.

Aplikasi Qardh dalam Perbankan
a.       Sebagai produk pelengkap nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b.      Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.
c.       Sebagai produk untuk menyumbang usaha kecil/mikro atau membantu sektor sosial. Guna memenuhi skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan.

4.      WADI’AH

a.      Pengertian Wadi’ah

Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Menurut bahasa wadiah artinya yaitu meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan menurut istilah wadiah artinya yaitu memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.
Rukun Dan Syarat Wadiah
Rukun dan Syarat Wadi’ah adalah (1) Rukun wadi’ah terdiri atas: a. muwaddi’/penitip; b. mustauda’/penerima titipan c. wadi’ah bih/harta titipan; dan d. akad. (2) Akad dapat dinyatakan denganlisan, tulisan, atau isyarat. (3) Para pihak yang melakukan akad wadi’ah harus memiliki kecakapan hukum. (4) Harta wadi’ah harus dapat dikuasai dan diserahterimakan. (5) Muwaddi’ dan mustaudi’ dapat membatalkan akad wadi’ah sesuai kesepakatan.

APLIKASI DALAM PERBANKAN
Keynes mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang karena : Transaksi, Cadangan dan Investasi, sehingga perbankan menyesuaikannya dengan giro, deposito dan tabungan.  Sementara itu pada bank syariah dalam penghimpunan dananya selain bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah (tabungan) namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro ada yang seperti deposito.   Dilihat dari sunber modal yang terbesar selain modal dasar tadi maka wadi`ah dapat dibagi kedalam, Wadi`ah Jariyah/Tahta Thalab dan Wadi`ah Iddikhariyah/Al-Taufir keduanya termasuk kedalam TITIPAN yang sifatnya biasa. 
Menurut Antonio kedua simpanan ini mempunyai karakteristik yakni harta/uang yang dititipkan boleh dimanfaatkan, pihak bank boleh memberikan imbalan berdasarkan kewenangan menajemennya tanpa ada perjanjian sebelumnya dan simpanan ini dalam perbankan dapat disamakan dengan giro dan tabungan
Wadi`ah Istitsmariyah (TITIPAN INVESTASI), seperti halnya wadi`ah yang terbagi atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga yaitu : General Investment(investasi umum) dan Special Investment (investasi khusus).
Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada  Shahib Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.
Sesuai dengan pembagian wadi’ah di atas, maka wadi’ah yad al- amanah, pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang ditipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya, bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak perbankan. Sehingga skemanya sebagai berikut:1
            Adapun wadi’ah dalam bentuk yad adh-dhamanahpihak bank dapat memanfaatkan danmenggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya. Tapi walaupun  demikian pihak si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam nominal persentase secara advance.  Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, yang menyatakan bahwa ketentuan umum Giro berdasarkan Wadi’ah ialah: 
a.       Bersifa ttitipan,
b.      Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan 
c.       Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Demikian juga dalam bentuk tabungan, bahwa ketentuan umum tabungan berdasarkan Wadi’ah adalah Bersifat simpanan
d.      Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan, 
e.       Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.(lihat Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000.)





[1]Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h.121
[2]Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya media Pratama, 2000), h.228
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algensido, 1994), h.304

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...