Minggu, 28 Juni 2020

copast!


COPAST DARI BERBAGAI web ^^
Semua isi silahkan dicek kembali apakah kutipan benar atau tidak karena saya pun tidak mengecek untuk file ini ^^



BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Gaya Hidup
Gaya hidup adalah prinsip yang dapat dipakai sebagai landasan untuk memahami tingkah laku dan  yang melatarbelakangi sifat khas individu. Gaya hidup juga merupakan pembimbing dalam hidup individu dan diperjuangkan terhadap segala macam rintangan[1] Suryabrata menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan pembimbing dalam menjalani kehidupan individu dan akan diperjuangkan yang diwujudkan dalam tingkah laku. Gaya hidup juga dapat melatarbelakangi sifat khas individu. Sama halnya dengan pendapat Kekes mengenai gaya hidup.[2]
The combination of such interdependent attitudes, manners, and patterns of action forms what I am calling a style of life. It is an expression of individuality that guides how one wants to live in the particular circumstances that constitute the context of one’s life.
Terjemahan bebas pendapat Kekes adalah bahwa kombinasi dari sikap, cara, dan pola tindakan disebut gaya hidup. Gaya hidup adalah ekspresi individualitas yang membimbing bagaimana individu ingin hidup dalam keadaan tertentu  yang  membentuk  konteks  kehidupan  seseorang.  Kekes  menjelaskan bahwa gaya hidup membimbing cara hidup individu yang berwujud dalam sikap, cara dan pola tindakan.
Pendapat mengenai  gaya hidup  menurut  Fiest [3]  adalah bahwa style of life is the term Adler used to refer to the flavor of a person’s life. It    includes a person’s goal, self-concept, feelings for others, and attitude toward the world”. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa gaya hidup merupakan istilah yang digunakan Adler untuk menunjukkan selera hidup seseorang yang mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang lain, dan sikap terhadap dunia. Lebih lengkapnya, Schultz menjelaskan a unique pattern of characteristics, behaviors, and habits, which Adler called a distinctive character, or style of life. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa pola khas dari karakteristik, perilaku, dan kebiasaan  yang Adler  sebut karakter  khas  atau  gaya  hidup.  Adler  menyebutkan  bahwa  gaya  hidup  dapat dilihat dari karakteristik, perilaku, dan juga kebiasaan.[4]
Kotler “A lifestyle is a person’s pattern of living in the world as expressed in activities, interests, and opinions” yang dapat diartikan dalam terjemahan bebas bahwa gaya hidup adalah pola interaksi seseorang yang diungkapkan dalam kegiatan, minat, dan pendapat seseorang.[5] Gaya hidup menggambarkan interaksi individu dengan lingkungannya. Kegiatan, minat dan pendapat ini menggambarkan interaksi individu dengan lingkungannya. Sama halnya dengan pendapat Petter dan Olson bahwa life style is the manner in which people conduct their lives, including their activities, interests, and opinions. Terjemahan bebas kalimat ini adalah gaya hidup merupakan cara seseorang dalam menjalani hidupnya termasuk di dalamnya kegiatan, minat dan opini mereka.[6] Petter dan Olson menjelaskan bahwa kegiatan, minat dan pendapat individu  adalah  bagian  dari  cara  seseorang  dalam  menjalani  hidup.  Sehingga bagaimana gaya hidup individu dapat dilihat dari kegiatan, minat dan pendapat individu tersebut. Sedangkan  definisi  lifestyle  atau  gaya  hidup  dalam  APA  Dictionary  of Psychology Second Edition adalah the typical  way  of  life  or  manner  of  living  that  is  characteristic of  an individual or group, as expressed by behaviors, attitudes, interests, and other factor. In the individual psychology of Alfred adler, an individual’s characteristic way of overcoming or compensating for feelings of inadequacy. According to Adler, a lifestyle is frst adopted in childhood, when the key factors informing it will be genetic endowment, upbringing, and interpersonal relations within the family.[7]
Arti dalam terjemahan bebas, gaya hidup adalah cara hidup atau aturan dalam hidup yang merupakan karakteristik individu atau kelompok, yang diekspresikan melalui tindakan, sikap, ketertarikan dan faktor lainnya. Menurut Psikologi individual oleh Alfred Adler, karakteristik cara individu mengatasi atau mengganti rugi perasaan ketidakmampuan. Menurut Adler, sebuah gaya hidup pertama kali diterapkan pada masa kanak-kanak, faktor kunci gaya hidup berasal dari keturunan genetik, pola asuh, dan hubungan interpersonal dengan keluarga. Pengertian  yang  telah  disampaikan  tersebut  menerangkan  bahwa  gaya  hidup adalah karakteristik khas yang diekspresikan melalui tindakan, sikap, ketertarikan dan faktor lainnya. Gaya hidup sudah ada sejak masa kanak-kanak dimana dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Sedangkan Solomon memiliki pendapat yang berbeda, menurutnya lifestyle defines a pattern of consumption that reflects a person’s choices of how to spend his or her time and money. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah gaya hidup menggambarkan pola konsumsi yang merefleksikan pilihan cara individu menghabiskan waktu dan uang yang dimiliki. Solomon menerangkan bahwa gaya hidup individu dapat dilihat dari bagaimana pola konsumsi yang dimiliki karena pola konsumsi dianggap merefleksikan cara individu menghabiskan waktu dan uang yang dilimiki.[8]
Berdasarkan  uraian  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  gaya  hidup adalah pola khas dari sikap, cara dan pola tindakan yang dimiliki individu mencakup tujuan, konsep diri, perasaan terhadap orang lain dan sikap terhadap dunia yang diungkapkan dalam aktivitas, minat dan pendapat. Gaya hidup merupakan hasil interaksi dari faktor keturunan, pola asuh, lingkungan dan daya kreatif yang dimiliki individu.
b. Pengertian Hedonisme
Dalam The encyclopedia of positive psychology disebutkan bahwa : The related term hedonism is the   doctrine that pleasure is the sole good. Philosophical hedonism claims that pleasure is the moral good, suggesting that the definitive social norm is to provide the greatest amount of pleasure for  the  greatest  number  of  people.  Psychological  hedonism  holds  that everyone aims only at pleasure as the ultimate end, and that at any given moment there is an ordering of events along a continuum of hedonic tone ranging from very aversive through neutral, to very desirable.[9]
Arti dalam terjemahan bebas, hedonisme adalah doktrin bahwa kesenangan adalah satu-satunya kebaikan. Hedonisme dari sudut pandang filosofis mengklaim bahwa kesenangan adalah moral yang baik, menunjukkan bahwa norma sosial definitif adalah untuk memberikan kesenangan terbesar bagi kebanyakan orang. Sedangkan hedonisme dari sudut pandang psikologis berpendapat bahwa setiap orang hanya bertujuan untuk kesenangan sebagai tujuan akhir. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hedonisme adalah doktrin atau faham bahwa tujuan hidup individu adalah untuk memperoleh kesenangan pribadi sebagai tujuan akhir.
Definisi hedonisme dalam APA Dictionary of Psychology Second Edition
adalah in philosophy, the doctrine that pleasure is an intrinsic good and the proper goal of all human action. One of the fundamental questions of ethics has been whether pleasure can or should be equated with the good in this way. In  sychology, any theory that suggests that pleasure and the avoidance of pain are the only or the major motivating forces in human behavior[10].
Arti dalam terjemahan bebas definisi hedonisme di atas adalah bahwa berdasarkan sudut pandang filosofi, hedonisme adalah ajaran bahwa kesenangan adalah kebaikan hakiki dan merupakan tujuan yang tepat dari semua tindakan manusia. Berdasarkan sudut pandang psikologi beberapa teori menyatakan bahwa kesenangan dan penghindaran terhadap penderitaan merupakan satu-satunya atau motivasi utama yang mendorong perilaku manusia. Pengertian di atas menggambarkan bahwa hedonisme merupakan ajaran bahwa kesenangan dan penghindaran terhadap penderitaan adalah motivasi utama yang mendorong perilaku manusia. Perilaku manusia yang menganut faham hedonisme ini akan nampak mengejar kesenangan dan menghindari penderitaan.
Hedonisme merupakan aktivitas apapun yang dilakukan demi mencapai kenikmatan bagaimanapun caranya, apapun sarananya, dan apapun akibatnya. Hedonisme merupakan gaya hidup yang menjadikan kenikmatan atau kebahagiaan sebagai tujuan. Berdasarkan pengertian hedonisme menurut Kunto dapat   ditarik   kesimpulan   bahwa   hedonisme   merupakan   gaya   hidup   yang diwujudkan dalam aktivitas untuk mengejar kenikmatan atau kebahagiaan sebagai tujuan bagaimanapun cara, sarana serta akibatnya. Efendy menambahkan  bahwa  gaya  hidup  hedonisme  membentuk  sikap  mental  yang rapuh,  mudah  putus  asa,  cenderung  enggan  bersusah  payah,  selalu  ingin mengambil jalan pintas, dan tidak suka bekerja keras. Efendi menjelaskan mengenai  ciri-ciri  gaya  hidup  hedonisme  dengan  gambaran  sifat-sifat  negatif dalam diri individu yang menganut gaya hidup hedonisme.[11]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hedonisme adalah sebuah pandangan bahwa kesenangan merupakan tujuan utama dalam  hidupnya  serta  selalu  menghindari  kesengsaraan  dengan  melakukan berbagai cara. Sedangkan gaya hidup hedonisme adalah suatu pola hidup khas dari  sikap,  cara  dan  pola  tindakan  untuk  mencapai  tujuan,  konsep  diri  dan perasaan yang mengarah pada keinginan untuk mengejar kesenangan dan diungkapkan dalam aktivitas, minat dan pendapat dengan menghalalkan berbagai cara. Gaya hidup hedonisme dapat membentuk sikap mental yang rapuh, mudah putus asa, cenderung enggan bersusah payah, selalu ingin mengambil jalan pintas dan tidak suka bekerja keras. Individu yang menganut gaya hidup ini akan menghabiskan waktunya demi bersenang-senang bersama teman sepermainan dan ingin menjadi pusat perhatian di lingkungannya.
c. Aspek-Aspek Gaya Hidup Hedonisme
Kekes menyatakanthe combination of such interdependent attitudes, manners, and patterns of action forms what I am calling a style of life. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa kombinasi antara sikap, cara, dan pola tindakan membentuk gaya hidup. Sikap individu menunjukkan cara individu, dan cara individu menunjukkan pola tindakan individu tersebut. Gaya hidup menurut Kekes dapat dilihat dari aspek sikap, cara dan pola tindakan yang dilakukan oleh individu.[12]
Berbeda dengan pendapat Kekes, menurut Peter dan Olson lifestyles are measured by asking consumers about their activities (work, hobbies, vacations), interests (family, job, community), and opinions (about social issues, politics, business). Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa gaya hidup diukur dengan cara bertanya kepada konsumen mengenai aktivitas (kerja, hobi, liburan), minat (keluarga, pekerjaan, komunitas), dan pendapat (tentang isu sosial, politik, bisnis). Aktivitas, minat dan pendapat (activity, interest, and opinion) atau disingkat AIO ini mencerminkan gaya hidup individu dan merupakan metode utama dalam meneliti gaya hidup individu.[13]
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek gaya hidup hedonisme adalah aktivitas, minat, pendapat, sikap, cara dan pola tindakan. Aspek-aspek ini nantinya akan digunakan untuk meneliti gaya hidup hedonisme.
d. Faktor Penyebab Gaya Hidup Hedonisme
Feist & Feist menyatakan pendapatnya mengenai faktor penyebab gaya hidupIt is the product of the interaction of heredity, environment, and a person’s creative power. Terjemahan bebas dari kalimat tersebut adalah bahwa gaya hidup merupakan produk atau hasil interaksi dari faktor keturunan, lingkungan dan kekuatan kreatif individu. Berdasarkan pendapat di atas, ketiga faktor yang telah disebutkan tersebut membawa pengaruh terhadap gaya hidup individu.[14]
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri individu yang didasarkan pada keyakinan diri sendiri untuk bergaya hidup sesuai dengan keinginannya.
a) Sikap
Sikap sebagai pandangan perasaan dan kecenderungan bertindak suatu hal terhadap objek tertentu.
b) Pengamatan dan pengalaman
Hal ini diperoleh dari hasil interaksi manusia dengan lingkungannya dan dapat juga dari hasil belajar.
c) Kepribadian
Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu. Kepribadian seseorang akan memengaruhi sikap dan perilaku orang tersebut.
d) Konsep diri
Seseorang yang memilliki konsep diri positif tidak akan mudah untuk dipengaruhi oleh stimulus dari luar, tetapi apabila seseorang memiliki konsep diri negatif maka individu akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh stimulus dari luar.
2) Faktor Eksternal
Gaya hidup hedonisme yang berasal dari faktor eksternal yaitu muncul dari luar diri individu. Faktor eksternal  yang memengaruhi  gaya hidup hedonisme adalah:
a) Kelompok referensial
Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
b) Keluarga
Pola asuh orangtua akan membentuk suatu kebiasaan anak yang secara tidak langsung memengaruhi pola hidupnya.
c) Kelas sosial
Kelas sosial mengarah pada perbedaan status ekonomi dan sosial yang akan memengaruhi perilaku dan gaya hidup.
d) Kebudayaan
Kebudayaan meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat.
Sama halnya dengan pendapat Rani (2016 : 23) bahwa secara umum ada dua faktor   yang   menyebabkan   seorang   mahasiswa   atau   masyarakat   menjadi hedonisme yaitu faktor ekstern yang meliputi media dan lingkungan sosial serta faktor intern yang meliputi keyakinan dalam beragama dan keluarga.
1) Faktor ekstern
Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi yang menyerang masyarakat merupakan faktor yang menyebabkan nilai-nilai yang dulu dianggap tabu kini dianggap biasa. Melalui media komunikasi massa nafsu, perasaan, dan keinginan seseorang dipengaruhi untuk menjadi hedonisme.
2) Faktor intern
Sementara itu dilihat dari sisi intern, lemahnya keyakinan agama seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku sebagian masyarakat yang mengagungkan kesenangan dan hura-hura semata.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor utama yang memengaruhi gaya hidup hedonisme, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi gaya hidup hedonisme adalah faktor keturunan, lemahnya keyakinan agama, sikap, pengalaman, pengamatan,  kepribadian,  konsep  diri  serta  kekuatan  kreatif  individu.  Sedangkan  faktor eksternal yang memengaruhi gaya hidup hedonisme adalah lingkungan, derasnya arus  industrialisasi  dan  globalisasi,  kelompok  referensi,  keluarga,  kelas  sosial serta kebudayaan.
























DAFTAR PUSTAKA


Anderman, E. M., & Murdock, T. B. (2007). Psychology of academic cheating.San Diego, C. A.: Elsevier.

Arikunto,  Suharsimi.    (2013).  Prosedur  penelitian  suatu  pendekatan  praktik.Jakarta: PT Rineka Cipta

Azwar,  Saifuddin.  (2017).  Penyusunan  skala  psikologi.  Yogyakarta:  Pustaka Pelajar.

Davis,S.F. & Drinan P.F. & Gallant T.B. (2009). Cheating in school : what we know and what we can do. United Kingdom: Wiley-Blackwell.


Depdikbud. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Effendi, Yudy. (2012). Rahasia meraih hidup supersukses. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Feist J. & Feist G.J. (2008). Theories of personality (7th ed). USA: McGraw Hill

Gunarsa, Singgih & Gunarsa, Yulia. 2001. Psikologi praktis anak, remaja dan  keluarga. Jakarta: Gunung Mulia

Kekes, John. (2008). Enjoyment : the moral significance of styles of life. New York : Oxford University Press

Kotler, P. (1996). Marketing management : analysis, planning, implementation, and control. (9th ed). New York : Prentice Hall,inc.

                  . (2012). Marketing management. (14th Ed). New Jersey : Prentice Hall.

Kunto, A.A. (1999). Remaja tentang hedonisme : kecil bahagia, mudafoya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Yogyakarta : PT.Kanisius.

Lambert, E. G., Hogan, N. L., Barton, S. M. (2003). Collegiate academic dishonesty   revisited:   what   have   they   done,   how   often   have   they done  it,   who  does   it,   and   why  they  do   it?   electronic  journal   of sociology.7 (4).

Lang,J. M. (2013). Cheating lessons: learning from academic dishonesty. USA: Harvard University Press


Lin.C., & Wen, Ling-Yu. (2007) Academic dishonesty in higher education: a nationwide study in Taiwan. Reasearch in Higher Education, 54, 85-97.

Lopez,  Shane  J.  (2009).    The  encyclopedia  of  positive  psychology.  United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd.

Nisak, Khairatun. (2014). Perbedaan gaya hidup hedonisme mahasiswa psikologi yang  tinggal  di  kos  dan  tinggal  di  rumah  orangtua.  Skripsi.  Riau  : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Statistik terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Petter, J. P. and Olson, J. C.(2010).Consumer behavior& marketing strategy. (9th Ed). New York : McGraw-Hill

Probovury,RA. (2015). Pengaruh penyalahgunaan teknologi informasi dan integritas  mahasiswa terhadap  perilaku  kecurangan  akademik  mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Raharjo, Suparto. (2010). Ki hajar dewantara biografi singkat 1889-1959. Jogjakarta: Garasi.

Rangkuti, Anna. (2015). Kecurangan akademik pada mahasiswa kependidikan.
Diunduh             pada             15             September             2017             dari

Rani, Yeny Chintya. (2016). Pengaruh gaya hidup hedonisme terhadap prestasi belajar mahasiswa. Skipsi. Bandung : Universitas Pasundan


Santrock, John W. (2007). Adolesence, (11th ed), diterjemahkan oleh Benedictine Widyasinta dengan judul Remaja, edisi 11, jilid 2. Jakarta : Erlangga

                                          . (2007) Life-span development, (3th ed), diterjemahkan oleh Benedictine Widyasinta dengan judul perkembangan masa hidup, edisi 13, jilid 1. Jakarta : Erlangga

Schultz & Schultz (2013).Theories of personality. (10th ed). USA: Wadsworth Cengage Learning

Simatupang, Ria FO. (2014). Hubungan antara kecurangan akademik dan tipe nilai schwartz pada mahasiswa universitas indonesia. Jurnal. Depok : Universitas Indonesia.

Siswoyo, Dwi. (2007). Ilmu pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.


Solomon, M.R. (2007) Consumer behavior : buying, having, and being (8th ed). New Jersey: Pearson-Prentice Hall.

Sugiyono.   (2017).   Metode   Penelitian   pendidikan   pendekatan   kuantitatif,  kualitatif, dan R&D. Bandung : CV Alfabeta

Suryabrata,  Sumadi.  (2012).  Psikologi  kepribadian.  Jakarta:  Raja  Grafindo Persada

Sutoyo, Anwar. (2014). Pemahaman individu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


VandenBos,  G.R.   (Ed).   (2015).   APA   dictionary   of   psychology.   (2th   ed). Washington DC: American Psychological Association



Whitney,  B.E.  &  Spiegel,  P.K.  (2002).  Academic  dishonesty  :  an  educator’s guide. USA: Lawrence Erlbaum Associates,Inc


Wijayanti, D.M. (2017). Wajah bopeng pendidikan kita. Diunduh pada tanggal 15September  2017  dari   https://beritagar.id/artikel/telatah/wajah-bopeng- pendidikan-kita

Yusuf, Syamsu. (2010). Landasan bimbingan dan konseling. Jakarta : Remaja Rosdakarya









[1] Suryabrata, 2012, h. 190
[2] Ibid
[3] Fiest, 2008, h.84
[4] Schultz, 2013, h.119
[5] Kotler, 2015, h.157
[6] Peter and Olson, 2010, h.257
[7] Yanden Bos, 2015, h.487
[8] Solomon, 2007, h.259
[9] Lopez, 2009, h. 473
[10] APA Dictionary Of Psichology., 2015, h.487
[11] Efendy, 2012, h.106
[12] Kekes, 2008, h.4
[13] Peter and Olson, Op. Cit, h.369
[14] Kotler, h.111

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...