Kamis, 26 November 2020

Teori Perilaku Konsumtif

 

 

 

 

BAB II LANDASAN TEORI

 

 

 

A.  Perilaku Konsumtif

 

1.   Pengertian Perilaku Konsumtif

 

Perilaku  konsumtif  dapat  diartikan  sebagai  suatu  tindakan  memakai produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lainnya atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang memakai barang tersebut Sumartono (dalam   Endang,   2002).   Perilaku   konsumtif   tersebut   mengarah   pada   suka berbelanja (shopoholics), pola konsumsi, kebiasaan merayakan hari-hari penting seperti hari ulang tahun, perkawinan, syukuran, dan sebagainya di restoran. Bagi orang-orang modern, perilaku semacam ini dapat dilakukan demi gengsi di mata orang lain.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah pola hidup individu yang dinyatakan dengan tindakan dan kebiasaan,   juga menggambarkan bagaimana individu berintegrasi dengan lingkunganya dan mencerminkan individu dalam berbuat dan berperilaku. Selain itu, perilaku konsumtif juga dapat berarti sebagai pola hidup individu yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatannya dalam membelajakan uangnya dan bagaimana

menghabiskan waktu.

 

 

 

2.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

 

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif yaitu faktor ekternal dan faktor internal.

1.   Faktor eksternal seperti iklan, keluarga dan faktor lingkungan sedangkan

 

2.   Faktor internal seperti motivasi, proses belajar dan konsep diri (Lina & Rosyid, dalam Indah, 2013)

Menurut (Mangkunegara, 2002) faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku konsumtif adalah :

1.   Faktor  budaya,  budaya  dapat  didefenisikan  sebagai  hasil  kreativitas manusia   dari   satu   generasi   ke   generasi   berikutnya   yang   sangat menentukan bentuk prilaku dalam kehidupanya sebagai anggota masyarakat.

2.   Faktor kelas sosial, kelas sosial adalah suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat. Menurut Werner kelas sosial dibagi menjadi tiga golongan, antara lain: kelas sosial kalangan atas, menengah, dan rendah.

3.   Faktor   kelompok   anutan,   kelompok   anutan   didefenisikan   sebagai kelompok  orang  yang  mempengaruhi  sikap,  pendapat,  norma,  dan perilaku konsumen. Pengaruh kelompok-kelompok anutan terhadap perilaku konsumen antara lain dalam menentukan produk dan merk yang mereka gunakan yang sesuai dengan aspirasi kelompok. Kelompok anutan ini terdiri dari keluarga, kelompok dan organisasi tertentu.


 

 

 

 

4.   Faktor keluarga, keluarga merupakan suatu unit masyarakat yang terkecil yang   perilakunya   sangat   mempengaruhi   dan   menentukan   dalam mengambil keputusan membeli.

5. Faktor pengalama belajar, belajar dapat didefenisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya.

6.   Faktor kepribadian, kepribadian merupakan suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat menentukan prilakunya. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalan membeli.

7. Faktor sikap dan keyakinan, sikap adalah suatu penilaian kognitif seseoarang terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakanya cenderung kearah berbagai objek atau ide. Sikap sangat mempengaruhi keyakinan, begitu juga sebaliknya.

8.   Konsep  diri,  konsep  diri  didefenisikan  sebagai  cara  kita  melihat  diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan.

9.   Gaya  hidup,  gaya  hidup  merupakan  suatu  konsep  yang  paling  umum dalam memahami prilaku konsumen, gaya hidup merupakan suatu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup menggambarkan aktivitas seseorang, ketertarikan dan pendapat seseorang terhadap suatu hal.


 

 

 

 

Jadi kesimpulan yang dapat ditarik dari pengertian perilaku konsumtif adalah merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kecendrunagn untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.

 

3.  Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

 

Menurut Sumartono (dalam Endang, 2013), defenisi konsep perilaku konsumtif  amatlah  variatif,  tetapi  pada  intinya  muara  dari  pada  pengertian perilaku  konsumtif adalah  membeli  barang tanpa pertimbangan  rasiaonal  atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Sumartono (dalam Endang, 2013) mengungkapkan bahwa secara operasional aspek perilaku konsumtif yaitu:

a)  Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. Hal ini akan memberikan pemikiran kepada konsumen bahwa hanya  dengan  membayar  satu  produk  konsumen  akan  mendapatkan produk lebih.

b)  Membeli produk karena kemasan menarik. Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus secara rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya untuk membeli produk tersebut  hanya  karena  produk  tersebut  dibungkus  dengan  rapi  dan menarik. Produk  yang dibungkus rapi akan membuat daya tarik lebih


 

 

 

 

kepada konsumen sehingga konsumen yang melihat akan tertarik untuk membeli produk tersebut.

c)  Membeli   produk   demi   menjaga   penampilan   diri   dan   gengsi.

 

Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi karena umumnya  remaja  mempunyai  ciri  khas  dalam  berpakaian,  berdandan, gaya hidup dan sebagainya dengan tujuan agar remaja selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain, membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. Hal ini akan lebih menunjang penampilan remaja yang pada dasarnya sudah memiliki penampilan yang menarik.

d)  Membeli produk atas pertimbangan harga mahal dianggap prestige.

 

Konsumen remaja cenderung berprilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap  paling mewah,  individu  akan  merasa  lebih  percaya diri  dan dihargai kalau barang-barang yang dikenakanya adalah produk mahal.

e) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi,  baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang hal eklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

f)   Memakai produk karena unsur komformitas terhadap model yang mengiklankan.   Remaja   cenderung   meniru   perilaku   tokoh    yang


 

 

 

 

diidolakanya dalam bentuk   menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Remaja juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure produk tersebut. Oleh karena itu, produk apaun yang dipakai oleh tokoh idolanya maka akan menjadi pertimbangan besar bagi remaja terhadap produk yang akan dipakainya.

g)  Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan   menimbulkan rasa percaya diri yang positif.  Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Hurlock (1999) juga menambahkan bahwa dengan  membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.

h)  Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Remaja akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis digunakan, hal ini dilakukan karena remaja cenderung ingin melihat perbedaan khasiat produk yang satu dengan yang lain.

 

 

 

B.  Remaja

 

Pengertian Remaja

 

Masa  remaja  adalah  masa  transisi  dalam  rentang  kehidupan  manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa.  Memahami arti  remaja


 

 

 

 

penting karena remaja adalah masa depan setiap masyarakat. Di negara-negara barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latinadolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita,

2007).

 

Berkaitan dengan remaja madya, Petros Blos (dalam Sarwono, 2004) mengatakan bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri (coping), yaitu secara aktif mengatasi stres dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahapan remaja yaitu, remaja madya (early adolescence), remaja madya (middle adolescence), ramaja akhir (late adolescence).

Menurut Petros Blos (dalam Sarwono, 2004) pada tahap remaja madya itu sendiri sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan pada remaja madya ini untuk narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berda dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau metrealistis, dan sebagainya.

Remaja Madya (Desmita, 2007) adalah remaja pertengahan yang dimana rentang usianya antara 15-18 tahun. Sedangkan remaja itu sendiri adalah dimana peralihan dari kanak-kanak menuju untuk persiapan masa dewasa, yang mana terjadinya gejolak-gejolak emosi yang membuat remaja diserang oleh strom dan stress, yang mana usia remaja berkisar antara 12-21 tahun.


 

 

 

 

Jadi menurut beberapa defenisi yang dikemukakan diatas remaja madya itu sendiri adalah remaja yang berada pada rentan usia 15-18 tahun, yang mengalami perubahan fisik maupun psikologis dan cendrung dianggap belum matang, dimana mereka berada pada kondisi yang membingungkan terhadap dirinya sendiri.

 

 

 

C.  Status Sosial Ekonomi Orangtua

 

1.   Pengertian Status Sosial Ekonomi Orangtua

 

Santrock  (2003)  mengartikan  status  sosial  ekonomi  atau  kelas  sosial adalah mengelompokkan orang-orang berdasarkan pekerjaan, pendidikan, dan karakter ekonomi yang serupa. Menurut Pitirim A. Sorokim (dalam Soekanto,

2001) kelas sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas- kelas secara bertingkat (hirarki.

Marx, Weber, dan Schumpeter (Syani dalam Narwoko dan Suyanto, 2007) mengartikan status sosial sebagai suatu kelompok manusia yang didalamnya terdapat pembedaan atas sub kelompok yang didasarkan pada kesamaan derajat. Faktor utama dalam penentuan kelas adalah jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, tipe rumah tinggal, jenis kegiatan rekreasi, jabatan dalam berbagai organisasi dan sebagainya. Sedangkan status  ekonomi adalah tingkatan atau level berdasarkan pendapatan atau penghasilan yang diperoleh.

Menurut Ormrod (2008), Status Ekonomi (SE) mencakup sejumlah variabel, termasuk penghasilan keluarga. Status Ekonomi sebuah keluarga, baik SE tinggi, SE menegah, maupun SE rendah,memberi petunjuk pada kita tentang kedudukan  keluarga  didalam  masyarakat,  seberapa  besar  fleksibilitas  yang


 

 

 

 

dimiliki anggota keluarga dalam hal tempat tinggal dan apa yang mereka beli, seberapa   besar   pengaruh   mereka   dalam   pengambilan   keputusan   politis, kesempatan pendidikan apa yang dapat mereka tawarkan kepada anak  anak mereka   dan   sebagainya.   Ekonomi   keluarga   adalah   tingkat   ekonomi   dan penghasilan atau pendapatan yang diperoleh dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga serta memberi kebahagiaan bagi anggota keluarganya.

Pendapatan ekonomi keluarga menurut Kartono (2006) bahwa Status ekonomi keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi keluarga dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok.

 

2.   Tingkatan Status Sosial Ekonomi

 

Menurut Sarwono (1976) ada tiga golongan status sosial ekonomi dalam masyarakat yaitu :

a)  Kelas rendah yaitu orang yang tidak memiliki jabatan tertentu, pendidikan terbatas, dengan penghasilan yang tidak memadai (mencukupi) seperti petani, buruh, tukang becak, pesuruh dan sebagainya.

b)   Kelas sedang (menengah) terdiri dari pegawai, pengusaha menengah dan kecil, kaum intelektual, guru, pedagang dan sebagainya. Kelas sedang  ini  sangat  bervariasi  anggotanya  mulai  dari  yang  sangat terdidik sampai dengan setengah terdidik, dari yang sangat kaya sehingga mendekati kelas tinggi sampai dengan pegawai negeri yang


 

 

 

 

penghasilannya  sangat  terbatas  karena  jabatan  dan  pendidikannya tidak dapat digolongkan dalam kelas rendah.

c)   Kelas tinggi yang terdiri dari sebagian sangat kecil dari masyarakat yang menduduki jabatan-jabatan    tertinggi dalam negara atau mempunyai pendapatan  yang sangat besar sehingga taraf hidupnya jauh melebihi kebanyakan orang dan mempunyai kekuasaan sangat besar.

Weber  (dalam  henslin,  2006)  mendefenisikan  status  sosial  ekonomi adalah sekelompok besar orang yang peringkatnya saling berdekatan dalam hal kekayaan, kekuasaan dan prestise. Ketiga unsur ini memisahkan orang dalam gaya hidup yang berbeda-beda.

Perbedaan mengenai tingkat status sosial ekonomi begitu tajam, hal ini dapat dilihat dari bentuk bangunan rumah, profesi pekerjaan maupun tingkat pendidikannya. Selain itu, juga didukung berdasarkan data BKKBN (2001) mengenai golongan kesejahteraan keluarga sebagai berikut:

a)   Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic need) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan .

b)  Keluarga sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan    dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.


 

 

 

 

c)   Keluarga   sejahtera   II   adalah   keluarga   disamping   telah   dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

d)   Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya.  Tetapi,  belum  dapat  memberikan  sumbangan  yang teratur pada masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

e)   Keluarga   sejahtera   III   plus   adalah   keluarga   yang   telah   dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangannya serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

 

3.  Golongan Pendapatan Ekonomi Orangtua

 

Achmad, 2006  (dalam Okti, 2008) menggolongkan penghasilan tertinggi hingga terendah seseorang berdasarkan pada kelompok jenis pekerjaannya. Untuk kelompok  pekerja  non-staf  seperti:  petani,  pelayan,  kernet,dan  guru. Penghasilanya antara lain:

a)   Penghasilan terndah mulai dari Rp 300.000-500.000,-/bulannya. b)   Penghasilan sedang mulai dari Rp 600.000-1.000.000,-/bulannya.

c)   Penghasilanya    tertinggi    mulai    dari    Rp    1.000.000-1.700.000,-

 

/bulannya.


 

 

 

 

Untuk  kelompok  pekerja  staff  seperti:  karyawan  perusahaan,  dokter, pengacara, dan dosen. Penghasilanya antara lain:

a)   Penghasilan terendah mulai dari Rp 1.800.000-2.500.000,-/bulannya. b)   Penghasilan sedang mulai dari Rp 3.000.000-5.000.000,-/bulannya.

c)   Penghasilan tertinggi mulai dari Rp 5.000.000-8.000.000,-/bulannya. Berdasarkan Kesejahteraan Rakyat Indonesia (KRI) (dalam Badan Pusat

Statistik  dan  litbang  kompas  dalam  sugionto:  2012)  menyatakan  pendapatan ekonomi penduduk digolongkan 3 (tiga) golongan  yaitu :

 

a)   Penduduk kategori miskin atau bawah  Rp 243.729,-/bulannya. b)   Penduduk kategori menegah  Rp 750.000-1.900.000,-/bulannya c)   Penduduk kategori atas  ≥Rp 2.000.000,-/bulannya

Dengan demikian, dari beberapa pendapat tersebut maka disimpulkan status sosial ekonomi adalah variabel yang kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan penghasilan. Dengan nilai pendapatan keluarga perbulanya sebesar

a)   kategori miskin atau bawah Rp 243.729,-/bulannya. b)   kategori menegah Rp 750.000-1.900.000,-/bulannya c)   kategori atas ≥ Rp 2.000.000,-/bulannya

 

 

 

D.  Kerangka Pemikiran, Asumsi, Hipotesa

 

1.   Kerangka Pemikiran

 

Kerangka teoritis ini akan menjelaskan perilaku konsumtif pada remaja ditinjau  dari  status  sosial  ekonomi  orangtua.  Perilaku    konsumtif  mempunyai


 

 

 

 

gambaran yang bermacam-macam. Menurut Sumartono (dalam Endang, 2013), perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis sesuatu produk yang dipakai seseorang telah menggunakan produk lain dengan fungsi yang sama. Hal ini tentunya akan menghabiskan pengeluaran individu lebih banyak. perilaku konsumtif harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai, pada akhirnya perilaku seperti ini tidak hanya mengacu pada dampak ekonomi, tetapi juga psikologis dan sosial (Arsy, 2006).

Seiring perkembangan biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, remaja memasuki tahap dimana sudah lebih bijaksana dan sudah lebih mampu membuat keputusan sendiri. Hal ini meningkatkan kemandirian remaja, termasuk juga posisiny sebagai konsumen. Remaja memiliki pilihan mandiri mengenai apa yang hendak ia lakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang hendak ia lakukan dengan uangnya dan menentukan sendiri produk apa yang ingin ia beli. Namun dilain pihak, remaja sebagai konsumen memiliki karakteristik ; 1) mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, 2) mudah terbujuk rayuan iklan, terutama pada  kerapian  kertas  bungkus,  3)  tidak  berfikir  hemat,  4)  kurang  realistis, romantis, dan mudah terbujuk (implusif) (Mangkunegara, 2002)

Weber (dalam henslin, 2006) mendefenisikan status sosial ekonomi adalah sekelompok   besar   orang   yang   peringkatnya   saling   berdekatan   dalam   hal kekayaan, kekuasaan dan prestise. Ketiga unsur ini memisahkan orang dalam gaya hidup yang berbeda-beda.


 

 

 

 

2.   Asumsi

 

Dari  teori  dan  uraian  yang  telah  dikemukakan  di  atas.  Maka  penulis memiliki asumsi sebagai berikut:

a)  Perilaku konsumtif adalah merupakan suatu prilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kecendrunagn untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.

b)  Pada dasarnya perilaku konsumtif sangat erat kaitanya terhadap kehidupan remaja.

c)  Dampak dari perilaku konsumtif diantaranya dapat menimbulkan masalah keuangan pada keluarga, jika individu berasal dari keluarga mampu. Dampak ekonomi ini mungkin tidak akan dirasakan. Naman, dampak ini akan menjadi masalah jika individu berasal dari keluarga biasa/ kurang mampu.

d)   Status   sosial   ekonomi   adalah   sekelompok   besar   orang   yang peringkatnya saling berdekatan dalam hal kekayaan, kekuasaan dan prestise.   Ketiga   unsur   ini   memisahkan   orang   dalam   perilaku konsumtif yang berbeda-beda.

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...