Selasa, 21 Juni 2011

cerpen - Tipe kita berda tapi nasib kita sama -


Tipe kita beda tapi nasib kita sama


Pernah nggak kalian merasa ada perbedaan di persahabatan kalian? Dan apa pernah rasanya sakit hati? Kalo perbedaan pasti ada dan kalo sakit hati ada sih tapi sakit baget. Sakit hati itu rasanya kaya’ di tusukin pisau di hati kita dan nggak bisa nyabutnya. Susah banget untuk ngobatin sekeras apapun itu.
Nah, ini ada cerita dua sahabat. Rara dan Caca. Mereka bersahabat sejak kecil tapi sering banget ejek-ejekan. Terutama soal cowok lah. Mereka sekolah di SMP Nusantara kelas 3 SMP. Sekolah ini adalah yayasan yang selain SMP, satu gedung juga dengan SMA.
Kalau Rara pernah pacaran sama anak SMA Nusantara yaitu Ray dan Caca justru pacaran sama adik kelasnya yaitu Micky. Rara lebih suka cowok yang umurnya diatas dia, yang jelas nggak lebih dari 3 tahun. Sedangkan Caca selalu pacaran dengan orang yang umurnya di bawah dia. Aneh deh.... sekarang keduanya udah mau lulus dan akan melanjutkan ke SMA Nusantara. Keduanya juga sama-sama lagi jomblo. Mereka mau belajar dulu dan istirahat supaya nggak di ganggu. Kan mau UN.
Rara dan Caca memang dua cewek yang sangat di kenal di sekolah. Mereka masih SMP tapi kalau melihat penampilan mereka dapat di katakan bukan anak SMP. Keduanay berpenampilan sangat dewasa dan dengan itu banyak sekali anak SMP yang seumurna serta SMA Nusantara mengejar keduanya. Tapi sayangnya dua cewek ini susah banget dapet cowok yang mereka mau. Pacaran juga terlalu milih-milih.
“Ra!” Panggil Caca ke Rara.
“Nggak usah teriak-teriak dong. Gue denger kali.” Rara kesel.
“Tadi gue ketemu Ray di gerbang. Terus dia narik gue dan ngasih ini supaya di kasih ke loe.” Jelas Caca dan memberikan hadiah dari Ray.
Setelah di buka ternyata isinya coklat. Rara tentunya kesel karena dia tidak menyukai cokelat karena dia alergi sama makanan itu. Memang Ray sering sekali memberi Rara cokelat saat mereka berpacaran walaupun ia tahu Rara tidak akan memakannya.
“Mau nggak?” tanya Caca.
“Buat loe aja deh.” Jawab Rara.
“Eh, gimana nih hubungan loe sama Micky. Secara yang mutusin kan Micky sendiri, bukan loe.” Ucap Rara karena yang minta putus itu memang Micky.
“Nggak usah di bahas deh.”
UN pun berlangsung dan waktu semakin berjalan. Keduanya lulus dengan nilai bagus. Mereka sekolah di SMA Nusantara. Masih satu kelas dan lebih serunya lagi karena Rara jadi adik kelasnya Ray. Ray sendiri kelas 3 SMA dan kalau Micky sendiri masih di bangku SMP kelas 3 di SMP Nusantara. Tentunya masih sering ketemu. Sekolah sudah berjalan 1 bulan.
“Ra, jujur ya. Gue sebenernya suka sama Arvan.” Akui Caca pada Rara.
“Dia kan adik kelas kita. Kelas 3 SMP lagi. Sekali-kali loe itu cari dong yang seumuran sama loe.” Jelas Rara.
“Mau gimana lagi. Guenya udah suka.”
“Sial ya nasib kita. Setiap suka sama cowok tapi dianya nggak suka. Malah banyak cowok cakep yang ngejer tapi kitanya nggak suka.”
“Kenapa loe juga harus sial?” tanya Caca penasaran.
“Gue suka tau sama guru paraktek kita.” Jelas Rara karena memang ada guru paraktek di situ.
“Siapa?” Caca ingin tahu.
“Itu Pak Lendro.” Jelas Rara dan Caca kaget banget.
“Apa! Loe gila tau nggak sih. Beda umur loe sama dia kan 6 tahun.”
“Dari pada loe sama adik kelas. Mending juga gue.” Caca kepedean.
“Tau ah! Pusing tau.”
Kedua sahabat ini kalau suka dengan orang pasti salah melulu. Caca yang sukanya sama di bawah umur dia 2 tahun dan Rara di atasnya 6 tahun. Bener-bener gila dua sahabat ini. Memang Lendro adalah guru paraktikum dari salah satu Universitas yang terkenal dan mengajarkan pelajaran Fisika. Dia cakep dan baik tapi sayangnya ketuaan buat Rara. Rara sendiri aja bingung karena bisa suka sama dia.
Hari itu adalah malam from untuk SMP kelas 3 dan seluruh siswa SMA Nusantara. Saat dansa saling mengambil pasangan masing-masing. Rara masih dengan Ray dan Caca dengan Micky. Keduanya berdansa seolah masih memiliki ikatan.
“Sepertinya dua pasangan itu akan kembali lagi.”ucap pembawa acara keras-keras.
Dua pasangan itu yaitu Rara dengan Ray, Caca dengan Micky membuat semua orang terpesona melihatnya. Satu demi satu peserta yang dansa duduk dan tinggal Caca dan Rara yang berdansa. Semua orang kagum melihat mereka berdansa karena sangat-sangat indah. Rara dan Caca sendiri justru matanya ke arah seseornag yang mereka suka yaitu Lendro dan Arvan. Kalau Ray pastinya curiga tapi Micky biasa saja karena ia juga tidak ada niat kembali kepada Caca.
“Kamu kenapa?” tanya Ray masih berdansa.
“Nggak kok.” Jawab Rara dan mereka terdiam dalam ucapan sambil dansa.
“Kamu suka sama Arvan?” tanya Micky yang sudah tahu.
“Kurang lebih gitu.” Jawab Caca santai.
“Aku kira setelah putus kamu nyari yang seumuran.” Kata Micky lalau melanjutkan dansa kembali.
Rara dan Caca masih berdansa dan semua orang melihat ke arah mereka.
“Oke! Acara selanjutnya tetep dansa tapi dengan mata di tutup. Kalau kalian ngerasa yakin pilihlah pasanga kalian dan harus dansa sampai musik berhenti kalian harus diem kaya’ patung. Eh, bukan cuma kalian tapi guru-guru sekolah kita juga guru paraktikum akan ikutan main ini.” Jelas pembawa acara.
Musik dimainkan dan mata ditutup. Masing-masing mencari pasangan mereka. Musik berhenti dalam keadaan mata tertutup. Penutup mata di buka dan betapa senangnya Caca ternyata di hadapannya adalah Arvan. Dan Rara juga bersama Lendro alias guru parktikum di sekolahnya. Rara seneng tapi dia agak aneh aja apalagi pada ngeliatin gimana gitu. Ray sendiri keliatan nggak suka dan ia pergi dari lantai dansa lalu duduk di mejanya.
Musik dimainkan kembali. Saling berdansa dan bertatapan mata. Rasanya dua sahabat ini merasakan sesuatu yang berbada walaupun pada dasarnya mereka sendiri bingung kenapa mencintai orang yang salah besar. Dansa pun berakhir lalu saat pengumuman dansa terbaik dari permainan taid adalah pasangan Caca dan Arvan. Semua orang memberi tepukan bahagia. Rara sendiri duduk di mejanya besama Lendro.
“Memang bener Caca selelu suka sama orang di bawah umurnya?” tanya Lendro.
“Nggak tau Pak.” Jawab Rara.
“Jangan panggil saya pak. Panggil aja Kak bisa.”
“Tapi kan.....”
“Anggeplah kita temen. Aku mau kok temenan sama kamu karena dari semua murid, kamu paling dewasa di sekolah ini.” Ucap Lendro tersenyum manis. Rara sendiri senang karena mereka bisa jadi teman dan bisa berbicara seperti teman. Selain itu keduanya juga cepet nyambung kalau berbincang karena Rara sendiri memang anak yang fikirannya sudah dewasa.
“Kak, tapi gimana kata temen lain kalo manggilnya kak?”
“Biarin aja.” Ucap Lendro lalu pergi dari hadapan Rara.
Caca kembali duduk dan Arvan pergi bergabung bersama teman-temannya.
“Gue maju nerima penghargaan, loe seneng ya deket nih sama itu...tuh..... kak Lendro.” Ucap Caca yang sedikit mendengarkan pembicaraan Rara dengan Lendro.
“Ih!” Rara kesel.
“Tapi seneng kan?” goda Caca.
“Kaya’ loe nggak seneng aja dapet penghargaan dansa paling romantis sama Arvan.” Sindir Rara balik dan Caca justru mengganggap itu pujian.
“Emang gue seneng. Terus kenapa? Ini from night paling the best selama ini.” Ucap Caca senyum.
Hari itu ada ekskul di sekolah. Arvan main basket dengan bagus banget dan Caca ngeliatin melulu sampe matanya nggak berkedip. Emang baru kali ini Caca sukanya berlebihan. Memang ya cinta itu susah untuk di tebak karena cinta itu sulit banget untuk di mengerti, dipahami, and paling susahnya dimiliki. Cari pacar gampang bagi Caca dan Rara tapi kalau cari Cinta itu bagi mereka susah, susah, dan susah benget.
“Hei!” ucap Rara yang datang mengagetkan Caca yang sedang melihat Arvan main basket.
“Pelan dong. Ganggu konsentari aja.” Caca sebel.
“Ya deh yang lagi merhatiin Arvan.”
Arvan dan timnya selesai main basket tapi Caca masih memperhatikan terus. Rasanya memang Caca terlalu suka sama Arvan. Cinta ini aneh apalagi dua sahabat ini mencintai orang dengan posisi yang salah banget. Arvan masih di sana dan beberapa saat kemudian Lendro dateng lalu mengajak Arvan main basket. Ajakan itu di terima dan Rara juga kagum karena ternyata orang yang di suka itu bagus banget main basketnya. Tapi dalam hati Rara rasanya ada yang aneh jika ia harus suka dengan Lendro. Ia sendiri tidak tahu mengapa bisa suka tapi kalau perasaan itu sudah datang, mau diapakan lagi?
Rara dan Caca masih melihat pangeran mereka dengan bahagianya.
“Ra, kalau gue perhatiin ternyata pak Lendro sama Arvan kok mirip ya?” pikir Caca.
“Ya tah? Kaya’nya nggak deh.” Rara menjawab dengan santai.
“Loe kenapa kok kaya’nya sedikit lesu?” tanya Caca.
“Mendingan loe, loe suka sama Arvan yang masih satu Skolah tapi gue.... huh, kalo dia bukan guru praktikum aja, pasti nggak akan kaya’ gini.”
“Emang sih aneh. Lucu aja tapi menurut gue itu nggak salah karena cinta itu datang nggak di undang.”
“Nggak di undnag dan buat kepala pusing?”
“Ya bukannya gitu tapi.... tau ah! Enti gue ikutan pusing lagi.”
Tiba-tiba Arvan dan Lendro menghampiri Rara serta Caca. Mereka sudah selesai main basket.
“Hei,....” kata Arvan menyapa.
“Kalian bagus main basketnya.” Puji Rara.
“Karena kamu suka sama Arvan?” tanya Lendro.
“Nggak kok pak.” Caca mengelak.
“Iya juga nggak apa-apa kali.” Sambung Rara.
“Pak, menurut saya kalian mirip deh.” Ucap Caca.
“Mana mungkin kakak adik nggak mirip?” kata Lendro.
“Ha?!” Rara dan Caca keget banget.
Kedua sahabata itu diam sesaat karena mereka tidak akan menyangka bahwa seseornag yang mereka sukai akan punya hubungan darah. Semua ini tidak di sangka sama sekali dan juga tidak di duga.
“Ca, kamu udah nonton latihan aku dari tadi. Mau aku anterin pulang nggak?” Arvan menawarkan.
“Oke.” Ucap Caca lalu pergi dengan Arvan.
Rara dan Lendro masih berdua di sana.
“Aku nggak nyangka kamu sama Arvan kakak berakdik.” Ucap Rara.
“Arvan itu sebenernya suka sama Caca tapi nggak tau kelanjutannya gimana.” Jelas Lendro.
“O, ya. Semenjak kamu ngajarin fisika ke aku, kaya’nya ada perubahan deh.”
“Perubahan apa? Bukannya dari dulu kamu udah pinter.”
“Emang tapi paling males buat catatan dan semenjak kamu jaid paraktikum sesekali masih mau nyatet walaupun jarang banget.”
“Walaupun nggak nyetet juga, kamu tetep pinter.”
“Ngibul.”
Mereka berdua saat itu memang banyak bicara. Landro sendiri orang yang suka bercanda jadi mambuat Rara senang.
Di lain sisi yang berbeda ternyata Arva mengajak Caca ke sebuah tempat kesukaannya. Ia mengajaknya ke bukit yang indah banget dan itu membuat Caca senang.
“Sewaktu kecil aku sering ke sini. Tempat ini memang nggak bisa di lupakan.” Jelas Arvan.
“Nggak salah kok kalo kamu suka sama tempat ini. Selain sepi, sunyi, juga damai jadi buat hati sejuk.” Kata Caca senang.
“Kamu suka tempat ini?”
“Bukan suka lagi. Banget malah.”
Kaduanya saling bicara seaikan mereka sudah memiliku ikatan dan ketika tidak ada pembicaraan lain, mau tidak mau membiacarakan Rara dan Lendro.
“Ca, sebenernya kakak aku memang suka sama Rara.” Jelas Arvan.
“Ha?!” Caca kaget.
“Memang aneh tapi kata kak Lendro, Rara itu dewasa jadi dia suka. Sayangnya dia nggak bisa bilang sama Rara karena Rara masih butuh belajar dan lacu aja kalo mereka jadian.” Kata Arvan.
“Coba nembak aja. Pasti Rara nerima karena Rara juga suka sama kakak kamu atau Pak Lendro.”
“Kamu sendiri masih sama Micky?” tanya Arvan.
“Nggak usah ditanya juga semua orang udah tau aku udah putus. Emang kenapa?”
“Nggak apa-apa. Cuma mau tau aja.”
Hari itu Rara dan Caca ketempat perkumpulan genk mereka yang berjumlah lebih dari seratus orang. Kedua sahabat ini paling mudah umurnya karena dari sekian orang hanya mereka yang SMA dan yang lain sudah kuliah. Tapi walaupun begitu semua anggota lain mengaggap tidak masalah karena keduanay sudah berpikiran dewasa. Rara dan Caca juga selalu di lindungi damn mereka berdua sudha menjadi anggota tetap. Di genk ini hanya ada 27 anggota tetap dan yang lain tidak tetap.
Tepat pada hari itu akan ada pelantikan anggota baru dan ada juga yang keluar karena alasan yang logis.  Jumlah orangnya ada sekitar 32. Kemarin-kemarin sudah ada seleksi dan Rara serta Caca tidak pernah datang karena sibuk sekolah. Sekarnag hanya dtanag lepantikan tapi ketua genknya meminta Rara dan Caca untuk melilih 25 orang saja dan harus ada tes lagi hari itu. Rara dan Caca senang tapi pastinay akan banyak memakan waktu. Akhirnya di ambil kesepakatan untuk bersama-sama mencari yang terbaik.
Setelah di perhatikan dari 32 orang di lihat satu persatu. Rara keget banget karena saat itu ada Lendro.
“Pak Lendro.” Ucap Caca kaget dan Lendro hanya senyum. Ia tidak menyangka bahwa siswi SMA akan bisa bergabung dengan genk ini karena untuk mausk saja susah tapi sepertinya ada yang berbeda.
“Kak, kok bisa di sini?” tanya Rara.
“Siapa loe nih anak?” tanya ketua genk yaitu Marlo.
“Dia guru paraktikum di sekoalh kita berdua.” Jawab Caca.
“O...gitu. tapi tetep dia nggak di istimewain.” Kata Marlo lagi.
“Kak, jangan di apa-apain ya?” mohon Rara berbisik kepada Marlo.
“Nanti nilai kita berdua jadi jelek lagi.” Kata Caca.
“Oke. Tapi untuk dia, gue yang nge-tes sendiri.” Ucpa Marlo.
Marlo pergi bersama 5 orang lainnya dan mengajak Lendro. Rara dan Caca sendiri takut kalau Marlo akan memakai kekarasan karena memang itu yang biasanya ia lakukan.
“Ra, apa yang di lakuin kak Marlo ya?” tanya Caca ke Rara.
“Gue takut tau. Loe tau kan kak Marlo gimana?”  ucap Rara.
“Gue takut kak Marlo nggak suka sama dia karena ngerasa cemburu.” Jelas Caca.
“Cemburu apa sih?” tanya Rara pura-pura nggak tau.
“”Loe tau kan kalo kak Marlo suka sama loe dari dulu tapi dia nggak berani bilang karena dia tau yang terbaik buat loe. Lagian kita masuk sini dengan mudah itu juga gara-gara kak Marlo. Kalo bukan karea kak Marlo suka sama loe, kita nggak kuat ngejalanin ujian dari genk ini dan pati nggak akan jaid anggota tetep.” Jelas Caca panjang lebar.
“Udah deh, loe nggak usah panjang lebar jelasin. Gue udah tau. Pokoknya kita diem aja dari pada kak Marlo marah, semua orang bisa kena amukannya.”
“Iya, kecuali loe yang nggak bakal diapa-apain.”
“Udah ah! Buat masalah aja loe. Lagian kak Marlo mana tau gue suka sama kak Lendro.”
“Jelas dia tau lah. Semua gerak-gerik loe kan pasti dia tau.”
“Jaid dia tau?”
“Terserah loe kalo nggak percaya.”
Marlo dan kelima temannya kembali tapi tidak bersama Lendro. Apa yang terjadi dengan Lendro? Entahlah, tidak ada yang tahu akan hal itu.
“Kak, mana orang yang tadi?” tanya Caca.
“Apa dia penting?” tanya Marlo santai.
“Please kak, jangan buat orang lain tersiksa.” Mohon Rara.
“Emang gue nggak tersiksa!” teriak Marlo dan semua orang saat itu jadi diem.
Beberapa saat kemudian Lendro dateng dengan wajah memar. Rara langsung menghampiri Lendro dan menanyakannya.
“Kak, kenapa kok memar?” tanya Rara walaupun ia tahu jawabannya.
“Ra, dia nggak bisa masuk genk kita.” Jelas Marlo.
“Kenapa?” tanya Rara.
“Karena aku tahu kamu suka sama dia!” Marlo marah.
“Maksud kakak?” tanya Rara kembali pada Marlo.
“Aku sayang sama kamu.”
Semua anggota terdiam tanpa suara. Marlo berlutut di hadapan Rara. “Jangan terus siksa aku” ucap Marlo kepada Rara. Marlo sudah dari dulu mencintai Rara sebelum ia mengetahu apa arti cinta.
“Maaf kak, aku harus pergi.” Ucap Rara lalu pergi bersama Lendro.
Caca masih di sana saat itu. Marlo terus saja marah-marah tanpa sebab yang mmbuat semua orang takut.
“Kak.” Ucap Caca menenangkan suasana.
“Gue nggak apa-apa. Semua lanjutin apa yang jadi tugas kalian!” ucap Marlo dan yang lainpun tidak ada yang berani melawan.
Beberapa saat kemudian Arvan datang dan mengajak Caca pergi. Caca sendiri tidak mengerti apa yang terjadi sehingga Arvan datang menjemputnya. Tapi mau apalagi, Caca pun menerima ajakan Arvan.  Tapi sayang sekali, saat itu Marlo memukul wajah Arvan juga.
“Siapa yang ngizinin loe ke sini?!” tanya Marlo marah.
“Kak, dia temen aku.” Jelas Caca.
“Oke. Tapi sekarnag ajak anak itu pergi.” Perintah Marlo.
Caca dan Arvan pergi bersama Arvan. Memang sebenarnya Marlo tidak ada niat memukul Arvan tapi karena suasana hatinya tidak baik jaid ia melampiaskannya dengan siapa saja.
“Kok kamu bisa tau aku ada di mana?” tanya Caca.
“Dari kak Lendro. Kamu nggak baik gabung sama genk ini.” Kata Arvan.
“Mungkin semua orang ngaggep genk ini kejem tapi di balik itu semua ada suatu kebaikan dan kekeluargaan.” Jelaa Caca.
“Maksud kamu?”
“Emang kenapa kamu minta aku keluar dari genk itu?”
“Karena aku sayang sama kamu.” Kata Arvan dan Caca pun tersenyum. Belum ada ikatan apapun tapi yang jelas keduanya saling menyukai.
Caca tahu seharusnya ia menjalin ikatan cinta bersama Arvan tapi tidak semua hal harus dilakukan dengan tergesa-gesa. Ia mau mendapatkan cinta dengan perjuangan yang indah.
“Ca, maaf karena aku......” ucap Arvan tidak selesai.
“Nggak ada kata maaf yang harus kamu ucapkan karena kita nggak punya kesalahan.” Jelas Caca.
Caca dan Arvan tiba di rumahnya Arvan atau juga dapat dikatakan rumah Lendro. Di sana ada Rara yang mengobati luka Lendro.
“Ehm, perhatian nih.” Kata Caca sedikit menyindir.
“Kak, aku sama Caca ke atas.” Jelas Arvan lalu ia mengajak Caca ke lantai atas.
Rara mengobati luka memar di muka Lendro. Sempat keduanya saling bertatapan tapi masih ada perasaan yang tidak menentu di antara dua manusia yang saling jatuh cinta ini.
Keesokan harinya di sekolah. Ternyata ada sebuah penyesalah besar di hati Micky karena melepas Caca dari genggaman tangannya. Tepat di gerbang, Micky menarik tangan Caca dan mencoba untuk bicara.
“Ca!” ucap Micky menarik tangan Caca.
“Lepasin!” Caca meminta untuk melepaskan.
“Ca, aku minta maaf karena ngambil keputusan yang salah.” Jelasnya.
“Maksud kamu apa?”
“Aku mau kita kaya’ dulu lagi.”
“Nggak bisa! Aku bisa maafin kamu sebagai temen tapi untuk kembali, maaf aku nggak akan pernah bisa.” Jelas Caca pada Micky lalu berbalik badan meninggalkan Micky.
“Ca!” Micky kembali menarik Caca dan berlutut di hadapannya. Caca bingung saat itu karena dalam hatinya masih ingin kembali kepada Micky tapi di sisi lain, ia juga mencintai Arvan.
“Maaf.” Kata Caca pelan.
“Aku akan nunggu kamu.” Kata Micky lagi.
Arvan masuk ke sekolah dan ia melihat hal yang sedang terjadi.
“Ca?” kata Arvan.
Caca mengajak Arvan pergi tapi Micky kembali menarik tangannya.
“Bisa lepas tangan Caca?” tanya Arvan pada Micky lalu Micky pun melepasnya.
Arvan mengambil langkah yang tidak salah karena jika ia terlambat sedikit saja, semua bisa berakibat burul.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Arvan.
“Nggak.” Jawab Caca.
“Kamu masih sayang sama Micky?” tanyanya kembali. Caca tidak menjawabnya. Ia hanya diam saja karena kalau di pikir-pikir, ia masih bingung sendiri dengan keadaan ini.
Di tempat yang berbeda, Rara sedang sendiri karena Caca sedang bersama Arvan dan yang lain sibuk dengan tugasnya. Ray mengajak Rara untuk bicara sebentar. Saat itu Rara menerimanya dan ia tahu apa yang akan di katakan Ray kepadanya.
“Apa Ray?” tanya Rara ingin tahu.
“Aku mau kita seperti dulu.” Pinta Ray.
“Maaf Ray, aku nggak bisa.” Jelas Rara pelan lalu pergi tapi Ray menarik tangannya.
“Apa karena Marlo?” tanya Ray.
“Bukan karena Marlo tapi....”
“Tapi apa?! Aku nggak akan terima alasan yang nggak bisa aku mengerti.” Jelas Rara.
Bel berbunyi dan seharusnya semua siswa masuk ke kelas. Rara ingin ke kelas tapi Ray masih menahannya saat itu.
“Aku nggak bisa jelasinnya sama kamu. Yang jelas kita nggak bisa kaya’ dulu lagi.” Jelas Rara.
“Aku cuma mau minta penjelasannya dari kamu. Itu udah cukup bagi aku.” Kata Ray lagi.
“Sedang apa kalian di sini?” tanya Lendro seorang guru parktikum.
“Nggak ada apa-apa Pak.” Jelas Ray.
“Ray, aku harus masuk kelas.”
“Aku mohon sama kamu. Ini pertama kalinya aku memohon sama orang, aku bisa terima alsan kamu.” Kata Ray lagi. Lendro sendiri saat itu hanya diam saja karena jika ia melakuakn sesuatu maka semua roang akan tahu apa perasaannya kepada Rara. Itu akan membuat seisi sekolah heran.
“Ray! Ngertiin aku!” kata Rara sedikit marah. Ray terdiam lalu ia memeluk Rara dan meninggalkannya tanpa kata-kata. Ray pun berlalu dan hanya Rara dengan Lendro sat itu.
“Dia mantan kamu?” tanya Lendro.
“Iya.” Jawab Rara singkat.
“Sekarang kamu masuk kelas.” Perintah Lendro.
Rara pergi ke kelasnya. Dalam hatinya ada sesuatu yang bingung harus terjadi seperti apa. Ia tahu bahwa Ray hanya bermain dengan cinta ini. Seisi sekolah juga sudha tahu siapa Ray sebenarnya. Ia hanya ingin berteman dengan Ray tapi tidak ingin menjalin kisah cinta lagi. Di dalam kelas kedua sahabat itu punya masalah yang sama.
“Ra, kenapa loe?” tanya Caca.
“Ray ngajak balikan. Kemaren juga gue ngerasa bersalah sama Marlo. Tapi gue sayang sama....”
“Udah Ra, nggak usah di jelasin. Gue ngerti kok. Nasib kita sama.”
“Maksud loe.”
“Tadi di gerbang sekolah gue ketemu Micky terus dia nyesel tapi Arvan ngajak gue pergi. Kemaren juga Arvan nembak gue tapi dia nggak mau pacaran sama gue.”
“Kok bisa?”
“Susah di jelasinnya.”
“Kenapa ya nasib kita sial banget.”
“Ra, gue mau keluar dari genk.” Kata Caca.
“Kenapa?”
“Arvan yang minta. Kalo menurut gue loe juga harus keluar dair genk itu untuk kebaikan loe dan semua orang.”
“Gue nggak mau lari dari masalah. Selain itu menurut gue Marlo nggak seburuk yang orang pikirin.”
“Gue tau Marlo baik tapi kalo dia marah bisa-bisa nyawa kita abis.”
“Sstt..... gurunya masuk tuh.” Kata Rara memberi tahu.
“Inimkan pelajaran Fisika. Wah, ada pak Lendro nih.” Sindir Caca.
Lendro mengajarkan pelajarn Fisika saat itu. Rara dan Caca sendiri tidak memperhatikan karena yang mereka pikirkan hanyalah masalah yang mereka hadapi. Lendro menyuruh semua siswa untuk mencatat tapi Rara tidak mencatatnya. Kalau Caca masih sedikit-sedikit mau mencatatnya. Bagi Rara mencatat itu tidak penting karena ia sudah bisa dengan semua yang harus di catat.
“Mana catatan kamu? Tanya Lendro.
“Nggak nyatet pak. Abis cape’ sih.” Rara memberikan alasan semaunya.
“Kamu merasa pintar jaid rtidak mencatat?!” Lendro marah.
“Kenapa harus nyatet kalo udah hafal.”
“Sekarnag kerjakan soal di depan.” Perintah Lendro.
“Sepuluh soal itu?” tanya Rara.
“Nggak sanggup?”
“Sanggup. Mudah lagi sayangnya nulisnya cape’”
“Cepat kerjakan kalau kamu merasa pintar.”
Rara maju ke depan dan ia mengerjakan semua soal yang memang sanagt sulit. Tapi bagi Rara itu mudah karena ia memang pintar jika mengerjakan semua pelajaran.
“Udan kan?” tanya Rara santai lalu ia duduk di kursinya.
“Gila. Loe bisa semuanya. Salut gue.” Kata Caca.
“Baik. Semuanya benar.” Kata Lendro dan ia melanjutkan penjelasannya lagi.
Hari itu Rara dan Caca ke tempat genk. Keduanya bertemu Marlo dan saat itu keadaan Marlo sudah tidak marah-marah lagi.
“Kak, maafin kita.” Kata Caca.
“Gue udah nggak marah lagi.” Jelas Marlo.
“Bener kak?” tanya Rara.
“Maaf Ra, aku kemaren salah. Aku tahu kamu sayang sama Lendro. Aku juga nggak mau maksain perasaan aku ke kamu.” Kata Marlo dengan hati ikhlas.
“Lagian Lendro juga nggak cocok masuk genk ini.” Sambung Caca.
Hari itu ada party untuk genk ini. Pada hari itu Rara dan Marlo berdanda layaknya pasangan kekasih tapi mau bagaimanapun hati keduanya tidak akan bisa di persatukan. Beberapa saat kemudian Micky datang dalam pesta itu. Aneh sekali karena anak SMP di larang masuk ke genk ini.
“Kok loe bisa di sini?” Tanya Rara.
“Nggak ada yang ngundang loe ke sini.” Ucap Caca sedikit sinis.
“Aku yang mengundang dia.” Jelas Marlo.
“Kak?” tanya Caca.
“Dia adik aku.” Kata Marlo lagi dan kedua sahabat itu kaget sekali. Selama ini belum pernah Marlo menceritakan tentang adiknya ataupun keluarga yang lain. Di sini terjadi sebuah pertengkaran besar antara Caca dan Micky. Ini di sebabkan karena Micky terlalu memaksakan diri. Caca tidak suka akan hal itu karea manurutnya satu kesalahan Micky tidak akan bisa di perbaiki sampai kapanpun.
“Maafin aku untuk terahir kalinya karena samapi kapanpun aku akan bilang tidak untuk cinta kamu ke aku.” Kata Caca.
“Ca,” Mohon Micky.
“Aku udah jelasin berapa kali ke kamu tapi kamu nggak pernah ngerti. Please, ngertiin aku untuk kali ini aja.” Kata Caca lagi dan Micky pun pergi dari party itu.
Marlo dan Micky adalah kakak beradik yang di sakiti oleh dua wanita yang saling bersahabat.
Lendro sudah tidak menjadi guru praktek lagi di SMU Nusantara. Tapi Rara masih sering menghubunginnya atau bertemu dengannya. Mereka berdua masih belum menjalin ikatan cinta apapun walaupun kenyataan mengatakan bahwa keduanya saling mencinta.
Di lain sisi yang berlainan Caca semakin dekat dengan Arvan. Mereka saling mencintai walaupun masih ada yang mengganjal di hati keduanya.
“Ca, aku mau ngomong sesuatu.” Kata Arvan.
“Aku juga ada yang mau di jelasin.”
“Aku mau kita nggak terus seperti ini. Aku sayang sama kamu.”
“Aku juga.”
Kaduanya terdiam da hening sesaat. Yang aneh dalam cinta mereka adalah status keduanya. Yang satu SMA dan satunya SMP dlaam yayasan sekolah yang sama. Tapi perbedaan bagi keduanya tidak masalah asalkan ada cinta yang tumbuh. Caca memeluk Arvan erat seolah tidak ingin berpisah.
“Aku tau status kita beda tapi semua itu bukan masalah.” Jelas Caca.
“Maafin aku karena terlambat.” Kata Arvan.
“Nggak. Kamu nggak terlambat.” Jelas Caca dan memeluk Arvan erat lagi.
Caca dan Arvan pergi ke kampusnya Lendro. Di sana ada Rara juga tapi Rara dan Lendro masih diam saja.
“Pengumuman penting.” Kata Caca yang baru datang dengan senyum bahagia.
“Pengumuamn apa nih? Kok seneng banget?” tanya Rara.
“Gue barussan jadian sama Arvan.” Jelas Caca.
“Senengnya.” Ucap Rara dan memeluk sahabatnya itu.
“Tapi aa yang kurang.” Sambung Arvan.
“Yang kurnag?” Tanya Lendro pernasaran.
“Iya ada yang kurnag kali.” Sambung Caca lagi.
“Kalian berdua belum jadian sama sekali.” Ucap Arvan.
Rara dan Lendro hanya tersenyum saja. Entah apa yang akan mereka lakukan tapi aneh saja jika hubungan ini berlanjut.
“Kak, kita temenan aja ya?” kata Rara dan ia pergi.
“Tunggu Ra,” Ucap Lendro menarik tangan Rara agar tidak pergi.
“Kak,” kata Rara lagi.
“Aku nggak mau kamu pergi dari aku.” Jelas Lendro lalu Rara memeluknya erat.
Lengkap sudah kedua sahabat Rara dan Caca untuk mencari cinta yang mereka cari selama ini dan kali ini telah mereka dapatkan walaupun banyak orang yang memandang aneh dalam cinta mereka. Perbedaan dalam cinta itu tidak masalah jika kita bisa menghapinya dengan hati tulus dan ikhlas. Karena cinta itu di awali dengan keikhlasan ahit untuk menerima satu sama lain.
By: Aula Nurul (17 Sep. 09)

Ini mungkin cerpen yang gk nyambung dan nggak enak di baca.
Hehe saya penulisnya aja males ngebaca ini cerpen karena saya juga buatnya ngasal jadi - ngasal2 aja. wkakak parah

kritik dan saran : 
niki_nawa@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...