Selasa, 21 Juni 2011

Cerpen - Nggak Harus Mengejar Cinta -


Nggak Harus Mengejar CINTA!

Ini sebuah cerita tentang seorang remaja berumur 18 tahun yang  bernama Airin. Ia cantik, menarik, dan semua pria pasti akan tersihir oleh wajah catiknya. Sayangnya ia memiliki penyakit di mana ia tidak kuat berdiri lebih dari satu jam dan tidak bisa terus berjalanb-jalan. Penyakit ini sudah di deritanya sejak kecil dan terkadang ia harus menggunakan kursi roda, namun Airin selalu menolak menggunakan kursi roda. Baginya, ia tidak cacat. Untungnya ada seorang pria yang selalu menjaganya sejak kecil. Pria itu adalah anak dari teman bisnis keluarganya. Pria itu adalah Ferdian.
Ferdian dan Airin tinggal dalam satu rumah. Keluarga mereka sudah sejak lama bekerja sama dalam hal bisnis dan Ferdian sendiri sudah di anggap sebagai anak sendiri oleh kedua orang tua Airin. Airin sendiri senang karena ada seseorang yang selalu menjaganya di saat ia membutuhkan. Jika penyakit Airin kambuh lagi dan ia tidak bisa menggunakan kakinya, Ferdian lah yang akan menggendongnya.
Sebenarnya ada sesuatu yang tersimpan di hati Ferdian dan ia tidak bisa mengungkapkannya. Ia mencintai Airin sejak lama, namun ada sesuatu yang menghalangi. Airin pernah bilang padanya bahwa tidak ada yang boleh mencintai dan di cintai olehnya.
“Aku nggak mau ada orang yang sayang sama aku dan aku nggak mau mencintai seseornag.” Kata Airin pelan saat masih bersama Ferdian.
“Tapi apa hidup kamu akan terus sendiri?” tanya Ferdian.
“Aku nggak mau menyakiti hati orang lain dan diriku sendiri karena penyakitku ini.”
“Tapi kamu masih bisa jalan. Cuma kamu nggak bisa bertahan lama.”
“Apa bedanya? Itu sama aja. Aku mau lari dan jalan tanpa beban.” Kata Airin pelan.
Ferdian yang mendengarkan akan hal itu menjadi sadar bahwa cintanya tidak akan sampai kepada Airin tetapi Ferdian tetap berusaha agar Airin bisa bersemangat. Walaupun cinta itu bukan untuknya, ia rela asalkan Airin bisa bahagia. Selama ini senyum Airin hanya senyum palsu karena ia masih menginginkan sesuatu yang sulit ia dapatkan.
Hari itu Airin mengajak Ferdian ke salah satu tempat wisata untuk mencari udara segar dan hiburan. Awalnya Ferdian menolak ajakan Airin tapi karena Airin memintanya dengan sungguh-sungguh, Ferdian tidak bisa menolaknya. Ia ingin menolak permintaan Airin karena itu akan membuat kaki Airin menjadi sakit. Namun mau bagaimana lagi, ia tidak bisa menolakpermintaan Airin.
“Rin, kamu nggak apa-apa?” tanya Ferdian khawatir karena Airin sudah berjalan selama 30 menit.
“Nggak apa-apa. Baru setengah jam, lagian aku nggak akan mati karena kaki aku.” Jelas Airin tapi Ferdian tetap khawatir.
Keduanya terlihat senang melihat tempat-tempat indah di sana. Dalam senyum Ferdian ada sesuatu yang di sembunyikan tetapi berusaha ia tuitupi. Begitu khawatirnya Ferdian kepada Airin sampai ia sedih melihat Airin yang berusaha tegar dengan kebohongannya. Airin sendiri sudah merasakan sakit pada kakinya tapi ia menahannya agar Ferdian tidak khawatir. Wajah Airin sudah terlihat sedikit mencurigakan dan membuat Ferdian merasa aneh.
“Rin, kamu mau istirahat?” tanya Ferdian.
“Nggak kok. Aku nggak apa-apa.” Jelas Airin karena ia tidak ingin menyusahkan Ferdian.
“Rin, yuk?” ajak Ferdian agar Airin mau di gendong olehnya.
Airin awalnya menolak tapi karena ia tidak sanggup lagi, akhirnya ia menerima ajakan Ferdian. Ferdian sendiri sudha biasa menggendong Airin sejak lama dan ia merasa bahwa semua ini tidak seharusnya terjadi kepada Airin.
“Maafin aku ya? Aku udah banyak nyusahin kamu?” kata Airin pelan.
“Aku nggak merasa kamu nhusahin aku. Justru aku seneng.” Kata Ferdian dan Airin tersenyum manis.
“Makasih ya?”
Airin meminta Ferdian untuk berhenti da membelikannya es krim. Ferdian pergi memberli es krim dan Airin menunggunya. Airin memang sangat suka es krim sejak kecil dan makanan itulah yang membuatnya bisa sedikit tenang.
Lima menit sudah Airin menunggu Ferdian tetapi ia tidak datang membawa es krimnya. Karena Airin bosan jadi ia berjalan-jalan sebentar. Tidak terasa Airin sudah berjalan cukup jauh dari tempatnya duduk tadi. Mungkin Ferdian sudah membawa es krim dan Airin pergi ke tempatnya semula.
Saat Airin ingin pergi ke tempatnya semula, ia merasakan kakinya sangat sakit dan tiba-tiba ia lemas lalu kakinya tidak bisa untuk berdiri lagi. Ia buka tasnya untuk mengambil hpnya tapi ternyata tertinggal di mobil. Airin bingung harus berbuat apa. Di dekat ia jatuh, ada batu besar yang ada di tempat wisata itu lalu ia duduk di sana.
“Jangan keliatan sakit. Jangan!  Aku nggak boleh keliatan lemah di depan banyak orang.” Kata Airin dalam hatinya yang berusaha kuat.
Ia duduk seolah tidak merasakansakit tapi sebenarnya yang ia rasakan adalah sakit yang luar biasa. Ferdian sendiri mencarinya kemana-mana tapi tidak bertemu dengan Airin. Di hubungi pun tidak bisa dan di saat itu Ferdian sangat-sangat merasa bersalah kerena telah meninggalkan Airin sendiri.
“Ferdian…. Kamu ke mana? Aku butuh kamu.” Kata Airin pelan tanpa ada yang mendengarnya.
“Maaf, apa kamu sedang tersesat?” tanya seorang pria yang tidak sengaja mendengar Airin bicara sendiri.
“Siapa kamu?” tanya Airin.
“Kenalin, Gilang. Apa kamu tersesat?”
“Aku Airin dan aku nggak tersesat.”
“Lalu kenapa sepertinya kamu kebingungan?” tanya Gilang.
“Nggak kok.” Jawab Airin lalui ia berdiri dan berusaha jalan namun terjatuh.
Gilang menolong Airin dan menemaninya. Airin sendiri tidak bicara apapun kepada Gilang karena ia tidka mau ada seornag pun yang tahu bahwa kakinya bermasalah. Airin diam dan begitupun dnegan Gilang. Gilang mengira Airin cacat jadi ia merasa bersalah soal kejadian yang tadi.
“Maafin aku, aku nggak tau kalau kamu nggak bisa jalan.” Kata Gilang merasa bersalah.
“Aku nggak cacat! Aku bisa jalan sendiri!” Jelas Airin dengan nada tinggi.
Gilang diam saat Airin marah karena ia tidak mau menyinggung perasaan Airin lagi. Ia sendiri masih menemani Airin karena merasa kasihan.
Ferdian masih berusaha mencari Airin dnegan membawa es krim. Ia melihat Airin dnegan seornag pria lalu menghampiri Airin.
“Airin!” panggil Ferdian sambil berlari ke arah Airin.
“Ferdian?! Kemana aja? Aku nungguin dari tadi.” Kata Airin.
“Tadi aku nyari es krim kesukaan kamu tapi susah. Maaf ya?” jelas Ferdian.
“Ya udah yuk.” Ajak Airin.
“Mau aku gendong?” tawari Ferdian.
“Aku bisa sendiri. Jangan sampe ada orang ngira aku cacat.” Kata Airin lalu ia benar-benar berusaha berdiri.
Gilang yang melihat Airin bisa berjalan lebih merasa bersalah karena sebelumnya mengatakan Airin tidak bisa berjalan. Airin sendiri sebenarnya tidak sanggup lagi berjalan tapi ia tidak mau ada seornagpun yang mengira bahwa dirinya cacat dan tidak bisa berjalan. Wajah Airin memperlihatkan kepada Ferdian bahwa ia tidak sanggup lagi tapi tetap berusaha. Ferdian kasihan melihat Airin yang selalu berusaha untuk tegar tapi apalagi yang dapat ia lakukan. Semua yang Airin inginkan tidak bisa ia halangi kecuali hati Airin sedang baik.
“Rin, kamu masih kuat?” tanya Ferdian pelan khawatir.
“Aku bisa. Nggak ada seornagpun yang boleh bilang kalau aku nggak bisa jalan. Aku bukan orang cacat.” Kata Airin menangis.
“Rin…..” lalu Ferdian menggendong Airin.
Airin menangis karena ia ingin bebas seperti remaja lainnya. Semua yang ia mau sudah ia dapatkan tapi hanya satu yang tidak ia dapatkan yaitu suatu kebebasan sendiri. Ferdian ikut sedih karena Airin mengangis dan air mata Ferdian pun menetes. Dari segala sesuatu di dunia ini hanya satu yang dapat membuat Ferdian meneteskan air matanya. Hanya karena Airin, tidak ada yang lain karena semua hal di dunia ini tidka penitng baginya. Yang terpenting dalam hidupnya adalah kebahagiaan Airin.
“Rin, kenapa kamu tadi pergi?” tanya Ferdian.
“Tadi ada cowok yang bilangin aku ini cacat. Apa bener itu?” tanya Airin menangis.
“Kamu nggak seperti yang dia bilang.” Kata Ferdian memberi semangat.
“Baru satu orang yang bilang aku cacat. Besok siapa lagi? Apa semua orang akan bilang aku ini cacat?” Air mata Airin terus mengalir.
“Nggak! Itu nggak akan terjadi!” lalu Ferdian memeluk Airin memberikan dukungan kuat.
Airin terus menangis tiada henti karena hari itu adalah hari di mana ada seseorang yang mengatakan ia tidak bisa berjalan. Gilang memang mengatakan dengan bahasa halus tapi di hati Airin tetap saja itu terasa sakit. Ia merasa bahwa dirinya sudah hampir cacat karena untuk berjalan lebih lama saja tidak kuat.
“Rin, kamu dengerin aku! Kamu bisa menghadapi semua ini. Kamu bisa Rin!” semangati Ferdian dan Airin kembali memeluk Ferdian. Memang Ferdianlah yang selalu menjadi tempat bersandar Airin.
Hari itu Ferdian mengajak Airin ke butik untuk membeli gaun untuk pesta ulang tahunnya seminggu lagi. Airin duduk di sebuah kursi yang di siapkan dan yang memilihkan gaunnya adalah Ferdian. Airin tidak bisa mencoba satu demi satu pakaian itu karena ia akan kelelahan. Saat Ferdian sednag mencari gaun yang cocok, seornag pria menyapanya.
“Airin?” sapa seorang pria dan itu adalah Gilang.
“Gilang? Kok bisa di sini?” tanya Airin.
“Memang nggak boleh? Lagian ini kan butik aku.” Kata Gilang.
“O…..” kata Airin singkat.
“Maaf kalau sebelumnya aku mengatakan kamu tidak bisa berjalan. Aku benar-benar menyesal.”
“Kamu nggak salah.”
Ferdian mendapatkan satu gaun yang cocok untuk Airin.
“Rin, ini cocok buat kamu.” Kata Ferdian.
“Kamu nyari gaun? Aku ada yang cocok buat kamu.” Kata Gilang.
Gilang pergi mencari gaun itu dan ia kembali membawa gaun yang benar-benar cocok untuk Airin dan Airin senang sekali karena itu memang gaun yang snagat bagus.
“Kamu suka?” tanya Gilang.
“Aku suka tapi Ferdian udah milihin untuk aku.” Kata Airin.
“Kalau kamu suka, ambil yang itu aja. Aku nggak masalah.” Jelas Ferdian.
“Tapi kamu udah susah-susah milihin untuk aku.” Kata Airin lagi.
“Nggak masalah. Yang penting kamu seneng. Kalau kamu seneng, aku juga seneng.” Jelas Ferdian.
“Gimana?” tanya Gilang.
“Ya udah. Aku mau yang ini aja.” Jelas Airin.
“Ini hadian untuk kamu sebagai permintaan maaf aku ke kamu.” Jelas Gilang.
“Makasih ya. O…ya, ini undangan buat kamu. Dateng ya?” kata Airin memberikan undangan di pesta ulang tahunnya.
“Aku pasti dateng karena aku nggak mau ngecewain kamu.” Ucap Gilang.
Airin dan Ferdian pergi dari butik itu dan mencari barang-barang lain yang di perlukan untuk pesta ulang tahun Airin. Airin memang menginginkan pesta ulang tahunnya ia sendiri yang membuatnya tanpa bantuan siapapun. Seseorang yang membantunya untuk mempersiapkan segala hal adalah Ferdian.
Hari itu pesta ulang tahun Airin tetapi ia tidak berdiri sambil menerima tamu melainkan sambil duduk. Airin senang sekali karena banyak tamu yang datang. Bukan hanya dari teman-temannya tapi beberapa rekan bisnis keluarganya. Ia senang mendapatklan hal yang indah hari itui tetapi ada seseorang yang ia nantikan yaitu Gilang. Airin baru kenal dengan Gilang sebentar tapi ia mengharapkan agar Gilang datang. Entah apa yang di rasakan Airin ini tapi ia berharap Gilang datang. Wajah Airin menggambarkan sebuah penantian yang membuat Ferdian ingin tahu.
“Rin, kamu nunggu siapa?” tanya Ferdian.
“Aku nunggu Gilang. Dia kok nggak keliatan ya? Padahal aku berharap dia datang.” Jelas Airin.
Ferdian diam karena baru kali ini ia melihat Airin menunggu seseorang sampai seperti itu. Apa yang telah terjadi? Terus saja Airin menunggu Gilang tapi Gilang tidak juga datang. Ferdian yang melihat Airin menunggu Gilang meraa ada yang berbeda dari diri Airin.
“Rin, kamu masih nunggu Gilang?” tanya Ferdian.
“Nggak.” Jawab Airin berbohong.
Airin sendiri tidak mengerti dengan dirinya sendiri dan apa yang sedang ia rasakan dalam hatinya. Hanya satu yang Airin tahu bahwa ia menginginkan Gilang datang ke pestanya. Harapan Airin tercapai. Gilang dtaang walaupun acara sudah setengah di mulai. Airin senang tapi Gilang datang bersama seornag wanita yang snagat cantik.
“Happy britday ya?” kata Gilang.
“Makasih udah dateng.” Kata Airin singkat.
“Aku kan udah bilang pasti dateng.” Kata Gilang tetapi wanita yang beramanya sepertinya sedikit terganggu walaupun tidak di perlihatkan.
“Jadi ini cewek yang kamu bilang.” Kata wanita yang datang bersama Gilang.
“O….ya, kenalin ini Shany. Dia temen baik aku.” Kata Gilang sambil memperkenalkan wanita yang bersamanya.
“Cuma temen?” tanya Ferdian.
“Eh, nikmatin pestanya ya….” Ucap Airin.
Airin senang sekali karena Gilang datang. Entah apa yang terjadi pada dirinya tapi ia senang atas kedatangan Gilang. Sayangnya Gilang datang bersama Shany. Shany ramah dan ia cantik serat tidak terlihat kesal karena Gilang juga memperhatikan Airin. Airin yang melihat merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya tapi ia berusaha menyembunyikannya.
Shany adalah sahabat Gilang sejak kecil. Ia mencintai Gilang tapi cintanya tidak pernah sampai. Gilang sendiri hanya sekali bercinta dengan seorang wanita dan setelah itu ia tidak mau menganal apa yang namanya cinta lagi. Ia sudah cukup bercinta sekali dalam hidupnya dan kehilangan cinta itu selamanya. Gilang pernah mencintai seorang wanita dan wanita itu telah pergi selamanya dari kehidupan ini. Gilang sangat mencintainya lebih dari hidupnya sendiri tapi wanita itu pergi tanpa kata dan membiarkan cinta yang sedang tumbuh menjadi sirna seketika. Sejak saat itulah Gilang tidak ingin bercinta lagi dengan siapapun karena ia takut akan kehilangan cintanya. Sebelumnya juga ia telah kehilangan ibu yang sangat ia cintai. Ia sudah cukup kehilangan dua orang yang berharga di hidupnya dan tidak ingin kehilangan lagi.  
Tapi kali ini Gilang sifatnya berubah sejak bertemu dengan Airin. Shany sendiri melihat bahwa ada penyemangat hidup Gilang lagi setelah kehilangan kekasihnya beberapa tahun lalu. Airin sangat mirip dengan kekasihnya yang sudah tiada dan itulah yang membuat Gilang penasaran dengan Airin. Gilang datang ke arah Airin dan berbincang dengannya. Awalnya hanya perbincnagan biasa namun ada satu hal yang membuat Airin bingung.
“Rin, apa kamu pernah berfikir kalau di dunia ini ada dua orang yang wajahnya bisa sama?” Kata Gilang kepada Airin.
“Menurut aku itu bisa aja kalau mereka kembar.” Jawab Airin.
“Tapi kalau keduanya tidka mengenal dan salah satu pergi dari kehidupan ini, apakah yang satu biosa menggantikan posisi itu?”
“Apa maksud kamu? Aku nggak ngerti sama permbicaraan kamu.” Ucap Airin yang memang tidak mengerti.
“Rin, ke sana yuk?” ajak Ferdian yang sengaja melakukan hal itu.
Airin pergi bersama Ferdian menyambut tamu lain yang baru datang. Ferdian sendiri agaknya tahu apa yang terjadi sebenarnya. Shany sendiri melihat dair jarak yang sedikit jauh dan melihat Gilang sepertinya hidup kembali. Ia tahu sejak awal bertemu dnegan Airin, Gilang selalu bercerita bahwa Airin akan membuat hidupnya seperti dahulu lagi. Shany menemui Airin dan membawanya ke tempat yang sedikit sepi.
“Rin, aku nggak kenal kamu dan nggak pernah ketemu kamu sebelumnya tapi aku ada satu permintaan dan aku harap kamu mau mengabulkannya.” Jelas Shany kepada Airin dan Ferdian diam-diam menguping pembicaraan mereka.
“Apa yang mau kamu bicarain?” tanya Airin dan saat itu kakinya mulai teraa sakit.
“Gilang pernah kehoangan wanita yang ia cintai untuk selamanya dan ia tidak pernah tersenyum lagi sejak saat itu. Tapi ia bercerita bertemu seornag wanita yang mirip dengan kekasihnya yang sudah tiada dan itu kamu. Sejak pertemuan pertama itulah Gilang sedikit ada harapan untuk hidup lagi dan aku mohon sama kamu agar tidak menyakitinya.” Jelas Shany panjang lebar.
“Aku nggak ngerti sama pembicaraan kamu karena ku belum lama mengenal Gilang.”
“Aku tahu itu tapi cuma kamu yang bisa membuat Gialng hidup lagi.”
“Maaf, aku nggak bisa.” Jelas Airin sambil menahan rasa sakit pada kakinya.
“Aku nggak maksain kamu tapi aku mohon karena ini demi hidup Gilang.” Mohon Shany sambil meneteskan air mata.
Airin sendiri tidka mengerti mengapa sepertinya Shany snagat takut akan kehilangan gilang. Ia bingung dnegan penjalasan Shany karena ia sulit untuk mengabulkan permintaan Shany. Jika Airin juga mencintai Gilang, Airin tidak mau seseorang yang ia cintai tahu akan penyakitnya. Tapi Airin tidak mencintai Gialng dan siapapun karena baginya cinta itu tidak akan ia dapatkan.
“Rin….” Ucap Shany menyadarkan Airin yang diam saja.
“Maaf….” Kata Airin pelan dan ia pergi. Selain Airin bingung, rasa sakit di kakinya juga sudah tidak bisa ia tahan lagi.
Airin kembali ke pesta itu dan ia tetap tersenyum walaupun rasa sakit di kakinya sudah tidak bisa di tahan lagi. Tapi ia tidak mau telihat lemah di depan orang lain. Pesta sebentar lagi akan berakhir dan rasanya ia akan sanggup sampai pestanya selesai.
“Rin, kaki kamu nggak apa-apa?” tanya Ferdian yang sudah tahu.
“Aku masih kuat.” Jawab Airin.
“Selesai acara ini kita ke rumah sakit.”
“Jangan keliatan khawatir, nanti semua ornag curiga dan tau kalau aku sakit.” Jelas Airin dan Ferdianpun mengikuti kemauannya.
Pesta sudah selesai dan satu persatu tamu pun pergi. Tinggal keluarga Airin serta Ferdian dan Gilang serta Shany saat itu. Gilang tidak ingin pergi karena ia ingin tahu apa yang ada pada diri Airin. Airin sendiri sudah tidak sangggup lagi menahan rasa sakit pada kakinya dan Ferdian pun ingin segera ke rumah sakit.
“Rin, aku mau bicara sama kamu.” Jelas Gilang.
“Maaf, aku nggak bisa.” Jwab Airin sambil menahan sakit pada kakinya.
“Apa karena ku maksa? Aku mohon untuk dengerin aku Rin….”
“Maaf, aku nggak bisa. Bukannya karena aku………” ucap Airin tapi ia berhenti berkata dan tubuhnya langusng lemas karena kakinya sudah tidak bisa bertahan lagi. Saat itu tubuh Airin terjatuh dan membuat semau orang yang masih di dalam menjadi panik.
Orang tua Airin menjadi snagat panik tapi Ferdian menengakannya dan Airin juga berusaha agar orang tuanya tidak khawatir.
“Rin….” Kata Shany pelan.
“Apa yang terjadi dengan kamu?” tanya Gilang.
“Kamu nggak perlu tau.” Jelas Airin pelan sambil menahan tangisannya karena rasa sakit itu.
“Kamu tahan ya Rin….” Ucap Ferdian memberi semangat dan mengangkat tubuh Airin lalu di bawanya masuk ke dalam mobil.
Gilang sendiri bingung apa yang terjadi pada diri Airin dan ia tidka bisa menghalangi Airin pergi. Lalu Gilang pulang dengan Shany. Di lain sisi yang berlainan, Ferdian membawa Airin ke rumah sakit. Airin memang sudah langganan ke rumah sakit kalau kakinya terasa sakit lagi. Airin di rawat di rumah sakit itu dan ia sedih karena selalu saja terjadi hal seperti ini.
“Apa hidup aku akan terus kaya’ gini?” tanya Airin pada Ferdian yang menjaganya.
“Kamu percaya sama aku kalau kamu itu bisa melewatkan semuanya.” Semangati Ferdian.
“Aku udah nggak kuat lagi. Aku lebih baik mati dari pada terus kaya’ gini.”
“Rin, aku nggak tau kamu ada rasa suka atau nggak tapi kau tahu kamu tadi terus merhatiin Gilang dan sama halnya dengan Gilang. Kamu juga nunggu dia dateng.”
“Maksud kamu apa?”
“Apa kamu ada perasaa suka dengan Gilang?”
“Nggak. Aku nggak tau apa itu suka karena di dunia ini cuma satu yang aku butuhin yaitu aku mau sembuh.”
“Rin….” Ucap Ferdian lalu memeluk Airin.
Gilang yang tahu kabarnya Airin dirawat, ia datang menjenguk Airin tapi yang ia lihat saat itu adalah saat Airin sedang memuluk Ferdian erat. Gilang tidak jadi masuk dan duduk di kursi untuk menunggu Ferdian keluar. Gilang sendiri tidak tahu apa yang ia rasakan. Selain wajah Airin mirip, ia juga tidka ingin Airin terluka karena ini. Mencintai bukan karena wajah tapi hati dan itu tidak terjadi pada Gilang. Gilang merasa Airin adalah masa lalunya dan ia ingin Airin menjadi maa lalunya. Tapi itu tidak boleh terjadi karena Airin adalah Airin dan bukan siapapun kecuali dirinya sendiri.
“Gilang?” kata Ferdian yang keluar dari kamar Airin.
“Airin nggak apa-apa?” tanya Gilang.
“Dia baik-baik aja. Kalau kamu mau menjenguk, masuk saja dan jaga Airin sampai sembuh.”
“Apa penuyakit Airin separah itu?”
“Airin nggak sakit dan nggak akan sakit.” Kata Ferdian pelan.
Gilang masuk ke dalam kamar Airin di rawat. Airin masih tertidur lelap dan Gilang duduk di sampingnya dengan diam agar tidak mengganggu Airin. Ia melihat wajah Airin dan ia melihat masa lalunya tergambar pada diri Airin.
Ferdian sendiri keluardari ruamh sakit itu dan meninggalkan Airin dengan Gilang. Ia tahu ada sesuatu antara Airin dan Gilang tapi masih belum terungkap. Saat ingin keluar rumah sakit, Ferdian bertemu Shany dan keduanya sama-sama melepas seseorang yang mereka cintai.
“Airin dirawat di sini?” tanya Shany pada Ferdian.
“Dia sedang bersama Gilang. Apa kamu mau menjenguk Airin?” tanya Ferdian.
“Nggak. Aku cuma mau mastiin Gilang di sini karena sepertinya Gilang khwatir dengan keadaan Airin.”
“Apa benar Gilang secepat itu mencintai Airin? Atau karena Airin mirip dengan masa lalunya?”
“Aku nggak tau tapi hidup Gilang berubah belakangan ini menjadi lebih bahagia. Aku akan senang kalau Gilang bahagia.”
“Kamu mencintai Gilang dan berkorban demi dia?” tanya Ferdian.
“Bukannya itru sama halnya dengan kamu?”
“Maksud kamu?”
“Kamu mencintai Airin bukan?” tanya Shany tapi Ferdian tidak menjawab.
Fedian dan Shany akhirnya pergi berdua dan berbincang untuk berbagi. Keduanya sama-sama melepas seseornag yang mereka cintai demi kebahagiaan ornag yang mereka cintai.
Gilang masih menemani Airin di kamar Airin di rawat. Airin tersadar dari tidurnya dan ia melihat Gilang ada di sampinya. Ia senang sekali karena Gilang menjaganya tapi satu g Airin tidak sukai karena Gilang menganggap dirinya adalah bagian dari masa lalu Gilang.
“Kamu udah bangun?” tanya Gilang.
“Kamu nungguin aku dari tadi?” Airin berbalik bertanya.
“Aku senang kamu sudah sedikit baikan. Aku khawatir dengan keadaan kamu.”
“Apa kamu khawatir sekali dengan keadaanku?”
“Aku sangat khawatir dan nggak mau kehilangan seseorang yang aku cintai seperti halnya kamu.”
“Maksud kamu apa?”
“Aku sayang sama kamu Rin…..”
“Aku nggak bisa jawab itu karena kita baru kenal dan satu hal yang harus kamu ketahui bahwa ini adalah diri aku, bukan masa lalu kamu.” Jelas Airin dan Gilang tidak berani berkata apa-apa lagi.
Airin semakin lama semakin dekat dengan Gilang……….
2 tahun kemudian………….
Airin dan gilang menjadi teman baik walaupun sampai kini Gilang tidak pernah tahu apa penyakit yang di derita oleh Airin saat ini. Gilang hanya tahu bahwa Airin jarang mau di ajak pergi dengannya. Sebenarya Airin tidak ingin menolak tapi ia tidak mau jika penyakitnya akan kambuh saat pergi dengan Gilang. Di lain sisi ada Ferdian yang sejak awal sudah banyak berkorban untuk Airin tapi cintanya tidak pernah sampai kepada seseorang yang ia cintai.
“Hei, Rin…. Mau kemana nih kok rapi banget….” Goda Ferdian.
“Cuma jalan-jalan aja sama Gilang.” Jelas Airin.
“Oh, ya udah.” Kata Ferdian singkat. Sebenarnya Ferdian ingin mengajak Airin pergi ke suatu tempat tapi ia sudah mendengar penjelasan Airin dan tidak ingin berkata apapun lagi.
Airin sendiri sebenarnya ingin menolak ajakan Gilang tapi ia tidak bisa untuk menolaknya. Airin takut jika kakinya terasa sakit lagi dan ia tidak tahu bagaimana saat itu karena Ferdian tidak ada bersamanya.
“Rin, jadi kan?” tanya Gilang.
“Ya.” Kata Airin singkat.
“Tapi kita ke makam mama aku dulu.”
“Okey…. Nggak masalah.”
Gilang mengajak Airin ke makam ibunya dan di samping makam ibunya, ada makam seseornag yang pernah ia cintai dan wajahnya sama persis dengan Airin. Gilang sedih di sana dan ia berkata bahwa dunia ini terlalu kejam untuknya.
“Gilang, ini makam mama kamu dan mantan pacar kamu ya?” tanya Airin.
“Dia adalah wanita pertama yang berarti di hidup aku dan wanita pertama yang bisa membuat aku bahagia setelah kepergian mama aku tapi ia juga harus pergi meninggalkanku.”
“Kamu sangat mencintainya?”
“Seperti yang kamu lihat dan di wajah kamu ada bayangannya.”
“Di wajah aku ada bayangan dia dan itu membuktikan bahwa kamu menganggap aku adalah dia. Bukan diri aku sepenuhnya.”
“Rin, tapi jujur aku sayang sama kamu bukian karena……….”
“Udah, cinta kamu hanya untuk dia. Lagian aku juga nggak akan bisa nerima cinta kamu.”
“Maaf Rin, aku maksain kamu….”
Gilang mangajak Airin ke sebuah resort dan Airin cukup senang walaupun kakinya mulai terasa sakit karena terlalu lama berdiri di pemakaman. Airin di ajak olah Gilang untuk mencoba beberapa permainan yang menantang tapi semuanya di tolak oleh Airin.
“Rin, kamu kenapa kok dari tadi diem aja?” tanya Gilang penasaran karena Airin diam saja.
“Nggak apa-apa cuma lagi males aja.” Jawab Airin padahal kakinya sudah sangat-sangat sakit.
“Aku cariin minum dulu ya….”
Gilang sendiri sebenarnya mencarikan es krim untuk Airin agar ia bisa sedikit senang. Tapi Airin sudah tidak kuat dan sepertinya akan terjadi hal buruk pada kakinya. Airin menghubungi Ferdian.
“Ferdian, cepet ke sini aku udah nggak kuat lagi.” Jelas Airin dan Ferdian langusng menuju ke sana.
Gilang tidak terlihat juga dan Ferdian telah datang menjemput Airin. Ferdian langsung mengajak Airin pergi dengan pelan-pelan dan akan di bawa ke rumah sakit. Ternyata Gilang sudah tiba tapi ia tidak mendekati Airin dan ia hanya melihat ada seorang pria yang bisa menjaga Airin lebih dari dirinya. Gilang merasa cemburu tapi mau bagaimana lagi karena sepertinya Airin lebih mempercayai Ferdian di bandingkan dengan dirinya.
Ferdian membawa Airin ke rumah sakit dan Gilang mengikuti mobil Ferdian dari belakang. Airin di bawa masuk ke dalam rumah sakit dan untuk segera di rawat, ini sudah biasa terjadi pada Airin tapi ia ingin sembuh. Setelah Airin di periksa, Ferdian menemaninya di kamar ia di rawat.
“Rin, kenapa kamu maksain untuk pergi. Kamu tau kan penyakit kamu?” tanya Ferdian sangat khawatir.
“Tapi aku nggak bisa nolak. Padahal aku tau kalau itu bahaya buat aku tapi aku ngerasa aneh.”
“Kamu sayang sama Gilang?”
“Nggak. Aku nggak sayang sama dia.” Jelas Airin berbohong.
“Rin, aku sama kamu udah sejak kecil selalu bersama dan aku tahu kamu sekarang berbohong.”
“Aku nggak bohong. Lagian aku kenal dia baru sekitar dua tahun ini dan aku nggak mungkin suka sama dia secpat itu.”
“Dua tahun bukan sebentar Rin. Okey, kalau itu yang kamu mau tapi jawab satu pertanyaan aku dengan jujur.”
“Dengan jujur?”
“Kenapa kamu nyembunyiin penyakit kamu dari dia? Kenapa Rin? Kamu sayang sama dia?”
“Nggak.”
“Aku minta kamu jujur karena aku tau kamu sayang sama dia.”
“Tapi aku nggak mau di anggap orang lain dalam kehidupan dia. Aku mau dia nganggep ini aku, bukan seseorang yang sama dalam masa lalunya.”
“Ya udah, kamu istirahat dan jangan lupa doa supaya kamu cepet sembuh.”
Ferdian keluar kamar Airin tapi ia melihat Gilang yang dari tadi mendengar pembicaraan keduanya. Ferdian pergi meninggalkan Gilang tanpa berkata apapun karena Ferdian merasa bahwa ia tidak harus menjelaskan apapun untuk satu hal yang ini.
“Rin,……” Gilang masuk dengan rasa bersalah.
“Kamu kok tau aku di sini?” tanya Airin.
“Maafin aku karena aku nganggep kamu orag lain tapi jujur aku sayang sama kamu.”
“Maaf, kita hanya bisa jadi teman saja.”
“Aku mau kamu jawab aku. Kenapa kamu nggak cerita penyakit kamu?”
“Kamu nggak perlu tau apa alasan aku.”
“Rin, aku udah denger semuanya dan aku mau kamu jujur sama aku.”
“Maaf,……” ucap Airin lalu ia bangun dari tempat tidurnya dan berdiri tapi sebelum ia berdiri, saat itu kakinya langsung terasa sakit dan ia terjatuh.
Gilang mengangkat tubuh Airin dan ia menaruh Airin di tempat tidur lagi. Airin duduk lalu Gilang memeluknya erat sekali seakan kehilangan Airin.
“Aku jujur sayang sama kamu dan nggak mau kehilangan kamu tapi Ferdian  lebih bisa ngejaga kamu di bandingin aku.”
“Apa maksud kamu?”
“Aku nggak pernah sekalipun menganggap kamu sebagai masa lalu aku. Kamu adalah kamu dan aku hanya ingin perasaan ini tulus di terima kamu. Karena aku nggak akan pernah maksain sesuatu yang aku inginkan.”
“Maaf, pasien akan di periksa.” Kata seorang dokter yang masuk. Gilang pergi ke luar dan membiarkan Airin di periksa.
Ternyata Gilang juga pergi dari rumah sakit itu dan ia juga bingung harus bagaimana lagi karena ia masih bingung menjelaskannya kepada Airin.
“Gilang, kamu dari mana?” tanya Shany.
“Mungkin hidup aku akan selalu kehilangan orang yang aku sayang.” Jelas Gilang.
“Maksud kamu?”
“Sebelum aku memiliki Airin, aku sudah kehilangan dia terlebih dahulu.”
“Hanya Airin yang ada di dalam hati kamu?”
“Dia wanita pertama yang membuat aku melupakan masa lalu aku yang suram.”
“Aku harap kamu bisa mendapatkannya.” Kata Shany pelan karena ia sebenarnya sakit mendengar semua penjelasan itu.
Di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa Airin bisa sembuh tapi dia harus di bawa ke luar negeri untuk pengobatan lebih lanjutnya. Airin senang tapi ia harus meninggalkan Gilang.
“Rin, kamu mau pergi ke sana?” tanya Ferdian.
“Ini yang aku cari selama ini. Aku cuma mau sembuh dan semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar.”
“Doa kamu terkabul.”
“Tapi setelah ini aku nggak mau kembali ke sini lagi.”
“Maksud kamu?”
“Aku mau mencari dunia baru dan kahidupan baru. Aku tahu bahwa aku memiliki sedikit rasa kepada Gilang tapi aku nggak mau dia menganggap aku masa lalunya.”
“Rin,….”
“Aku udah kenal dia lebih dari dua tahun dan dia selalu bilang sayang sama aku dan sedikit-sedikit akupun mulai merasakan itu tapi masih ada yang mengganjal di hati aku.”
“Kalau itu mau kamu, aku akan mengabulkannya.”
“Dan kamu janji nggak akan bilang tentang kepergianku ini.”
Hari itu Airin sudah bersiap-siap menuju bandar untuk berobat. Tapi Ferdian tidak bersamanya.
“Rin, kamu duluan aja. Nanti aku akan menyusul.” Jelas Ferdian.
“Tapi kamu nggak bohong kan?” tanya Airin.
“Tunggu aku 15 menit aja. Dan sekarang kamu duluan ke bandara.”
Airin pergi ke bandar dengan kedua orangtuanya dan Ferdian pergi ke tempat yang tidak Airin tahu. Airin tidak mengerti mengapa Ferdian pergi seperti ada yang di sembunyikan. Tapi mau bagaimana lagi karena itulah kemauan Ferdian.
Ternyata Ferdian menemui Gilang dan sampai di hadapan Gilang, Ferdian memukul wajah Gilang dengan kuatnya.
“Keapa loe!” Gilang marah.
“Asal loe tau! Gue bukannya marah karena loe tapi loe sadar kaloa loe itu keterlaluan!” kata Ferdian keras.
“Maksud loe?”
“Airin rela bohong demi loe dan rela ninggalin semuanya sejak saat ini. Seumur hidup Airin gak pernah bohong sama gue dan demi loe, dia bohong.”
“Maksud loe?”
“Gue nggak perlu jelasin lagi yang jelas mulai sekarang Airin akan pergi selamanya dari loe dan satu hal yang mau gue bilang, kalo loe sayang sama Airin kejar dia tapi anggap dia Airin bukan masa lalu loe.”
Ferdian pergi menuju bandara lagi untuk menemani Airin tapi Gilang sendiri masih diam. Ia tidak tahu mau mengejar Airin atau tidak karena satu hal yang ia tahu bahwa ia mencintai Airin tapi masih teringat maa lalunya. Gilang tidak mengejar Airin, ia membiarkan Airin pergi karena ia tidak mau mengganggap Airin sebagai orang lain. Itu kan lebih menyakiti hati Airin karena sepenuhnya masih bimbang dengan perasaan ini.
“Kamu nggak ngejer Airin?” tanya Shany.
“Aku nggak mau dia akan terluka jika ia tahu bahwa aku masih terbayang-bayang masa laluku.” Jelas Gilang kepada Shany.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan?”
“Aku masih bimbang dengan semau ini.”
“Aku yakin kamu akan bisa melupakan masa lalu kamu dan Airin akan kamu miliki.”
Ferdian sendiri menunggu kedatangan Gilang tapi ia tidka terlihat dan akhirnya semuanya pergi untuk mengobatkan Airin. Sampai di sana, Airin berhasil di sembuhkan dan itu rasanya seperti mukzizat yang selama ini di inginkan Airin. Semua itu berkat kemauan Airin ingin sembuh dan ia bisa berjalan atau berlari sesuka hatinya.
“Kamu seneng Rin atas kesembuhan kamu?” tanya Ferdian.
“Semua ini karena kamu yang udah mau menjaga aku dan aku seneng apa yang aku impikan telah tercapai.” Jelas Airin pelan dengan senyumnya.
“Rin, ada kejutan untuk kamu…” kata Ferdian.
“Apa?” tanya Airin penasaran.
“Aku pergi dulu dan kado istimewa itu akan datang sebentar lagi….” Lalu Ferdian pergi meninggalkan Airin.
Ternyata kado istimewa itu adalah kedatangan Gilang. Keduanya masih diam tanpa kata dalam ruangan itu. Ferdian keluar dan di sana ada Shany yang juga harus melihat seseorang yang ia cintai bersama orang lain.
“Kamu juga ke sini?” tanya Ferdian.
“Pengorbanan terakhir hanya ini.” Jelas Shany pelan.
“Mungkin kita hanya orang yang membantu mereka bersatu.”
“Dan mereka bahagia karena kita.”
“Sebaiknya kita biarkan mereka bersama di dalam.” Kata Ferdian lalu mengajak Shany pergi.
Airin masih tidak percaya apa yang ada di hadapannya. Ia melihat Gilang ada di hadapannya dan Airin tidak tahu siapa yang memberitahukan hal ini kepada Gilang.
“Rin, maafin aku karena aku kemarin nggak menghalangi kamu pergi.” Jelas Gilang.
“Menghalangi aku?” tanya Airin heran.
“Aku nggak ngucapin salam perpisahan saat kamu pergi karena saat itu aku ingin mengatakan aku sayang sama jkamu tapi kau nggak mau kamu sakit karena aku.”
“Maksud kamu?”
“Aku sekarang yakin bahwa masa laluku tidak akan membayangi setiap ditik di hidupku.”
“Maaf, aku harus pergi…” Kata Airin lalu Gilang menarik tanganya dan memeluk Airin erat.
“Katakan kamu membenciku sekarang. Katakan itu di hadapanku.” Kata Gilang menatap Airin tajam.
Airin diam dan ia tidak bisa menjawabnya.
“Maaf,…..” kata Airin tapi Gilang tidak melepaskan pelukannya.
“Aku ingin mengatakn satu hal yang kamu mungkin tidak mengetahuinya. aku kan pergi dari kehidupan kamu selamanya seperti kamu akan pergi dari kehidupanku dan mungkin ini pertemuan kita terakhir kali.” Jelas Gilang lalu pergi meninggalkan Airin.
Airin tidak menjawabnya dan ia melihat Gilang berjalan mulai jauh darinya. Ia merasa kehilangan tapi apa yang harus ia lakukan?
“Gilang!”  panggil Airin lalu ia berlari dan memeluk Gilang.
“Rin…….” Kata Gilang pelan.
“Aku mau kamu tinggal di sini untuk aku.” Kata Airin lalu Gilang memeluk Airin dengan eratnya lagi.
Hari itu Gilang sadar bahwa segala sesuatu di dunia ini harus di lakukan dengan suatu pengorbanan besar dan pengorbanan itu adalah sesuatu yang paling berharga untuk semuanya. Airin pun tahu bahwa cinta Gilang untuknya tulus tanpa di bayangi masa lalu seperti yang Airin pikirkan selama ini.
By: Aula Nurul M. ( Kamis, 08 Oct. 09)

Buat yang udah baca, kasih kritik and saran ya……… thanks to all semuanya udah mau baca and ini cerpen aku yang ke 67. doain nambah lagi yah…………

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...