Kamis, 22 Oktober 2015

Siapa Aku? - BAB 2 (Novel)

Langit-langit rumah Feroya di BE penuh kotoran bahkan lantai rumahnya pun bertumpuk debu ditambah perapian yang terlihat menyedihkan. Tapi untungnya pintu dan jendela berfungsi dengan baik. Ia mengunci semua pintu dan jendela serta memastikan tak ada orang yang melihat kearah rumah bahkan sekalipun itu hewan.

Senyum Feroya mengembang, ia menutup mata dan menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannnya perlahan sembari membuka matanya. Cahaya putih itu keluar dari matanya. Dengan tenang, Feroya mengelilingi setiap sudut rumah tanpa tertinggal satu sudutpun. Kemudian, ia menutup matanya beberapa detik dan ketika ia membuka matanya, rumah itu menjadi bersih. ‘baiklah, ini cukup. Aku akan tidur sepanjang hari bahkan untuk hari-hari berikutnya.’

Benar saja, selama dua hari dua malam, Feroya tertidur. Ia malas keluar karena menurutnya orang-orang di BE tidak menyenangkan apalagi mata mereka berbeda dengannya. Namun perutnya berkata lain.

“Ayah!” ia memanggil ayahnya seperti kebiasaannya dirumah namun ketika ia ingat ada dimana, ia pun memilih berjalan keluar rumah seorang diri. Dilihatnya peta petunjuk jalan menuju bank BE. Betapa terkejutnya Feroya ketika mengetahui kalau dirinya begitu kaya, “waah, ini luar biasa. Bagaimana caraku menghabiskan? Ini sangat banyak!” Ia tertawa puas.

Bank BE berbeda dengan bank yang Feroya tahu karena disana tak ada seorang petugas bank bahkan orang yang menjaga bank pun tidak ada. Feroya hanya memasukkan matanya pada sebuah dahan pohon kemudian ia bisa membuka sebuah ruangan besar yang tertulis namanya. ‘ayah benar tentang diriku yang merupakan gadis terkaya di BE. Sayang, aku tidak dapat membawa ini ke dunia manusia.’ Kemudian, ia melangkah meninggalkan bank.

“Kamu anak manusia?” seorang pemuda menyapanya, “Zelvio,” ia memperkenalkan diri dengan membungkukkan badannya, “siapa namamu?”

Feroya pun memperkenalkan dirinya, “tapi, gimana kamu bisa tau kalau aku lahir dari seorang manusia?” tanyanya curiga, ‘jangan-jangan, ia orang jahat’ ia pun waspada tapi pemuda itu terkekeh, “hei! Kenapa?”

“Tentu saja aku tahu, lihat pakaianmu, jelas dari pinggiran BE. Dan tadi, ekspresi wajahmu begitu lucu ketika daun itu melihat matamu.”

Mendengar penjelasan Zelvio tersebut membuat Feroya lega. Ia melemparkan senyum manisnya sehingga sesaat Zelvio mematung terpesona akan senyum dan kecantikan Feroya, ‘aku jarang sekali bermain ke pinggiran BE. Apakah gadis-gadis disana cantik sepertinya? Ah! Seharusnya aku melihat lebih banyak gadis cantik’

Iseng, Zelvio mengikuti Feroya ke pasar untuk membeli makanan. Ia juga memberikan rekomendasi makanan untuknya. Dengan senang hati Feroya membelinya. Ia juga terkesan dengan rasa makanan yang baru pertamakalinya ia makan.

“Ini unik. Sangat unik. Aku cukup senang tinggal disini. Ohiya, dimana rumah kamu?” tanyanya, Zelvio mematung, “ah, ayahku mengatakan kalau orang yang tinggal di pinggiran itu tak pantas bergaul dengan darah murni sepertimu. Aku paham.” Ia membungkuk setengah badan untuk memberi salam perpisahan, “terimakasih atas bantuan kamu.” Tambahnya mencoba sopan.

Didalam rumah, Feroya tersenyum bahagia dan tampak matanya mengeluarkan sedikit cahaya putih. Meyadari itu, Feroya mengatur nafasnya dan seketika cahaya itu padam. Ia senang telah bertemu pemuda baik ketika disini walaupun nantinya ia yakin tak akan bertemu lagi.

‘Mama. Aku sangat kaya disini. Tabunganku luar biasa tapi kenapa aku harus tinggal dirumah kecil ini dan gak bisa membeli pakaian mahal?’ ia mengeluh, ‘apakah itu akan menimbulkan kecurigaan mereka? Tapi, sebentar,’ Feroya memutar kepalanya dan mendapat ide, ‘ya! Aku bisa membeli pakaian mahal dengan mengatakan kalau aku hanya tinggal sebentar jadi tak masalah uangku habis’ ia tersenyum senang walaupun pada kenyataannya kekayaan Feroya di BE tak akan pernah ada habisnya. Seperti takdirnya, ‘seandainya ini bisa kubawa ke dunia manusia, bukankah aku bisa terus berbelanja? Argh! Kenapa hanya disini aku memilikinya!’

**

Zelvio berlatih pedang dengan kakaknya, Arnove. Ia menantang Arnove kalau kali ini ia akan memenangkan pertandingan. Sayang, hal itu tak sesuai keinganannya karena pada akhirnya, Arnove memenangkan pertandingan itu.

“Berlatihlah lebih sering lagi. Aku akan memberimu hadiah jika menang melawanku.” Ia menepuk pundak Zelvio kemudian pergi dengan senyum licik diwajahnya. Dalam hati kecilnya, ia menganggap kalau Zelvio benar-benar seorang pangeran bodoh. Ia senang karena hal itu menguntungkannya, ‘Zelvio tidak akan menghalangi jalanku. Pangeran bodoh sepertinya, bisa apa dia?’

Sedang Zelvio yang tak tahu apa-apa selalu berpikir positif tentang kakaknya walaupun ibunya selalu mengingatkan jika ia harus berhati-hati dengan Arnov. Walaupun mereka kakak beradik tapi Arnov dan dirinya tetap berbeda ibu.

Pikiran Zelvio kacau ketika mengingat nasehat ibunya dan juga kebaikan kakaknya. Tak mau ambil pusing, ia mengingat kejadian di bank dan dipasar. Tentu saja siapa lagi kalau bukan Feroya. ‘Sangat cantik, tidak membosankan, sangat damai ketika didekatnya, tenang, dan entah apalagi. Gadis yang sangat berbeda. Luar biasa’

Beberapa saat kemudian, ia sudah berada disebuah ruangan dengan memegang sebuah kotak berisi liontin setengah bulan pemberian ibunya. Di pegangnya dengan erat liontin itu kemudian disimpannya kembali. Hanya itu kenangan ibunya yang tertinggal.

“Pangeran,” seorang pengawal mengingatkannya jika sebentar lagi jam makan malam dan ia harus datang.

“Baiklah. Sampai kapan aku harus tinggal disini? Lebih menyenangkan bermain-main diluar sana.”

**

Zelvio kembali berkeliling BE. Ia memutuskan untuk pergi ke hutan karena sudah bosan berkeliling kota namun tiba-tiba langkahnya berbelok dan memilih ke pinggiran BE yang merupakan perkampungan sederhana.

Ia merasa akan ada gadis yang lebih cantik dari Feroya dan itu akan membuatnya senang. Sejak ibunya meninggal, ia lebih suka bermain-main bahkan bertemu dengan para gadis. Ia berpikir kalau statusnya sebagai pangeran sama sekali tidak menyenangkan.

“Kenapa semua sama saja?” gumamnya, pengawalnya bertanya hal apa yang Zelvio maksud, “gadis-gadis ditempat ini. Kenapa mereka biasa saja? Kemarin aku bertemu dengan gadis yang sangat cantik,”

“Pangeran, pelankan suara anda.” Pengawalnya mengingatkan agar Zelvio tidak membuat masalah untuk raja, “sebaiknya kita kembali.”

“Jangan sebut aku seperti itu. Penduduk bisa mengenaliku!” ia mengingatkan dengan tegas, “jika bicara hal tidak menyenangkan lagi, aku akan kabur.” Ia mengancam, “ah! Sekarang aku harus mencari si cantik itu. Wajahnya benar-benar membuatku bingung.”

Satu demi satu rumah diintai olehnya namun tak juga menemukan Feroya hingga ia menemukan rumah yang tampak menyedihkan dari luar. Iseng, ia langsung mengetuk pintu dengan sopan. Betapa terkejutnya ia ketika yang membukakan pintu adalah Feroya. Tanpa permisi, ia langsung masuk ke dalam dan duduk manis. Pengawalnya hanya bisa memandang kesal atas tindakannya.

“Dari luar, rumah ini menyeramkan seperti orang pemalas yang tinggal. Tapi ketika aku masuk, luar biasa, begitu bersih,” ia memuji dengan tulus, “apakah kamu gak memberikanku dan temanku minum?” tanyanya, Feroya menggeleng, sedangkan pengawalnya kesal karena lagi-lagi harus berbohong pada orang, “aku ini tamu.”

“Bukan seperti itu, hanya saja, oke, baiklah,” ia pergi sebentar ke dapur dan hanya memberikan segelas air mineral, “dirumahku gak ada apapun. Aku jujur.” Katanya santai, “kenapa kamu gak membawa sesuatu ketika kesini?”

Mendengarnya, Zelvio terkejut begitupun dengan pengawalnya yang merasa kalau gadis itu sangat tak sopan bahkan untuk orang sederajat gadis itu pun termasuk tidak sopan. Pengawalnya hampir marah tapi Zelvio memberi kode bahwa itu baik-baik saja.

“Karena aku tidak membawa sesuatu, bagaimana kalau kita makan dikedai yang cukup terkenal. Aku akan mentraktirmu,”

Mendengarnya, Feroya senang sampai hampir saja matanya mengeluarkan cahaya putih tapi ia berhasil mengontrolnya. Baginya, ia telah mendapatkan seorang teman baik. Ia pun mengajak pengawal Zelvio yang dikiranya teman Zelvio untuk ikut tapi tentu saja Zelvio memiliki cara agar mereka hanya pergi berdua.

Dalam perjalanan kembali ke kerajaan, pengawalnya bergumam bahwa pangeran benar-benar kelewatan batas jika memiliki hubungan dengan gadis dari pinggiran BE. Tak hanya bergumam tapi ia juga terus mengeluh sampai keluhannya tak sengaja terdengar Arnove.

Tampak rona kebahagiaan diwajah Arnove ketika mengetahui adiknya mendekati gadis yang tak bernilai, ‘baiklah, itu akan membuatmu tak bisa menggapai tempatku.’ Kakinya kembali berjalan dengan gayanya yang seperti penguasa dan seolah-olah nantinya ia akan menduduki kursi sebagai raja.

Sedang ditempat lain, Zelvio terus bercerita pada Feroya mengenai beberapa hal lucu dan menarik. Mereka langsung akrab bahkan Feroya sempat memukul tangan Zelvio karena lucunya ceritanya. Untung saja, ia masih ingat untuk mengontrol emosinya sehingga matanya tak berubah.

Tiba-tiba, sebuah anak panah meluncur bebas hampir mengenai Zelvio. Untung saja Zelvio berhasil menangkapnya. Ia terkejut ketika tahu kalau panah tersebut merupakan panah merah, tanda ancaman.

“Wow! Luar biasa!” Feroya tepuk tangan karena melihat Zelvio bisa menangkap anak panah itu, “apakah kamu seseorang yang memiliki kekuatan lebih? Bagaimana bisa? Ceritakan padaku. Itu luar biasa.”

“Kamu berpikir ini lucu dan luar biasa?” tanyanya, Feroya mengangguk, “panah ini bisa membunuhku!” ia kesal karena dianggap hal lucu oleh gadis dihadapannya, “menurutmu, apa yang akan kamu lakukan jika panah ini ditujukan untukmu? Apa kamu akan membuat perhitungan dengan orang itu?”

Tampak Feroya berpikir dengan memegang kedua kepalanya. Ia melihat anak panah itu dan menutup matanya. Ia tahu siapa yang melepaskan anak panah itu dan itu sengaja dilakukan untuk mencelakai Zelvio.

“Yang kulakukan adalah mencaritahu siapa yang melakukannya kemudian membuat perhitungan. Tapi, kenapa kamu duduk manis disini bukannya mencari tahu?”

“Aku tahu siapa yang melakukan ini,”

Jelas saja. Zelvio tahu jika yang melakukan ini adalah orang-orangnya ratu atau lebih tepatnya ibu tirinya, ibu kandung Arnove. Ia tahu sejak dulu wanita itu selalu menginginkan kematiannya karena ia bisa menggoyangkan kedudukan Arnove. Padahal, dalam hati kecilnya, ia tak berniat mengganggu kedudukan Arnove sebagai pewaris kerajaan.

“Kamu tahu? Waah. Luar biasa. Aku tebak, pasti orang terdekat kamu yang melakukannya. Benar bukan?” tanyanya yang langsung diiyakan oleh Zelvio, “jika aku jadi kamu, aku akan sedih dan sakit hati. Kulihat, kamu baik-baik saja.”

“Aku berterimakasih karena setidaknya, aku masih hidup.” Ia melemparkan senyum simpul pada Feroya sehingga Feroya merasa kalau Zelvio benar-benar pemuda yang kuat lebih kuat dari orang-orang yang dikenalnya, "kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Karena menahan sakit yang seperti itu begitu berat.” Ia pun memberi saran agar sesekali Zelvio melawan atau membalas, “Ayahku selalu bilang untuk tidak marah atau membalas perbuatan buruk yang ditujukan untukku tapi ibuku bilang sesekali aku boleh melakukannya jika aku merasa begitu sakit hati.”

Ucapan Feroya mendapat tempat tersendiri dikepala Zelvio. Ia mengucapkan terimakasih dan buru-buru pergi tanpa membayar makanan. Melihatnya, Feroya tertawa kecil kemudian membayar makanan yang ternyata cukup mahal, ‘untung saja aku memiliki banyak uang. Apakah ini ada hubungannya dengan mata bintangku?’

Ingat belum membayar makanan, Zelvio berbalik lagi tapi Ia terkejut ketika mengetahui Feroya telah membayarnya, ‘apa ia memiliki uang sebanyak itu? Bukankah harga apa yang kami makan sama dengan harga rumah kecilnya itu?’ tak mau ambil pusing, Zelvio kembali melanjutkan perjalanannya kembali ke istana.

Ia membalas perbuatan ratu dengan cara lebih banyak membaca buku secara diam-diam bahkan sesekali membaca buku pewaris tahta yang sebelumnya tak pernah ingin ia sentuh. Tak hanya itu, ia juga mencoba berlatih pedang seorang diri didalam hutan.

Berminggu-minggu ia terus berlatih tanpa menemui Feroya lagi. Ia terkadang merindukan senyum gadis tersebut tapi tekadnya sudah bulat.

Sedang ditempat lain, Feroya lebih banyak mencoba makanan dan sesekali berbelanja di kota bahkan makan dikedai dekat kerajaan yang terkenal begitu mahal. Ia tak peduli toh itu uang miliknya sampai seorang gadis muda bedarah bangsawan menegurnya.

“Dari caramu berpakaian sepertinya kamu tinggal cukup jauh dari tempat ini. Apakah pekerjaanmu menipu para bangsawan sehingga dapat makan ditempat ini?”

“Apa? Ulangi? Kamu bicara apa?” tiba-tiba emosi Feroya hampir keluar tapi ia ingat pesan ayahnya agar tetap bertahan, “aku gak akan bicara sopan atau apalah padamu. Kalau kamu ingin makan, makan saja, jangan menggangguku seperti kucing kelaparan.” Ia menghina gadis bangsawan itu dengan tajam sehingga gadis itu menampar Feroya.

Para pengunjung kedai langsung mengarahkan pandangan mereka semua. Tentu saja mereka terkejut karena gadis bangsawan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah tunangan Arnove, pengeran BE.  Mereka yang takut akan Lucy, nama gadis itu, hanya diam membeku.

“Belajarlah cara bicara yang baik padaku.” Gadis itu menatap tajam sedangkan Feroya menutup mata lalu melemparkan makanan ke kakinya, “a..apa ini?” gadis itu terkejut karena ia merasa telah dipermalukan.

Sedang Feroya yang kesal langsung membayar makanannya dan pergi ke hutan untuk mencari ketenangan. Ia benar-benar kesal.

‘Gadis itu menyebalkan! Jika aku gak ingat ucapan ayah mungkin ia tidak bisa bicara lagi esok hari! Sial!’

Matanya mengelilingi hutan yang tampak sejuk. Sesekali Feroya mengambil beberapa buah-buahan terlarang dihutan kemudian memakannya seolah ia berhak memakan buah-buahan itu. Sayang, tindakannya menyebabkan masalah. Seorang goblin memintanya membayar.

“Ini hutan! Kenapa aku harus membayar! Dan siapa kamu? Kenapa telingamu aneh? Dan kenapa dengan hidungmu yang begitu panjang itu?” Feroya mencoba memegang hidung goblin tersebut tapi ia mengurungkan niatnya, “maaf, aku tidak sopan,” ia membungkuk hormat, “berapa aku harus membayarnya?”

“Bayar dengan semua yang kamu miliki,” mata goblin itu memerah, “serahkan nyawamu karena melanggar peraturan.”

“Mata merah! Cahaya merah! Kamu siapa? Kamu bukan mahluk BE!” Feroya terlonjak kaget dan tiba-tiba matanya mengeluarkan cahaya putih, “argh! Sial! Ini karena aku terkejut!”

Goblin tersebut pun ikut terkejut. Ia langsung berlutut hormat didepan Feroya. Tentu saja Feroya bingung dan ia langsung memadamkan cahaya matanya, “a..ada apa? Argh! Tutup mulutmu mengenai cahaya putihku maka aku akan tutup mulut mengenai mata merahmu! Kamu juga berbeda denganku!”

Senyum simpul diberikan Goblin tersebut padanya. Ia menjelaskan bahwa mata merahnya bukan perbedaan karena dirinya memang goblin dan hal wajar goblin memiliki mata merah. Itu bukan perkara.

“Oke. Tapi sepertinya aku harus berbuat sesuatu,” ucap Feroya yang membuat goblin tersebut tiba-tiba melayang. Ia meminta maaf dan memang tugasnya untuk menjaga hutan ini serta ia mengatakan kalau ia berada di pihak Feroya, “pihakku? Pihak apa?” ia pun menurunkan goblin tersebut.

Mencari tempat aman, goblin tersebut membawa Feroya masuk kesebuah pohon. Ia tiba-tiba bisa menembus pohon itu padahal mahluk BE lainnya tak bisa. Sedang goblin tersebut bisa melakukannya karena ia memang penjaga semua pohon dihutan.

“Nona, sangat berbahaya berjalan seorang diri diluar. Kapan nona datang ke BE? Apakah nona baik-baik saja? Mereka tidak menyakiti nona?”

Mendengar hal itu, Feroya bingung tapi kemudian ia mulai paham, “ah! Iya-iya, ayah pernah mengatakan tentang goblin. Ayah mengatakan kalau kamu mahluk yang begitu ramah hanya untukku saja. Sebenarnya, apa keistimewaanku? Ah! Ini karena takdirku dengan mataku yang berbeda.” Ia tersenyum, “Tn.Goblin, siapa namamu?”  goblin tersebut menulis dengan api diudara, “Ellnor, oke, Tn.Ellnor.”

“Tidak nona. Panggil saja hamba dengan nama,” pintanya, Feroya mengangguk, “jika nona sudah lama disini dan baik-baik saja, apakah nona menyembunyikan jati diri nona?” ia dengan enteng mengangguk. Goblin tersebut senang. Tiba-tiba Feroya ingat kalau belum membayar buah yang telah dimakannya, “nona tidak perlu membayarnya. Nona dapat memakan sebanyak apapun yang nona inginkan. Jika nona perlu bantuan, kami para goblin akan membantu nona dengan seluruh kekuatan kami.”

Feroya menggeleng, “gak usah membantuku dengan kekuatan kalian. Cukup biarkan aku makan buah yang ada dihutan. Rasanya menyegarkan sekali,” kemudian dengan sopan dan hormat, ia meminta izin secara formal. Ellnor tak enak hati. Ia meminta Feroya agar bersikap sesuka hatinya dan tak perlu izin untuk menjelajahi hutan bahkan seluruh tempat di BE.

Dengan wajah tenang, Feroya keluar dari pohon tersebut. Ia terus mencoba berbagai buah aneh yang tidak pernah ia temui sampai akhirnya ia menemukan Zelvio sedang berlatih pedang dengan seseorang. Tak pikir panjang, ia menghampiri Zelvio dan mengatakan senang bertemu dengannya.

“Kebetulan aku membawa ini, kamu mau? Rasa buah ini benar-benar menyegarkan.” Zelvio dan pengawalnya saling pandang. Mereka terkejut mendapati Feroya memakan buah yang begitu mahal dimata para penduduk BE apalagi harus menghadapi para goblin yang menjaganya, “aku sudah membayarnya. Kalian mau? Ini gratis.”

Pengawal Zelvio curiga kalau bisa saja Feroya adalah gadis bangsawan yang menyamar tapi berbeda dengan Zelvio, siapapun Feroya, gadis biasa atau bangsawan, gadis itu telah merubah pemikirannya. Ia pun dengan senang hati memakan buah yang dibawa Feroya.

“Hanya bangsawan dan keluarga kerajaan yang mampu membeli buah dari hutan ini. Jangan-jangan, kamu menjual rumah dan menghabiskan tabunganmu hanya untuk ini?”

Tidak ada jawaban dari Feroya. Ia terus makan kemudian meminta pedang Zelvio dan mencoba mengayunkan pedang kesana-kemari seperti anak kecil.

Sibuk dengan pedangnya, Feroya tak mempedulikan perbincangan Zelvio dan pengawalnya. Pengawal tersebut merasa jika Feroya sedang mendekati Zelvio dan mengetahui Zelvio adalah pangeran atau bisa saja Feroya adalah orang suruhan ratu yang berusaha menjebaknya.

“Hei, aku melihat ekspresi kalian aneh. Kalian membicarakanku? Kamu, ya, kamu,” ia menunjuk pengawal Zelvio, “kamu berpikir aku mendekati Zelvio? Argh! Aku memiliki pacar! Namanya Darren tapi kami sudah putus. Walaupun begitu, aku gak berniat menjalin kisah cinta ditempat ini. Aku ingin kembali bersama orang tuaku!”

Pengawalnya jadi tak enak hati sedang Zelvio tersenyum senang mengetahui bahwa gadis tersebut ternyata tidak memiliki kekasih.

**

Sinar bulan berusaha masuk kedalam kamar Zelvio tapi gagal akibat sesuatu yang menghalangi. Apalagi kalau bukan Arnove yang melakukan dengan sengaja. Ia senang jika Zelvio tak pernah merasakan tidur dibawah sinar bulan.

Sayangnya, hal tersebut tak membuat Zelvio sedih atau marah. Ia justru terus teringat wajah Feroya serta tenangnya Feroya ketika memakan buah di hutan, ‘gadis itu tidak takut apapun. Ia tidak takut pada goblin dan ia tidak takut berjalan dihutan seorang diri. Ia juga bukan gadis penuh ambisi mengerikan seperti para gadis bangsawan kebanyakan. Dan ia juga tampak bukan seperti gadis yang menginginkan kekayaan’

Diam-diam, pengawal setianya memperhatikan. Ia yakin jika pangeran sedang jatuh cinta tapi ia khawatir kalau pangeran salah jatuh cinta, “anda baru mengenalnya beberapa waktu. Bukankah anda terlalu terburu-buru?”

“Kamu bukan sekedar pengawal tapi sahabatku. Bukankah kamu tahu kalau aku tidak pernah benar-benar menyukai seorang gadis sebelumnya? Aku hanya terus bermain-main dengan menggoda para gadis cantik tapi kali ini, aku mulai memikirkan satu gadis yang sama setiap waktu.”

Zelvio meminta pengawalnya mendekat ke jendela. Ia mengatakan sinar bulan pasti membuat keluarga kerajaan begitu tidur nyenyak kecuali dirinya tapi mengingat wajah Feroya adalah lebih indah dibanding sinar bulan.

“Pa..., pangeran, disebelah bulan. Bulan itu,” ucap pengawalnya terbata-bata ketika melihat beberapa bintang muncul didekat bulan. Sontak, Zelvio terkejut begitupun dengan seluruh anggota kerajaan dan para penduduk BE. Sedang para goblin dihutan tersenyum karena sudah saatnya BE kembali seperti semula.

Ditempat lain, tanpa emosi atau tanpa hal apapun, mata Feroya bercaya putih. Ia menganggap hal itu karena bintang sedang memanggil-manggil dirinya. Tak mau ambil pusing, ia memilih tidur. Naas, suara penduduk diluar membuatnya sakit kepala dan tak bisa tidur. Mereka meributkan bintang yang muncul setelah puluhan ribu tahun lamanya.

‘Apa yang harus kulakukan? Membosankan!’ ia memejamkan mata dan memikirkan hutan. Dalam sekejap, ia sudah berada dihutan. Para goblin menyambutnya begitu hangat, “ini karena aku gak memiliki teman. Kenapa wajah kalian terlihat bergitu bahagia namun tampak ada ketakutan besar?” tanyanya, mereka tak berani menjawab, “hei! Jawab aku!” katanya kesal, “dan kemana telinga serta hidung panjang kalian?”

“Nona,” seorang goblin tua menghampirinya, “datanglah ke hutan terlarang. Disana, nona akan menemukan jawaban,” ia menunjukkan cara agar Feroya bisa datang ke hutan larangan, “tapi, nona tidak perlu terburu-buru. Nona dapat kesana kapanpun nona inginkan. Hutan yang menyeramkan bagi semua mahluk kecuali untuk anda,”

Pusing mendengar hal tersebut, Feroya meminta goblin yang bernama Ellnor untuk menemaninya berjalan-jalan. Ia terkejut ketika seorang goblin tampan muncul dan memperkenalkan diri sebagai Ellnor. Tentu saja ia tak percaya.

“Apakah nona mengenalku seperti ini?” Ellnor merubah wajahnya dengan selembar daun, “kemarin, itu hanya penyamaran,” Feroya mengerti. Ia senang karena Ellnor cukup tampan sehingga ia bisa betah berteman dengannya, “berteman? Hamba dan nona?”

“Sebentar, kamu, dan kalian semua, sebenarnya ini ada apa? Kenapa kalian begitu sopan padaku dan kenapa kalian memanggilku dengan sebutan aneh. Argh! Aku hanya ingin bermain disini!”

Mereka pun meminta maaf kemudian Ellnor langsung mengajaknya ke taman bunga. Tentu saja tak ada penolakan dari Feroya. Ia langsung kegirangan sehinga mata bintangnya bersinar. Ia ingat ketika ayah mengatakan kalau di depan para goblin, hal itu diizinkan.

“Nona sangat cantik dengan sinar itu,” Ellnor memegang telinga panjangnya, ia sedikit malu ketika mengatakan hal tersebut, “nona mau menjaga rahasia? Bukankah kita teman?” Feroya diam mematung kemudian tanpa aba-aba, Ellnor mengambil selembar daun kering dan tiba-tiba daun itu berubah begitu besar. Mereka menaiki daun tersebut. Seketika, daun itu meluncur dengan cepat sehingga Feroya berteriak-teriak senang seolah ia ada diwahana bermain. Ketika sampai di depan gerbang taman bunga, Feroya menolak masuk. Ia ingin naik daun itu beberapa kali lagi, “baiklah, kita akan melakukannya lagi,”

Kini, Feroya memiliki alasan untuk tinggal nyaman di BE beberapa waktu.

**



Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...