Rabu, 25 Desember 2013

Mantan Terbaik tapi Terburuk - Cerpen oleh Aula Nurul M



Aku nggak tau apakah yang menimpaku ini takdir atau permainan semata. Aku benar-benar pusing dan stres di buatnya.

Kau tahu, jika kau ada di posisiku, kau juga akan merasakan hal yang sama.

“Aku ingin disini, disisimu, selamanya,” Ron memelukku lembut, ilalang di sekeliling kami berayun dan menyanyikan lagu-lagu ketenangan, “bersamamu, semuanya semakin terasa damai,”

“Benarkah? Kamu berkata jujur?” Aku memandangnya, tatapanku benar-benar memasuki matanya. Ia tersenyum, mengecup keningku lalu melepaskan pelukannya, “aku ingin kamu terus disini, disisiku,”

Ilalang-ilalang disini makin bernyanyi lebih lembut lagi. Mereka juga menari-nari seperti penari balet yang handal.

Pletak-pltak-door-door-dor!

Jantungku benar-benar terkejut ketika puluhan petasan tiba-tiba meledak di sekitarku. Aku langsung mendekap Ron dan berusaha mencari perlindungan darinya.

“Tenanglah, ini hanya petasan,” jelas Ron, “sebelumnya bahkan lebih dari sekedar petasan,”

Ron terlihat sabar dengan keadaan belakangan ini. Ia benar-benar tidak marah akan apa yang terjadi walaupun ia tahu, kalau ini perbuatan seorang mahluk mars. Aku yakin itu. Sangat yakin.

“Kemarin, saat kita makan malam, sebelumnya saat kita liburan ke Bali, dan sekarang, di tempat yang sangat tenang pun mereka mengganggu, huh,” kepalaku bersandar pada dada Ron, jantungnya tidak beraturan. Aku tahu dia sangat marah tapi, ia mengendalikannya dengan hati-hati.

Ron tiba-tiba menjauhkan kepalaku dari dadanya. Perlahan, ia membuat kami memiliki jarak. Ia tersenyum kecil, membelai rambutku, lalu mencubit pipiku lembut, “aku ingin, kita selesai,” ucapnya lirih, “aku lelah nggak bisa tenang sama kamu tapi, aku juga nggak bisa marah dengan mahluk mars itu,” dia bicara panjang lebar lalu mencium keningku dan berjalan. Ia makin menjauh. Menjauh lagi dan semakin tidak terlihat.

Kami putus!

**

Defan memilihkan menu makanan yang menurutnya enak. Aku menyukainya karena aku bukan tipe pemilih makanan.

“Kamu suka?”

“Ya, tentu,” lalu aku melanjutkan makan lagi.

Walaupun aku lebih menyukai masakan Indonesia dari pada Jepang tapi, disini semua makanan tidak ada khas Indonesianya sama sekali jadi mau gak mau aku harus makan.

“Kudengar, kamu pernah berlatih biola, apakah itu menyenangkan?” tanyanya, aku tersenyum sebagai jawaban.

Kami sudah kenal satu tahun lalu tapi, kami baru dekat sekitar satu minggu ini. Dan, kau tahu? Kejadian ini sama hal-nya dengan Ron.

Ada seorang mahluk mars yang selalu saja mencampuri urusan cintaku. Ia benar-benar mencari cara untuk membuatku kesulitan.

“Ana,” Defan berbisik padaku, “maaf, aku pulang duluan sepertinya perutku terasa sakit. Mungkin lain kali kita bisa berbincang lagi,”

Oke, Defan pergi dan setelah ini apa lagi yang akan dilakukan mahluk Mars itu?

“Ana,” mahluk mars tersenyum padaku, duduk di sebelahku dan tersenyum, “tadi calon pacar kamu kan?”

“Mau lo apasih?!” Aku memandangnya kesal, “nggak di kampus, nggak di mol, nggak di mana-mana lo itu pasti ngikutin gue!” Aku memukul kepalanya, “lo bener-bener penguntit sinting!”

Kutinggalkan tempat ini dengan memberikan satu senyuman sinis pada mahluk mars yang membuat hari-hariku buruk.

**

Kampus terasa benar-benar memuakkan belakangan ini. Ini bukan karena dosen atau mata kuliahnya tapi, karena ada mahluk mars yang menguntitku.

Kau bisa membayangkan apa rasanya saat kau belajar ada yang mengganggumu? Atau saat kau sedang refresing ada yang mengusikmu? Bisa kau bayangkan?

“Ana, kamu mau kemana?” tanya Defan, “mau pulang?” aku tersenyum, “ayo kuantar,” dia melemparkan senyum sengit pada Mars,

“Eh bro, dia balik sama gue,” ucap si mahluk mars yang menyebalkan, “iyakan An?” tanyanya padaku, aku langsung berlari menghindari suara mahluk mars yang membuat telingaku sakit.

Kau bisa membayangkan jika ada seorang penguntit yang tidak lain adalah mantanmu? Apakah kau akan marah padanya atau kau akan senang? Kalau aku, aku benar-benar muak.

Pacaran dengannya saja memuakkan. Ia benar-benar seperti anak kecil dan kekanak-kanakan. Ia tidak pernah mau mengalah demi diriku. Ia egois. Aku tidak suka itu.

“Ana!” Mars memanggilku kuat, “Ana tunggu!” ia berhasil mengejarku dan menarik tanganku, “aku ingin makan ice cream, ayo, kamu harus menemaniku!” ia memaksa dan benar-benar menarik tanganku dengan eratnya sehingga aku tidak bisa terlepas dari genggaman tangannya.

Namanya bukan hanya Mars tapi ia benar-benar seperti mahluk Mars. Kau bisa membayangkan jika ada seorang cowok datang padamu dan merengek meminta kau menemaninya makan ice cream? Itu menggelikan apalagi ia adalah mantanmu bukan?

“Ana, kamu mau ice cream rasa apa? Oh ya, pasti coklat, aku tahu itu,” dia langsung memesankannya ketika seorang pelayan menghampiri kami, “Ana, kamu kenapa?”

Aku menarik nafas sejenak lalu menghembuskannya perlahan.

Kaki Mars terus bergerak-gerak di bawah meja seolah mendengarkan musik rock padahal, tidak ada musik apapun yang bisa didengarnya. Hanya ada musik pesanan pada pelayan. Itu saja.

“Ana,”

“Mau lo apa Mars?! Lo itu bener-bener kayak mahluk mars! Sadar nggak sih!” nada suaraku meninggi, beberapa pengunjung melirik kearahku, “mau lo apa Mars? Apa?”

“Mau gue, mau gue cuma satu, lo ngabisin ice cream yang udah gue pesenin khusus buat lo,”

**

Lampu-lampu berjejer di sepanjang jalan. Tampak dari sini kalau lampu-lampu itu khusus memberikanku petunjuk jalan.

“Bagaimana kalau pada pertigaaan didepan sana.... kamu lihat kan?” Ron menunjukkan pertigaan di depan kami, “kita bermain batu gunting kertas?”

“Akan lebih baik kita ikuti saja cahaya lampu, yakinlah,” kataku meyakinkannya, ia tersenyum, “oke, kita berjalan lagi,”

Aku tersesat di jalanan ini ketika berlari menghindari pada perampok. Aku menghubungi Ron dan dia langsung datang ke jalanan ini. Kami terus berlari sampai akhirnya, kami tersesat tidak tahu jalan.

Kau tahu hal apa yang paling buruk ketika tersesat? Ketika kau tidak membawa alat komunikasi atau kompas atau benda-benda lain yang berguna. Kau juga tidak bisa bicara pada orang karena, disini orang-orangnya tampak menyeramkan.

“Apakah ini perbuatan mahluk mars seperti saat kita pacaran?” Ron memandangku, mendorongku pada dinding rumah penduduk yang ada dikiri jalan, “apakah ini perbuatannya lagi,” Ron makin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci saja. Matanya perlahan memasuki sel-sel mataku, terlihat sebuah kekesalan tapi juga sebuah kekhawatiran, “apa yang diinginkannya darimu?”

“Aku yakin, Mars nggak akan berbuat berlebihan seperti ini, aku sangat yakin,” kujauhkan wajahku darinya, mendorong tubuhnya dan aku berjalan lagi, ia mengikutiku, “apakah kamu berpikir ini ulahnya lagi?”

Ron diam, tiba-tiba ia menggenggam tanganku hangat, “hm....” ia tampak berpikir, “kamu benar. Aku nggak bisa marah pada Mars karena, kamu pun nggak marah tapi, apakah kamu betah terus-terusan diikuti olehnya?”

“Seenggaknya dia nggak mengikutiku untuk detik ini, disini hanya ada kita, aku dan kamu,” Ron tersenyum.

Setelah putus dengan Ron, hubungan kami baik-baik saja. Setidaknya, hidup Ron tidak terusik seperti sebelumnya oleh perbuatan Mars.

Mars, mahluk dari planet mars itu benar-benar keterlaluan. Selain ia menguntitku, ia juga mengusik hidup cowok-cowok yang menjalin hubungan cinta denganku.

“Kita mantan ya sekarang?” tanya Ron, aku diam, “aku masih sayang sama kamu Ann tapi, kamu tahu kan aku nggak suka diganggu,”

“Mars, mahluk itu benar-benar mengganggu hidupku!”

Jalanan makin runyam lagi. Kami tidak tahu ini dimana bahkan rumah-rumah pun sudah tertutup pintunya. Kami tidak ingin bertanya, tempat ini menyeramkan seperti film horor.

“Baiklah,” Ron melepas genggaman tangannya, “kuketuk salah satu rumah penduduk lalu kita bertanya,”

“Jangan! Aku takut kita ada di tempat para zoombie,” kataku menarik tangannya dan mengajaknya lagi berjalan.

Ron terlihat tenang seolah kami sedang mendaki gunung dan di perlihatkan pemandangan indah. Ia tidak tampak seperti orang tersesat sedangkan aku, aku yakin wajahku sudah seperti anak TK kehilangan balonnya.

“Hei kalian!” seseorang memanggil kami. Akhinya, DEFAN!!! “ayo, masuk, tempat ini rawan dan aku pun takut disini,” kami masuk kedalam mobil Defan.

“Untung ada kamu Fan! Jujur aja, kami nggak tau tempat ini,” jelasku, “menyeramkan,”

“Kasus pembunuhan sering terjadi disini dan aku pun takut,” katanya, “500meter dari sini aku menemukan motor Ron. Aku mengenali motor itu karena Ron pernah menjemputmu,” lanjutnya, “dan aku berputar-putar daerah sini, kuharap menemukan Ron karena ia dalam bahaya tapi, ternyata aku bertemu denganmu,”

“Terimakasih,” Ron berjabat tangan dengan Defan. Mereka tampak cocok berteman, “dengan keadaan seperti itu, tempat itu sudah sewajarnya dijauhi,”

Ron dan Defan yang duduk di depan terus berbincang sedangkan aku hanya duduk sambil memikirkan apakah benar ini perbuatan Mars. Entahlah, hatiku yakin Mars tidak senekat ini tapi, perbuatannya selama ini kadang misterius.

Mars memang kekanak-kanakan, ia tidak bisa romantis sama sekali tapi, ada saatnya aku takut dengan matanya. Kedua bola matanya menunjukkan kelicikan abadi.

“Apakah kalian akan balikan?” tanya Defan, Ron diam, aku pun diam, “ayolah Ron, kita bukan berebut Ana, Ana yang memutuskan pada saatnya,” lanjutnya, “woles bro, cinta itu akan baik-baik aja selama semuanya berjalan lurus,”

“Entahlah, ini cukup rumit,” jelas Ron, “Ana, apa pendapatmu?” tanyanya padaku.

“Pendapatku?” aku berpikir sejenak, “aku nggak mengerti sama sekali dengan jalan percintaanku. Kalian tahu, Mars selalu menghantui dan memberi merica pada setiap cinta yang datang padaku,”

**

Sekolah terasa seperti kuburan yang misterius. Sepi, sunyi, tanpa keramaian, dan tanpa gosip-gosip bertebaran.

“Apa yang ingin kamu temukan di sekolah ini?” Defan memandangku, “ini hari libur dan kamu tahu, rasanya aneh menginjakkan kaki di sekolahmu,” lanjutnya, “apakah Ron nggak akan marah jika aku bersamamu?”

“hei, dia bukan pacarku! Ron adalah mantanku!” jelasku bernada tinggi.

Kami menuju lapangan basket sekolah. Aku mencari seseorang.

‘Uangnya gue transfer besok. Kerja kalian bagus. Acting kalian menjadi perampok sangat bagus dan Ana nggak mengetahui hal itu’

BRAK!
Pukulan keras di layangkan Defan pada pipi Mars. Mahluk planet itu mendapatkan pukulan yang begitu keras.

Mars melawan. Memukul perut Defan tapi, Defan menyerang lagi pada titik-titik lemah tubuh Mars. Mars terjatuh, tersungkur, bibirnya mengalirkan darah merah segar.

Aku mendekat pada Mars, menampar pipinya cukup keras, “jangan ganggu hidup gue lagi! Gue udah muak! Kelakuan lo kali ini sinting!”

“Lo!” Defan menunjuk pada wajah Mars lalu ia menarikku pergi dari sekolah, “kamu baik-baik aja kan?”

Aku tersenyum pada Defan, “ya, baik-baik aja kok. Aku hanya ingin memastikan saja kabar dari Ron,” jelasku, “aku hanya nggak menyangka,”

“Maksud kamu?” Defan memandangku, ia ingin lebih tahu, “apakah setelah ini Mars akan mengganggumu lagi?”

“Kurasa nggak sama sekali. Dia belum pernah mendapatkan tamparan dariku dan tamparan tadi akan membuatnya berhenti,” jelasku, “mahluk itu, apa pendapatmu?”

Defan tersenyum padaku lalu tertawa kecil, “kurasa Mars memiliki penyakit mental, dokter harus merawatnya dengan serius,” tambahnya, aku tersenyum.

Wajah tampan Mars, tingkah kekanak-kanakan Mars, dan hal-hal lain yang terlihat baik didiri Mars ternyata terbalik. Ron benar, suatu hari nanti aku akan memiliki alasan untuk marah pada Mars sehingga mahluk itu berhenti mengusik kehidupan percintaanku.

“Rasanya suasana sedikit panas, bagaimana kalau kita ke kutub?”

“Mungkin itu hal terbaik,”

**

Ron memberikanku rangkaian bunga anggrek seperti pesananku. Ia benar-benar mantan yang terindah untukku.

Aku tahu, sebelumnya ia meninggalkanku untuk membuatku sadar. Titik. Tidak ada alasan lain kecuali cinta.

Tangan Ron memegang pergelangan tanganku lalu, ia melepaskannya dan mengambil sesuatu dari saku celananya, “bukakah ini cantik?” tanyanya, ia memperlihatkan gelang perak berbentuk lumba-lumba, “ayolah, ini cantik di tanganmu,” ia memakaikannya.

“Apakah menurut kamu aku di takdirkan untuk jadi pacar terbaik bagimu sekarang?”

“Mantan terbaik lebih tepatnya,” ia mencium keningku, “mantan terbaikku adalah kamu tapi, mantan terbaik-terburuk-mu adalah Mars, benar bukan?”

“Ron!” Aku mencubitnya pelan, ia tersenyum.

TAMAT

 Mantan Terbaik tapi Terburuk

Aku nggak tau apakah yang menimpaku ini takdir atau permainan semata. Aku benar-benar pusing dan stres di buatnya.

Kau tahu, jika kau ada di posisiku, kau juga akan merasakan hal yang sama.

“Aku ingin disini, disisimu, selamanya,” Ron memelukku lembut, ilalang di sekeliling kami berayun dan menyanyikan lagu-lagu ketenangan, “bersamamu, semuanya semakin terasa damai,”

“Benarkah? Kamu berkata jujur?” Aku memandangnya, tatapanku benar-benar memasuki matanya. Ia tersenyum, mengecup keningku lalu melepaskan pelukannya, “aku ingin kamu terus disini, disisiku,”

Ilalang-ilalang disini makin bernyanyi lebih lembut lagi. Mereka juga menari-nari seperti penari balet yang handal.

Pletak-pltak-door-door-dor!

Jantungku benar-benar terkejut ketika puluhan petasan tiba-tiba meledak di sekitarku. Aku langsung mendekap Ron dan berusaha mencari perlindungan darinya.

“Tenanglah, ini hanya petasan,” jelas Ron, “sebelumnya bahkan lebih dari sekedar petasan,”

Ron terlihat sabar dengan keadaan belakangan ini. Ia benar-benar tidak marah akan apa yang terjadi walaupun ia tahu, kalau ini perbuatan seorang mahluk mars. Aku yakin itu. Sangat yakin.

“Kemarin, saat kita makan malam, sebelumnya saat kita liburan ke Bali, dan sekarang, di tempat yang sangat tenang pun mereka mengganggu, huh,” kepalaku bersandar pada dada Ron, jantungnya tidak beraturan. Aku tahu dia sangat marah tapi, ia mengendalikannya dengan hati-hati.

Ron tiba-tiba menjauhkan kepalaku dari dadanya. Perlahan, ia membuat kami memiliki jarak. Ia tersenyum kecil, membelai rambutku, lalu mencubit pipiku lembut, “aku ingin, kita selesai,” ucapnya lirih, “aku lelah nggak bisa tenang sama kamu tapi, aku juga nggak bisa marah dengan mahluk mars itu,” dia bicara panjang lebar lalu mencium keningku dan berjalan. Ia makin menjauh. Menjauh lagi dan semakin tidak terlihat.

Kami putus!

**

Defan memilihkan menu makanan yang menurutnya enak. Aku menyukainya karena aku bukan tipe pemilih makanan.

“Kamu suka?”

“Ya, tentu,” lalu aku melanjutkan makan lagi.

Walaupun aku lebih menyukai masakan Indonesia dari pada Jepang tapi, disini semua makanan tidak ada khas Indonesianya sama sekali jadi mau gak mau aku harus makan.

“Kudengar, kamu pernah berlatih biola, apakah itu menyenangkan?” tanyanya, aku tersenyum sebagai jawaban.

Kami sudah kenal satu tahun lalu tapi, kami baru dekat sekitar satu minggu ini. Dan, kau tahu? Kejadian ini sama hal-nya dengan Ron.

Ada seorang mahluk mars yang selalu saja mencampuri urusan cintaku. Ia benar-benar mencari cara untuk membuatku kesulitan.

“Ana,” Defan berbisik padaku, “maaf, aku pulang duluan sepertinya perutku terasa sakit. Mungkin lain kali kita bisa berbincang lagi,”

Oke, Defan pergi dan setelah ini apa lagi yang akan dilakukan mahluk Mars itu?

“Ana,” mahluk mars tersenyum padaku, duduk di sebelahku dan tersenyum, “tadi calon pacar kamu kan?”

“Mau lo apasih?!” Aku memandangnya kesal, “nggak di kampus, nggak di mol, nggak di mana-mana lo itu pasti ngikutin gue!” Aku memukul kepalanya, “lo bener-bener penguntit sinting!”

Kutinggalkan tempat ini dengan memberikan satu senyuman sinis pada mahluk mars yang membuat hari-hariku buruk.

**

Kampus terasa benar-benar memuakkan belakangan ini. Ini bukan karena dosen atau mata kuliahnya tapi, karena ada mahluk mars yang menguntitku.

Kau bisa membayangkan apa rasanya saat kau belajar ada yang mengganggumu? Atau saat kau sedang refresing ada yang mengusikmu? Bisa kau bayangkan?

“Ana, kamu mau kemana?” tanya Defan, “mau pulang?” aku tersenyum, “ayo kuantar,” dia melemparkan senyum sengit pada Mars,

“Eh bro, dia balik sama gue,” ucap si mahluk mars yang menyebalkan, “iyakan An?” tanyanya padaku, aku langsung berlari menghindari suara mahluk mars yang membuat telingaku sakit.

Kau bisa membayangkan jika ada seorang penguntit yang tidak lain adalah mantanmu? Apakah kau akan marah padanya atau kau akan senang? Kalau aku, aku benar-benar muak.

Pacaran dengannya saja memuakkan. Ia benar-benar seperti anak kecil dan kekanak-kanakan. Ia tidak pernah mau mengalah demi diriku. Ia egois. Aku tidak suka itu.

“Ana!” Mars memanggilku kuat, “Ana tunggu!” ia berhasil mengejarku dan menarik tanganku, “aku ingin makan ice cream, ayo, kamu harus menemaniku!” ia memaksa dan benar-benar menarik tanganku dengan eratnya sehingga aku tidak bisa terlepas dari genggaman tangannya.

Namanya bukan hanya Mars tapi ia benar-benar seperti mahluk Mars. Kau bisa membayangkan jika ada seorang cowok datang padamu dan merengek meminta kau menemaninya makan ice cream? Itu menggelikan apalagi ia adalah mantanmu bukan?

“Ana, kamu mau ice cream rasa apa? Oh ya, pasti coklat, aku tahu itu,” dia langsung memesankannya ketika seorang pelayan menghampiri kami, “Ana, kamu kenapa?”

Aku menarik nafas sejenak lalu menghembuskannya perlahan.

Kaki Mars terus bergerak-gerak di bawah meja seolah mendengarkan musik rock padahal, tidak ada musik apapun yang bisa didengarnya. Hanya ada musik pesanan pada pelayan. Itu saja.

“Ana,”

“Mau lo apa Mars?! Lo itu bener-bener kayak mahluk mars! Sadar nggak sih!” nada suaraku meninggi, beberapa pengunjung melirik kearahku, “mau lo apa Mars? Apa?”

“Mau gue, mau gue cuma satu, lo ngabisin ice cream yang udah gue pesenin khusus buat lo,”

**

Lampu-lampu berjejer di sepanjang jalan. Tampak dari sini kalau lampu-lampu itu khusus memberikanku petunjuk jalan.

“Bagaimana kalau pada pertigaaan didepan sana.... kamu lihat kan?” Ron menunjukkan pertigaan di depan kami, “kita bermain batu gunting kertas?”

“Akan lebih baik kita ikuti saja cahaya lampu, yakinlah,” kataku meyakinkannya, ia tersenyum, “oke, kita berjalan lagi,”

Aku tersesat di jalanan ini ketika berlari menghindari pada perampok. Aku menghubungi Ron dan dia langsung datang ke jalanan ini. Kami terus berlari sampai akhirnya, kami tersesat tidak tahu jalan.

Kau tahu hal apa yang paling buruk ketika tersesat? Ketika kau tidak membawa alat komunikasi atau kompas atau benda-benda lain yang berguna. Kau juga tidak bisa bicara pada orang karena, disini orang-orangnya tampak menyeramkan.

“Apakah ini perbuatan mahluk mars seperti saat kita pacaran?” Ron memandangku, mendorongku pada dinding rumah penduduk yang ada dikiri jalan, “apakah ini perbuatannya lagi,” Ron makin mendekat, jarak kami hanya beberapa inci saja. Matanya perlahan memasuki sel-sel mataku, terlihat sebuah kekesalan tapi juga sebuah kekhawatiran, “apa yang diinginkannya darimu?”

“Aku yakin, Mars nggak akan berbuat berlebihan seperti ini, aku sangat yakin,” kujauhkan wajahku darinya, mendorong tubuhnya dan aku berjalan lagi, ia mengikutiku, “apakah kamu berpikir ini ulahnya lagi?”

Ron diam, tiba-tiba ia menggenggam tanganku hangat, “hm....” ia tampak berpikir, “kamu benar. Aku nggak bisa marah pada Mars karena, kamu pun nggak marah tapi, apakah kamu betah terus-terusan diikuti olehnya?”

“Seenggaknya dia nggak mengikutiku untuk detik ini, disini hanya ada kita, aku dan kamu,” Ron tersenyum.

Setelah putus dengan Ron, hubungan kami baik-baik saja. Setidaknya, hidup Ron tidak terusik seperti sebelumnya oleh perbuatan Mars.

Mars, mahluk dari planet mars itu benar-benar keterlaluan. Selain ia menguntitku, ia juga mengusik hidup cowok-cowok yang menjalin hubungan cinta denganku.

“Kita mantan ya sekarang?” tanya Ron, aku diam, “aku masih sayang sama kamu Ann tapi, kamu tahu kan aku nggak suka diganggu,”

“Mars, mahluk itu benar-benar mengganggu hidupku!”

Jalanan makin runyam lagi. Kami tidak tahu ini dimana bahkan rumah-rumah pun sudah tertutup pintunya. Kami tidak ingin bertanya, tempat ini menyeramkan seperti film horor.

“Baiklah,” Ron melepas genggaman tangannya, “kuketuk salah satu rumah penduduk lalu kita bertanya,”

“Jangan! Aku takut kita ada di tempat para zoombie,” kataku menarik tangannya dan mengajaknya lagi berjalan.

Ron terlihat tenang seolah kami sedang mendaki gunung dan di perlihatkan pemandangan indah. Ia tidak tampak seperti orang tersesat sedangkan aku, aku yakin wajahku sudah seperti anak TK kehilangan balonnya.

“Hei kalian!” seseorang memanggil kami. Akhinya, DEFAN!!! “ayo, masuk, tempat ini rawan dan aku pun takut disini,” kami masuk kedalam mobil Defan.

“Untung ada kamu Fan! Jujur aja, kami nggak tau tempat ini,” jelasku, “menyeramkan,”

“Kasus pembunuhan sering terjadi disini dan aku pun takut,” katanya, “500meter dari sini aku menemukan motor Ron. Aku mengenali motor itu karena Ron pernah menjemputmu,” lanjutnya, “dan aku berputar-putar daerah sini, kuharap menemukan Ron karena ia dalam bahaya tapi, ternyata aku bertemu denganmu,”

“Terimakasih,” Ron berjabat tangan dengan Defan. Mereka tampak cocok berteman, “dengan keadaan seperti itu, tempat itu sudah sewajarnya dijauhi,”

Ron dan Defan yang duduk di depan terus berbincang sedangkan aku hanya duduk sambil memikirkan apakah benar ini perbuatan Mars. Entahlah, hatiku yakin Mars tidak senekat ini tapi, perbuatannya selama ini kadang misterius.

Mars memang kekanak-kanakan, ia tidak bisa romantis sama sekali tapi, ada saatnya aku takut dengan matanya. Kedua bola matanya menunjukkan kelicikan abadi.

“Apakah kalian akan balikan?” tanya Defan, Ron diam, aku pun diam, “ayolah Ron, kita bukan berebut Ana, Ana yang memutuskan pada saatnya,” lanjutnya, “woles bro, cinta itu akan baik-baik aja selama semuanya berjalan lurus,”

“Entahlah, ini cukup rumit,” jelas Ron, “Ana, apa pendapatmu?” tanyanya padaku.

“Pendapatku?” aku berpikir sejenak, “aku nggak mengerti sama sekali dengan jalan percintaanku. Kalian tahu, Mars selalu menghantui dan memberi merica pada setiap cinta yang datang padaku,”

**

Sekolah terasa seperti kuburan yang misterius. Sepi, sunyi, tanpa keramaian, dan tanpa gosip-gosip bertebaran.

“Apa yang ingin kamu temukan di sekolah ini?” Defan memandangku, “ini hari libur dan kamu tahu, rasanya aneh menginjakkan kaki di sekolahmu,” lanjutnya, “apakah Ron nggak akan marah jika aku bersamamu?”

“hei, dia bukan pacarku! Ron adalah mantanku!” jelasku bernada tinggi.

Kami menuju lapangan basket sekolah. Aku mencari seseorang.

‘Uangnya gue transfer besok. Kerja kalian bagus. Acting kalian menjadi perampok sangat bagus dan Ana nggak mengetahui hal itu’

BRAK!
Pukulan keras di layangkan Defan pada pipi Mars. Mahluk planet itu mendapatkan pukulan yang begitu keras.

Mars melawan. Memukul perut Defan tapi, Defan menyerang lagi pada titik-titik lemah tubuh Mars. Mars terjatuh, tersungkur, bibirnya mengalirkan darah merah segar.

Aku mendekat pada Mars, menampar pipinya cukup keras, “jangan ganggu hidup gue lagi! Gue udah muak! Kelakuan lo kali ini sinting!”

“Lo!” Defan menunjuk pada wajah Mars lalu ia menarikku pergi dari sekolah, “kamu baik-baik aja kan?”

Aku tersenyum pada Defan, “ya, baik-baik aja kok. Aku hanya ingin memastikan saja kabar dari Ron,” jelasku, “aku hanya nggak menyangka,”

“Maksud kamu?” Defan memandangku, ia ingin lebih tahu, “apakah setelah ini Mars akan mengganggumu lagi?”

“Kurasa nggak sama sekali. Dia belum pernah mendapatkan tamparan dariku dan tamparan tadi akan membuatnya berhenti,” jelasku, “mahluk itu, apa pendapatmu?”

Defan tersenyum padaku lalu tertawa kecil, “kurasa Mars memiliki penyakit mental, dokter harus merawatnya dengan serius,” tambahnya, aku tersenyum.

Wajah tampan Mars, tingkah kekanak-kanakan Mars, dan hal-hal lain yang terlihat baik didiri Mars ternyata terbalik. Ron benar, suatu hari nanti aku akan memiliki alasan untuk marah pada Mars sehingga mahluk itu berhenti mengusik kehidupan percintaanku.

“Rasanya suasana sedikit panas, bagaimana kalau kita ke kutub?”

“Mungkin itu hal terbaik,”

**

Ron memberikanku rangkaian bunga anggrek seperti pesananku. Ia benar-benar mantan yang terindah untukku.

Aku tahu, sebelumnya ia meninggalkanku untuk membuatku sadar. Titik. Tidak ada alasan lain kecuali cinta.

Tangan Ron memegang pergelangan tanganku lalu, ia melepaskannya dan mengambil sesuatu dari saku celananya, “bukakah ini cantik?” tanyanya, ia memperlihatkan gelang perak berbentuk lumba-lumba, “ayolah, ini cantik di tanganmu,” ia memakaikannya.

“Apakah menurut kamu aku di takdirkan untuk jadi pacar terbaik bagimu sekarang?”

“Mantan terbaik lebih tepatnya,” ia mencium keningku, “mantan terbaikku adalah kamu tapi, mantan terbaik-terburuk-mu adalah Mars, benar bukan?”

“Ron!” Aku mencubitnya pelan, ia tersenyum.

TAMAT

 

Semua Gara-Gara MANTAN! - CERPEN oleh Aula Nurul M

“Jadi  gue  harus  apa?  Ngelempar  dia  ke  dasar  matahari atau masukin racun tikus ke makanannya?” ucap Karla ketus, “dih gue mah amit-amit,”

Jesika hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan temannya. Baginya, Karla terlalu berlebihan untuk mengungkapkan sakit hatinya.

Kaki Jesika berayun-ayun sambil menyenggol kaki Karla dengan sengaja. Mereka duduk di pinggir kolam renang yang belum terisi air, “diem sih, buat tambah bete aja,”

“Yah Karla-Karla, buat apa sih Kentaro di pikirin,” ia memandang Karla sejenak, “Ken itu baik cuma….. ya cuma dia ngelakuin satu kesalahan terbesar,”

“Baik? Satu? Huaaaa!” Karla mengamuk seperti anak kecil kehilangan balon.

**

Koridor sepi. Tidak ada siapapun yang berlalu lalang seperti biasanya.

‘tumben sepi, apa gue dateng terlalu pagi?’

Karla jatuh tersungkur setelah seseorang dengan tidak sengaja mendorongnya. Dengan refleks, Karla bangkit dan hampir memarahi orang yang mendorongnya.

“Maaf,”

Bibir Karta tertutup rapat, benar-benar rapat dan tidak ada sepatah katapun yang keluar. Matanya terbelalak dengan apa yang di lihatnya.

‘Apakah aku bermimpi? Atau aku sedang terjatuh dari atas tebing dan mati-lagi-mati’

Karla mencubit pipinya lembut. Sekali lagi, lembut. Dan, sekali lagi lebih keras sampai sangat keras. ‘Aku tidak bermimpi, ini nyata. Semuanya benar-benar kacau’

Di pandangnya ke sekitar koridor, sepi, hanya ada dia dan siswa itu.

“Kamu masih ingat sama Aku?” Tanya siswa yang memakai seragam berbeda dengan ketentuan sekolah, “Aku pindah kesini demi kamu, aku mau kita kembali, seperti dulu,”

Kepala Karla mendadak sakit mencapai titik paling tinggi. Apa yang dilihatnya benar-benar seperti mimpi. Lebih tepatnya mimpi terburuk yang pernah dialami.

“Hei Karla,” siswa itu mencubit pipi Karla lembut, “Aku Noran, apakah kamu lupa sama Aku?”

Noran mendekat pada Karla. Ia melangkah lagi, lebih dekat. Karla mundur tiga langkah, Noran melangkah lagi sampai akhirnya Karla tidak bisa menghindarinya. ‘Tuhan, apakah tidak bisa membuatku tenang hari ini? Aku terlalu pusing dengan Ken dan sekang, mengapa Kau datangkan Noran di saat yang tidak tepat?’

Senyum Noran merasuki mata Karla. Lebih dalam dan makin dalam tanpa berkedip.

Oke!” Karla bicara, ia mendorong tubuh Noran menjauh darinya, “gue inget siapa lo tapi, maaf gue buru-buru dan selamat datang di sekolah gue. Semoga Anda nyaman, tuan Noran!”

Karla berbalik badan, melangkah meninggalkan Noran, “tunggu!” Noran menarik tangannya, mendekapnya erat, dan tentu saja, sangat lembut, penuh cinta, “Aku bersungguh-sungguh, aku menyesali semua yang kulakukan,”

Ucapan Noran tidak di hiraukan oleh Karla. Apapun yang terjadi, Karla ingin cepat ke kelas atau ia akan pingsan dengan semua yang terjadi belakangan ini.

Karla tiba di kelasnya dengan selamat. Namun, ia harus bertemu mahluk mars yang membuat kepalanya sakit lagi.

“Pagi sayang,” sapa Ken dengan senyum cerahnya seperti tidak memiliki dosa pada Karla, “kamu cemberut kenapa sayang?”

“Kamu? Maaf ya kita udah putus jadi, siapa yang lo panggil ‘sayang’ itu tuan Kentaro?” ucapan Karla begitu datar tanpa tinggi atau rendah, itu menunjukkan kalau dirinya sedang marah, “maaf, gue mau duduk,”

Ia melempar tasnya ke meja, duduk dengan tidak teratur dan terus mengacak-acak rambutnya. Seisi kelas langsung memandanginya tapi, Karla tidak peduli.

‘bagi gue mantan ya mantan, putus ya putus, titik! Kata balikan itu memuakkan! Menjijikan!’

Karla mencoba mengatur nafasnya. Menyamakan dengan keadaan kelas yang tenang.

“Ayolah sayang, kamu pasti masih sayang kan sama aku?” suara Ken begitu lembut, penuh harapan, “aku yakin itu, Karla,”

“Bisakah Anda diam tuan Ken?” pinta Karla serius.

‘Bisa-bisanya dia datang padaku setelah sadar kalau pilihannya salah? Dia atau aku yang bodoh saat ini?’

Dua bulan lalu, Karla menemukan Ken sedang bermesraan dengan seorang siswi SMA yang cukup cantik. Ia benar-benar marah pada Ken dan menamparnya.

Ketika itu, Karla tidak memutuskan Ken. Ia hanya bertanya apakah Ken lebih memilih dirinya atau selingkuhannya tapi, pilihan Ken terlalu gila. Ken memilih selingkuhannya.

Karla marah. Ia sangat marah dan berjanji tidak akan pernah menjadi pacar Ken lagi untuk selamanya.

“Selamat pagi anak-anak,” Ibu Kepala Sekolah masuk dengan seorang siswa pindahan. Ia menjelaskan panjang lebar tentang siswa tersebut dan ia berharap kalau siswa di kelas Karla akan memberikan ucapan selamat datang dengan baik, “baiklah, kalian dapat berkenalan dengannya lebih lama lagi, terimakasih,” Ibu Kepala Sekolah keluar.

Para siswi di kelas berkerubungan ingin berkenalan dengan Noran. Wajah Noran yang tampan dan ramah senyum membuat pesona tersendiri di mata gadis-gadis.

“Karla,” Noran membuka jalan dari ramainya para siswi kelas. Ia melangkah, menuju bangku Karla dengan senyum manisnya, “Aku kembali demi kamu,”

**

Kamar Karla bernuansa kekanak-kanakan. Dindingnya saja penuh dengan lukisan tokoh kartun dan benda-benda yang ada seperti anak TK.

‘Terakhir kamar ini di ubah nuansanya saat aku SMP. Ketika Noran masih disini, bersamaku,’

Karla menunduk, melihar kolong ranjangnya. Ia tersenyum lalu duduk dan memperhatikan kolong ranjangnya. Ia melihat benda yang belum di buangnya.

‘Apakah aku harus mengambil benda itu dan kukembalikan pada Noran ketika di kelas? Apakah harus seperti itu?’

Karla memasukkan kakinya ke kolong ranjang dan menarik benda itu dengan kakinya. Sejenak, ia memandangi benda tersebut kemudian tertawa kecil.

“Karla,” Mama sudah ada di dalam kamar Karla, “bukankah itu hadiah dari Noran yang tidak ingin kamu sentuh lagi?”

“Hm....” Karla tersenyum lalu keluar kamar.

‘Harus kuapakan kalung ini? Kubuang? Tapi, sayang sekali apalagi kalung ini cukup mahal,’

**

“Karla! Cepet ke lapangan!” Jesika berteriak-teriak di kelas sambil mencari Karla, “Karla, lo dimana?! Cepet muncul!”

“Ada apa?” Karla datang dari luar kelas, “gue di luar geh teriaknya di kelas, ckck,”

Jesika langsung mencubit pipi Karla karena kesal, “lo tau nggak, Ken sama Noran berantem di lapangan. Mereka bener-bener gila!”

Karla berlari bersama Jesika melihat yang terjadi sebenarnya. Ia ke lapangan dan disana dua siswa sedang berkelahi.

“STOP!” Seorang guru menghentikan mereka, “ikut saya ke kantor!”

“Pak, tunggu,” Karla menghentikan guru tersebut, “saya mau bicara dengan mereka 1 menit, boleh kan?”

“Baiklah, katakan disini saja,”

Karla mendekat pada kedua mantannya, “semua gara-gara kalian. Gara-gara kalian, gue jadi pusing. Gara-gara kalian, kepala gue sakit. Gara-gara kalian, sekarang seolah-olah gue jadi penyebab semua ini!” lalu Karla pergi meninggalkan mereka.

**

Keberadaan Ken dan Noran di hidup Karla benar-benar membuatnya pusing. Mereka tidak hanya saling berkelahi atau meliciki satu sama lain tapi, mereka selalu merusak hari-harinya.

‘Mantan ya mantan! Itu masa lalu! Sekali mantan ya mantan! TITIK!’

Karla terus menyusuri koridor sekolah yang ramai padahal jam tangannya masih menunjukkan pukul tujuh pagi.

“ASTAGA!” teriak Karla ketika membaca selebaran tentang dirinya, “jadi, mereka bener-bener gila?!”

Tertulis pada selebaran itu bahwa siapapun yang mendekati Karla akan berhadapan dengan dua mahluk mars alias Ken dan Noran. Karla membaca berulang kali selebaran itu bahkan fotonya ada disana. Ia marah, amarahnya memuncak, dan ia benar-benar ingin menjambak rambut kedua mahluk itu.

“Karla,” sapa kedua cowok yang membuat Karla naik darah, “kita udah baikan,” ucap Noran dengan senyum bahagianya, “kamu senang kan?”

“Setelah di pikir-pikir, kenapa nggak kita berdua aja yang jagain kamu,” tambahi Ken, Karla melongo, “siapapun yang deketin kamu harus kita uji dulu,”

Bibir Karla tertutup. Ia marah tapi tidak bisa melampiaskannya. Ia ingin menjambak kedua cowok itu tapi, tangannya tidak mampu bergerak. Karla hanya menghela nafas sesaat lalu meninggalkan mereka.

‘Semoga saat aku dekat dengan seorang cowok, mereka tidak akan benar-benar malakukan apa yang kupikirkan’

TAMAT



JUDUL : Semua gara-gara mantan






Kosakata Inggris yang Sering Salah Diucapin Orang Jaman Sekarang

Wah sering banget kan ya biar keren keliatan intelek bahasa orang jaman sekarang digado-gadoin dicampur basa inggris. Maunya sih gitu ya, tapi coba deh dicek bentar, pelafalan kata-kata inggris di bawah ini sering salah diucapin orang. Yuk ah!

Wi-Fi

Sering pake Wi-Fi kalau lagi nongkrong di café? Nah, pas nanya sama mbak-mbaknya, kalian biasanya bilang, “Mbak, password Wai Fi-nya apa ya?” Sorry guys, itu salah pronounce-nya. Yang bener buat ngomong WiFi adalah “wai fai”. Oke, setelah baca ini, kalian jangan sampai bilang “wai-fi” ke mbak-mbak café lagi ya. Kalo ngomong “wil yu bi may waif?” sih boleh aja, tentunya kalo mbaknya mau sih.

Typo

Salah ketik, atau istilahnya typo sering banget kamu alamin kalau pake HP touchscreen. Hayo ngaku! Tapi taukah kalian kalau typo itu diucapinnya “taypo”, bukan “tipo”? Ini dia yang jadi masalah, kamu sering typo, kadang kamu sendiri gak tau cara baca typo-nya. Sama kayak orang yang sering kepo, tapi gak tau kalau dia itu lagi kepo. Oke, lupakan.

Meme

Suka buka 9gag.com? Suka ketawa liat meme yang ada di sana? (Ups, ini bukan porno-pornoan lo ya -admin). Iya, kita hidup di era meme. Ada meme first world problem, forever alone, successfully kid, bad luck Brian, dan lain-lain. Dan yang jadi pertanyaan adalah, gimana cara ngucapin meme, kan? Supaya gak salah, palingan kita bacanya “meme” aja seperti biasa, tapi ada yang sok Inggris ngucapinnya jadi “mimi”, padahal itu salah. Yang bener adalah “meem” (dibaca di Indonesia “mim”).

Listening

Yang baru beres ujian pasti tahu banget sama istilah yang satu ini. Gimana nggak, ujian bahasa Inggris kemarin kan pake listening. Sayangnya, yang udah ujian listening masih gak tau cara nyebutin listening. Masih banyak yang bilang “listening” padahal yang bener itu dibacanya “lisening”, jadi huruf “t”-nya gak usah disebut. Kamu yang udah tau, jangan pelit buat berbagi ke temen ya. Kasih tau mereka yang masih tersesat karena bilang “listening”.

Ask

Cuma tiga huruf, tapi bikin galau gimana cara nyebutinnya. Iya, si “ask” emang ngeselin. Padahal cara bacanya gampang. Tinggal samain sama yang ditulisnya, “ask”. Tapi naas, yang terjadi adalah kita terlalu sok tahu sampe nyebutnya jadi “aks”. Pasti ada nih yang ngerasa kalau dulu atau mungkin sampe sekarang masih suka bilang “aks”. Hayo ngaku!

Thank God atau Thanks God

Jadi yang bener “thank God” atau “thanks God”? Jawabannya adalah... dua-duanya bener, selama dipake di konteks yang bener pula. “Thank God” itu digunainnya buat bersyukur, misalnya, “Thank God I found you.” Jadi bukan, “Thanks God I found you.” Jadi artinya “bersyukur kepada Tuhan aku menemukanmu”.

Nah kalo “thanks God” ada satu catatan buat nulis yang bener, yaitu harus disertai koma. Konteks untuk kalimat ini adalah buat kamu ‘ngobrol’ sama Tuhan. Langsung kasih contoh aja ya.

“Yes! Gue lulus! Thanks, God!”

Jadi arti “thanks, God” itu berterima kasih atau “terima kasih, Tuhan”. Gitu.

Sweat & Sweater

Sering dengar kan orang mengucapkan: "swit" sama "switer"? Padahal pengucapan yang benar adalah "swet" dan "sweter" dengan (e dibaca kayak kata bebek).

Steak

Makanan enak dari negara barat ini banyak disukai di Indonesia, dan banyak restoran yang menjualnya dari yang murah meriah sampai yang bikin bobol kantong. Kebanyakan orang mengucapkannya "stik". Pengucapan yang benar, "steik" (e dibaca kayak bebek).

Thread

Nah, ini yang para kaskuser pasti sering dengar, biasanya diucapkan dan bahkan ditulis di Kaskus: "trit". Pengucapan yang benar itu "thred" (e dibaca kayak bebek).

Event

Sering banget kita dengar di tipi dan kehidupan sehari-hari orang mengucapkan "iv en" (dengan e dibaca kayak seger). Pengucapan yang benar itu "ivent" (e dibaca kayak bebek).

Copy Paste

Hampir semua orang mengucapkan "kopi paste" (dengan e kayak seger atau pun bebek). Pengucapan yang benar: "kopi peist" (e dibaca kayak bebek).

Single

Sering kan denger orang mengucapkannya "singel" (dengan e kayak seger). Pengucapan yang benar itu "singgel" (e dibaca kayak seger).

Customer

Sering sekali kita dengar para sales officer mengucapkannya "kastamer". Pengucapan yang benar itu "kastemer" dengan e dibaca kayak seger semua.

Charge

Sering juga kita dengar kalimat seperti ini, "Sorry, hp-ku mati, lagi di-charge." Banyak sekali orang yang mengucapkan "cas"/"ces". Dan timbullah sebutan "cas-casan"/"ces-cesan" untuk menyebut charger hp. Naa, pengucapan yang benar adalah " carj".

Supply

Kata ini sering digunakan sewaktu membahas komputer dan alat elektronik, dalam frasa: power supply. Seringkali orang melafalkannya "sapli". Padahal pengucapan yang benar itu "seplai" dengan e dibaca kayak seger.

Magic Jar

Hampir semua orang mengucapkannya "mejik jer" dengan e kayak bebek. Pengucapan yang benar itu "mejik jar" (e kayak bebek), bunyi "r" samar.

Itulah beberapa kata yang sering salah pronounce-nya. Sebenernya masih banyak lagi, coba bantu admin buat share juga ke yang lain kata apa yang sering salah pronounce. Yuk ayo kita berbagi!


Sumber : 
https://www.facebook.com/nicoazaza/posts/574661475936874?comment_id=4603030&offset=0&total_comments=9&ref=notif&notif_t=mentions_comment





Jumat, 20 Desember 2013

Melepaskan - Cerpen oleh Aula Nurul

Melepaskan
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat dadaku sesesak ini.
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat nafasku seperti ini.
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat mataku berkunang-kunang seperti ini.

“Kamu belum terjatuh, belum sama sekali,” malaikat cantik itu memelukku, “kamu masih berdiri di atas kedua kakimu. Kamu tahu, wajahmu itu menandakan kebahagiaan,”

“Kebahagiaan?”

Malaikat itu mengajakku pada sebuah danau hijau dan aku di bawanya ke tengah danau. Ada ikan berbentuk seperti kupu-kupu di dalam air dan ada kura-kura yang bisa melompat seperti lumba-lumba.

“Tempat apa ini? Apakah ada tempat seperti ini di bumi?” tanyaku polos, “atau aku ada di tempat lain?”

“Ini mimpimu, kita ada di dalam mimpimu,” beritahu malaikat cantik itu padaku, “hal yang tidak mungkin, kamu bisa menjadikannya mungkin,”
**
“Yoza!” aku memanggil Yoza keras tapi, ia tidak menoleh.

Koridor sepi tanpa gosip baru pagi ini. Hanya ada para siswa lalu-lalang tanpa banyak suara. Seperti musium patung.

“Ine,” seseorang menepuk pundakku, “kamu udah sarapan?”

“Belum beibh, kamu?” aku berbalik tanya pada Ken, pacarku, “pasti kamu belum, sarapan di kantin yuk!” aku menarik tangannya, ia melepaskannya perlahan.

Pandangan mata Ken lebih aneh dari sebelumnya.

Kemarin-kemarin, ia tampak hening disisiku, tidak banyak bercerita, tidak banyak tersenyum, tidak ada rayuan atau tawa belaka. Sekarang, ia menatapku seperti lelah.

“Ada apa?” aku menatapnya, memandang kedua bola matanya. Aku ingin mencari jawaban di kedua bola matanya itu, “ayolah, apa kita harus bicara?”

Ken membawaku ke taman sekolah. Kami masih memiliki waktu 10 menit sebelum bel membuat telinga kami sakit.

“Yoza, kamu sayang kan sama dia?” tanya Ken tanpa basa-basi, “saat aku kecelakaan bareng Yoza, aku sadar siapa yang kamu khawatirin,”

“Maksud kamu?”

“Aku nggak marah,” Ken memelukku, “aku mau kamu jujur,” pelukannya begitu lembut, “bagaimanapun, cinta itu nggak bisa di paksakan sama sekali,” ia melepaskan pelukannya dariku, “sudahlah, ada baiknya, kita sampai disini,”

Aku terdiam beberapa detik, memandangnya. Aku menamukan kejujuran di mata Ken. Aku yang salah pada posisi ini.

“Aku... aku nggak ada maksud untuk......” Ken menutup bibirku dengan jari telunjuknya.

“Sudahlah, aku nggak marah sama kamu,”
**
Aku menyukai Yoza sejak dulu. Sejak kami berada di TK yang sama, SD yang sama, SMP yang sama, dan sekarang SMA yang sama. Bahkan kami selalu satu kelas.

Aku nggak tahu kenapa cinta itu bisa tumbuh. Semuanya mengalir dan berjalan begitu saja. Aku khawatir jika Yoza sakit. Aku khawatir jika Yoza nggak bisa menyelesaikan tugas sekolahnya. Aku khawatir akan Yoza.

“Hoi ngelamun hoi!” Yoza mengejutkanku, “galau ya non?” aku mengangguk kecil, “gue denger dari anak-anak, lo putus sama Ken?”

“Berita itu cepet nyebar, ckck,”

“Sabar ya,” Yoza menepuk-nepuk pundakku, “makannya lo cerita ke gue, katanya kita sahabat sehidup semati,”

Entahlah, aku tidak mengerti mengapa tidak bisa bercerita padanya. Aku mencintainya, ingin bersamanya, ingin mengungkapkan kalau aku menulis namanya di hatiku. Namun, semuanya tidak bisa kuungkapkan bahkan, dorongan Ken untuk membantu mendekatkan kami justru membuatku makin takut.
**
Malaikat itu melambai-lambaikan tangannya padaku. Ia melemparkan senyum seolah ia adalah malaikat tercantik yang kukenal.

“Kamu berpisah dengan Ken?”

“Ya, mengapa kamu menanyakannya? Bukankah kamu sudah tahu?”

Air menari-nari diiringi suara-suara merdu. Seandainya ini bukan mimpi maka, aku akan membawa camera digital milikku lalu mengabadikan keindahannya. Namun, laut ini, pantai ini, ombak ini, dan udara ini hanya mimpi semata.

“Apa kamu menyesal berpisah dengan Ken?” aku menggeleng, “kalau begitu, apa yang kamu takutkan?”

“Entahlah,”

Jujur, yang kutakutkan adalah hati Ken. Aku takut ia membenciku suatu hari nanti. Aku takut hatinya terluka karenaku. Namun, Ken pernah mengatakan kalau ia lebih senang aku berkata jujur.

“Sudahlah, kamu bisa mengubah jatuhmu menjadi tiang penyanggamu,” ucapnya, “jatuhmu adalah kekuatanmu,”
**
Aku nggak mau jatuh dalam cinta seperti ini.
Aku nggak mau jatuh dalam kisah seperti ini.
Aku ingin jatuh yang lebih baik lagi.

“Ayolah, dimakan,” Ken tersenyum padaku, “jangan canggung seperti ini,”

Aku melahap makananku dengan gemetar. Aku takut, setelah ini Ken akan bicara bahwa lebih baik kami tidak bertegur sapa.

“Makan malam kali ini sebagai terimakasihku padamu,” ucap Ken, “kamu yang mengajarkanku bahwa cinta adalah cinta, bukan sebuah obsesi,”

“Maksudmu?”

“Obsesi harus di kejar, apapun itu tapi, berbeda dengan cinta jika hati sudah berkata lain,” Ken sudah menyelesaikan makanannya, begitupun denganku, “putus bukan berarti perpisahan selamanya, kita bisa jadi sahabat dan seorang sahabat menjalin cinta itu rasanya sulit,”

**
Kepalaku berputar-putar, melayang-layang ribuan tanya. Apakah cintaku pada Yoza hanya obsesi? Atau benar-benar cinta? Jika itu cinta maka, aku harus bertaruh mengorbankan persahabatan kami yang sudah sejak kecil tumbuh.

“Hei, gue jadian sama Vero, adek kelas kita,” beritahu Yoza, aku tersenyum. Kuberikan ucapan selamat dan meminta traktiran makan walaupun, hatiku terasa sakit, “wah, nggak nyangka gue akhirnya cinta gue di terima Vero,”

Aku tersenyum lagi. Memandang sekitarku yang terlihat baik-baik saja seperti diriku padahal, ‘mungkin’ setiap orang memikirkan masalah rumit di balik senyum mereka sepertiku.

“Semoga lo bisa nyusul cari pengganti Yoza, oke?”

“Sip! Oke!” kami berjabat tangan seolah selesai bekerjasama.

Benar kata malaikat itu, aku dapat mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Aku mengubah hati Ken yang mencintaiku dan akhirnya meninggalkanku. Aku mengubah hatiku menjadi tidak menentu sejak lama.

Persahabatan ini.
Cinta ini.
Semuanya benar-benar rumit.
TAMAT

Penulis : Aula Nurul M

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...