Jumat, 20 Desember 2013

Melepaskan - Cerpen oleh Aula Nurul

Melepaskan
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat dadaku sesesak ini.
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat nafasku seperti ini.
Aku nggak pernah merasakan jatuh yang membuat mataku berkunang-kunang seperti ini.

“Kamu belum terjatuh, belum sama sekali,” malaikat cantik itu memelukku, “kamu masih berdiri di atas kedua kakimu. Kamu tahu, wajahmu itu menandakan kebahagiaan,”

“Kebahagiaan?”

Malaikat itu mengajakku pada sebuah danau hijau dan aku di bawanya ke tengah danau. Ada ikan berbentuk seperti kupu-kupu di dalam air dan ada kura-kura yang bisa melompat seperti lumba-lumba.

“Tempat apa ini? Apakah ada tempat seperti ini di bumi?” tanyaku polos, “atau aku ada di tempat lain?”

“Ini mimpimu, kita ada di dalam mimpimu,” beritahu malaikat cantik itu padaku, “hal yang tidak mungkin, kamu bisa menjadikannya mungkin,”
**
“Yoza!” aku memanggil Yoza keras tapi, ia tidak menoleh.

Koridor sepi tanpa gosip baru pagi ini. Hanya ada para siswa lalu-lalang tanpa banyak suara. Seperti musium patung.

“Ine,” seseorang menepuk pundakku, “kamu udah sarapan?”

“Belum beibh, kamu?” aku berbalik tanya pada Ken, pacarku, “pasti kamu belum, sarapan di kantin yuk!” aku menarik tangannya, ia melepaskannya perlahan.

Pandangan mata Ken lebih aneh dari sebelumnya.

Kemarin-kemarin, ia tampak hening disisiku, tidak banyak bercerita, tidak banyak tersenyum, tidak ada rayuan atau tawa belaka. Sekarang, ia menatapku seperti lelah.

“Ada apa?” aku menatapnya, memandang kedua bola matanya. Aku ingin mencari jawaban di kedua bola matanya itu, “ayolah, apa kita harus bicara?”

Ken membawaku ke taman sekolah. Kami masih memiliki waktu 10 menit sebelum bel membuat telinga kami sakit.

“Yoza, kamu sayang kan sama dia?” tanya Ken tanpa basa-basi, “saat aku kecelakaan bareng Yoza, aku sadar siapa yang kamu khawatirin,”

“Maksud kamu?”

“Aku nggak marah,” Ken memelukku, “aku mau kamu jujur,” pelukannya begitu lembut, “bagaimanapun, cinta itu nggak bisa di paksakan sama sekali,” ia melepaskan pelukannya dariku, “sudahlah, ada baiknya, kita sampai disini,”

Aku terdiam beberapa detik, memandangnya. Aku menamukan kejujuran di mata Ken. Aku yang salah pada posisi ini.

“Aku... aku nggak ada maksud untuk......” Ken menutup bibirku dengan jari telunjuknya.

“Sudahlah, aku nggak marah sama kamu,”
**
Aku menyukai Yoza sejak dulu. Sejak kami berada di TK yang sama, SD yang sama, SMP yang sama, dan sekarang SMA yang sama. Bahkan kami selalu satu kelas.

Aku nggak tahu kenapa cinta itu bisa tumbuh. Semuanya mengalir dan berjalan begitu saja. Aku khawatir jika Yoza sakit. Aku khawatir jika Yoza nggak bisa menyelesaikan tugas sekolahnya. Aku khawatir akan Yoza.

“Hoi ngelamun hoi!” Yoza mengejutkanku, “galau ya non?” aku mengangguk kecil, “gue denger dari anak-anak, lo putus sama Ken?”

“Berita itu cepet nyebar, ckck,”

“Sabar ya,” Yoza menepuk-nepuk pundakku, “makannya lo cerita ke gue, katanya kita sahabat sehidup semati,”

Entahlah, aku tidak mengerti mengapa tidak bisa bercerita padanya. Aku mencintainya, ingin bersamanya, ingin mengungkapkan kalau aku menulis namanya di hatiku. Namun, semuanya tidak bisa kuungkapkan bahkan, dorongan Ken untuk membantu mendekatkan kami justru membuatku makin takut.
**
Malaikat itu melambai-lambaikan tangannya padaku. Ia melemparkan senyum seolah ia adalah malaikat tercantik yang kukenal.

“Kamu berpisah dengan Ken?”

“Ya, mengapa kamu menanyakannya? Bukankah kamu sudah tahu?”

Air menari-nari diiringi suara-suara merdu. Seandainya ini bukan mimpi maka, aku akan membawa camera digital milikku lalu mengabadikan keindahannya. Namun, laut ini, pantai ini, ombak ini, dan udara ini hanya mimpi semata.

“Apa kamu menyesal berpisah dengan Ken?” aku menggeleng, “kalau begitu, apa yang kamu takutkan?”

“Entahlah,”

Jujur, yang kutakutkan adalah hati Ken. Aku takut ia membenciku suatu hari nanti. Aku takut hatinya terluka karenaku. Namun, Ken pernah mengatakan kalau ia lebih senang aku berkata jujur.

“Sudahlah, kamu bisa mengubah jatuhmu menjadi tiang penyanggamu,” ucapnya, “jatuhmu adalah kekuatanmu,”
**
Aku nggak mau jatuh dalam cinta seperti ini.
Aku nggak mau jatuh dalam kisah seperti ini.
Aku ingin jatuh yang lebih baik lagi.

“Ayolah, dimakan,” Ken tersenyum padaku, “jangan canggung seperti ini,”

Aku melahap makananku dengan gemetar. Aku takut, setelah ini Ken akan bicara bahwa lebih baik kami tidak bertegur sapa.

“Makan malam kali ini sebagai terimakasihku padamu,” ucap Ken, “kamu yang mengajarkanku bahwa cinta adalah cinta, bukan sebuah obsesi,”

“Maksudmu?”

“Obsesi harus di kejar, apapun itu tapi, berbeda dengan cinta jika hati sudah berkata lain,” Ken sudah menyelesaikan makanannya, begitupun denganku, “putus bukan berarti perpisahan selamanya, kita bisa jadi sahabat dan seorang sahabat menjalin cinta itu rasanya sulit,”

**
Kepalaku berputar-putar, melayang-layang ribuan tanya. Apakah cintaku pada Yoza hanya obsesi? Atau benar-benar cinta? Jika itu cinta maka, aku harus bertaruh mengorbankan persahabatan kami yang sudah sejak kecil tumbuh.

“Hei, gue jadian sama Vero, adek kelas kita,” beritahu Yoza, aku tersenyum. Kuberikan ucapan selamat dan meminta traktiran makan walaupun, hatiku terasa sakit, “wah, nggak nyangka gue akhirnya cinta gue di terima Vero,”

Aku tersenyum lagi. Memandang sekitarku yang terlihat baik-baik saja seperti diriku padahal, ‘mungkin’ setiap orang memikirkan masalah rumit di balik senyum mereka sepertiku.

“Semoga lo bisa nyusul cari pengganti Yoza, oke?”

“Sip! Oke!” kami berjabat tangan seolah selesai bekerjasama.

Benar kata malaikat itu, aku dapat mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Aku mengubah hati Ken yang mencintaiku dan akhirnya meninggalkanku. Aku mengubah hatiku menjadi tidak menentu sejak lama.

Persahabatan ini.
Cinta ini.
Semuanya benar-benar rumit.
TAMAT

Penulis : Aula Nurul M

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...