Rabu, 08 Mei 2013

WB - Cerpen - Kehabisan Ide


“Kucing baru bro?” tanya Joy, “beli dimana?”

“Nemu,” kata Adian santai. 

“Kucing sebagus ini nemu? Nggak mungkin. Setau gue di tipi-tipi juga harganya seharga motor,”

“Gue nemu di mobil gue, tau-tau ini kucing udah ada aja,”

Kucing putih, berbulu panjang, dengan mata biru, dengan gelang kaki yang lucu, benar-benar cantik. Adian menemukannya begitu saja dan dia langsung berniat merawat kucingnya.

“Kata gue, kucing ini pasti ada pemiliknya. Liat aja bulunya, buh, kucing salon ini mah,”

“Kalo ada yang nyariin, ya mana buktinya ini kucing itu orang? Ini kucing dateng sendiri ke gue berarti berharap gue yang ngerawat,”

Adian nggak perduli kucing itu milik siapa karena selama 2 minggu ini nggak ada siapapun yang datang mengaku sebagai pemiliknya. Baginya, sekarang, kucing ini miliknya dan akan dirawatnya dengan baik.
Tapi, ada yang aneh dari kucingnya. Kucing ini nggak pernah di mandikan oleh Adian atau di bawa ke salon tapi, kucing ini tetap bersih dan cantik bahkan wangi.

‘kucing yang aneh,’ Adian menggendong kucing itu, ‘bego banget yang ninggalin ini kucing’
Kemana-mana, Adian membawa kucingnya kecuali ke sekolah karena peraturan sekolah telah melarang membawa binatang kecuali binatang untuk praktek biologi saja. 

“Di,” Mama memanggil Adian, “Katty udah kamu kasih makan?”

“Oh, udah kok Ma,” kata Adian. Adian menamakan kucing temuannya Katty. 

“Nyokap lo jatuh hati juga sama ini kucing?” Joy memandang heran, “coba lo nemu kucingnya 2 kan gue kebagian,” tambahnya. Joy juga ikut menyukai kucing ini padahal, cowok satu ini sebelumnya kurang menyukai binatang berbulu, “kucing lo sumpah cantik, matanya juga kayak manusia,”

**

Hari ini, Adian buru-buru pulang kerumah tanpa mempedulikan Gita yang mengajaknya untuk nonton. Yap, di sekolah, ada seorang cewek yang mengejar-ngejarnya. Adian nggak menyukai cewek itu sama sekali.
La....la....lalalala.... handphone Adian berbunyi.
“Kenapa?” tanyanya, itu panggilan dari Joy.
“Nggak kasian sama Gita lo ini,” katanya, Adian mengerti maksud Joy, “gara-gara lo, ini anak ngomel ke gue,” tambahnya.
“Yaudah cuekin aja lagian itu cewek masih aja nggak capek,” TUP! Telefon di tutup.
Adian risih karena Gita terus mendekatinya. Dia nggak suka dengan semua tindakan Gita yang kadang berlebihan padahal, dia sudah mengatakan kalau semua yang di harapkan Gita nggak akan tercapai tapi, cewek itu tetap terus mengejarnya.
Adian tiba dirumah dan buru-buru mencari kucingnya, “Katty-Katty,” panggilnya dengan manis, “Katty,”
“Bukannya duduk di meja makan, kamu justru mencari Katty. Makan dulu,” Kata Mama, Adian menurut, “Katty sudah makan siang, tenang saja Mama merawatnya,”
Adian langsung tancap gas ke meja makan tapi, dia langsung terjatuh ketika melihat seorang perempuan duduk disana. Kedua bola mata Adian tampak takut dan langsung melangkahkan kakinya ke belakang tapi, Mama menghentikan.
“Ada apa? Bukankah gadis itu cantik?”
“Eh, em Iya Ma tapi, matanya, kulitnya, berasa kayak setan,” jelas Adian pada Mama, “cantik, banget malahan tapi, agak serem. Habisnya kok ada sih cewek secantik itu, hihi aneh”
“Sudahlah, ayo makan,” Mama menyuruh Adian makan dan Adian langsung menurut.
Ketika makan, Adian sempat melirik perempuan itu. Dia yakin usia perempuan itu sama dengannya atau lebih muda tapi, tetap saja Adian menganggapnya hantu. Entah mengapa, tubuh Adian terasa begitu gemetar takut melihat wanita itu.
“Kalian nggak akan berbincang sampai kapan?” tanya Mama, Adian diam, perempuan itu hanya tersenyum.
“Udah, Adian mau nyariin Katty,” kata Adian lalu bergegas ke kamarnya karena biasanya Katty jam segini sedang tidur. Adian memang membiarkan kucingnya tidur di kamarnya dan sulit untuk membiarkan Katty jauh dengannya.
Setibanya di kamar, Adian nggak menemukan Katty. Dia kembali ke meja makan untuk bertanya pada Mama tapi, Mama sedang menggendong Katty.
“Katty,” Adian mengangkat Katty dan di jewernya telinga Katty, kucing itu hanya bisa mengeong saja, “cewek tadi kemana Ma?”
“Mengapa kamu menanyakannya? Bukannya kamu takut?”
“Oh iya, yaudah,” lalu Adian membawa Katty keluar rumah untuk jalan-jalan.
Adian pergi ke sebuah pusat perbelanjaan yang berada di tengah kota. Dia membelikan pakaian untuk Katty padahal, beberapa hari lalu dia baru membelikannya. Selain pakaian, dia juga memberikan aksesoris kucing lainnya dan Katty benar-benar tampak cantik.
Dia nggak mengerti mengapa bisa benar-benar menyukai kucing ini padahal, sebelumnya dia lebih menyukai binatang yang ganas seperti ular. Tapi, kesukaannya pada ular nggak seperti kesukaanya pada kucing ini karena dia selalu ingin kucing ini disisinya.
“Wah kamu sering sekali membelikan kucing ini sesuatu yang cantik,” kata seorang pegawai yang bekerja menjaga tempat aksesoris binatang, “apa kucing ini milikmu?”
“Eh iya mbak,” jawab Adian, “walaupun saya cowok tapi, namanya juga jatuh cinta ya nggak bisa di larang kan?”
“Loh siapa yang melarang? Kucingmu benar-benar cantik, sepertinya kucing langka karena saya rasanya nggak pernah melihat kucing secantik ini terutama matanya dan tatapannya yang indah.”
Adian senang mendengarkan hal tersebut. ‘ternyata bukan gue yang merasa gitu, nyokap, temen-temen gue sampe ini mbak-mbak juga berpikiran sama, ckck’ wajah Adian terlihat senang. Dia keluar setelah membayar semuanya dan dia berniat mengajak Katty ketaman karena menurutnya binatang sangat suka ke taman.
“Adian,” sapa Gita saat ditaman, Adian langsung merasa pusing karena bertemu Gita, “kamu lagi ngajak kucing kamu jalan-jalan ya? Aku juga bawa anjing Aku jalan-jalan loh,”
“O,”
“Kamu sering kesini ya? Kok kamu nggak bilang sih kan kita bisa kesini bareng,” katanya memegang tangan Adian centil.
‘astaga ini cewek maunya apa coba?’ Adian menghela nafas sejenak, “Ta,” dia melepaskan tangan Gita lembut, “gue lagi nggak mau pacaran sementara waktu. Gue mau fokusin ke pertandingan gue minggu depan.”
“Habis pertandingan berarti ada niatan ya? Ye...”
“Ta, maaf kalo ini nyakitin lo tapi, gue nggak ada niatan buat deket sama lo lebih dari temen. Kita temen Ta, nggak lebih. Kalau lo mau lebih, kita bisa untuk nggak saling kenal kan?” lalu Adian pulang bersama kucingnya dan Gita menangis sambil mengomeli anjingnya.
Adian sebenarnya nggak tega untuk bicara seperti itu pada Gita tapi, dia sudah pusing dan nggak mau lagi di ganggu Gita. Baginya, cewek satu ini baik tapi, dia benar-benar nggak ada niat untuk membiarkan Gita lebih dekat atau Gita akan lebih sakit hati kedepannya.
“Menurut lo, Gita itu gimana?” tanya Adian pada kucingnya dalam perjalanan pulang, “dia baik Cuma, hati nggak bisa di paksa kan? Lo enak kucing nggak serumit itu mikirnya, lah gue, ckck,”
“Meong....meong...meong....” Katty bersikap manja ke Adian seperti kucing kebanyakan pada majikannya, “meong,”
‘Ini kucing ngerti aja kalo gue lagi pusing. Untung aja gue rawat nih kucing, nggak rugi gue’
**
Pelajaran demi pelajaran membuat kepala Adian mengepul apalagi rumus-rumusnya memusingkan tapi, mau tak mau Adian harus berusaha. Kalau nilai ujiannya hari ini jelek, nanti siang dia nggak akan konsentrasi bertanding apalagi lawannya SMA tetangga.
“Kapten basket tetangga kan si Sultan, yakin lo menang?” Joy menakut-nakuti, “sebagai sohib lo, gue mendukung tapi, mengingat Sultan terkenal ahli banget, entahlah, haha,”
“Kampret,”
Pertandingan kali ini, Adian membawa kucingnya dan di taruhnya di dekat tasnya. Teman-teman satu tim nya hanya tertawa melihat Adian yang nggak bisa lepas dari kucingnya tapi, mereka juga menyukai Katty karena kucing itu begitu cantik.
Satu demi satu poin terkumpulkan oleh SMA tetangga, Sultan benar-benar hebat dalam mencetak poin. Adian merasa nggak ada kesempatan lagi tapi, kemudian Katty mengeong seolah memberikan semangat, Adian langsung bersemangat tapi, Sultan memperhatikan Katty.
“Mati,” kata salah seorang teman satu tim Adian mengatakan seperti itu seolah mereka kalah, “nggak ada harapan,”
Wajah Adian terlihat lelah, dia terlihat sudah menyerah tapi, kemudian dia ingin melanjutkan sampai akhir karena kalah nggak masalah jika ada usaha. ‘gue nggak akan kalah memalukan!’
Di sisi lain, Sultan justru mematung memandangi Katty. Terlihat mereka melakukan kontak mata seolah Sultan ingin memakan Katty seperti daging kelinci.
Poin demi poin sekarang di peroleh timnya Adian. Mereka menang. Mereka menang. Mereka menang untuk pertamakalinya melawan SMA tetangga karena biasanya SMA tetangga lebih unggul.
“Sultan dari tadi kayak orang linglung, aneh,” kata Roy, “di awal dia sip tapi, di tengah-tengah pertandingan sampe sekarang kayak orang kesambet.”
“Udah yang penting kita menang,” Adian tersenyum lalu mengambil kucingnya dan mengusap bulu lembut kucingnya. Sesaat, Adian melihat Sultan yang aneh, nggak seperti biasanya.
Adian duduk, beristirahat setelah memenangkan pertandingan. Dia nggak merayakan kemenangan bersama yang lain karena tempat perayaannya di larang membawa binatang, Adian nggak bisa meninggalkan Katty.
“Ehem,....” Sultan mendekat. Semuanya sudah pergi, hanya tinggal Adian, Sultan, dan kucing milik Adian saja serta para semut yang lewat, “selamat atas kemenangan kalian,”
“Oh iya,” jawab Adian sambil bingung dengan tingkah Sultan. Biasanya Sultan menang dan dia akan tersenyum bangga tapi, kali ini wajah Sultan benar-benar menunjukkan kekalahannya, “kucing lo?”
“Namanya Katty, kenapa? Mau bilang kucing gue cantik, semua orang bilang kayak gitu,”
Sultan tersenyum, “boleh kapan-kapan gue minjem kucing lo?”
“Sorry bro, kayaknya nggak bisa,” kata Adian terdengar tegas, “memang untuk apa?”
Sultan tersenyum lagi, “nggak...” kemudian dia pergi begitu saja tanpa menjelaskan apapun.
**
Ketika bangun, Adian mengobrak-abrik kamarnya mencari Katty. Biasanya, pagi-pagi yang dilihatnya Katty tapi, Katty nggak ada dimana-mana.
“Ma, Mama!” Adia terlihat kesal, “mana Katty?”
“Oh, di bawa Papa ke salon. Mama meminta Papa untuk membawanya ke salon. Lagian kucing cantik-cantik Cuma di mandiin dirumah, kasian kan?”
“Kapan pulang?”
“Nanti sore,”
“Ai, ke salon kok sampe sore? Apa-apaan!” Adian kesal lalu dia pergi keluar untuk jogging.
Adian memang selalu kesal kalau ada yang membuat Katty nggak terlihat. Entah kenapa, Adian benar-benar kesulitan untuk jauh dari kucingnya.
Udara pagi di sekitar kompleks cukup sejuk walaupun suasana hati Adian sedang nggak baik. Dia melihat anak-anak bermain sepeda, remaja-remaja seumurannya jogging, kakek-kakek ada yang berjalan pelan sekali seolah belajar berjalan, dan beberapa orang membawa hewan peliharaan mereka.
“Hei...” seorang cewek menyapa Adian, “hei,” katanya lagi, Adian memandangi cewek itu dan lansung menjauh ketakutan, dia berlari, “hei!” cewek itu menarik tangan Adian, “kenapa kamu lari?”
“Eh. Elo, lo cewek yang waktu itu kan?” tanya Adian agak takut. Cewek di hadapannya benar-benar cantik, cantik sekali tapi, wajahnya sedikit pucat dan Adian agak takut dengan wajah pucat manusia karena itu tampak seperti arwah penasaran, “sorry,”
“Kenapa? Apakah Aku tampak menakutkan? Kukira, Aku cantik karena banyak orang yang mengatakan Aku cantik,”
Adian nggak enak hati dan meminta maaf, “sorry, gue nggak takut kok Cuma agak kaget aja soalnya kita kan nggak saling kenal,” jelasnya berbohong. ‘ini cewek cantik, cantik banget tapi, pucetnya ini berasa arwah. Apa gue pernah buat salah sama cewek sampe arwahnya dateng ke gue? Nggak, sumpah nggak mungkin!’
Perlahan Adian menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan dan menyingkirkan rasa takutnya, “Adian,” Adian memperkenalkan diri, “lo rumahnya di sekitar sini juga?”
“Iya, deket sama rumah kamu, deket banget malahan,” cewek itu tersenyum manis dan Adian merasa aneh karena dia merasa mengenal cewek ini. ‘apa dia salah satu mantan gue? Tapi, mantan gue nggak ada yang cantiknya kayak bidadari gini dan nggak ada mantan gue yang pucet. Apa ini cewek penyakitan?’ Adian terus berpikir, “kamu bengong ya? Ada apa?”
“Eh... ng..nggak kok, kamu olahraga juga?” cewek itu mengangguk, Adian ingin menanyakan namanya tapi, dia mengurungkan niat, “yaudah gih bareng sekalian.”
Mereka jongging bersama dan Adian benar-benar sudah menghilangkan rasa takutnya apalagi cewek ini tenang dan nggak banyak bicara seperti Gita. Bagi Adian, cewek yang banyak bicara itu memusingkan tapi, cewek yang pendiam juga mengerikan. Dia lebih suka cewek yang nggak banyak bicara tapi nggak pendiam juga, sedang-sedang saja namun harus membuatnya nyaman.
“Oh iya, kamu punya hewan peliharaan kan kalo nggak salah?”
“Iya,”
“Kenapa nggak kamu ajakin jalan-jalan. Banyak loh orang yang ngajakin hewan peliharaan mereka jalan-jalan pagi hari,”
“Biasanya juga begitu tapi, dia lagi ke salon,” jelas Adian, “lo... eh kamu juga punya?” tanya Adian, dia mengikuti cara berbicara cewek yang bersamanya, cewek itu menggeleng, “padahal rata-rata orang di kompleks ini punya hewan peliharaan.”
“Gimana kalau Aku nggak punya hewan peliharaan tapi, Aku yang jadi hewan peliharaan?”
“Ada-ada aja, ckck,”
Adian pulang bersama cewek ini. Cewek yang tadinya dikatkuti Adian ini mengatakan kalau dia ingin sarapan dirumah Adian karena masakan Ibunya Adian enak.
Dalam kepala Adian, dia bingung dimana rumah cewek ini. Rumah dikanannya nggak memiliki anak cewek barang satu saja, sebelah kiri dan depannya juga begitu. Kalau rumah-rumah yang berjarak 2 rumah dari rumahnya, anak-anaknya masih kecil-kecil, kalaupun ada, jelas itu orang keturunan Cina, berbeda sekali.
‘rumah ini cewek yang sebelah mana coba? Mana akur sama Mama pula, kapan mereka kenal?’ Adian bingung setengah mati, kepalanya di penuhi pertanyaan, ‘apa ini cewek anak yang rumahnya di ujung sana terus operasi plastik biar cantik? Aisi! ‘
Adian masih belum menanyakan nama cewek yang sekarang ada dirumahnya walaupun jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka justru menonton televisi bersama di ruang tengah. Saat Adian memandangi cewek ini, dia benar-benar merasa kenal tapi, dia lupa dimana pernah bertemu.
“Kenapa?” cewek itu memandangi wajah Adian, “kamu mikir ya kenapa kok ada cewek secantik Aku?”
“Pe-De sumpah,” Adian menjitak kepala gadis itu pelan. Entah mengapa, Adian benar-benar nyaman walaupun mereka hanya berbincang biasa sambil menonton televisi dan memakan cemilan, “sejak kapan kesal sama Mama?”
“Mau kamu sejak kapan?” cewek itu berbalik tanya sambil tersenyum manis, benar-benar begitu manis dan cantik senyumannya, “udah lama sih, sama kamu juga udah lama kenal, kamu aja yang nggak sadar,” jelasnya dengan manis.
‘ini cewek kenapa manis banget senyumnya? Terus suaranya itu, buat gue ngerasa damai. Sumpah ini cewek siapa coba? Berada di samping gue ini malaikat yang kelewatan cantik walaupun agak pucet sih’
Saat makan, tiba-tiba cewek ini tersedar dan Adian buru-buru ke dapur mengambil minuman. Adian agak heran mengapa dirinya mengambilkan minum begitu saja padahal, biasanya dia nggak mau mengambilkan minum untuk teman lamanya sekalipun. Adian terbiasa menyuruh temannya mengambil minum sendiri di dpaur tapi, kali ini kakinya melangkah begitu saja.
Ketika kembali ke ruang tengah, Adian melihat cewek itu tersenyum dan tertawa menonton tayangan televisi. Tiba-tiba hati Adian bergetar aneh dan dia nggak bisa mengontrolnya.
“Hei, kamu kenapa? Terpesona ya?” kata cewek itu blak-blakan, “eh anterin Aku ya, Aku mau beli jam tangan buat seseorang,”
“Oke,”
Mereka pergi membeli jam tangan di tempat yang biasanya di datangi Adian. Adian tahu tempat ini menjual jam tangan dengan kualitas terbaik walaupun untuk harga agak sedikit tinggi.
“Ini bagus nggak?” Adian menggeleng, “kalo ini?” Adian menggeleng lagi, “ini?” Adian tersenyum menandakan setuju dengan pilihan cewek ini. Cewek ini ke kasir untuk membayar lalu bertemu Sultan.
“Apa kabar?” tanya Sultan, “apakah buruk?” tangan Sultan memegang tangan cewek ini dengan agak kasar, matanya menatap tajam.
“Apakah Aku harus membicarakan ini denganmu?” cewek ini terlihat menantang dengan pandangan sinisnya, “apa harus?”
“Ada apa?” tiba-tiba Adian datang, “elo,” dia melihat Sultan dan langsung menarik tangan cewek ini, “kalian saling mengenal?” tanya Adian. Dari keduanya nggak ada jawaban, Adian akhirnya membayar jam tangan itu ke kasir dan membawa cewek itu keluar tapi, kemudian Sultan mengejar.
Cewek ini terus beradu pandangan sinis dengan Sultan, Adian jadi heran, “maaf,” kata Sultan pada Adian, “lo pacaran sama ini cewek?”
“Baru kenal, kenapa?”
“Nggak, walaupun kita lawan di lapangan tapi, kita teman di luar lapangan,” Sultan tersenyum penuh makna, “gue harap kita nggak jadi lawan di luar lapangan juga,” lalu Sultan pergi begitu saja.
Mereka kembali kerumah Adian. Cewek satu ini terlihat santai saja padahal menurut Adian, pandangan Sulta begitu menakutkan bagi seorang cewek seakan menandai permusuhan besar.
“Gue sama Sultan teman, apa kalian musuan?” tanya Adian.
“Nggak tau deh, kenapa? Lagian, nggak penting ah,”
Cewek ini dirumah Adian sampai jam makan malam berakhir sedangkan Adian mulai khawatir karena Papa nggak pulang-pulang bahkan memberi kabar sedikitpun, handphonenya pun mati.
Adian terus melihat jam dan terus menunggu Papa sedangkan cewek yang dari tadi dirumahnya duduk di samping Adian sambil tertidur. Dia heran mengapa cewek ini nggak pulang-pulang padahal hari sudah larut apalagi dia sejak pagi dirumahnya.
“Hei, bangun,” kata Adian, “Aku nggak tega bangunin kamu tapi, kamu cewek, kasian orang tua kamu nyariin,”
“Rumah Aku deket kok,”
“Dimana? Aku anterin ya, nggak baik cewek pulang kemaleman,”
“Dirumah kamu kan Aku tinggalnya jadi, ngapain kamu anterin?” kata cewek itu dan Adian merasa kalau cewek yang disampingnya sedang mengantuk serta ucapannya terbawa mimpi.
Beberapa menit kemudian Papa pulang, Adian langsung mencari Katty tapi, dia benar-benar terkejut ketika Katty nggak ada pada Papa.
“Papa tidak membawa Katty, Papa ada acara dengan teman-teman kuliah Papa dulu,”
“Terus Katty dimana?” tanya Adian, “dia ilang?”
“Jelas-jelas Katty sama kamu seharian ini, mata kamu masih sehat kan?” Papa memandangi cewek yang duduk manis di samping Adian. Cewek itu menyapa Papa dengan sopan dan Papa tersenyum lalu masuk ke kamar, “ai, kucing gue kemana pula! Aisi!”
Adian marah-marah nggak karuan. Dia mengubek-ubek ke dalam mobil Papa, mengubek-ubek isi rumah sambil guci-guci di periksanya, sampai toples-toples di periksanya saking dia kesalnya.
Kaki Adian melangkah ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil mencari Katty. ‘Ini orang rumah kenapa pada nggak peduli sama Katty. Nggak kayak biasanya. Gila!’  setelah menemukan kunci mobilnya, Adian keluar kamar tapi kemudian cewek yang sejak pagi bersamanya masuk dan tidur dikamarnya.
“Woy gila lo!” Adian menarik cewek itu, “keluar-keluar, bisa diamuk bokap-nyokap gue!”
“Kenapa? Biasanya juga mereka nggak marah, kamu geh nggak marah, Aku kan biasa tidur disini,” cewek itu berdiri lalu memeluk Adian, “ada apa? Kamu mau nyari Katty? Aku Katty,” lalu cewek ini berubah menjadi Katty, menjadi kucing dan lombat ke atas ranjang, “Aku Katty,” kucing itu bisa berbicara layaknya manusia.
Adian bengong dan ketika sadar, dia berlari ke kamar orang tuanya. Mereka melihat tingkah Adian yang kebingungan justru tertawa.
“Kenapa? Apa yang aneh! Adian bisa gila liat itu cewek, eh itu cewek berubah jadi Katty!”
“Memang dia Katty, Papa kira ada apa. Sudahlah, Papa dan Mama ingin istirahat. Kamu jaga saja Katty, jangan berbuat macam-macam atau menyakitinya atau hidupmu akan menjadi taruhannya,” Papa menyuruh Adian keluar.
“Tapi...”
“Sudahlah, dia benar-benar Katty.” Mama pun ikut menyuruh Adian keluar.
Adian kebingungan, dia akhirnya memilih tidur di ruang tamu sendirian.
**
Langkah kaki Adian gontai seperti orang mabuk tapi dia sadar. Anak-anak memandanginya karena sepanjang koridor di langkahi Adian dengan sangat aneh.
“A... Adian,” Gita menyapanya, “kamu kenapa?” kali ini Gita mulai berubah. Dia mulai menjaga jarak dengan Adian bahkan, Gita sudah nggak menelfon Adian lagi sejak ucapan Adian beberapa waktu lalu.
“Apa? Lo mau buat gue gila juga!” bentak Adian, Gita kaget dan langsung meninggalkan Adian.
Sepanjang jam pelajaran berlangsung, Adian seperti orang kesambet setan. Dia terus mematung dan begong sampai sabahatnya, Joy pun bingung.
Beberapa kali, Adian sempat di tegur guru karena bengong di saat KBM berlangsung tapi, ada juga guru yang menyarankannya untuk ke UKS saja.
“Pantesan tadi pagi lo dianter bokap lo, lo sakit bro?” tanya Joy, Adian diam, “kalo lo nyetir dalam keadaan begini, bisa langsung ke UGD pula.” Tambahnya tapi Adian tetap diam nggak mengeluarkan sepatah kata pun.
Bel berbunyi, Joy berniat memberi tebengan pada sahabatnya tapi, Joy melihat mobil Adian sudah ada di depa gerbang sekolah.
“Bokap lo apa nggak nyokap lo noh jemput, mobil lo di depan,” beritahu Joy, Adian tetap diam, “lo nggak lagi gila kan? Lo cowok bro, jangan begini woy!”
“Gue ngeliat setan, bukan tapi siluman, bukan tapi jin, shit!” kata Adian, Joy bingung karena sekalinya bicara, Adian berkata aneh.
Joy mengantarkan Adian ke depan gerbang karena dia khawatir kalau sahabatnya itu benar-benar sakit. Bagaimana pun mereka sudah bersahabat sejak TK jadi, dia tahu kalau tingkah Adian kali ini adalah untuk pertamakalinya.
“Hei,” seorang cewek keluar dari dalam mobil, “kamu kok lama sih? Aku kan nungguin kamu, huhu, capek tau,” dia menarik tangan Adian lembut, Joy masih bingung dan kaget.
“Lo pacarnya Adian?” tanya Joy, ‘ini cewek cantik, sumpah cantik banget ngelebihin artis, matanya juga cantik’ kata Joy dalam hati, “eh sorry, lo pacarnya Adian?”
“Nggak tau juga, terserah Adian mau nganggep Aku apa yang jelas dia udah ngerawat Aku selama ini,”
“Hah?” Joy kebingungan tapi, kemudian cewek itu membawa Adian bersamanya.
**

Sebenernya cerpen ini belum selesai tapi gue kehabisan ide, jadi yaa gak jelas mau di bawa kemana ini cerpen DAN kenapa tulisannya berantakan? Karena gue males ngeditnya wo_o


:) :) :)


-          Adian
-          Joy
-          Gita
-          Katty
-          Sultan
-          Linda

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...