Rabu, 08 Mei 2013

Arwah Amatiran (CERPEN) oleh Aula Nurul M



Arwah Amatiran
Li An nggak pernah tau apa yang akan terjadi pada hidupnya di masa depan, yang dia tahu hanya apa yang terjadi pada masa lalunya. Baginya, masa depan adalah sebuah rahasia yang nggak boleh dia pertanyakan sama sekali atau hasilnya akan membuat kepalanya sakit.

“Li An...” seseorang memanggil-manggil namanya dari belakang tapi, Li An nggak mau menengok, dia terus saja berjalan di koridor sekolah, “Li An, Li An,” suara itu terus memanggilnya tapi, dia tahu tentang suara itu, suara yang orang lain nggak bisa mendengarnya.

Angin mendekati Li An, mendekati lehernya lalu terlinganya dan berbisik aneh. Li An sadar itu terjadi pada dirinya tapi, dia terus berjalan seolah dia nggak merasakan apa pun. Dia ingin dirinya nggak mengetahui apa pun sehingga dia nggak harus melakukan apa pun dan nggak berpikir apa pun.

Tapi, suara itu makin lama makin membuat Li An gerah, dia ingin membuat suara itu diam. Li An membalikkan badannya dan di lihatnya sesosok wanita cantik berpakaian SMA. Li An memberi kode pada wanita itu untuk ke gudang sekolah agar semua orang di sekolah nggak memandang Li An gila.

“Apa yang kamu inginkan?” tanya Li An, “Aku lelah terus-terusan berurusan dengan mahluk sejenismu, Aku lelah!”

“Aku nggak akan menyusahkanmu. Aku hanya ingin berteman denganmu. Bagaimana?” wanita yang usianya sudah ratusan tahun ini memandang Li An. Li An tahu wanita ini adalah arwah yang nggak mau pergi ke alam baka, “bagaimana karena, kupikir berteman denganmu menyenangkan.”

“Hanya itu saja?” tanya Li An, wanita itu mengangguk, “Oke, namaku Li An, kamu Ana kan?” wanita itu mengangguk lagi, “mari kita berteman tapi, jangan bicara denganku di saat ramai. Aku nggak berniat untuk membuat diriku di anggap sinting oleh seisi sekolah.”

**

Li An nggak menghabiskan sarapannya pagi ini, dia terburu-buru karena jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi yang jelas dia tahu kalau dirinya akan terlambat apalagi Jakarta macetnya minta ampun.

“Hei,” Ana menyapanya ketika Li An menunggu bis, “Kau akan terlambat,” ucapnya, Li An hanya diam dan nggak merespon ucapan Ana, “bukankah kamu menyukai Tobi?” tanya Ana, Li An tetap diam nggak tergoda untuk bicara, “harusnya kamu berangkat ke sekolah bersama Tobi, sepertinya dia juga menyukaiku.”

Satu bulan ini, Li An terus diikuti Ana karena dia menerima Ana hadir di hari-harinya. Li An senang karena Ana termasuk Arwah yang baik dan nggak menyusahkannya tapi, ucapan Ana terlalu membuat Li An sedikit sakit kepala.

“Yah, Pak, please, janji deh nggak terlambat lagi,” kata Li An memohon pada seorang guru yang sedang memarahi siswa-siswi yang terlambat, “seriusan, janji deh ketemu hantu kalo saya terlambat lagi.”

“Kamu bicara seperti itu karena kamu nggak takut sama hantu, ckck,” Ana menggelengkan kepalanya.
Li An berhasil masuk ke kelasnya setelah mendapat ceramah panjang serta hukuman. Seisi kelas memandangnya tertawa tapi, seorang cowok bernama Tobi hanya tersenyum kecil tanpa menertawakan.

“Kenapa terlambat?” tanya Tobi ketika Li An duduk, mereka duduk bersebelahan, “lo begadang?” Li An menggeleng. Hari ini Li An terlambat karena harus memarahi seorang hantu gila yang tersesat di rumahnya tapi, itu bukan Ana tapi arwah-arwah lainnya. Bagi Li An kemampuannya dapat berbicara, melihat, dan berinteraksi dengan mahluk di alam lain cukup menyebalkan karena dia merasa terbebani, “lo ngelamun?”

“Eh em....” Li An tertawa pada Tobi, “haduh, muka gue jadi kusut ya?”

“Biasa aja,” Tobi membantu Li An mengeluarkan buku pelajaran, “coba tadi lo sms gue jadi kan nggak perlu nunggu bis,”

“Kelupaan,”

Pelajaran demi pelajaran Li An ikuti sampai jam terakhir dan kali ini, Li An mendapat tawaran dari Tobi untuk di antarkan pulang. Awalnya Li An menolak tapi, akhirnya menerima tawaran Tobi. Penolakannya tadi hanya basa-basi.

**
“Mama!” Li An berteriak-teriak, “Ma!” lagi dan lagi sehingga Mama langsung ke kamar Li An, “liat geh Ma liat!” Li An menunjuk sesosok arwah yang berdiri di sudut kamarnya, “ini arwah nggak sopan banget masuk ke kamar Aku terus diem melulu kayak patung. Mama urus geh!”

Keluarga Li An memang memiliki kelebihan seperti halnya Li An karena sudah turun temurun tapi, hanya Li An lah yang memiliki kemampuan paling tinggi sehingga para arwah mendatanginya seperti tertarik magnet.

“Kalau dia tidak mau bicara, biarkan saja berdiri di kamarmu. Anggaplah dia patung yang kamu beli,” kata Mama lalu keluar kamar Li An, “Mama akan kepasar,”

Li An memanggil-manggil Ana tapi, Li An ingat kalau Ana sedang jalan-jalan bersama para arwah lainnya. Agak aneh juga kalau arwah bisa berekreasi dengan santai.

“Hei Kau!” Li An berdiri lalu mencubit pipi arwah aneh tersebut, “kau bukan arwah yang bisu kan? Setahuku arwah nggak ada yang bisu!” Li An mencubit lebih keras, “hei!”

“Aku adalah arwah baru,” kata arwah tersebut, “ini agak aneh,” ucapnya, “Rio,” dia memperkenalkan diri pada Li An, “kamu manusia?”

“Arwah satu ini benar-benar amatiran!” kata Li An lalu dia menggelengkan kepalanya dan meninggalkan arwah tersebut di kamarnya.

Li An nggak mau capek-capek menjelaskan tentang dunia arwah pada arwah baru seperti Rio karena itu bukan tugas Li An. Li An hanya merasa kalau tugasnya menjawab pertanyaan para arwah tanpa menyusahkan dirinya.

“Hei,” Rio mengikuti Li An ke dapur, “Aku masih ingin tinggal di dunia tapi, mengapa ada beberapa arwah yang nggak menyapaku ketika Aku menyapa mereka?” tanyanya, Aku nggak menjawab. Rio ini bodoh sekali, arwah itu sama dengan manusia, ada yang baik, ada juga yang jahat, dan ada yang cuek, “oh iya, mengapa kamu bisa bicara dengan arwah?”

“Karena Aku memiliki kelebihan.” Jawab Li An karena dia merasa pertanyaannya pantas untuk dijawab, “oh iya, Aku memiliki teman yang arwah juga. Namanya Ana, dia arwah yang ada di sekolahku. Kamu bisa beteman dengannya.”

“Hm. . .”
**

Tobi mengirimkan sms pada Li An kalau dia akan menjemputnya pagi ini. Tanpa menolak, Li An langsung mengiyakannya, dia benar-benar senang kalau Tobi menjemputnya yang berarti dia bisa lebih dekat dengan Tobi.

“Cie kapan yaa jadian,” goda Ana, “Aku akan setia menunggu kalian jadian, haha,” Ana tertawa cekikikan, “Tobi lama sih nembaknya.”

“Kamu nggak kesekolah? Kamu kan arwah sekolah, ckck,” kataku pada Ana tapi dia memberi kode kalau hari ini dia akan bersantai di rumahku. Rumahku ini sudah seperti rumahnya dan Mama nggak keberatan toh dia arwah jadi nggak menghabiskan makanan. Haha, selain itu, Arwah bernama Rio juga masih dirumahku sampai dia benar-benar mengerti kehidupan para arwah, “Rio, kamu bisa bertanya pada Ana tentang arwah.”

“Padaku? Mengapa aku?” Ana terlihat nggak setuju, “menyusahkan sekali!”

Rio benar-benar membuat Li AN dan Ana susah. Seharian ini dia terus saja bertanya tentang dunia para arwah tapi, baik Li An atau pun Ana nggak ada yang memberitahunya. Sebenarnya, Li An ingin bicara tapi, pikirannya sedang nggak ingin berbincang-bincang para arwah baru.

“Hei Tob,” kata Li An ketika dia keluar rumah dan langsung menemukan sosok Tobi di depan pintu rumahnya, “maaf yaa kalo lama, maaf banget ini mah.”

“Harusnya gue bisa sarapan di kantin tapi, rasanya sampe istirahat pertama harus nahan laper.” Ucap Tobi, Li An merasa bersalah. Li An kembali membuka pintu karena Ana memanggil-manggil namanya.

“Ini...” Ana memberikan kotak makan milik Li An, “buat Tobi sarapan, oke?” arwah satu ini benar-benar mendukung hubungan Li An dengan Tobi. Baginya, kedua manusia tersebut saling menyukai hanya saja belum ada waktu yang tepat.

**
Tobi menunggu Li An di ruang tamu, malam ini mereka akan makan malam bersama dalam rangka perayaan hari jadi mereka yang keempat bulan.

“Sayang, nggak nyangka ya kita udah jalan 4 bulan?” ucap Li An, Tobi hanya tersenyum kecil, “kamu kenapa?”

“Kok agak merinding ya disini. Apa ada setannya?” tanya Tobi, Li An melihat Ana sedang memperhatikan Tobi, “sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja.”

4 bulan lalu, Tobi akhirnya menyatakan cinta pada Li An. Hubungan mereka terbilang mengejutkan karena seisi sekolah memprediksi mereka jadian nggak secepat itu. Namun, cinta memang nggak pernah terduga dan nggak ada yang pernah menyangkanya.

“Kamu serius?” tanya Li An ketika Tobi melingkarkan cincin perak di jari manis Li An, “Aku nggak pernah menyangka sebelumnya.”

Hubungan mereka selalu baik-baik saja, nggak pernah ada masalah atau keributan apapun. Keduanya saling mengerti dan memahami sifat masing-masing.

“Belakangan ini, Aku merasa takut kehilangan kamu,”

“Benarkah?”

“Ya, seperti itulah yang terjadi.”

**
Rio sudah mulai mengerti dunia arwah, dia sudah nggak tinggal lagi di rumah Li An. Arwah satu itu telah menikmati hidupnya sebagai arwah dan melupakan semua kebingungannya saat pertamakali menjadi arwah.

“Ana,” kata Li An pada Ana, “apakah kamu merasa kalau hubunganku dengan Tobi akan baik-baik saja?”

“Mungkin,” jawab Ana, “tapi, Aku yakin kalau kalian saling menyayangi.” Ana tertawa cekikikan, “oh ya, mengenai Rio, bukankah dia menyukaimu?”

“Ya, Aku tahu itu,” kata Ana. Li An tahu kalau Rio mulai menyukainya sejak mereka pertamakali kenalan tapi, dunia mereka sudah berbeda, alam mereka sudah berbeda, cara hidup mereka pun sudah berbeda, Li An nggak pernah berniat menjalin cinta dengan banyak perbedaan yang gila terlebih, disisinya sudah ada Tobi.

Ana bernyanyi di kamar kosong rumah Li An. Dia memang suka bernyanyi, suaranya pun kadang terdengar oleh siswa yang melewati gudang sekolah Li An tapi, sekarang dia dirumah Li An. Kalau pun ada yang mendengar, itu nggak akan pernah jadi masalah.

“Ana. . .” Rio tiba-tiba datang seperti arwah yang sudah professional, “kamu melihat Li An?”

“Kenapa? Ada apa mencarinya? Kalian berbeda,” ucap Ana, “berteman saja sudah lebih dari cukup. Jangan menyakiti dirimu dan dirinya, dia butuh ketenangan,” tambahnya dengan nada agak menyindir.

“Aku hanya ingin pamitan,” kata Rio, “Aku akan pergi ke alam yang sebenarnya,”

“Hah! Baiklah! Menyusahkan sekali!” Ana sedikit kesal lalu membawa Rio pada Li An yang sedang menenangkan diri di ruang bawah tanah.

Li An terlihat sangat tenang. Dia menarik-menghembuskan nafasnya secara teratur, “kalian menggangguku saja,” kata Li An yang menyadari kedatangan kedua arwah menyebalkan, “ada apa?” Li An membuka matanya.

Udara terasa begitu dingin dan Ana berdiri dengan manis sedangkan Rio, dia mendekat pada Li An, “Aku menyukaimu, sangat menyukaimu, bahkan rasa ini lebih besar ketika Aku menjadi seorang manusia,” jelas Rio, “tapi Aku sadar kita berbeda dunia, “sangat berbeda,” Rio lebih mendekat lagi, “Aku ingin kembali pada alamku yang sebenarnya.”

“Kamu ingin di sisi Tuhan?” tanya Li An, “baiklah, itu pilihanmu dan kuharap, kamu nggak akan merindukanku.” Li An tersenyum lalu memeluk Rio, “pergilah, Aku yakin kamu akan tenang di alam sana,”

Angin kencang datang mendadak, Li An mengerti. Beberapa saat kemudian Rio menghilang tanpa bekas, Li An paham sekali, “anak satu itu benar-benar amatiran, ckck.” Ana tertawa, “hei, kamu tahu nggak kalau ada manusia lain selain dirimu disini?” Li An memandang bingung, “Tobi...”

“Sayang. . .” Tobi mendekati Li An, “ternyata benar tentang rumor itu kalau kamu bisa berbicara dengan hantu tapi, Aku nggak suka,” tambahnya, “bagaimana kalau hantu-hantu itu menggodamu seperti hantu yang tadi?”

“Maaf, Aku nggak tau kalau dia masuk ke ruang bawah tanah,” kata Ana lirih lalu menghilang layaknya arwah. Di ruang bawah tanah ini, manusia yang nggak memiliki kemampuan pun bisa melihat hantu-arwah dan sejenisnya.

“Untung kamu nggak tergoda,” Tobi memeluk Li An, “lain kali kamu harus menjaga jarak dengan hantu berjenis laki-laki.

“Oke,”

TAMAT

follow twitter @Aulanurul atau klik disini



Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...