Kamis, 31 Januari 2013

Tutup Mata Gizi Anak Indonesia (Essai)



Esay




Gizi! Mungkin kata ini sudah tidak asing lagi bahkan untuk anak umur lima tahun sekalipun. Atau bisa jadi anda akan menoleh sejenak lalu pergi kembali ketika anda merasa itu bukan hal penting. Ya, bagi saya itu wajar. Semua orang sudah tahu apa itu gizi sejak mereka mulai berinteraksi dengan masyarakat. Namun, tahukah anda jika hal yang dianggap penting ini sering dicampakkan dari pikiran anda? Anda selalu berpikir itu hal biasa tapi, anda tidak tahu bahwa anda sama sekali belum mendalaminya.

Entah apa yang terjadi? Semenjak peristiwa kemerdekaan dan Indonesia lepas dari penjajah, anda pikir Indonesia benar-benar bebas. Bila dilihat, secara sah Indonesia sudah bebas dari penjajahan tapi, fakta yang terjadi tidak menunjukkannya. Seharusnya kemerdekaan ditunjukkan melalui keadaan masyarakat yang damai tanpa jutaan permasalahan. Harusnya seperti itu tapi, negara ini belum sepenuhnya merdeka.  

Tidak perlu disinggung lagi bagaimana keadaan Negara kita sekarang ini. Anda menutup mata, mungkin saya juga atau bahkan semua orang penutup mata. Kita sadar pentingnya gizi tapi, lihatlah bagaimana keadaan masyarakat yang kekurangan gizi. Ya, rata-rata masyarakat yang kekurangan gizi berasal dari kalangan tidak mampu. Namun, tidak menutup mata juga jika mereka bisa menjaga gizi terutama pada balita mereka jika tahu pentingnya gizi.

Dalam konfrensi pers yang diselenggarakan oleh Koalisi untuk Indonesia Sehat mengenai kampanye "Pentingnya Gizi Anak" dr. Dini Latief MSc, dari Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkeskesos mengatakan, meski prevalensi gizi buruk sudah menurun, dari 8,1 persen dari 1,7 juta balita yang menderita gizi kurang pada tahun 1999 menjadi 7,5 persen pada tahun 2000 berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) namun jumlah nominalnya masih terhitung tinggi, yaitu 160.000 balita. Jumlah itu belum termasuk anak-anak yang menderita kekurangan gizi mikro, yaitu zat besi, yodium dan vitamin A yang menyebabkan kekeringan selaput ikat mata karena kekurangan vitamin A.

Masalah gizi mikro, terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml, yang berarti memiliki risiko tinggi untuk munculnya kembali kasus xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.

Kronisnya masalah gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting <-2 SD). Masih sekitar 30-40 persen anak balita di Indonesia diklasifikasikan pendek. Tingginya prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita, berdampak juga pada gangguan pertumbuhan pada anak usia baru masuk sekolah. Pada tahun 1994 prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 6-9 tahun adalah 39,8 persen dan hanya berkurang sebanyak 3,7 persen, yaitu menjadi 36,1 persen pada tahun 1999.

Dr. Dini menegaskan "Gizi kurang, gizi buruk dan gangguan akibat kekurangan gizi mikro bisa mengganggu tumbuh kembang anak dan berpotensi menyebakna lost generation atau generasi yang tidak mampu bersaing di masa depan."
Sedangkan menurut Prof. Dr. dr. Ascobat Gani MPH dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 80 persen proses pertumbuhan otak terjadi sejak janin sampai anak berusia dua tahun.

Kita semua tahu gizi amat penting bagi generasi penerus bangsa tapi, kemana saja kita hingga sebesar itu masyarakat kekurangan gizi terutama anak-anak. Bukankah sama saja Negara ini belum merdeka? Negara ini dijajah dengan kekurangan gizi yang begitu besarnya dan sampai sekarang belum mampu teratasi.

Pada balita dan anak-anak adalah awal pembentukan gizi untuk masa depan mereka. Bukan hanya balita yang lahir dari kalangan tidak mampu tapi, dari kalangan mampu pun bisa terkena kurang gizi. Mungkin tidak sampai terjadi gizi buruk tapi tetap saja balita tersebut mendapat kekurangan gizi. Hal itu terjadi akibat pemberian asi yang kurang. Ibu-ibu zaman sekarang sudah sangat pintar sehingga memberikan pengganti asi dengan susu formula. Pintar sekali rasanya sampai mereka mengalihkan pemikiran bahwa asi lebih baik. Mungkin dapat dipahami jika alasan-alasan tersebut muncul karena asi mereka tidak keluar atau mereka mengidap penyakit yang dapat mempengaruhi bayi. Namun, bagaimana jika dengan alasan sibuk? Tidak ada waktu? Atau bahkah mencari praktis? Pintar sekali bukan?

Anda pasti sudah menemukan berbagai kasus seperti itu, bukan? Kita dapat menjumpainya dimana-mana terutama di kota-kota besar. Balita yang kekurangan gizi karena lahir dari keluarga miskin. Balita yang kekurangan gizi karena ibu mereka tidak memberi asi. Dan berbagai kasus lainnya. Begitu banyak hal yang ada dipandangan kita tapi, kita buta! Kita berusaha membutakan mata dengan hal itu! Berusaha untuk tidak melihat!

Pemerintah sudah berusaha untuk mengurangi kekurangan gizi anak Indonesia dengan berbagai cara. Namun, hal itu tidak akan terselesaikan jika tidak ada gerakan masyarakat untuk menyelesaikannya. Jadi, pemerintah dan masyarahat harus bisa bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan gizi di Indonesia. Masyarakat tidak bisa menyalahkan pemerintah dan pemerintah juga tidak dapat menyalahkan masyarakat dalam kasus ini. Anda, saya, kita, dan semua orang harus bersama-sama untuk memerangi penjajahan ini! Penjajahan kekurangan gizi di Indonesia.

Oleh : Aula Nurul Ma’rifah
SMA N 13 BandarLampung
PLKTI – no anggota 19



Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...