Selasa, 08 April 2014

NEW Cerpen - Belum ada judul - masih berantakan

Nama Tokoh
Calvin
Ardell
Alan
Ernest
Lucia
Zeas/Zeus




Ernest menahan amarahnya. Sedapat mungkin ia harus mengatur hatinya disetiap langkahnya ke kelas. Kakinya terus berjalan seolah tidak ada apa-apa yang terjadi disepanjang koridor yang dilewatinya.

'Apakah ini benar? Aku tidak tahu. Jika ini benar, aku akan baik-baik saja. Dan, kalau pun aku salah, aku tetap akan baik-baik saja. Mereka tidak mengerti, bahkan aku pun tidak mengerti. Aku hanya menjalani sesuatu yang memang dihadiahkan untukku'

Sebelum ke kelas, ia masuk ke ruang seni sekolah. Seperti biasa, tidak ada siapa pun sepagi ini diruangan itu. Hanya ada dirinya yang kini memandang sebuah lukisan.

'Aku ingat lukisan ini. Ini lukisan pertamaku yang dapat dinikmati mata. Aku ingin ketempat itu. Aku tidak hanya ingin melihatnya dari lukisan ini saja,'

Ia melukisakan sebuah tempat yang selalu menjadi impiannya sejak lama. Ia ingin mengunjungi tempat itu tapi, ia tidak ingin sendiri. Ada seseorang yang ingin diajaknya namun, ia pun tidak tahu orang itu siapa.

Cukup lama Ernest di dalam ruang seni sampai-sampai ia tidak mendengar bel masuk. Ia baru sadar setelah seorang petugas kebersihan menegurnya.

"Nest," Ardell menyapanya, "lo dari mana aja?"
"Biasa, ruang seni,"
"Pasti ngeliatin lukisan lo itu kan? Sebentar lagi kita lulus sekolah, pasti lo bakal sedih karena bakal jarang ke ruang seni sekolah kita,"

Anak-anak memandang Ernest. Sejak beberapa minggu lalu, mereka terus saja membicarakan Ernest tanpa henti. Setiap detik ada saja hal-hal buruk yang diberitakan tentangnya. Hal itu tentu saja menyakitkan namun Ernest tidak bisa marah karena ia pun tidak bisa menjelaskan apa-apa pada mereka.

"Udah lagi. Apa yang mereka bilang anggep aja kenyataan kan bagus juga buat lo,"
"Apa coba yang bagus? Mereka nge-gosip kalau gue sama Calvin itu udah tunangan. Mereka juga bilang kalau gue ini jahat gak ngundang ke acara pertunangan itu. Dan, lebih parahnya, mereka ngira gue sok gak mau ngaku karena mau nyari yang lebih dari Calvin. Mereka bilang gue ini cewek yang beruntung tapi sombong. Dan, mereka nulis banyak hal negatif tentang gue di social network. Oke! Bukan itu aja. Mereka nulis hal buruk tentang gue di mading! Mading!"
"Ya mereka kan pada fansnya Calvin. Wajar dong mereka jadi anti-fans lo," Ardell tertawa senang, "mereka iri atau cemburu lah intinya,"

Ernest mengerti hal itu tapi menurutnya, itu berlebihan. Membuat berita yang tidak benar seperti ini terlalu berlebihan. Ia ingin mengatakan jika semua hal yang mereka tahu berbalik dengan kenyataannya namun Calvin yang terus menempel padanya membuatnya tidak bisa melakukan itu semua.

Pelajaran demi pelajaran dilalui Ernest dengan tenang. Ia siswi cerdas di sekolah ini bahkan berbagai pernghargaan telah didapatkannya. Setiap orang yang melihatnya, mereka akan mengatakan jika Ernest gadis yang sempurna, tidak ada kekurangannya sedikitpun. Apalagi gosip yang menyebar tentang hubungannya dengan Calvin membuatnya terlihat lebih sempurna. Namun berbalik dengan mereka, bagi Ernest tidak seperti itu.

Didepan kelas XII A2, Calvin sudah menunggu keluarnya Ernest dari kelas. Seperti biasa, ia dan Ernest akan pulang bersama. Beberapa pasang mata terutama dari para siswi golongan penggemar Calvin langsung memandang sejuta perang pada Ernest ketika Ernest keluar dari kelasnya dan Calvin langsung memegang tangannya lembut.

Tentu saja, mereka cemburu, mereka iri. Mereka cemburu karena Calvin dimiliki orang lain dan mereka iri karena gadis yang memiliki Calvin adalah gadis yang sempurna dimata mereka.

"Hei! Gue laper!" Ernest marah-marah ketika Calvin melarangnya makan, "gue laper!" ia mulai naik darah. Ia tidak suka ketika Calvin menghabiskan begitu saja makanan pesanannya, "mau lo apasih!"

Calvin nyengir-nyengir. Ia lalu memesankan sebuah makanan yang tidak pedas untuk Ernest, "kata dokter, lo gak boleh makan pedes. Simpel kan?" Ernest langsung merengut. Ia tidak bisa berkata apa-apa, "kalo lo gak mau makan apa yang udah gue pesenin, kita pulang,"

Dengan terpaksa, Ernest menghabiskan makanannya. Ia benar-benar harus menahan emosi setiap bersama Calvin. Baginya, Calvin adalah malaikat dari neraka yang siap memakannya kapa saja. Ia tidak mengerti mengapa ada mahluk seperti Calvin.

Ia teringat ketika tahun lalu Calvin pindah ke sekolahnya dan menjadi idola baru sepenjuru sekolah. Ia benar-benar sangat ingat hal itu. Dan yang paling diingatnya ketika Calvin memperkenalkan diri bukan hanya sebagai siswa pindahan tapi sebagai pacarnya. Ia sangat kesal jika mengingat hal itu apalagi Calvin tidak satu kelas dengannya jadi dengan leluasa, Calvin bisa bicara seenak hati didepan orang lain.

"Lo inget pertamakali dateng ke sekolah gue, gara-gara lo semuanya jadi kacau,"
"Kan bagus gue pindah ke sekolah lo biar kita makin lengket," ia mencubit pipi Ernest, "dari kecil, lo kan nempel ke gue mulu jadi apa salahnya gue yang balik nempel ke lo? Bener kan?"
"Iya tapi gara-gara lo, gak ada cowok yang deketin gue. Semua cowok ngira, gue itu pacar lo bahkan sekarang tunangan,"
"Cuma itu aja kan?"

Tangan Ernest sudah gatal ingin mencakar pipi Calvin tapi sangat menyayangkan baginya jika merusak wajah Calvin yang cukup langka. Dulu, ada disisi Calvin setiap saat adalah hal terbaik. Disisi Calvin sangat menenangkan dan tidak ada sedikit pun gangguan. Namun kini, semuanya terasa berbeda. Ia ingin memiliki pacar. Ia ingin ada seorang anak laki-laki dekat dengannya. Keberadaan Calvin benar-benar sangat menyulitkan baginya mendapatkan seorang pacar.

"Calvin," wajahnya mulai menunjukkan ekspresi memohon, "gue mau punya pacar. Gue iri sama temen-temen yang lain. Mereka bisa diperhatiin pacar mereka, jalan bareng pacar mereka, nah gue? Coba liat gue sekarang?"
"Lo mau diperhatiin? Gue udah merhatiin lo. Mau jalan? Bukannya hampir tiap hari kita jalan bareng?"
"Tapi beda. Beeeedaaaa," pertegasnya, "sangat beda," hidungnya mengembang, "Calvin," ia merengek, "cariin gue pacar deh kalo gitu. Lo kan punya banyak temen di komunitas anak muda tuh, kenalin gue ke mereka. Selama ini, lo gak pernah ngenalin gue ke mereka. ya ya ya,"

Calvin menjitak kepala Ernest, "gue akan ngenalin lo ke mereka. Tenang aja,"
"Beneran?"
"Iya, sebagai pacar gue,"

Ernest lagi-lagi menahan emosinya. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya memiliki seorang pacar jika semua orang yang dikenalnya mengenal Calvin. Calvin membuatnya benar-benar sulit.

"Yaudah deh. Iya!" Ernest beranjak, "lama-lama kepala gue sakit mikirin pacar mulu. Mending kita nonton, yuk," ia menarik tangan Calvin, "lo harus traktir gue. Oke?"
"Hm,"

**

Ernest melempat barang-barangnya keluar kamar. Ia tidak suka barang-barang itu ada dikamarnya. Mama yang melihat tindakan Ernest langsung melarang Ernest melakukan hal itu.

"Tapi Ma, itu mengertikan!"
"Itu hanya boneka,"
"Mama! Mama kan tau, aku gak suka boneka! Itu seperti monster!"

Mama tertawa kecil, "Calvin yang membawa boneka itu. Ia mengatakan jika Mama harus tertawa ketika melihat ekspresimu,"
"Apa?" Ernest benar-benar harus menahan emosinya, "Mama membiarkan Calvin meletakkan boneka dikamar ini? Ma, Mama kan tau aku gak suka boneka,"
"Calvin juga tahu hal itu,"

Mama membereskan semua boneka itu dengan sedikit tawa. Ia tahu putrinya tidak membenci boneka-boneka tersebut tapi putrinya takut melihat banyak boneka.

'Apakah kamu sadar jika Calvin melakukan hal ini karena ingin melihatmu menyadari perasaannya padamu?  Kapan kamu akan menyadari perasaan Calvin,'

Wajah Mama terlihat lelah. Mama benar-benar tidak habis sangka mengapa putrinya tidak pernah menyadari keberadaan Calvin yang menyukainya sejak lama. Bahkan, Mama yang melihatnya pun sangat menyadari hal tersebut.

"Ma, Calvin mau daftar universitas yang itu kan Ma?" Mama mengiyakan, "baiklah. Mama gak akan memaksa aku masuk ke universitas itu kan?"
"Baiklah, Mama tahu apa yang ada dipikiranmu,"

Ernest tersenyum puas. Ia langsung membayangkan jika ia akan mendapatkan teman-teman baru yang mana Calvin tidak akan ikut mengenal mereka. Itu akan sangat menyenangkan.

'Bukan gue gak mau deket sama Calvin tapi gue bener-bener pengen kenal dunia lain yang gak selalu ada Calvin. Gue pengen dapet pacar. Titik. Kalau Calvin terus dan terus nempel, semua orang tetep akan ngira dia pacar gue. Bener-bener gak seru,'

Ia mengunci kamarnya dan menyiapkan aplikasi untuk mendaftar disebuah universitas tanpa diketahui orang tuanya. Ia benar-benar ingin kuliah ditempat yang berbeda dengan Calvin. Kalaupun ia harus ke luar negeri, ia akan melakukannya hanya saja, uangnya tidak cukup untuk pergi kesana.

**

Ardell tertawa lepas melihat tingkah Ernest yang sengaja ingin kuliah ditempat lain. Ia justru mengatakan seharusnya Ernest berharap jika nanti tumbuh cinta diantara ia dan Calvin. Mereka cocok. Sangat cocok. Bahkan amat cocok.

"Dipandang mata, gue sama Calvin memang cocok tapi duh, gue sama tuh mahluk planet bener-bener gak ada cinta. Sebatas sahabat. Dan, gue itu pengen punya pacar yang romantis bukan pacar yang selalu ngelarang-larang gue ini dan itu,"
"Tapi kan itu demi kebaikan lo."
"Ya tapi caranya dia itu ngelarang bener-bener maksa. Maksa. Dan dia itu manfaatin bokap gue yang galak supaya gue juga nurut sama dia. Gak asik banget. Sumpah,"
"Ah, justru lo yang gak asik. Lo mah susah banget ngertinya,"



DILANJUTKAN BESOK! OKE!

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...