Selasa, 24 Juli 2018

Teori W. Arthur Lewis



Transformasi struktural suatu perekonomian subsisten dirumuskan oleh seorang ekonom besar yaitu W. Arthur Lewis. Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi diantara kedua tempat tersebut. Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern yang pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.[1]

Menurutnya perekonomian suatu negara terbagi dua yaitu Perekonomian Tradisional (di pedesaan) yang menitikberatkan pada sektor pertanian dan Perekonomian Modern (di perkotaan) yang menitik beratkan pada sektor industri.[2] Dalam terorinya terdapat model dua sektor Lewis antara lain: 

a. Perekonomian Tradisional
Dalam teori ini Lewis mengasumsikan bahwa di daerah pedesaan dengan perekonomian tradisional mengalami surplus tenaga kerja perekonomian tradisional dimana tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsisten.[3] Nilai produk marginal dari tenaga kerja bernilai nol. Artinya, fungsi produksi pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya hukum law of diminishing return. Kondisi ini menunjukkan bahwa penambahan input variabel, dalam hal ini tenaga kerja justru akan menurunkan total produksi yang ada. Di sisi lain, pengurangan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor pertanian tidak akan mengurangi tingkat produksi yang ada, akibat proporsi input variabel tenaga kerja yang terlalu besar.[4]

Hal ini diakibatkan kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut di tarik dari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya.[5]

b. Perekonomian Industri.
Pada perekonomian ini terletak pada perkotaan modern yang berperan penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang di transfer sedikit demi sedikit dari pedesaan sehingga penambahan tenaga kerja pada sistem produksi yang ada akan meningkatkan output yang diproduksi.[6]

Perhatian utama dari model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output pada sektor modern tersebut.[7]

Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (selft-sustaining growth) dan perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diatas diasumsikan akan terus berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis oleh sektor industri. Selanjutnya, tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal tersebut akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Transformasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan perekonomian itu pun pada akhirnya pasti beralin dari perekonomian pertanian tradisional yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang berorientasi kepada pola kehidulan perkotaan.[8]


(Kalau ada kesalahan tulisan atau footnote mohon maaf karena ngantuk ngerjainnya)


[1]Mulyanto Sudarmono, “Analisis Transformasi Struktural, Pertumbuhan Ekonomi, dan Ketimpangan Antar Daerah di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah” (Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang, 2006), h.17
[2]ibid                    
[3]Akrom Hasani, “Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003-2008” (Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro, Semarang 2010), h.17
[4]Nurul Huda, dkk, Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h.96.
[5]Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Op. Cit. h.134.
[6]Akrom Hasani, Op. Cit. h.18
[7]Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Loc. Cit.
[8]Akrom Hasani, Op. Cit. h.18.

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...