Selasa, 17 Juli 2018

Novel Yuka - BAB I


Seorang gadis sedang mengacak rambutnya. Ia kesal karena tak menyadari waktu sudah dini hari.

“Argh! Kenapa aku selalu seperti ini!” ia mengomel terus menerus tak peduli siapa yang akan terganggu. Dirinya melempar bolpoint dan segera tidur.

Yuka hampir setiap hari seperti ini. Ia tak mengerti kenapa ia terlalu menguras waktunya untuk belajar. Sejak kecil bahkan ia hampir tak memiliki banyak waktu seperti teman sebayanya. Walaupun ia memiliki banyak teman tapi ia sangat jarang menghabiskan waktu bersama teman-temannya.

Dalam tidur Yura, ia merindukan kedua orang tuanya. Ia menginkan bertemu dan memeluk mereka. Namun, ia tahu, itu tidak akan terjadi kecuali Tuhan telah memanggilnya. Ia rindu ketika dulu ayah selalu memaksanya belajar hingga ia menangis. Dulu, ia mengatakan benci dengan ayahnya tapi ketika ayahnya pergi, ia sadar jika itu yang terbaik untuknya dan ia tak membenci ayahnya sama sekali.

BAB I
Azel memarahi Yura ketika gadis itu membaca buku dimeja makan. Ia meminta Yura untuk melihat waktu.

“Apa kamu ingin pergi kuliah di universitas terbaik yang ada di dunia ini? Jika itu jauh, aku gak mengizinkannya.”

“Aku juga gak menginginkannya. Aku hanya ingin kuliah di univesitas tempat ayahku menyelesaikan pendidikannya dan aku ingin menjadi dokter. Itu saja. Titik.”

“Lalu, dengan begadang sepanjang malam untuk belajar hal yang menyehatkan? Aku akan melarangmu masuk jurusan kedokteran jika kamu terus melakukan itu.” Omel Azel.

Bibir Yura manyun. Ia mengatakan kalau belajar membuatnya ingat dengan ayahnya. Membuatnya merasa ayah ada disisinya. Dan membuatnya ingat ketika ibu selalu menemaninya belajar.

“Sayang, kamu harus memikirkan kesehatanmu. Bukankah orangtuamu akan sedih jika kamu seperti ini setiap saat?” lirih Mamanya Azel.

“Kamu gadis yang cerdas. Kamu bisa membuat keputusan untuk kesehatanmu sendiri.”

Yura mengangguk. Ia meminta maaf dan berterimakasih pada mereka karena telah menjadi sosok orang tua untuknya. Ia mengatakan kalau ia ingin memiliki rumah sakit sendiri ketika dirinya sudah menjadi dokter.

“Akan kupikirkan tentang hal itu.” Azel tersenyum. Kedua orang tua Azel pun ikut tersenyum. Sedang Yura menggaruk-garuk kepalanya, “apapun keinginanmu atau keluhanmu, katakan, kamu tanggung jawabku.”

Bibir Yura manyun. Ia menggeleng, “hei! Kenapa harus kulakukan itu?”

 “Kita sudah menikah.”

“Itu karena…., semua orang memohon padaku untuk menyetujuinya setelah aku lulus SMA.”

“Bahkan sebelum lulus SMA kamu selalu meminta izin, pendapat, dan pertolonganku. Apa bedanya? Sudahlah. Makan saja  makananmu itu,” ia melirik makanan Yura yang belum habis,  “setelah ini, aku akan mengantarkanmu mendaftar ke universitas yang kamu inginkan.”

**

Yuka mengisi formulir pendaftaran mahasiswa baru. Sedang Azel duduk santai sembari memperhatikan Yuka. ‘dia tanggungjawabku sejak hari itu dan bebanku…,’ ia mendesah lelah sembari tersenyum lebar.

“Aku lapar,” ucap Yuka, “gimana kalau kita makan ke…,”

“Waktuku habis. Aku harus kembali ke kantor. Ayo.”

Bibir Yura manyun sepanjang jalan. Ia pulang ke rumah dengan wajah masam. Dan ketika dirumah, ia menemukan Mama sedang membuat kue sedang Azel langsung pergi begitu saja.

“Mama…,” Ia duduk didapur sembari melihat Mama membuat kue, “gimana kalau aku jatuh cinta dengan seseorang dikampus? Apakah aku harus jujur dengan statusku?”

“Apakah Azel mencintaimu? Apakah kamu mencintai Azel?” Mama tersenyum, “lakukanlah keinginan kalian,” lanjut Mama, “wah, kamu hanya duduk, ayo bantu Mama. Azel menyukai kue ini.”

**

Tangan Yura mengetuk-ngetuk kamar Azel tapi tak kunjung dibukakan. Kamarnya pun dikunci. Yura sangat kesal. Ia ke kamarnya dan mengambil kunci duplikat kemudian masuk begitu saja.

Dilihatnya Azel tertidur lelap menggunakan penutup telinga. Ia duduk disamping Azel yang terlelap dan mulai bercerita.

“Aku bermimpi buruk. Sangat buruk. Aku memimpikan kecelakaan itu lagi dan lagi. Aku sangat takut.” Lirihnya. Ia terlelap sembari duduk disamping ranjang Azel. Dan setelah ia begitu lelap, Azel membuka matanya. Ia tersenyum kecil.

Azel memindahkan Yuka ke ranjang dan ia duduk dikursi dekat jendela kamar. Ia memperhatikan Yuka yang tertidur lelap dan mendesah lelah. ‘apa yang akan terjadi padanya nanti? Sampai kapan aku bisa menjaganya?’

Mata Yura terbuka ketika sinar mentari menyilaukannya. Ia melihat Azel duduk dikursi melambaikan tangan padanya tapi gadis itu justru berguling kasana-kemari dan malas untuk bangun.

“Coba jaga sikapmu. Wah. Bagaimana seorang wanita bisa bertingkah seperti itu di depan seorang laki-laki?”

“Apanya yang ‘bersikap seperti itu’ tadi? Aku masih ngantuk. Kamu gak berangkat kerja?”

“Ah. Itu. Ini kamarku.”

“Lalu? Aku hanya menumpang tidur. Pergi sana ke kantor dan lakukan pekerjaan dengan baik. Jaga baik-baik perusahaan. Oke?” ucapnya. Azel beranjak dari duduknya dan mengacak rambut Yuka. Ia pun pergi mandi dan meminta gadis itu untuk tetap tidur sehingga ia leluasa mengganti baju.

Sedang Yuka benar-benar kembali tidur hingga siang hari. Ia mencari Mama dan pelayan menjelaskan kalau Mama sedang pergi bersama teman lamanya.

“Tanpaku? Mama pergi seorang diri?” tanyanya.

“Nona… tadi, nona sangat tertidur lelap jadi nyonya memakluminya.” Ucap pelayan, “nyonya berpikir semalam…, itu mengenai nona tidur dikamar lain…,”

Yuka mengerti dan ia menjelaskan kalau ia hanya tertidur disana, “aku lapar. Bisakah siapkan bubur untukku? Aku ingin makan bubur.”

**

Azel menemukan Yuka sedang belajar lagi hingga larut malam. Ia langsung menarik semua buku-buku Yura dan memaksa gadis itu tidur.

“Tapi…,”

“Kamu takut mimpi buruk lagi?” tanyanya, Yuka mengangguk, “tidurlah. Aku akan duduk dan menjagamu tuan putri. Gak akan ada mimpi buruk.”

“Baiklah. Aku gak akan menolaknya. Ah, minggu depan aku akan memulai semester awalku. Kamu gak berpikir untuk membelikanku sesuai seperti sesuatu yang bisa kukendarai?”

“Masalahnya ti-dak. Sudahlah, cepat tidur.”

Yuka manyun dan tertidur dengan wajah sebal.

**

Mama dan Papa bicara pada Yuka. Mereka bertanya sampai kapan Yuka dan Azel akan terus pisah kamar? Yuka diam. Sedang Azel tak ada dirumah karena ada pertemuan penting. Gadis itu terus terdiam.

Tiba-tiba, Papa mengeluarkan sesuatu. Cincin Yuka. Papa bertanya kenapa Yuka justru menyimpan cincin pernikahannya bukan memakainya.

“Papa masuk ke kamarku?” Papa diam, “Mama?”

“Mungkin ini berat bagimu tapi setidaknya, kami ingin melihatmu selalu memakainya.” Ucap Mama. Yuka menunduk dan memakai kembali cincin itu. Yuka berkata kalau ia tidak mencintai Azel begitupun dengan Azel. Ia juga tak pernah mengerti dengan pernikahan ini sekalipun saat itu ia antusias sekali dengan gaun pengantin yang dikenakannya bahkan ia sangat antusias akan foto pernikahan ala-ala princes.

Senyum Mama dan Papa mengembang. Mereka tak ingin memaksa Yuka mengerti, “Papa yang memilihkan cincin ini untuk kalian. Papa hanya ingin baik kamu atau Azel selalu mengenakannya. Itu permintaan Papa.”

“Siap komandan!” ucap Yuka bersemangat, “aku bosan, boleh aku ke kantor menjemput Azel pulang?” tanyanya, Mama dan Papa tersenyum.

Yuka langsung berlari ke kamar siap-siap untuk pergi ke kantor menjemput Azel. Ia kesal kalau harus menunggu Azel pulang. Ia harus segera bercerita banyak hal padanya.

Tak lama, Yuka sudah tiba dikantor. Para pegawai menyapanya dengan hangat. Namun tidak dengan sekretaris Azel. Ia melarang Yuka untuk masuk begitu saja ke ruangan Azel.

“Apa hakmu? Wah. Kamu sekretarisnya dan hanya teman semasa kuliahnya. Kenapa melarangku? Apakah Azel memintamu?” tanyanya sinis dan menerobos masuk begitu saja.

Ternyata, Azel sedang membaca beberapa laporan. Ia terkejut melihat Yuka datang ke ruangannya. Tak menunggu waktu lama, gadis itu bercerita semuanya tentang apa yang Mama dan Papa katakan. Ia mengeluh kenapa harus memakai cincin dan mereka membicarakan mengenai kamar.

“Kamu setakut itu? Bagaimana denganku? Aku dikelilingi banyak gadis cantik tapi semua orang tahu statusku. Wah, kamu juga harus merasakan itu.”

“Gak adil!”

“Bagian mana yang menurut kamu gak adil?” Azel merapikan semua laporannya dan beranjak dari tempat duduknya, “kepalaku sakit melihat kamu datang dengan pakaian seperti ini! Argh! Orangtua kamu bisa menghantuiku.”

“Kenapa? Apa yang salah?”

Azel melepaskan jasnya dan memakaikannya ke tubuh Yuka yang mengenakan gaun dengan mengekspos bagian punggungnya, “kamu yang membelikanku pakaian ini,” keluh Yuka, “Azel, aku bosan, sebelum aku memasuki semester awal, gimana kalau kita liburan?”

“Lupakan itu. Ayo pulang.”

Bibir Yuka manyun. Ia terus mengeluh sepanjang perjalanan pulang bahkan mengatakan Azel kejam. Ia berkata akan berlibur sendirian suatu hari nanti tanpa Azel.

“Lakukanlah.”

“Sekretaris kamu, dia teman kuliah kamu dulu kan? Dia bisa mendapatkan pekerjaan ditempat lain bukannya jadi sekretaris kamu. Kalian berniat memperbaiki hubungan kalian dulu? Kalian dulu berpacaran, kan?”

“Kamu gak terima?”

Yuka mengangguk, “aku aja gak punya pacar dan belum pernah memilikinya. Jangan balikan sama mantan kamu sebelum aku punya pacar. Aku bakalan iri nanti.”

Mata Azel melotot tajam, “atur saja sesuka kamu. Kepalaku sakit.”

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...