Jumat, 02 November 2012

Cinta Tak Terbatas (CERPEN)



Cinta Tak Terbatas


Kalau Aku nggak bicara maka semuanya nggak akan berakhir. Kalau Aku tetap diam saja maka semuanya nggak akan selesai sampai kapan pun bahkan sampai Aku dewasa.

“Pokoknya elo nggak boleh tidur di kamar gue. TITIK!” kataku dengan nada sangat tinggi pada Vio, saudara tiriku, “terserah lo mau tidur sama nyokap lo yang di alam baka atau di ruang tamu, yang jelas jangan sentuh kamar gue!”

Vio diam saja walaupun terlihat dari matanya kalau dia ingin menerkamku. Bagaimana pun posisinya di rumah ini salah. Dia baru datang 4 hari lalu bersama kucing kesayangannya.

“Ada apa keributan apa?” Papa tiba-tiba datang, “kalian bertengkar lagi?”

“Siapa yang ribut? Hidih, udahlah, Nesa mau tidur aja,” kataku sambil memandang sinis ke Papa, “oh iya, buat elo, jangan sentuh kamar Bima juga!” kembali kuberikan pandangan sinis kepada Vio

Aku kembali ke kamarku. Aku nggak peduli Vio mau tidur dimana. Di rumah ini hanya ada 4 kamar. 1 kamar di tempati Aku, 1 kamar di tempati Bima, 1 kamar di tempati Mama-Papa, dan 1 kamar di tempati pembantu.

Jujur, Aku nggak suka dengannya. Bukan karena dia anak Papa tapi karena dia nggak ada hak tinggal disini. Ibunya sudah bercerai dengan Papa ketika dia kecil dan sekarang Ibunya sudah meninggal. Menurutku, dia sudah nggak ada ikatan lagi dengan Papa. TITIK!

“Nesa!” Bima menggedor-gedor pintu kamarku, “buka woy buka!” katanya tambah menggedor dan Aku langsung membukanya, “kita berbagi kamar beberapa hari ini.” Beritahunya.

Bima adalah adikku, lebih tepatnya saudara kembarku. Kami lahir hanya berbeda 15 menit. Intinya, Aku anak kedua dan dia anak ketiga. Kakak pertama kami sedang melanjutkan kuliahnya di Amerika dengan beasiswa kejeniusannya yang tentunya berbeda dengan kami. Entah takdir apa, otak kami dan kakak pertama kami sangat berbeda.

“Harusnya elo itu jangan mau di suruh Papa pindah. Gimana coba kalo kamar lo jadi berantakan, jadi kena virus-virus perebut Ayah orang, jadi kena bakteri perebut suami orang, hidih!”

“Enek juga gue Nes liat tampang itu cewek. Amit-amit sodaraan sama dia,” Bima sependapat denganku. Selama Vio tinggal disini, kami selalu memusuhinya. Memang nggak ada kekerasan fisik karena kami tahu hukum tapi, kami tetap menekan batinnya.

Aku masih ingat beberapa hari lalu Papa membawa Vio yang seumuran dengan kami. Aku dan Bima tahu siapa Vio karena Mama pernah menceritakan kalau Papa sempat selingkuh dan memiliki seorang anak. Namun, Papa bertaubat dan menceraikan istri keduanya tapi, kenapa cewek ini masih hadir di tengah-tengah kebahagiaan keluarga kami?

“Mana mulai besok Papa nyuruh kita berangkat bareng dia pula,” keluh Bima, Aku terkejut.

“Eh udah sukur ya itu anak satu sekolahan, enak aja mau bareng kita,” Aku jadi makin sebal, “lo mau tah mobil lo di masukin itu anak? Coba geh lo pikir, nyokapnya itu anak kan yang pernah buat Mama jantungan sampe sekarat. Idih, kagak dah,”

Bima memandangku, “eh itu kan mobil yang beliin Mama jadi, hm.... kita di sisi Mama. Tadi, gue nelfon kak Hans, katanya kita harus di sisi Mama.” Bima ikut bersemangat. Entah kenapa Aku dan Bima benar-benar kompak kalau soal urusan keluarga terlebih mengenai Mama.

**
Besambung
Follow twitter: @Aulanurul 

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...