Selasa, 27 September 2016

BAB 1 Novel


Alellika membuka buku diarynya yang ia tulis 2 tahun lalu. Ia membaca sebuah tulisan. Catatan hariannya tentang seseorang beberapa tahun lalu. Matanya sedikit berati untuk membaca ulang. Mengenang beberapa hal yang mungkin akan membuatnya kembali sulit bernafas.



Karena kamu salah satu alasan saya untuk menutup hati sekalipun saya sempat melihat ke jalan yang lain.

Karena kamu salah satu alasan saya untuk tidak membuka hati sekalipun mungkin saya sempat melihat ada kunci yang mungkin bisa saja membukanya.

Dan kamu adalah alasan dari beberapa hal yang mungkin percaya gak percaya benar adanya.


Tapi kembali lagi, ada sesuatu yang entahlah.
Saya benar-benar gak bisa memegang ucapan kamu beberapa waktu lalu. Benar-benar gak bisa saya pegang. 

Ketika teman-teman, sahabat, dan orang-orang terdekat saya bilang untuk tidak memegang ucapan kamu : saya masih tetap percaya kalau kamu orang yang bisa memegang ucapan kamu.

Ketika teman-teman, sahabat, dan orang-orang terdekat mengatakan saya salah untuk pendirian saya, saya tetap pada pendirian saya.

Ketika teman-teman, sahabat, dan orang-orang bicara kalau kamu mungkin hanya inspirasi sesaat saya, saya mengatakan kalau itu salah.


Sampai akhirnya, ketika teman-teman saya mulai lelah mengatakan semuanya, lelah menyadarkan saya, mereka hanya berkata terserah. Dan pada akhirnya, saya menemukan sendiri.

Ucapan kamu.
Kata-kata kamu.
Apa yang kamu katakan mungkin sebagian besar benar.
Iya.
Benar.
Tapi ada beberapa ucapan kamu yang mungkin saya memegangnya sampai entahlah mungkin terakhir kali beberapa bulan lalu.
Tapi lagi-lagi saya berpikir, mungkin kamu lupa ingatan, mungkin kamu sedang ada yang dipikirkan, atau mungkin kamu terlalu sibuk dengan segudang kegiatan kamu.
Sampai akhirnya, saya menemukan sendiri semua kebenaran itu. Satu per satu. Tanpa teman-teman saya memberi tahu. Tanpa saya mencari tahu. Kebenaran itu datang.
Benar bukan hak saya untuk marah atau apalah-apalah karena kamu memiliki hak sendiri. Kamu memiliki argumen yang kuat. Mungkin.
Tapi setidaknya, kalau kamu gak bisa memegang ucapan kamu, untuk apa kamu mengatakannya pada saya? Lelah? Tentu.

Saya mencoba menutup hati sekalipun sejujurnya saya sempat menyukai seseorang.
Saya gak membuka hati untuk siapapun sekalipun orang itu baik bahkan berteman akrab dengan saya.
Untuk apa?
Untuk alasan yang memuakkan.

Dan tentu saja. 
Saya merasa bersalah.
Menyesal pada teman-teman, sehabat, dan orang-orang yang peduli dengan saya.

Entahlah. Dua bulan ini saya mencoba berlibur. Menyibukkan diri dengan liburan. Menyenangkan diri dengan fokus pada liburan bersama teman-teman satu kampus, satu jurusan, dan teman-teman satu kelas. Saya mencoba berlibur dengan sahabat-sahabat saya tanpa mengenal lelah. Tapi pada akhirnya, saya gak bisa membohongi kalau oke. Saya kecewa. Kamu minta maaf? Gak perlu. Kamu gak salah. Saya yang salah telah memegang ucapan kamu. Kejutan kamu terlalu manis sampai rasanya marah pun gak bisa. Gak ada kata-kata yang bisa saya ucapkan dengan tepat untuk kamu.

Kamu merasa bersalah? Ya. Itu seharusnya yang kamu rasakan. Tapi, saya gak menyalahkan kamu. Justru saya yang salah. 

Saya yang terlalu berpikir enteng. Saat semuanya berakhir dan saya memegang ucapan kamu seolah memang gak ada akhir tapi pada kenyataannya, jelas. Memang gak ada akhir karena awal pun gak pernah dimulai.

Hanya mimpi buruk yang harus diamnesiakan 

- end.


Allellika menutup buku diarynya. Ia menarik nafas panjang. Ingatannya kembali pada masa-masa ia awal kuliah dan kini ia adalah mahasiswi tingkat akhir.

"Allel, lo masih sehat?" tanya Hana, sahabatnya, "diary ini lagi? yaelah Allel. Bilang udah move on, udah lelah, tapi pada akhirnya, hei!"

"Udah berakhir tahun lalu tapi kenapa masih kerasa sakit ya? haha" Allel keluar dari kamarnya. Sedangkan Hana yang masih ada disana heran kenapa Allel akan pergi ke kampus tanpa membawa tas, "gue lupa." ia kembali lagi untuk mengambil tas sekaligus mengajak Hana untuk ke kampus bersamanya.

Pikiran Allel kalut. Semuanya terasa ganjil. Tentang perasaannya. Tentang hatinya. Dan semua hal yang terjadi. Ia tak mengerti. Mencoba membebaskan pikiran namun pada akhirnya semua menjadi beban.

"Gue tau kok, lo belum move on. Haha," goda sahabatnya, "lo dan Gilang itu terlalu banyak kesamaan. Terlalu menyukai hal yang sama sampai akhirnya seolah kalian menjadi saingan dibandingkan pasangan. Dan sampai akhirnya kalian menjadi berbeda seolah beda alam. Ckck,"

Allel langsung diam. Tak bisa membantah. Ia tak bisa mengatakan walau hanya sepatah dua patah kata untuk menyanggah ucapan sahabatnya.

"Bener. kan? Lagipula, semua orang tahu kesamaan kalian itu musibah untuk kalian sendiri dan untuk orang lain yang terlibat menjadi sahabat kalian. ckck."

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...