Jumat, 05 Juni 2015

Lyra



Tokoh : Lyra, Dave, Leo, Natalie, Caroline ^^


Lyra kembali meletakkan potongan kertas kecil di loker milik Dave. Ia selalu seperti ini, setiap pagi, tanpa Dave tahu, meletakkan kertas bertuliskan beberapa hal sederhana.

“Hei!” Leo menjitak keras kepala Lyra, “kenapa kamu meletakkan itu pada loker tanpa pemilik?”

Tak terima dengan ucapan Leo, Lyra membalasnya dengan menginjak kuat kakinya, “kenapa semua orang disekitarku beranggapan Dave sudah mati? Dia masih bernafas!” suaranya meninggi tapi kemudian diam karena Leo langsung menutup mulutnya.

**

Mulut Lyra komat-kamit dimeja makan. Ia sama sekali tak nafsu makan apalagi satu meja dengan Leo.

“Mama, itu tuh Leo, eh maksud aku, kak Leo kejam! Aku gak mau makan,” ia pergi dari meja makan dan seorang pun tak ada yang mengejarnya.

Sedangkan Leo hanya tersenyum kecil melihat tingkah Lyra. Sebagai seorang kakak, ia tak ingin adiknya terus-terusan mengerjakan hal yang sia-sia. Dan sebagai seorang sahabat, ia juga tak ingin melihat sahabatnya melakukan hal yang melelahkan tanpa hasil.

“Apa Lyra masih berusaha membuat Dave sembuh?” tanya Mama, Leo mengangguk, “Mama lebih senang jika ia berpacaran denganmu,” mendengar Mama bicara seperti itu, Leo langsung menghentikan makannya kemudian memandang Mama, “ada yang salah?”

Leo tak bisa bicara apa-apa. Ia beranggapan jika hubungan mereka sebatas kakak beradik.

Flashback beberapa tahun lalu ketika kedua orang tua Leo mengalami kecelakaan pesawat dan meninggal. Tak hanya kedua orang tuanya namun ayah Lyra pun mengalami kecelakaan yang sama. Kenangan tersebut begitu menyakitkan bagi kedua keluarga namun yang lebih menyedihkan adalah Leo, ia tak memiliki siapapun. Ia berakhir dengan tinggal bersama Lyra dan Mama.

“Restoran berjalan sangat baik, kapan kamu akan belajar mengurusnya?” tanya Mama, Leo diam, “walaupun restoran itu mengingatkan akan kedua orangtuamu, tapi kamu harus mengurusnya.”

Mendengarnya, Leo hanya diam.

Flashback. Ayah Lyra hanya seorang karyawan di restoran keluarga Leo namun kekeluargaan mereka begitu erat. Dan beberapa minggu setelah kecelakaan itu terjadi, tidak ada yang mengurus restoran. Baru ketika pengacara keluarga Leo membacakan surat wasiat yang sudah jauh-jauh hari dibuat oleh ayah Leo, hak asuh Leo jatuh pada Mama dan Mama yang mengurus restoran sampai Leo bisa mengurusnya suatu hari nanti.

“Mama! Aku lapar,” teriak Lyra dari kamarnya, “tapi, tapi, aku gak mau liat muka kak Leo! Gak mau!”

Teriakan Lyra membuat lamunan Mama buyar. Namun, tetap saja, baik Mama ataupun Leo tak ada yang langsung berlari melihat keadaan Lyra yang sedang ngambek. Mereka sangat paham jika Lyra tak akan bertahan lama menahan lapar.

**

Lyra kembali meletakkan potongan kertas kecil. Kali ini tak ada tulisannya namun potongan kertas itu berbentuk hati. Dari jauh, Leo melihat itu semua dan kasihan terhadap Lyra.

“Apa Lyra masih berusaha? Ini kan udah setahun,” Natalie menggeleng tak percaya, “Ini bukan salah Lyra atau Dave tapi gue pikir, Lyra harus berhenti,” ia menepuk-nepuk pundak Leo, “lo tau apa yang gue maksud,” kemudian ia melangkah meninggalkan Leo yang asik memperhatikan kegiatan Lyra di depan loker Dave.

**

Jari Dave sibuk mengetuk-ngetuk meja. Jika seperti ini, ia pasti sedang berpikir. ‘siapa orang ini?’ setiap hari selama setahun, ia terus memikirkan siapa seseorang yang selalu mengiriminya potongan kertas. ‘bentuknya macam-macam bahkan terkadang ada sebuah kalimat’

Kemudian, Elsa, pacarnya masuk ke kelas. Ia langsung menyembunyikan potongan kertas itu dan berpura-pura sedang belajar. Namun, dalam hati kecilnya, ia masih begitu penasaran tentang siapa pengirimnya.

‘orang itu tahu kalau aku membenci coklat walaupun aku sering memakannya’ ia mengingat kalau setiap minggu ada coklat di lokernya dan tertulis ‘jangan dimakan, kamu gak suka coklat. Tapi aku tahu kalau kamu akan memakannya.’

Setiap minggu selalu ada hal seperti itu.

**

Lapangan basket riuh dengan suara-suara para pendukung masing-masing tim basket. Kecuali Lyra, ia tak bersemangat mendukung salah satu tim walaupun Leo ada didalamnya.

“Kalau dukung Leo, gue rugi,” gerutunya. Ia ingat perjanjiannya dengan Leo, jika tim Leo menang maka ia harus berhenti meletakkan potongan kertas diloker Dave.

‘gak! Tim Leo gak boleh menang! Titik!’

Teman-teman Lyra paham sekali mengapa Lyra terus berdoa seperti itu tapi mereka cuek seolah tak mendengar Lyra bicara. Mereka justru ingin Leo menang agar Lyra berhenti melakukan hal sia-sia.

“Hei! Kalian!” Lyra mencubit beberapa temannya karena justru asik menonton seolah berharap Leo menang, “kalian temen gue bukan sih?”

“Anggap aja Dave udah meninggal. Untuk apa coba kalau badannya ada tapi...,” mereka berhenti ketika melihat Dave mendekat dan duduk disamping kiri Lyra.

Hati Lyra pun senang karena setidaknya bisa duduk didekat Dave. Ia menyapa Dave ramah seperti layaknya teman walaupun kadangkala hatinya sesak bahkan terasa sakit ketika berada didekat Dave.

“Sendirian bro? Pacar lo mana?” pertanyaan Lyra bukanlah benar-benar pertanyaan dari hatinya. Dalam hati ia berpikir ‘sebelum kecelakaan itu, kita masih pacaran. Ya, sebelum itu terjadi. Dan kini, bahkan kamu gak mengingat apapun’

**

Mata Elsa terbelalak menemukan beberapa potongan kertas berbentuk hati yang tersimpan rapi dalam kotak kecil pada tas Dave. Ia paham sekali siapa yang mengirimkan kertas itu pada Dave.

‘kalian sudah berakhir. Kenapa ini bisa terjadi?’ Elsa mengambil kotak kecil itu kemudian melangkah ke kelas Lyra. Ia ingin mengembalikan itu semua namun langkahnya terhenti oleh Leo, “apa? Kenapa, kak?” tanya berusaha sopan karena Leo kakak kelas. Leo memegang kotak itu dan memintanya meletakkan kembali pada tas Dave, “apa?”

“Ini sudah setahun dan ingatan Dave belum balik. Dan sepertinya gak akan balik. Kenapa lo harus setakut itu?”

Elsa terdiam. Ia melangkah mundur, mengembalikannya kembali pada tas Dave. ‘oke, ini gak masalah’

**

Leo dan beberapa temannya sangat berisik ketika bermain PS. Hal tersebut membuat Lyra geram karena suara itu terdengar sampai kamarnya. Tak tahan, Lyra menggedor-gedor pintu kamar Leo. Ia meminta mereka diam.

Dan, mereka tak mau diam.

Kesal, Lyra pergi berjalan-jalan dengan kedua kakinya disekitar rumah. Ia memikirkan perjanjiannya dengan Leo saat tim Leo menang. Dan sudah seminggu ini, Lyra berhenti mengirimkan potongan kertas berbentuk hati maupun bintang. ‘tapi, gue masih bisa meletakkan coklat diloker Dave’ senyumnya mengembang.

Ia kemudian teringat Dave yang sampai detik ini masih hilang ingatan, ‘jika kami berpisah karena gak cocok atau orang ketiga, aku gak akan seperti ini. Ia hanya hilang ingatan, aku yakin hatinya gak akan berubah. Tapi, Elsa?’ kepala Lyra tambah sakit. Ia pun kembali pulang kerumah dan menantang Leo untuk bermain game dengannya.

Sayang, baik Leo maupun teman-teman yang lain tak ada yang menerima tantangan Lyra. Mereka justru meminta Lyra tidur dan mengompres kepalanya agar tidak sakit lagi.

“Kalian pikir gue sakit?!”

“Semua orang tau ada orang aneh meletakkan sesuatu di loker Dave. Berhenti kali Lyr,” mereka serempak menyindir keras Lyra.

**

Ada sesuatu yang hilang bagi Dave. Ia kehilangan potongan kertas-kertas itu untuk beberapa minggu belakangan walaupun tergantikan dengan coklat yang terus ada di lokernya setiap hari. ‘aneh, ada apa dengan orang ini?’

Ia membolak-balik tumpukan buku-bukunya, berharap potongan kertas itu terselip. Namun, ia tak menemukan apapun. Dave benar-benar kehilangan sesuatu yang unik yang selama setahun belakangan ini selalu ada. ‘tapi, siapa orang ini? Setiap kali mencari tahu, selalu gagal’

Dave teringat beberapa waktu lalu ketika ia hampir menemukan siapa pengirim potongan kertas tersebut, ada saja gangguan dari teman-temannya. Tapi sebentar, Dave memahami sesuatu, ‘mereka sengaja melakukan itu supaya gue gak tau siapa pengirimnya’ ia baru menyadari itu.

Langkah kaki Dave dipercepat mencari teman-temannya. Ia meminta penjelasan. Dan walaupun semua temannya bahkan mungkin seisi sekolah tahu siapa yang meletakkan itu, mereka tutup mulut. Tak ada yang berani membuka suara.

“Gue gak tau. Kenapa lo nanya ke gue? Kenapa gak nanya sama temen-temen sekelas lo atau sama temen-teman lo yang lain? Kenapa?”Caroline, teman sekelasnya kesal karena Dave menanyakan hal yang sedikit sulit dijawab.

“Ayolah,” Dave terus memohon tapi Caroline tetap bertahan sampai akhirnya Dave berlutut karena ia meresa semenjak ingatannya hilang, orang-orang menyembunyikan sesuatu darinya.

Beberapa saat Caroline berpikir, “oke. Dia seorang cewek. Cewek yang dulu bagi lo begitu berharga. Cewek yang sampai pingsan berkali-kali ketika lo koma. Udah, itu aja. Lagipula, kalaupun lo tau, lo gak inget.” Kemudian Caroline melangkah pergi tapi ia berbalik lagi, “dan, sekarang, gue rasa cewek itu sedang membuka hatinya untuk orang lain,” tambahnya berbohong.

**

Elsa dan Dave menghadiri pesta kejutan ulang tahun Leo. Sebenarnya Elsa tak ingin ikutan memberikan kejutan ulang tahun Leo namun karena Dave mengatakan tak enak hati pada teman-teman lain jadi mau tak mau Elsa mengiyakannya.

“Buat kakak gue yang paling tampan, jangan suka nindas gue lagi ya. Biarin gue ngelakuin apa yang gue suka,” ucap Lyra sebagai permintaannya dihari ulang tahun Leo, “oke?”

Dengan santainya, Leo memberi tanda silang dengan kedua tangannya diikuti  beberapa teman yang lain.

“Buat sohib gue, semoga lo jodoh bro sama Lyra.” Doa tersebut disoraki yang lain seolah mendukung. Lyra yang mendengar hanya tersenyum, tak ingin merusak kemeriahan.

Lain disisi Dave yang terkejut karena sepengetahuannya, Lyra dan Leo adalah saudara kandung. Ia tak mengerti bagaimana mereka bisa mendoakan seperti itu. ‘apa mereka bukan saudara kandung? Lyra anak yang cantik dan sangat baik. Leo beruntung jika itu benar.’

Tangan Elsa memegang lembut tangan Dave tapi entah kenapa Dave melepasnya secara perlahan. Dave melangkah pelan mendekati Lyra. Hal tersebut membuat orang-orang terkejut. Namun, setelah Dave mendekat, ternyata ia bukan mendekati Lyra namun mendekati beberapa potongan kertas dibelakang Lyra.

“Siapa yang membuat potongan ini?” tanyanya, seseorang ingin mengatakan kalau itu buatan Lyra namun yang lain langsung menjawab jika mereka membelinya pada seseorang yang cukup kreatif.

‘mereka berbohong. Gak ada yang menjual seperti ini. Siapa yang mereka sembunyikan?’

**

Hari-hari Dave terasa sepi tanpa potongan kertas itu. Ia sudah mengumpulkan potongan kertas itu yang berjumlah hampir 400 potongan. Dan ia sangat kehilangan beberapa tulisan tentang dirinya pada potongan itu.

Tak hanya itu, bahkan Dave sangat terlihat tidak bersemangat. Elsa yang menyadari itu benar-benar kesal namun ia tak dapat mengatakan kekesalannya pada Dave.

“Ada banyak hal yang orang itu ketahui tentangku yang bahkan kamu gak tau,” jujur Dave, Elsa menguatkan hatinya. Setelah mengatakan itu, Dave meminta maaf. Ia teringat ucapan Caroline tentang orang itu, ‘apakah sebelum kecelakaan itu ada seorang gadis yang begitu berharga?’ Dave berusaha mengingat tapi sampai detik ini ia sangat sulit. Hanya beberapa ingatan yang kembali tapi itupun hanya mengenai keluarganya saja. ‘dan tentang Elsa, sepertinya sangat janggal’

Dave pergi ke lapangan basket. Ia mengelilingi lapangan basket. Seseorang menceritakan padanya jika sebelumnya ia kapten basket namun karena kecelakaan itu, ia tidak diperbolehkan bermain basket lagi.

‘sebenarnya, banyak hal aneh terjadi. Semua akun jejaring sosialku menghilang. Setidaknya, jika aku gak bisa membuka akun-ku sendiri, aku bisa melihatnya melalui akun orang lain namun, semua menghilang tanpa jejak. Apakah gadis itu? Siapa dia? Kenapa dia tidak muncul setelah aku sadar dari koma?’

Kepala Dave sakit ketika terus memikirkan itu. Ia benar-benar sedang berusaha mengingat.

**

“Bangun!” Leo menarik tangan Lyra agar bangun dari sofa dan pindah tidur ke kamar namun Lyra justru ngedumel tidak jelas, “ampun anak ini,” mau tak mau ia menggendong Lyra dan memindahkan ke kamar, “anak ini, ckck” ia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Lyra mengigau. Setelah itu, ia mematikan lampu kamar dan pergi.

Mama melihatnya keluar dari kamar Lyra, “apa dia tertidur lagi di sofa? Lain kali, biarkan dia tertidur disana. Akan jadi kebiasaan kalau kamu memindahkannya setiap hari.”

“Gak pa-pa kok Ma.”

Sudah menjadi kebiasaan Lyra yang selalu tidur di sofa kemudian menunggu seseorang memindahkan tubuhnya ke kamar. Sejak kecil kebiasaan itu sudah melekat padanya. Ayah yang selalu memindahkannya namun semenjak ayah tidak ada, Leo yang melakukan hal itu.

“Belakangan, Lyra terlihat gelisah. Apakah ada yang salah dengan dirinya?”

“Itu Ma,” Leo berpikir sejenak kemudian menjelaskan mengenai potongan kertas-kertas berbentuk hati dan bintang, “Lyra udah berhenti Ma,” tambahnya kemudian menjelaskan lagi mengapa Lyra menghentikan kegiatan tersebut.

“Jika kalian bertaruh seperti itu, Mama senang. Perlahan, Lyra harus melupakan Dave.”

**

Kini gantian Dave yang mondar-mandir didepan lokernya sendiri. Ia bingung karena sudah siang namun tidak ada coklat dilokernya. ‘kemana? Apa dia sengaja perlahan menghilangkan jejaknya?’

Kesal, ia memukul keras lokernya sendiri. Hal tersebut tak luput dari penglihatan beberapa anak basket sekolah. Mereka langsung menghampiri Dave dan meminta agar tidak menghancurkan fasilitas sekolah.

“Lo banyak berubah bro,” mereka menepuk sekali pundak Dave kemudian meninggalkannya.

Sebenarnya, mereka ingin membantu Dave agar ingatannya kembali namun Dave telah banyak berubah. Ia sedikit memberi jarak terhadap siswa-siswa lain disekolah. Apalagi, mereka kenal baik bagaimana Dave.

“Kasian gue sama Lyra,” pikir salah seorang dari mereka.

“Kita doa yang terbaik buat mereka,”

**

Tubuh Lyra benar-benar terasa lemas. Ia tak tahu mengapa sejak pagi tadi seperti ini. Kepalanya terasa berkunang-kunang dan kepalanya seperti dihantam batu besar.

“Kepala, kepala gue,” ia melangkah gontai ke kelasnya. Berharap Leo datang dan bisa membawanya pulang namun Leo sedang pergi dengan Mama ke luar kota beberapa hari, “kapala...”

BRUK!

Tubuh Lyra jatuh kelantai. Anak-anak menghampirinya. Mereka akan mengangkat tubuh Lyra ke ruang UKS namun ketika melihat Dave datang, mereka sengaja tak jadi mengangkat tubuh Lyra.

“Pundak gue rada sakit,” ucap seorang siswa diikuti alasan-alasan lain. Dalam hati kecil mereka, mereka ingin tahu bagaimana reaksi Dave.

Benar saja, Dave membawa Lyra ke UKS. Ia bahkan menunggui Lyra sampai sadar karena tidak ada siswa/i lain yang menunggui Lyra. Mereka sengaja melakukan itu.

“Lo udah baikan?” Dave memegang kepala Lyra yang masih sedikit demam, “Leo kemana?” gelengan kepala yang Lyra berikan padanya.

‘Kenapa kamu muncul disini? Apakah aku bermimpi? Mimpi apa-apaan ini? Kupikir kak Leo akan muncul secara tiba-tiba’

Ia berusaha untuk duduk dan pergi dari ruang UKS namun tubuhnya masih belum kuat melakukan itu. Mau tak mau, ia kembali berbaring. Dave masih disampingnya. Sesekali, Dave memandangnya tajam. ‘kenapa Lyra membuat gue penasaran?’

Sadar dirinya dipandangi begitu tajam, Lyra menegurnya. Ia meminta agar Dave tak melihatnya seperti monster.

“Kenapa lo gak makan beberapa hari ini? Pingsan kan lo jadinya,” ceramahi Dave. Lyra terkejut karena untuk pertamakalinya Dave bicara cukup panjang dengannya, “lo diet? Gak usah diet, lo udah cantik kok.” Lyra mematung. Ucapan itu, dulu selalu Dave katakan ketika ia tak banyak makan.

“Udah, gak masalah,” senyum Lyra mengembang namun wajahnya masih pucat. Dave meminta penjelasan kenapa ia tak makan, “itu karena, karena...,” Lyra berpikir. Dulu, ia pingsan karena stres dan jarang makan saat Dave koma. Kini, ia tidak makan karena tidak ada teman makan selama beberapa hari dirumah, “untuk pertamakalinya, gue ngerasa sepi saat nyokap sama kakak gue pergi.” Jelasnya jujur.

Mendengarnya, Dave tersenyum. Ia keluar sebentar kemudian kembali dengan membawa makanan. Bahkan, ia menyuapi Lyra. Dalam hatinya, ia juga bingung kenapa ingin melakukan hal seperti ini pada Lyra. Ia juga tak mengerti mengapa ia khawatir melihat Lyra sakit. Padahal, sebelum ini, ia tak pernah khawatir pada siapapun. ‘apa sebelum kecelakaan, gue orang yang baik sama orang lain?’

“Eh, gue makan sendiri. Gak enak kalau Elsa liat dikira apaan,” Lyra menarik sendok dari tangan Dave kemudian makan dengan tangannya sendiri. Refleks, Dave tersenyum dengan mengusap kepala Lyra lembut seperti yang ia lakukan sebelum kecelakaan. Lyra juga menyadari itu, ia senang namun ada kejanggalan yang juga ia rasakan. ‘kenapa ini? Kenapa rasanya sedikit hambar?’

**

Leo mencak-mencak mengetahui Lyra sakit. Bahkan, ketika ia pulang, ia langsung memarahi Lyra habis-habisan. Mama yang melihatnya pun hanya tersenyum menyadari kalau Leo sebenarnya begitu khawatir pada Lyra.

“Kamu masih mikirin Dave? Kesehatan kamu itu penting!”

Lyra menunduk sambil menggeleng kecil, “gue bete, gue bete sendirian di rumah, gue bete,” ia pun mengangkat kepalanya, “gue gak suka makan sendirian!” kemudian ia berlari ke kamar dan mengunci pintu kamarnya.

Baik Mama maupun Leo terkejut namun kemudian mereka berdua tersenyum. Mama merasa ada hal baik yang terjadi. Begitu pun dengan Leo namun Leo masih tidak yakin.

**

Kaki Dave berlari cepat mengejar Lyra. Ia langsung menanyakan keadaan Lyra yang beberapa hari ini tidak masuk sekolah.

“Kok lo tau gue gak masuk? Kita kan gak sekelas?” tanya Lyra santai tanpa menyadari apapun, “gue baik-baik aja kok,” kemudian ia melangkah pergi. ‘argh! Gue lupa!’ Lyra baru ingat kalau ia lupa membeli coklat untuk diletakkan pada loker Dave.
Ia pun berbalik ke kantin untuk membeli coklat. Namun, Caroline dan Nataline, dua siswi kembar itu langsung menghalanginya. Mereka tak suka Lyra membuang-buang waktu.

“Kita mau nanya, kalau Dave inget, terus lo mau balik jadi pacar Dave lagi kemudian Dave ninggalin Elsa? Atau misal Dave gak inget tapi dia jadi berpaling dari Elsa, lo mau gitu?”

Kedua kembar cerewet itu terus nyerocos membuat telinga Lyra begitu sakit. Ia pun mengurungkan niatnya untuk membeli coklat dan memilih kembali ke kelas. Namun, sebelum kembali ke kelas, ia berpapasan dengan Elsa yang memandangnya penuh perang.

‘Apa-apaan Elsa? Gue salah apa?’

**

Kepala Dave terasa sedikit sakit. Ia kesulitan bangun dari tempat tidur. Beberapa hal ia ingat. Ada Lyra dalam ingatannya dan tidak ada Elsa namun ada seorang gadis lain. Ia tidak tahu siapa gadis itu, wajahnya tidak terlukis dalam ingatannya.

“Lyra,” Dave bangun dari tempat tidurnya sambil terus menyebut nama Lyra.

Kedua orangtua Dave mengatakan kalau Dave tidak memiliki hubungan apapun dengan Lyra. Sebelum kecelakaan, Dave tidak dekat dengan gadis mana pun.

“Tapi kenapa dalam ingatanku, aku mengatakan kalau kami berjodoh?” tanyanya, kedua orangtuanya tidak tahu apapun mengenai itu. Mereka mengatakan setidaknya ada ingatan Dave yang kembali tapi mereka meminta agar Dave tidak terlalu memaksakan diri, “ini aneh.”

Cepat-cepat, Dave mencari beberapa barang digudang. Ia mencari beberapa benda masalalu nya. Hanya ada beberapa foto disana dengan seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya. Kemudian, ada beberapa foto dirinya dengan Lyra.

‘Siapa Lyra? Siapa gadis satunya lagi? Sial!’ ia menendang-nendang beberapa barang karena tak berhasil mengingat apapun, ‘apa gue sama Lyra pernah pacaran? Atau justru gue sama cewek satunya ini yang pernah pacaran? Tapi,’ ia teringat Elsa yang selalu disampingnya. Kemudian, ia berpikir jika masa lalu adalah masa lalu. Kini, ia tak ingin menyakiti Elsa.

................... bersambung, gue pegel mau nulis lagi. Besok-besok yee



Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...