Minggu, 28 Oktober 2012

Pacar Pilihan Mama (CERPEN)



Pacar Pilihan Mama

‘Aku tunggu kamu di taman’ sebuah pesan singkat tertera di handphoneku. Dengan diam-diam, Aku keluar rumah menuju taman belakang kompleks. Aku takut jika Mama tahu dan pastinya, Mama tidak akan mengizinkanku pergi. Kalau pun di izinkan, Mama pasti mengomel seribu bahasa.

Dengan langkah cepat sedikit berlari, akhirnya Aku sampai di taman dan kutemukan sesosok cowok yang sangat kukenal, Adrian namanya. Dia tidak lain adalah kekasihku, pacarku, sekaligus teman satu sekolahku.

“Aku cuma mau ngasih ini ke kamu,” Adrian memberikan sebuah kotak kecil, “kamu terima ya,” Aku menerimanya lalu kubuka kotak kecil itu, isinya sebuah gelang perak yang sangat cantik, “I love you,” Adrian memelukku.

Bibirku tidak bisa berkata apa-apa kecuali tersenyum senang. Bagaimana pun, hadiahnya ini benar-benar mengejutkanku. Dia bisa memberikannya di sekolah, atau dia bisa memberikannya di tempatku kursus bahasa Jerman tapi, inilah Adrian yang kukenal.

“Kalau gitu, kita jalan-jalan gimana?” Ajakku, Adrian menggeleng lalu dia mengecup keningku, “kamu mau kemana?” tanyaku, dia hanya mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Dengan tanda tanya besar, Aku membiarkan Adrian pergi bersama motornya begitu saja.

Sebenarnya, ini agak sedikit aneh tapi, sudahlah, dia memang sering terlihat aneh jika memberiku hadiah. Kata Mama, Adrian anak yang baik hanya saja, Mama kurang menyukainya. Entah apa yang membuat Mama kurang menyukainya tapi, Mama sering berpesan kalau Aku tidak boleh terlalu mencintai Adrian.

Pemikiran Mama seperti pemikiran orang jaman dahulu. Dulu, saat Aku masih duduk di bangku SMP, Mama melarangku pacaran. Ketika Aku pertamakali pacaran, Mama mengomel habis-habisan. Dan ketika Aku pacaran denga Adrian, Mama sedikit membuka hati tapi, selalu mengatakan jangan terlalu cinta. Ini bukan jaman Siti Nurbaya. Aku berhak memilih cintaku, memilih dimana harus menyimpan hatiku.

“Dari mana kamu?” tanya Mama, Aku tidak menjawab, “sudah hampir malam, masuklah, sebentar lagi makan malam.” Kata Mama tanpa banyak bicara padahal biasanya Mama akan bertanya apakah Aku bertemu Adrian, apakah Aku jalan-jalan dengan Adrian, dan kemana Aku pergi dengan Adrian. Selalu seperti itu. Menyebalkan sekali bukan?

**

Kelas terasa agak berbeda. Suara gaduh tidak terdengar lagi, suara teriakan berebut PR pun tidak terdengar sama sekali, ada apa ini?

“Hari ini semua guru libur tah kok kelas ini hening banget?” tanyaku pada teman sebangkuku, dia menggeleng, “kalo gitu kenapa?”

“Finsa,” dia menarik nafas sejenak, “Adrian hari ini nggak sms lo kan?”

“Ya nggak lah, kan gue kemaren udah janjian kalo hari ini nggak berangkat bareng,” jelasku, “kenapa memangnya? Naksir cowok gue yaa?” godaku, Adrian memang cukup terkenal di sekolah. Selain wajahnya yang tampan, dia juga kapten basket sekolah ini.

“Duduk Fin,”

Aku duduk di bangkuku, kulihat seisi kelas melirik padaku. Hm... Apakah ada yang salah denganku? Atau memang penampilanku hari ini aneh?

Seorang guru masuk lalu memberikan sebuah pengumuman kalau hari ini jam belajar mengajar di kosongkan. Aku cukup senang, berarti Aku bisa jalan-jalan ke mol bersama Adrian tapi, kenapa seisi kelasku hening dan tampak galau?

Pak Dodi yang belum sempat menyelesaikan pengumumannya mulai berbicara lagi dan tiba-tiba, telingaku terasa salah mendengar. Apa maksudnya dalam rangka berbela sungkawa? Mendoakan Adrian?

“Kemarin pukul 5 sore pemakaman Adrian,” seseorang menjelaskan padaku sambil menepuk pundakku, dia juga salah satu teman baik Adrian yang satu tim basket, “semuanya ngerahasiain dari lo karena, Adrian nggak mau lo ngeliat saat pemakamannya.”

Kakiku lemas, benar-benar lemas. Rasanya Aku tidak memiliki tenaga untuk berdiri. Kata Rio, Adrian sudah mengidap kanker cukup lama dan dia sudah sangat luar biasa untuk bertahan. Katanya, mundurnya Adrian dari kapten basket 4 bulan lalu bukan karena ingin fokus belajar tapi karena penyakitnya. Kata Rio juga, Mamaku melarangku pacaran dengan Adrian karena Mama takut kalau Aku akan sedih bukan karena tidak menyukai Adrian.

Rio mengantarkanku ke makan Adrian. Tanahnya masih terlihat basah, dia pasti kedinginan di bawah sana. Rio mengatakan, sebelum Adrian pergi, dia meminta kepada keluarganya agar membuatku tidak mengetahui detik-detik kepergiannya.

“Dia gila atau gue yang gila?!” air mataku menetes, “dia atau gue yang sinting?!” air mataku tambah deras, “gue sayang sama dia tapi....” Aku terus mengeluarkan semua isi hatiku. Rasanya Aku tidak percaya kalau dia benar-benar sudah pergi ke surga.

“Dia sayang sama lo Fin. Karena dia sayang sama lo, dia nggak mau lo lebih sedih saat tahu penyakit dia sampai pemakaman dia,”

“Kemaren, jam 5 sore, dia ngasih gelang ke gue. Dia bilang, semuanya akan baik-baik aja.” Dadaku terasa sesak, kemarin Aku merasa Adrian aneh dan aneh tapi hari ini, semua keanehan itu terjawab sudah, “kalau dia bilang baik-baik aja, gue berusaha untuk baik-baik aja,”

5 bulan kemudian

Aku sudah mulai tenang dengan kepergian Adrian. Bagiku, dia adalah cinta terindah yang kukenal dan kutemui. Bagiku, Adrian adalah malaikat yang di hadiahkan Tuhan padaku.

Namun, kepergian Adrian membuatku sulit menerima cinta baru. Bulan lalu, Aku baru saja putus dengan Pisco, anak SMA tetangga yang sedikit pembuat onar di sekolah. Sebelumnya, Aku juga sempat pacaran dengan kakak kelasku, anak kelas XII IPA 1 tapi, dia sadar kalau kami memang tidak cocok apalagi di hatiku masih tertutup.
 
BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...