“Aku cantik. Aku
pintar. Dan aku sudah lumayan menguasai bahasa Indonesia. Kamu tidak akan
memberi hadiah atas prestasi itu?” matanya berkedip-kedip dengan manis.
Berharap Ezra akan memberikan hadiah padanya, “ini sangat tidak menyenangkan.”
Ia bertopang dagu.
Beberapa siswa
dan siswi dikantin memandangnya. Ia tidak mengerti, kenapa sejak ia datang,
Ezra benar-benar seperti menjaga jarak ketika disekolah? ‘apa ada gadis lain yang disukainya di sekolah ini dan ia marah aku
datang? Atau, atau apa?’ hatinya bertanya-tanya. Teman-teman baik Ezra jadi
tak enak melihat wajah manyun Eun Si.
“Sampai kapan
kamu akan tinggal disini? Sampai lulus sekolah?” tanya Ezra kemudian. Eun Si
kesal. Ia langsung memukul kepala Ezra dengan sumpit ditangannya, “aku hanya
bertanya. Kenapa reaksimu seperti itu?!”
“Ya! Kamu mau
mengusirku? Lakukan saja. Lakukan.” Eun Si kesal. Ia pergi dari kantin.
Langkah kakinya
terus menyusuri koridor sekolah. Ruangan demi ruangan ia lihat. Kini, ia berada
tepat di depan ruang musik. Penasaran, Eun Si masuk. Ia yang menyukai musik
langsung menyatu dengan tempat itu. Semua alat musik disentuhnya satu per satu.
“Anak pindahan,”
Vito tiba-tiba muncul dari balik kotak tinggi tempat penyimpanan barang,
“gue...,” ia berpikir beberapa detik. Ia mendengar Eun Si sudah pandai
berbahasa Indonesia namun bukan bahasa gaulnya, “kamu menyukai musik?” tanyanya
kemudian.
Mata Eun Si
menyipit. Ia tak kenal Vito dan ia tak ingin mengenal cowok itu.
Kini, Vito
mengulurkan tangannya. Memperkenalkan diri. Sayang, Eun Si hanya melempar
senyum. Ia ingat janjinya dengan Ezra kalau tidak akan berkenalan dengan siswa
lain kecuali atas izinnya, “maaf,” ia membungkuk kemudian pergi dari ruangan
tersebut.
Vito langsung
mengepalkan tangannya. Marah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar