Sudah
ada belasan motor berjejer untuk bertanding. Tapi ini bukan pertandingan
seperti yang muncul di televisi atau seperti di film-film. Ini hanya
pertandingan yang selalu membuat petugas keamanan kesal karena lagi-lagi mereka
dan mereka.
“Apa
yang dipertaruhkan?” tanya Ezra pada seorang temannya, “kalau gak sebanding,
gue mundur.” Senyum sinisnya terpancar jelas, “jelaskan apa itu?”
Mereka
saling pandang. Ezra curiga. Kemudian muncul seorang gadis bergaun putih
disana. Gadis yang benar-benar sangat dikenal Ezra. Ia berdiri ditengah-tengah
mereka sambil tersenyum manis. Rambut panjangnya berkibar-kibar akibat hantaman
angin malam.
“Ayo,”
ucap lawannya, “taruhan yang menyenangkan.”
Merasa
tertantang, Ezra setuju. Kemudian beberapa menit berlalu, pertandingan dimulai.
Sepanjang lintasan, kepala Ezra berputar-putar wajah gadis bergaun putih
tersebut. ‘Alellika’ sebutnya dalam
hati.
Sedang
di tempat lain, disebuah apartemen, Eun Si sedang fokus pada lukisannya. Namun,
berkali-kali ia fokus, sebanyak itu juga ia gagal. Seberapa pun ia berusaha
melukis, tangannya selalu tak bisa mengikuti kemauannya. ‘Ezra?’ ia mendesah lelah dan menyebut nama Ezra beberapa kali tapi
pikirannya kacau.
“Oppa,” Eun Si melihat kakak kandungnya
yang sedang membaca dukumen ditangan. Ia meminta izin untuk pergi keluar
mencari Ezra. Kakaknya hanya melemparnya dengan senyum sinis, “thanks,” ia berlari keluar kemudian
memencet tombol lift. Segera pergi
untuk melacak keberadaan Ezra.
Eun Si
berhasil mendapatkan tempat dimana pacaranya berada. Tak menunggu waktu lama.
Ia tiba disana. Tapi, yang ia temukan justru teman-teman baik Ezra. Orang yang
ia cari tidak ada disana.
“Eun
Si?” seorang cowok menghampirinya. Ia membuka topi. Eun Si mengenali cowok itu
sebagai teman sebangku Ezra sebelum ia yang duduk disana, “Ezra...,” mata Eun
Si mendapati handphone Ezra
ditangannya, “sebentar lagi selesai. Kamu datang untuk mendukungnya?” tanyanya,
Eun Si menggeleng, “lalu?” cowok itu sedikit khawatir apalagi ada Allelika
disana.
“Bosan.
Aku bosan. Kakakku datang hanya untuk urusan bisnis. Sangat membosankan.” Jelas
Eun Si, “apa yang dilakukan Ezra sekarang? Dia tidak pernah menceritakan hal
ini padaku.”
Teman-teman
Ezra yang lain saling pandang mendengar Eun Si bicara. Mereka tak tahu harus
merespon apa. Sedang diseberang sana, musuh-musuh Ezra melambaikan tangan pada
Eun Si. Karena tak tahu apapun, Eun Si ikut melambaikan tangan sebagai sopan
santun.
“Itu!
Itu Ezra!” orang-orang langsung berkumpul. Melihat motor Ezra memimpin. Sedang
Eun Si jauh dibelakang mereka. Ia masih berpikir untuk apa Ezra melakukan semua
ini, “akhirnyaaa!”
Mereka
berteriak. Kemenangan. Bahkan langsung mengangkat tubuh Ezra. Musuh mereka
mengepalkan tangan. Marah. Ezra diturunkan. Ia menghampiri seorang gadis,
Allelika. Ia belum menyadari ada Eun Si disana.
“Dengan
begini, artinya, kamu gak ada hubungan apapun dengannya,” ucapnya pada Allelika
sambil melirik musuh sekaligus pacar Allelika. Taruhan ini adalah mengenai
Allelika. Jika Ezra menang, maka Allellika bisa putus dengan pacarnya, “aku
melakukan ini untuk kamu,” senyum Ezra mengembang. Para musuhnya pergi begitu
saja. Ia pun memeluk Allelika.
Ezra
memandangi teman-temannya. Mengatakan kalau malam ini mereka harus merayakan
kemenangan tapi teman-teman Ezra diam. Hening. Curiga dengan sikap
teman-temannya, Ezra melihat sekitar. Kemudian, ia menemukan Eun Si berdiri
mematung, “E...Eun Si?”
“Oppa!” mata Eun Si berkaca-kaca. Ia
memang tidak tahu siapa Allelika dan apa yang membuat Ezra melakukan semua ini.
Tapi ia melihat ketulusan dimata Ezra, “Oppa,
ayo pergi dari sini.” Ajak Eun Si. Teman-teman Ezra mengangguk tapi Ezra justru
menolak, “benarkah?” Eun Si kesal tapi ia tidak bisa marah. Yang dapat ia
lakukan hanya pergi dari sana secepat mungkin. Ia tak ingin tangisnya pecah
didepan banyak orang.
**
Kakak
kandung Eun Si naik darah melihat adiknya tak juga berhenti menangis. Ia sudah
memperkirakan kalau Eun Si akan terluka jika mengenal Ezra lebih jauh.
“Tapi,
aku mencintainya!” Eun Si mengamuk. Kakaknya tidak tahu apa yang Eun Si katakan
karena ia benar-benar tidak mengerti bahasa Indonesia, “menyebalkan!”
Ia
menulis sesuatu diatas secarik kertas dan dibawahnya ada paspor. Tertulis jika
2 minggu lagi Eun Si bisa pulang. Tapi, jelas Eun Si menolak. Ia ingin disini,
“Indonesia indah. Jika bukan karena Ezra, aku ingin karena teman-temanku
disini.” Ucapnya yang jelas tidak dimengerti kakaknya. Eun Si ingin memiliki
teman disini dan ia sudah mendapatkan beberapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar