Hadits Marfu,
Mauquf, dan Maqthu
A. Hadits Marfu
Hadits marfu adalah hadits yang khusus
disandarkan kepada Nabi saw berupa perkataan, perbuatan atau taqrir beliau;
baik yang menyandarkannya sahabat, tabi’in atau yang lain; baik sanad hadits
itu bersambung atau terputus.
Berdasarkan definisi diatas hadits
marfu itu ada yang sanadnya bersambung, adapula yang terputus. Dalam hadits
marfu ini tidak dipersoalkan apakah ia memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau
hadits hasan, berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadnya
terpuus hadits tersebut disifati dengn hadits dhaif mengikuti macam-macam
putusnya perawi.
· Macam-macam
Hadits Marfu
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu
dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi, maka apa yang
disandarkan kepada Nabi itupun dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli,
marfu fi’li dan marfu taqriri. Dari ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang
jelas –dengan mudah dikenal– rafanya, dan adapula yang tida jelas rafanya. Yang
jelas (shahih) disebut marfu hakiki, dan yang tidak jelas (ghairu shahih)
disebut marfu hukmi.
1. Marfu Qauly
Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat
kepada Nabi tentang sabdanya, bukan perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan
dengan tegas bahwa nabi bersabda. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan
lapazh qauliyah :
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول …… كذا
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda
……… begini”
Contohnya :
عن ابن عمر رضى الله عنه قال: إنّ رسول الله صلى الله عليه
وسلّم قال: صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذّ بسبع و عشرين درجة
( رواه
البخاري و مسلم)
“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :
Shalat jama’ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat
sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmi
Ialah hadits marfu yang tidak tegas
penyandaran sahabat terhadap sabda Nabi, melainkan dengan perantaran qarinah
yang lain, bahwa apa yang disandarkan sahabat itu berasal dari sabda nabi.
Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat :
أمرنا بكذا ……. نهينا عن كذا
“Aku diperintah begini…., aku dicegah
begitu……”
Contohnya :
أمر بلال ان ينتفع الأذن و يوتر الإقامة ( متفق عليه )
“Bilal r.a. diperintah menggenapknan
adzan dan mengganjilkan iqamah” (HR Mutafaqqun ‘Alaih)
Pada contoh diatas hadits tersebut
dihukumkan marfu dan karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah.
Sebab pada hakikatnya si pemberi perintah iu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu
dengan tegas menjelaskan perbuatan rasulullah saw.
Contohnya :
عن عائشة رضى الله عنها انّ رسولالله صلّى الله عليه وسلّم كان
يدعوا فى الصلاة, ويقول: (اللّهمّ إنّى أعوذبك من المأثم و المغرم) (رواه البخارى)
“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa
rasulullah saw mendo’a di waktu sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung
kepada Mu dari dosa dan hutang” (HR Bukhari)
4. Marfu Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan
dihadapan Rasulullah atau diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan
sahabat itu tidak disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang
menunjukkan perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan
hadits marfu melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya persangkaan
yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan Rasulullah saw.
Contohnya :
قال
جابر: كنّا نأكل لحوم الخيل على عهدى رسول الله (رواه
النسائى)
“Jabir r.a. berkata : Konon kami makan
daging Kuda diwaktu Rasulullah saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
Ialah tindakan sahabat dihadapan
Rasulullah dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun
negatif dari beliau.
Contohnya, Seperti pengakuan Ibnu Abbas
r.a:
كنّا نصلّ ركعتين بعد غروب الشمس و كان رسول الله صلى الله
عليه و سلم يرانا ولم يأمرنا ولم ينهنا
“Konon kami bersembahyang dua rakaat
setelah matahari tenggelam, Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun
beliau tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah.”
6. Marfu Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat
diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau
minas Sunnati.
Contohnya, perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a
kepada Ummul Walad:
لا تلبسوا علين سنّة نبيّنا (رواه
ابو داود)
“Jangan kau campur-adukkan pada kami
sunnah nabi kami.” (HR. Abu Dawud)
Perkataan di atas tidak lain adalah
sunnah Nabi Muhammad saw, akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat
minas sunnati dan yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang
demikian itu bukan disebut hadits marfu, tetapi disebut hadits mauquf.
· Hadits yang
Dianggap Marfu
Selain yang tersebut di atas, terdapat
beberapa ketentuan untuk menggolongkan hadits kepada hadits marfu. Antara lain:
1. Apabila
dalam memberitakan itu, diikuti dengan kata-kata seperti: Yarfa’ahu,
Marfu’an, Riwayatan, Yarwihi, Yannihi, Ya’tsuruhu/yablughu bihi.
Contohnya, yaitu hadits al-A’raj:
عن ابى هريرة رضى الله عنه يبلغ به: (الناس تبع لقريش) (متفق عليه)
“Warta dari Abu Hurairah r.a, yang ia
rafa’kan kepada Nabi saw: manusia itu menjadi pengikut orang Quraisy.” (HR.
Mutafaq ‘alaih)
2. Tafsir
sahabat yang berhubungan dengan asbabun nuzul.
3. Sesuatu yang
bersumber dari sahabat yang bukan semata-mata hasil pendapat ijtihad beliau
sendiri.
Contohnya:
كان ابن عمر و ابن عبّاس يفطران و يقصران اربعة برد
(رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a,
sama-sama berbuka puasa dan mengejar shalat dalam perjalanan sejauh empat barid
(18.000 langkah).” (HR. Bukhari)
· Kehujjahan hadits marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan
dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan
hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.
B. Hadits Mauquf
Hadits mauquf ialah:
هو
ما قصر على الصحابىّ قولا او فعلا متّصلا كان او منقطعا
“Berita yang hanya disandarkan sampai
kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan
baik sanadnya bersambung maupun terputus.”
Contohnya:
يقول: اذا أمسيت فلا تنتظرالصباح واذا
أصنحت فلا تنتظرالمساء وخذ من صحّتك لمرضك ومن حياتك لموتك (رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar r.a berkata: Bila kau
berada di waktu sore jangan menunggu datangnya pagi hari, dan bila kau berada
di waktu pagi jangan menunggu datangnya sore hari. Ambillah dari waktu sehatmu
persediaan untuk waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.”
(HR. Bukhari)
Hadits di ata adalah hadits mauquf,
sebab kalimat tersebut adalah perkataan Ibnu Umar sendiri, tidak ada petunjuk
kalau itu sabda Rasulullah saw, yang ia ucapkan setelah ia menceritakan bahwa
rasulullah memegang bahunya dengan bersabda:
كن
فى الدنيا كأنّك غريب او عابر سبيل
“Jadilah kamu di dunia ini bagaikan
orang asing atau orang yang lewat di jalanan”
Hadits mauquf dapat disifati hadits
shahih atau hasan tetapi tidak ada kewajiban untuk menjalankannya, tetapi boleh
dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini hanya
berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh rasulullah saw.
Jika disandarkan hadits mauquf itu
kepada orang yang bukan sahabat, hendaklah ditegaskan yakni harus dikatakan,
umpamanya, hadits ini mauquf kepada Ibnul Musayyab. Jelasnya, apabila
diithlaqkan mauquf, dan dimaksudkan perkataan atau perbuatan tabi’in, hendaklah
ditegaskan, dikatakan “mauquf pada mujahid”, umpamanya.
Apabila seorang sahabat berfatwa atau
mengerjakan sesuatu, maka diketika kita terangkan yang demikian itu kepada
orang lain, maka apa kita terangkan itu disebut hadits mauquf. Yakni bicara
yang demikian dari sahabat, atau perbuatan yang dinukilakn dari sahabat.
Hadita mauquf yang memiliki banyak
qarinah dari sahabat-sahabat yang lain naik derajatnya menjadi marfu.
· Hukum Hadits Mauquf
Para ulama
berselisih pendapat tentang menggunakan hadits mauquf sebagai hujjah. Menurut
ulama Syafi’iyah dalam al-jadid, jika perkataan sahabat itu tidak populer di
masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula dijadikan hujjah.
Apapun
tingkatan atau martabatnya tidaklah diterima sebagai hujjah atau dalil bagi
ajaran Islam, sebab yang dapat diterima sebagai hujjah itu hanyalah Al-Qur’an dan
Hadits Nabi saw, tetapi hadits yang disandarkan kepada sahabat.
Pada prinsipnya
hadits mauquf itu tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang
menunjukkan (yang menjadikan) marfu.
C. Hadits Maqthu’
Dari segi bahasa, berarti hadits yang
terputus. Para ulama memberi batasan:
ما
جاء عن تابعيّ من قوله او فعله موقوفاعليه سواءاتّصل سنده أملا
“Ialah perkataan atau perbuatan yang
berasal dari seorang tabi’in serta dimauqufkan padanya, baik sandanya
bersambung maupun tidak.”
Contohnya ialah perkataan Haram bin
Jubair, seorang tabi’in besar, ujarnya:
المؤمن
اذا عرف ربّه عزّوجلّ أحبّه واذا أحبّه أقبل إليه
“Orang mukmin itu bila telah mengenal
tuhanya azza wajalla, niscaya ia mencintainya dan bila ia mencintainya Allah
menerimanya.”
Contoh lain seperti perkataan Sufyan
Ats-Tsaury, seorang tabi’in, yang mengatakan:
من السنّة أن يصلّى بعد الفطر اثنتى
عشرة ركعة وبعد الأضحى ستّ ركعات
“Termasuk sunnat ialah mengerjakan
shalat 12 rakaat setelah shalat Idul Fitri, dan 6 rakaat sehabis shalat Idul
Adha.”
Asy-Syafi’i dan Ath-Thabarani
menggunakan istilah maqthu untuk munqathi. Tetapi sebenarnya ditinjau dari segi
istilah, memang kedua-duanya mempunyai perbedaan. Sebab suatu hadits dikatakan
dengan munqathiitu dalam lapangan pembahasan sanad, yakni sanarnya tidak muttashil.
Sedang untuk hadits dikatakan maqthu itu dalam lapangan pembahasan matan, yakni
matannya tidak dinisbatkan kepada Rasulullah saw atau sahabat r.a.
Apabila para muhadditsin mengatakan:
“Ini hadits maqthu”, maka maksudnya: Hadits (khabar) yang disandarkan kepada
tabi’in, baik perbuatan maupun perkataan, baik muttashil maupun munqathi.”
· Hukum Hadits
Maqthu
Hadits maqthu tidak dapat dijadikan
hujjah, mengenai hadits ini para ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu
tidak dapat dijadikan hujjah. Tetapi jika pendapat itu berkembang dalam
masyarakat dan tidak diperoleh bantahan dari seseorang, maka ada ulama yang
menyamakannya dengan pendapat sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang
tidak didapati bantahan dari seseorang, yakni dipandang sebagai suatu lama.
Analisis
Hadits marfu adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi
saw, tidak dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Hadits marfu itu dapat mencakup hadits mutawatir dan ahad, dapat
mencakup hadits muttashil dan ghair muttashil seperti hadits mursal, munqathi,
mu’dhal, mu’allaq, serta dapat mencakup hadits shahih, hasan dan dha’if.
Apabila ditinjau dari segi sanarnya, hadits marfu dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu hadits, shahih, hasan dan dha’if .
Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih atau hadits hasan
berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi. Bila sanadanya terputus
dapat disifati hadits dha’if mengikuti macam-macam putusnya perawi. Segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi dapat diklasifikasikan menjadi marfu
qauly, marfu fi’ly dan marfu taqriry.
Kehujjahan hadits marfu yang shahih dan hasan dapat
dijadikan untuk menentukan suatu hukum, karena kedua hadist ini dapat
dogolongkan kepada hadits mutawatir, sedangkan taraf kapasitas tentang benarnya
hadits mutawatir berasal dari Nabi saw adalah tertinggi atau 100 %,
keshahihannya berasal dari Nabi bersifat pasti, tidak bersifat dugaan; kerana
itu kedudukannya sebagai sumber ajaran agama Islam adalah tertinggi ketimbang
hadits-hadits lain, sedangkan hadits marfu yang dha’if tidak dapat dijadikan
hujjah dalam menetapkan akidah dan hukum, kecuali yang menjelaskan tentang
berbagai keutamaan yang terkandung dalam suatu amal yang diperintahkan oleh
Allah dan RasulNya.
Hadits mauquf bukanlah hadits Nabisaw, tetapi hadits yang
disandarkan kepada sahabat. Hadits mauquf ada yang sunguh-sungguh sebagai
hadits shahih dan ada hadits mauquf yang sebenarnya bukan hadits sahabat.
Dengan kata lain taraf kebenaran bahwa hadits mauquf sebagai sungguh-sungguh
hadits sahabat ada yang shahih, hasan dan ada pula yang dha’if.
Hadits mauquf apapun tingkatan dan martabatnya, tidak
dapat dijadikan hujjah dalam menentukan suatu hukum karena yang dapat dijadikan
hujjah adalah al-Qur’an dan Hadits yang benar-benar dari Nabi saw.
Hadits maqthu adalah hadits yang disandarkan kepada
tabi-in, hadits tersebut tidak dinisbatkan kepada nabi ataupun sahabat. Hadits
ini berupa perkataan, perbuatan dan taqrir tabi’in yang mereka lakukan dan
kerjakan pada waktu nabi masih hidup dan tidak mendapat teguran atau sapaan
dari Nabi saw, artinya Nabi saw membiarkan yang sedang dilakukan sahabat
tersebut. Hadits maqthu tidak dapat dipegang sebagai hujjah dalam menetapkan
suatu hukum karena hadits tersebut bukanlah perkataan atau perbuataan tabi’in.
KESIMPULAN
1. Hadits
mauquf dapat berupa hadits shahih, hasan dan dha’if diihat dari bersambung atau
tidaknya sanad.
2. Hadits
mauquf termasuk hadits dha’if apabila terdapat qarinah dari sahabat yang lain
maka derajatnya menjadi shahih atau hasan.
3. Hadits
maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, ada ula yang menyamakannya dengan pendapat
sahabat yang berkembang dalam masyarakat yang tidak didapati bantahan dari
seseorang, yakni dipandang sebagai suatu ijma.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib,
“Ajaj, M. Dr., Ushulul Hadits, Darul Fikr, Damsyik, 1975
Ash-Shalih,
Subhi, Dr., Ulumul Hadits Wa Mushthalahuhu, Darul Ilmil Umayin, Bairut,
1981
Ash-Shiddiqy,
Hasbi, M., Sejarah Dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Jakarta,
1954
Rahman, Fathur, Drs., Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Al-Ma’arif,
Bandung, 1987
Abdul Aziz RS., Drs., Pelajaran Hadits Ilmu Hadits, Wicaksana,
Semarang, 1988
Hadits Qudsi, Marfu, Mauquf dan Maqthu
A.
Hadits Qudsi
Hadits Qudsi secara etimologi berarti Hadits yang di nisbatkan kepada Dzat yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta`ala. Secara istilah, Hadits Qudsi dipahami sebagai Hadits yang yang di sabdakan Rasulullah, berdasarkan firman Allah SWT. Dengan kata lain, matan Hadits tersebut adalah mengandung firman Allah SWT.
Hadits Qudsi sama dengan Hadits-Hadits lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan, juga dlaif. Perbedaan umum antara Al Qur`anul Karim, Hadits Nabi, dan Hadits Qudsi diantaranya;
1. Al Qur`anul Karim mempunyai lafadz dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala.
2. Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafadz yang bersumber dari Nabi SAW tetapi maknanya dari Allah SWT, dan diturunkan tidak secara berkala serta dinitsbatkan kepada Rasulullah SAW.
3. Serta Hadits Qudsi, lafadz Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaianya adalah:
1. Al Qur`an selalu memakai kata “قال الله تعالى”
2. Hadits Nabawi memakai kalimat” قال رسول الله \ قال النبي”
3. Hadits Qudsi dengan “قال رسول الله فيما يرويه عن ربه”
Hadits Qudsi juga bisa disebut sebagai Hadits Ilahi, atau Hadits Rabbani. Jumlah total Hadits Qudsi menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih, hasan dan dlaif.
Contoh Hadits Qudsi yang sahih:
عن رسول الله ص. قال الله عز وجل: انفق انفق عليك. (صحيح رواه البخرى مسلم).
Artinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah Azza wa Jalla. “berderma lah kalian, niscaya aku akan membalas derma atasmu” (Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hadits Qudsi ialah Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT.
Hadits Qudsi secara etimologi berarti Hadits yang di nisbatkan kepada Dzat yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta`ala. Secara istilah, Hadits Qudsi dipahami sebagai Hadits yang yang di sabdakan Rasulullah, berdasarkan firman Allah SWT. Dengan kata lain, matan Hadits tersebut adalah mengandung firman Allah SWT.
Hadits Qudsi sama dengan Hadits-Hadits lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan, juga dlaif. Perbedaan umum antara Al Qur`anul Karim, Hadits Nabi, dan Hadits Qudsi diantaranya;
1. Al Qur`anul Karim mempunyai lafadz dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala.
2. Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafadz yang bersumber dari Nabi SAW tetapi maknanya dari Allah SWT, dan diturunkan tidak secara berkala serta dinitsbatkan kepada Rasulullah SAW.
3. Serta Hadits Qudsi, lafadz Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.
Perbedaan dalam bentuk penyampaianya adalah:
1. Al Qur`an selalu memakai kata “قال الله تعالى”
2. Hadits Nabawi memakai kalimat” قال رسول الله \ قال النبي”
3. Hadits Qudsi dengan “قال رسول الله فيما يرويه عن ربه”
Hadits Qudsi juga bisa disebut sebagai Hadits Ilahi, atau Hadits Rabbani. Jumlah total Hadits Qudsi menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih, hasan dan dlaif.
Contoh Hadits Qudsi yang sahih:
عن رسول الله ص. قال الله عز وجل: انفق انفق عليك. (صحيح رواه البخرى مسلم).
Artinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah Azza wa Jalla. “berderma lah kalian, niscaya aku akan membalas derma atasmu” (Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hadits Qudsi ialah Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT.
B.
Hadits Marfu
Secara etimologi Marfu berasal berarti “yang diangkat, yang dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan”, yaitu ditujukan kepada Rasulullah SAW.
Secara istilah, Hadits Marfu dapat dipahami sebagai Hadits yang sandarkan terhadap Nabi Muhammad SAW dari ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat Beliau.
Pembagian Marfu:
Secara etimologi Marfu berasal berarti “yang diangkat, yang dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan”, yaitu ditujukan kepada Rasulullah SAW.
Secara istilah, Hadits Marfu dapat dipahami sebagai Hadits yang sandarkan terhadap Nabi Muhammad SAW dari ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat Beliau.
Pembagian Marfu:
Katerangan:
1. Qauli Tasrihan : ucapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
2. Qauli Hukman: ucapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
3. Fi`Li Tasrihan: perbuatan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
4. Fi`Li Hukman: perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Taqriri Tasrihan: ketetapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
6. Taqriri Hukman: ketetepan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
1. Qauli Tasrihan : ucapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
2. Qauli Hukman: ucapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
3. Fi`Li Tasrihan: perbuatan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
4. Fi`Li Hukman: perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Taqriri Tasrihan: ketetapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.
6. Taqriri Hukman: ketetepan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
Contoh
Hadits Marfu Qauli Tasrihan:
عن جابر قال رسول الله ص. حسن الملكة يمن وسوء الخلق شؤم. (ابن عسكر).
Artinya: dari Jabir telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan itu adalah sial” (HR. ibnu asakir).
Hadits diatas dikatakan sebagai Hadits Marfu Qauli Tasrihan karena dengan terang-terangan “قال رسول الله”.
عن جابر قال رسول الله ص. حسن الملكة يمن وسوء الخلق شؤم. (ابن عسكر).
Artinya: dari Jabir telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan itu adalah sial” (HR. ibnu asakir).
Hadits diatas dikatakan sebagai Hadits Marfu Qauli Tasrihan karena dengan terang-terangan “قال رسول الله”.
Contoh
Hadits Marfu Qauli Hukman:
عن عمر قال: الدعاء موقوف بين السماء والارض لا يصعد شيء حتى يصلى على النبي. (رواه الترمذي).
Artinya: dari umar ia berkata: “do`a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).
Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “قال رسول الله” tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
عن عمر قال: الدعاء موقوف بين السماء والارض لا يصعد شيء حتى يصلى على النبي. (رواه الترمذي).
Artinya: dari umar ia berkata: “do`a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).
Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “قال رسول الله” tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut dari Rasulullah SAW.
Contoh
Hadits Marfu Fi`Li Tasrihan:
عن انس: اعتق رسول الله ص. صفية وجعل عتقها مهرها. (رواه النساءى).
Artinya: dari Anas: Rasulullah SAW telah memerdekakan shafiyah dan beliau jadikan memerdekakanya itu sebagai mahar.
Dengan tegas Hadits ini menerangkan tentang perbuatan Nabi yakni memerdekakan shafiyah.
عن انس: اعتق رسول الله ص. صفية وجعل عتقها مهرها. (رواه النساءى).
Artinya: dari Anas: Rasulullah SAW telah memerdekakan shafiyah dan beliau jadikan memerdekakanya itu sebagai mahar.
Dengan tegas Hadits ini menerangkan tentang perbuatan Nabi yakni memerdekakan shafiyah.
Contoh
Hadits Marfu Fi`Li Hukman:
ان علي بن ابى طالب صلى فى كسوف عشر ركعات فى اربع سجدات. (المحلى)
Artinya: bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah shalat kusuf 10 ruku` dengan 4 sujud.
Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4 sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.
ان علي بن ابى طالب صلى فى كسوف عشر ركعات فى اربع سجدات. (المحلى)
Artinya: bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah shalat kusuf 10 ruku` dengan 4 sujud.
Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4 sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.
Contoh
Hadits Marfu taqriri tasrihan:
عن ابن عباس قال : كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان النبي ص. يرانا فلم يأمرون ينهنا. (رواه مسلم).
Artinya: dari Ibnu Abbas ia berkata: kami pernah shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat kami, tetapi beliau tidak memerintah kami dan tidak melarang kami. (HR. Muslim).
Hadits diatas dianggap Marfu Taqriri Tasrihan karena secara terang-terangan Nabi malihat, namun tidak menyuruh ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.
عن ابن عباس قال : كنا نصلى ركعتين بعد غروب الشمس وكان النبي ص. يرانا فلم يأمرون ينهنا. (رواه مسلم).
Artinya: dari Ibnu Abbas ia berkata: kami pernah shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat kami, tetapi beliau tidak memerintah kami dan tidak melarang kami. (HR. Muslim).
Hadits diatas dianggap Marfu Taqriri Tasrihan karena secara terang-terangan Nabi malihat, namun tidak menyuruh ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.
Contoh
Hadits Marfu taqriri hukman:
عن انس ابن مالك ان ابواب النبي ص. كانت تقرع بالاظافير. (رواه البخرى).
Artinya: dari Anas Bin Malik: sesungguhnya pintu-pintu (rumah) Nabi SAW diketuk dengan jari-jari (HR. Bukhari).
Hadits diatas dinyatakan sebagai Hadits Marfu taqriri hukman karena perbuatan sahabat yang mengetuk rumah Rasulullah, dan Rasulullah tidak melarang maupun menyuruh, dengan kata lain membenarkan perbuatan para sahabat
Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari Hadits Marfu diantaranya:
1. Jika yang berbicara sahabat:
a. Kami telah diperintah (امرنا ).
b. Kami telah dilarang (نهينا عن).
c. Telah diwajibkan atas kami (اوجب علينا).
d. Telah diharamkan atas kami (حرم علينا).
e. Telah diberi kelonggaran kepada kami (رخص لنا).
f. Telah lalu dari sunnah (مضت السنة).
g. Menurut sunnah (من السنة)
h. Kami berbuat demikian di zaman Nabi (كنا نفعل كذا فى عهد النبي ص).
i. Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup (كنا نفعل كذا و النبي ص. حي).
2. Jika yang meriwayatkanya tabi`in:
a. Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW (يرفعه).
b. Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW (ينميه).
c. Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW (يرويه).
d. Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW (يبلغ به).
e. Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW (رواية).
3. Jika di akhir sanad ada sebutan (مرفوعا) artinya: keadaanya diMarfu`kan.
4. Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an:
a. Asbabun nujul
Contoh:
عن البراء قال : كانوا اذا احرموا فى الجاهلية اتوا البيت من ظهره فانزل الله : وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى. وأتوا البيوت من ابوابها. (رواه البخارى 6:26).
Artinya: dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: “bukanlah kebajikan itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. (HR. Bukhari 6:26).
Dari contoh Hadits diatas bias kita tarik kesimpulan bahwa sahabat menceritakan asbabun nujul dari surat Al Baqarah ayat 189. Hadits ini disebut Marfu karena seolah Nabi lah yang bersabda demikian atau Nabi membenarkan perkataan sahabatnya.
عن انس ابن مالك ان ابواب النبي ص. كانت تقرع بالاظافير. (رواه البخرى).
Artinya: dari Anas Bin Malik: sesungguhnya pintu-pintu (rumah) Nabi SAW diketuk dengan jari-jari (HR. Bukhari).
Hadits diatas dinyatakan sebagai Hadits Marfu taqriri hukman karena perbuatan sahabat yang mengetuk rumah Rasulullah, dan Rasulullah tidak melarang maupun menyuruh, dengan kata lain membenarkan perbuatan para sahabat
Dalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari Hadits Marfu diantaranya:
1. Jika yang berbicara sahabat:
a. Kami telah diperintah (امرنا ).
b. Kami telah dilarang (نهينا عن).
c. Telah diwajibkan atas kami (اوجب علينا).
d. Telah diharamkan atas kami (حرم علينا).
e. Telah diberi kelonggaran kepada kami (رخص لنا).
f. Telah lalu dari sunnah (مضت السنة).
g. Menurut sunnah (من السنة)
h. Kami berbuat demikian di zaman Nabi (كنا نفعل كذا فى عهد النبي ص).
i. Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup (كنا نفعل كذا و النبي ص. حي).
2. Jika yang meriwayatkanya tabi`in:
a. Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW (يرفعه).
b. Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW (ينميه).
c. Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW (يرويه).
d. Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW (يبلغ به).
e. Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW (رواية).
3. Jika di akhir sanad ada sebutan (مرفوعا) artinya: keadaanya diMarfu`kan.
4. Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an:
a. Asbabun nujul
Contoh:
عن البراء قال : كانوا اذا احرموا فى الجاهلية اتوا البيت من ظهره فانزل الله : وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى. وأتوا البيوت من ابوابها. (رواه البخارى 6:26).
Artinya: dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: “bukanlah kebajikan itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. (HR. Bukhari 6:26).
Dari contoh Hadits diatas bias kita tarik kesimpulan bahwa sahabat menceritakan asbabun nujul dari surat Al Baqarah ayat 189. Hadits ini disebut Marfu karena seolah Nabi lah yang bersabda demikian atau Nabi membenarkan perkataan sahabatnya.
b.
Keterangan dari sebuah ayat atau kalimat dalam Al Qur`an
Contoh:
عن عبد الله فى هذه الاية : الذين يدعون يبتغون الى ربهم الوسيلة. قال : ناس من الجن يعبدون فأسلموا. (البخارى 86:6).
Artinya: dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: “yang orang-orang menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada tuhan mereka” ia berkata “adalah satu golongan dari jin disembah oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam”. (R. Bukhari).
Abdullah bin mas`ud adalah sahabat yang menafsirkan ayat 5 surat Al Ishra bukan berdasarkan ijtihad dan pikiran. Tetapi berdasarkan keterangan dari Rasulullah SAW.
Catatan:
Hadits tentang tafsir sahabat dengan jalan ijtihad dan pikiran.
عن ابن عباس فى قوله والعاديات ضبحا. قال : الخيل. (رواه ابن جرير 030:15).
Artinya: dari ibnu abbas, tentang firman Allah: “wal`adiati dlabhan” ia berkata: (maksudnya) kuda”. (R. ibnu jarir 30:150).
Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang memaknakan “wal`adiyati dabhan” sebagi “kuda” sedang sahabat lain ada yang memaknakan “unta”. Macam-macam pendapat ini semua muncul dari ijtihad masing-masing sahabat. Maka hal ini dimasukkan kepada mategori Hadits Mauquf yang akan dibahas kemudian.
Contoh:
عن عبد الله فى هذه الاية : الذين يدعون يبتغون الى ربهم الوسيلة. قال : ناس من الجن يعبدون فأسلموا. (البخارى 86:6).
Artinya: dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: “yang orang-orang menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada tuhan mereka” ia berkata “adalah satu golongan dari jin disembah oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam”. (R. Bukhari).
Abdullah bin mas`ud adalah sahabat yang menafsirkan ayat 5 surat Al Ishra bukan berdasarkan ijtihad dan pikiran. Tetapi berdasarkan keterangan dari Rasulullah SAW.
Catatan:
Hadits tentang tafsir sahabat dengan jalan ijtihad dan pikiran.
عن ابن عباس فى قوله والعاديات ضبحا. قال : الخيل. (رواه ابن جرير 030:15).
Artinya: dari ibnu abbas, tentang firman Allah: “wal`adiati dlabhan” ia berkata: (maksudnya) kuda”. (R. ibnu jarir 30:150).
Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang memaknakan “wal`adiyati dabhan” sebagi “kuda” sedang sahabat lain ada yang memaknakan “unta”. Macam-macam pendapat ini semua muncul dari ijtihad masing-masing sahabat. Maka hal ini dimasukkan kepada mategori Hadits Mauquf yang akan dibahas kemudian.
C.
Hadits Mauquf
Secara etimologi Mauquf adalah ‘yang terhenti’. Dalam istilah, Hadits Mauquf berarti Hadits yang disandarkan kepada Sahabat, berupa ucapan, perbuatan atau Taqrir.
Contoh-contoh:
Secara etimologi Mauquf adalah ‘yang terhenti’. Dalam istilah, Hadits Mauquf berarti Hadits yang disandarkan kepada Sahabat, berupa ucapan, perbuatan atau Taqrir.
Contoh-contoh:
1.
Ucapan:
عن عبد الله بن مسعود قال : لا يقلدن احدكم دينه رجلا فان امن امن وان كفر كفر (رواه ابو نعيم 136:1).
Artinya: dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Na`im 1:136).
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
عن عبد الله بن مسعود قال : لا يقلدن احدكم دينه رجلا فان امن امن وان كفر كفر (رواه ابو نعيم 136:1).
Artinya: dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Na`im 1:136).
Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
2.
Perbuatan:
عن عبد الله بن عمير قال : خير عمر غلاما بين ابيه و امه فاختار امه فانطلقت به (المحلى 328:10).
Artinya: “dari Abdillah Bin Ubaid Bin Umair ia berkata: umar menyuruh kepada seorang anak laki-laki memilih antara ayah dan ibunya. Maka anak itu memilih ibunya , lalu ia membawa ibunya. (Al Muhalla 10:328).
Umar adalah sahabat Nabi SAW, riwayat diatas menunjukan kepada perbuatan Umar untuk memilih antara ibu dan ayahnya.
عن عبد الله بن عمير قال : خير عمر غلاما بين ابيه و امه فاختار امه فانطلقت به (المحلى 328:10).
Artinya: “dari Abdillah Bin Ubaid Bin Umair ia berkata: umar menyuruh kepada seorang anak laki-laki memilih antara ayah dan ibunya. Maka anak itu memilih ibunya , lalu ia membawa ibunya. (Al Muhalla 10:328).
Umar adalah sahabat Nabi SAW, riwayat diatas menunjukan kepada perbuatan Umar untuk memilih antara ibu dan ayahnya.
3.
Taqrir:
عن الزهري ان عاتكة بنت زيد بن عمرو بن نفيل كانت تحت عمر ابن الخطاب وكانت تشهد الصلاة فى المسجد فكان عمر يقول لها : و الله انك لتعلمين ما احب هاذا. فقالت : و الله لا انتهي حتى تنهان. فقال عمر : فاني لا انهاك. (المحلى 202:4)
Artinya: dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid. Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu, bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla 4:202).
Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut diunjukan bahwa ia membenarkan perbutan atikah yaitu shalat di mesjid.
عن الزهري ان عاتكة بنت زيد بن عمرو بن نفيل كانت تحت عمر ابن الخطاب وكانت تشهد الصلاة فى المسجد فكان عمر يقول لها : و الله انك لتعلمين ما احب هاذا. فقالت : و الله لا انتهي حتى تنهان. فقال عمر : فاني لا انهاك. (المحلى 202:4)
Artinya: dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid. Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu, bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla 4:202).
Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut diunjukan bahwa ia membenarkan perbutan atikah yaitu shalat di mesjid.
Keterangan
:
1. Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, dan dlaif.
2. Hadits Mauquf tidak menjadi hujjah. Terutama jika bersangkutan dengan ibadah.
3. Dalam Hadits Mauquf dikenal istilah “Mauquf pada lafadz, tetapi Marfu pada hukum” artinya. Hadits Mauquf ini lafadznya berasal dari sahabat sedangkan hukumnya dari Rasulullah SAW.
1. Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, dan dlaif.
2. Hadits Mauquf tidak menjadi hujjah. Terutama jika bersangkutan dengan ibadah.
3. Dalam Hadits Mauquf dikenal istilah “Mauquf pada lafadz, tetapi Marfu pada hukum” artinya. Hadits Mauquf ini lafadznya berasal dari sahabat sedangkan hukumnya dari Rasulullah SAW.
D.
Hadits Maqthu
Maqthu artinya: yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang terpotong. Menurut ilmu Hadits, Maqthu adalah “perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang berada pada tingakat dibawahnya”.
Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.
Contoh-contoh:
Maqthu artinya: yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang terpotong. Menurut ilmu Hadits, Maqthu adalah “perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang berada pada tingakat dibawahnya”.
Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.
Contoh-contoh:
1.
Ucapan:
عن عبد الله بن سعيد بن ابي هند قال : قلت لسعيد بن المسيب : ان فلانا اعطس والامام يخطب فشمته فلان. قال : مره فلا يعودن. (الاثر 33).
Artinya: dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`Id Bin Musaiyib; bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib “perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al atsar 33).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Perbuatan:
عن قتادة قال : كان سعيد بن المسيب يصلي العصر ركعتين. (المحلى 3:6).
Artinya: dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla 3:6).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.
عن عبد الله بن سعيد بن ابي هند قال : قلت لسعيد بن المسيب : ان فلانا اعطس والامام يخطب فشمته فلان. قال : مره فلا يعودن. (الاثر 33).
Artinya: dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`Id Bin Musaiyib; bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib “perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al atsar 33).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Perbuatan:
عن قتادة قال : كان سعيد بن المسيب يصلي العصر ركعتين. (المحلى 3:6).
Artinya: dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla 3:6).
Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.
3.
Taqrir:
عن الحكم بن عتيبة قال : كان يؤمنا فى مسجدنا هذا عبد فكان شريح يصلي فيه. (المحلى 212:4).
Artinya: dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu). (Al Muhalla 4:212).
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam
عن الحكم بن عتيبة قال : كان يؤمنا فى مسجدنا هذا عبد فكان شريح يصلي فيه. (المحلى 212:4).
Artinya: dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu). (Al Muhalla 4:212).
Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam
Makalah Hadis Maudhu
Makalah Hadis Maudhu
Maudhu’ berarti bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau membuat-buat. Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.
A. Pendahuluan
Meski begitu besarnya fungsi dan
kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah Alquran al-Karim, namun
seperti dicatat dalam sejarah, ternyata penulisan dan kodifikasi Hadis secara
resmi baru dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu lamanya
rentang antara waktu sejak meninggalnya Rasulullah saw. hingga waktu kodifikasi
Hadis.
Dalam perjalanan sejarah Hadis,
banyak muncul Hadis-Hadis palsu yang diterbitkan oleh beberapa golongan untuk
tujuan tertentu baik politik seperti yang dilakukan oleh kaum Syi’ah, atau
ekonomi seperti pemalsuan hadis yang menyatakan bahwa melombakan merpati adalah
seuatu hal yang disuruh Rasul, fanatisme terhadap sebuah ajaran atau golongan
seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasul telah memberikan kepemimpinan kepada
Ali. Makalah ini akan menguraikan tentang Hadis palsu dan beberapa kajian yang
berkaitan dengannya
B. Pengertian Hadis Maudhu
Dari segi bahasa, maudhu’ berarti
bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau
membuat-buat.[1] Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis
atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang
disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah
mengerjakan, berbuat dan memutuskannya.[2]
Dalam sumber lain dikatakan bahwa
Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan
kepada Rasulullah saw.[3] Dari beberapa defenisi di atas dapat terlihat adanya
beberapa kesamaan unsur tentang tanda adanya pemalsuan Hadis, yaitu:
1. adanya unsur kesengajaan.
2. ada unsur kebohongan atau ketidaksesuaian
dengan fakta.
3. ada penisbahan kepada
Rasulullah saw. berupa ucapan perbuatan atau pengakuan.
C. Sejarah dan Perkembangan Hadis Maudhu’.
Ada perbedaan pendapat tentang
kapan munculnya pemalsuan Hadis. Di antara perbedaan itu ada yang berpendapat
bahwa pada zaman Rasulullah saw. belum terjadi pemalusan Hadis. Pendapat ini
diutarakan oleh Abdul Wahhab, namun meski demikian, ia juga tidak menolak
adanya kemungkinan unsur pemalsuan terhadap Rasulullah saw. dan ajaran Islam
yang dilatari berbagai faktor.[4]
Beberapa faktor yang turut
melatari hal tersebut, menurut Abdul Wahhab, adalah adanya anggapan bahwa
Rasulullah saw. tidak melarang bahkan memberi kesempatan bila dipandang dapat
memberikan manfaat positif bagi kemajuan ummat Islam. Pemalsuan tersebut bisa
berupa nasehat agama.
Faktor yang lain adalah adanya
kecerobohan dalam meriwayatkan Hadis oleh perawi-perawi yang lemah sehingga
timbul kesalahan dalam berbagai bentuk. Seperti riwayat yang sebenarnya bukan
berasal dari Rasulullah saw., akan tetapi karena kesilapan, riwayat tersebut
disandarkan kepada Rasulullah saw.
Pendapat yang lain mengatakan
bahwa pemalsuan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. pendapat ini seperti
yang diajukan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin. Salahuddin al-adabi berpendapat
bahwa pemalsuan Hadis yang sifatnya melakukan kebohongan terhadap Rasulullah
saw. dan berhubungan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa
Rasulullah saw. yang dilakukan oleh orang-orang munafiq. Sedangkan pemalsuan
yang Hadis yang berkenaan dengan masalah agama belum pernah terjadi pada masa
Rasulullah saw.
Alasan yang dikemukakan oleh
al-Adabi adalah Hadis yang diriwayatkan oleh at-Thahawi (w. 321 H) dan
at-Tabrani (w. 360 H). Riwayat itu menyatakan bahwa pada masa Rasulullah saw.,
adalah seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan
Rasulullah saw. orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Rasulullah saw.
untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar
Madinah.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Ahmad Amin, ia beralasan dengan adanya Hadis Rasulullah saw. yang bisa dimaknai
dengan adanya kemungkinan terjadinya pembohongan di zaman Nabi. Hadis yang
dimaksud adalah:
و من كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
barang
siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka hendaklah ia mempersiapkan
tempat duduknya dari neraka.
Hadis ini meskipun dapat dimaknai
sebagai bentuk peringatan agar tidak terjadi pembohongan atas nabi, tapi oleh
Ahmad Amin, Hadis ini dimaknai telah ada pembohongan pada masa tersebut.[5]
Kedua pendapat tersebut di atas,
nampaknya memerlukan pengujian, terutama dari segi historis yang dapat
mendukungnya yang juga dapat mencari tahu siapa dan kapan terjadinya
pembohongan tersebut. selain dari itu, dari segi matan riwayat yang dikemukakan
oleh al-Adabi yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan sahabat
beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong dan apabila yang ternyata yang
bersangkutan telah meninggal dunia, maka Rasulullah saw. memerintahkan jasad
orang tersebut dibakar. Bukankah ini sesuatu yang tidak berguna dan
bertentangan dengan ajaran Islam?.
Dari segi sanad Hadis yang
dipakai oleh al-Adabi telah mendapat penilaian dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang
telah mengatakan bahwa ada nama sahabat yang dinilainya tidak sahih. Selain
dari itu, riwayat tersebut merupakan riwayat tambahan dari Hadis mutawatir yang
dijadikan alasan oleh Ahmad Amin.[6]
Pendapat ketiga adalah pemalsuan
menurut kebanyakan ulama. Ajjaj al-Khatib menegaskan bahwa pemalsuan tidak
terjadi dari sahabat dan dari para tabi’in besar, dan kalaupun terjadi hanya
muncul dari sebagian orang jahil dari kalangan tabiin.[7]
Muhammad bin Iraq al-Kinani[8]
mengatakan bahwa pada masa pertengahan masa tabi’in yakni awal abad 11 H,
terdapat kelompok yang lemah dan banyak sudah memarfu’kan yang mauquf dan
meriwayatkan yang mursal. Pada masa tabi’in kecil (150 H), muncul
kelompok-kelompok politik, unsur-unsur filsafat, keyakinan agama, fanatisme,
kebohongan dan kesalahan.[9]
Kebanyakan ulama Hadis
berpendapat bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pertamakalinya setelah tahun 40
H, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang kontra dengan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan yang menyebabkan terpecahnya ummat Islam dan muncul
golongan-golongan kelompok agama dan politik yang berbeda. Antar kelompok yang
ada saling menguatkan kelompoknya dengan Alquran al-Karim dan sunnah. Tentu
saja tidak setiap golongan menguatkan kelompoknya dengan menggunakan Alquran
al-Karim dan sunnah, maka sebagian mencoba mentakwilkan Alquran al-Karim dan
menafsirkan Hadis dengan cara yang tidak benar. Ketika sebuah ayat maupun Hadis
tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuannya (karena banyaknya
orang yang menghafal Alquran al-Karim dan sunnah) maka mereka mencoba berdalih
dengan membuat-buat Hadis dan kebohongan atas Rasulullah saw. Maka muncullah
Hadis-Hadis yang berkenaan dengan khalifah yang empat dan pemimpin
masing-masing kelompok. Demikian juga halnya dengan aliran-aliran politik,
agama dan lainnya.[10]
Dari uraian di atas dapat dikemukakan
beberapa catatan penting tentang berkembangnya pemalsuan Hadis:
- pemalsuan yang dipandang terjadi pada masa Rasulullah saw. seperti yang dikatakan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin, tidak didukung dengan fakta yang kuat.
- pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terdapat pula periwayatan ajaran agama Islam sebagai nasehat yang dilakukan secara cermat yang dimaknai bukan sebagai pemalsuan.
- pemalsuan muncul berawal dari kecerobohan oleh perawi-perawi yang lemah dengan cara:
a. memarfu’kan Hadis mauquf
b. menyambungkan Hadis mursal.
Hal ini terjadi pada pertengahan
masa tabi’in yang berlanjut dengan kebohongan dalam mentakwilkan ayat dan Hadis
hingga berujung kepada pemalsuan Hadis.
4. kebanyakan ulama
mengindikasikan terjadinya pemalsuan setelah tahun 40 H yang dipicu oleh
persoalan politik, filsafat dan faham keagamaan.
D. Faktor-Faktor yang Melatari Hadis Maudhu’
Beberapa faktor yang disebut oleh
para ahli yang melatari munculnya Hadis maudhu’, di antaranya adalah:
1. politik
Setelah Utsman bin Affan wafat,
timbul perpecahan di kalangan ummat Islam dengan lahir pendukung masing-masing
kelompok yang berseteru, seperti kelompok pendukung Ali, pendukung Mu’awiyah
dan kelompok ketiga yakni Khawarij yang muncul setelah terjadinya perang
Shiffin.[11] Dari tiga kelompok tersebut, Syi’ahlah yang pertamakali melakukan
pemalsuan. Hadis yang dibuat oleh kelompok Syi’ah adalah:
على خير البشر من شك فيه كفر
ali adalah orang terbaik, barang
siapa yang meragukannya maka ia telah kafir.
Sedangkan Hadis yang dibuat oleh
kelompok Mu’awiyah adalah:
ألا صفاء عند الله ثلاثة أنا و جبريل و معاوية
Ingatlah! Yang suci menurut Allah
swt. hanya tiga, saya, Jibril dan Mu’awiyah.
Sementara kelompok Khawarij tidak
membuat Hadis yang sesuai dengan keyakinan mereka bahwa berbohong adalah dosa
besar dan pelaku dosa besar adalah kafir.[12]
2. Musuh Islam (Zindiq).
Di antara nama-nama orang-orang
zindiq yang memalsukan Hadis adalah Muhammad ibnu Said al-Samiy. Dia
meriwayatkan Hadis yang diakuinya berasal dari Humaid dari Anas dari Rasulullah
saw. berbunyi:
أنا خاتم النبيين لا نبي بعدى إلا أن يشاء الله
Aku adalah penutup para
nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku kecuali Allah swt. menghendakinya.
Tokoh lainnya adalah Abdul Karim
ibnu al-Auza’ yang telah memalsukan sebanyak 4000 Hadis yang berhubungan dengan
penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Mereka memalsukan Hadis
untuk tujuan mengkaburkan dan menghilangkan kemurnian agama dalam pandangan
ahli fikir dan ilmu.
3. Fanatisme
Para pendukung bahasa Persia
menciptakan Hadis yang menyatakan kemuliaan bahasa tersebut, seperti:
إن كلام الذى حول العرش فارسى
sesungguhnya permbicaraan di
sekitar Arsy adalah menggunakan bahasa Persia.
Sementara kelompok yang menantangnya membuat Hadis yang lain
seperti:
أبغض كلام عند الله فارسى
Pembicaraan yang paling dibenci
oleh Allah swt. adalah bahasa Persia.
4. Membuat cerita.
Salah satu tujuan menyampaikan
sesuatu melalui cerita adalah bagaimana agar menarik perhatian atau untuk
memperindah hal-hal yang tidak semestinya indah agar pendengarnya merasa
tertarik. Pemalsuan yang terkait dengan hal tersebut adalah:
من قال لا إله إلا الله خلق الله من كل كلمة طير
أنقاره من ذهب و ريشه من مرجان
Barang siapa mengatakan “tiada
tuhan selain Allah, maka Allah akan menciptakan dari setiap kata-kata tersebut
seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari marjan.
5. Perbedaan pendapat.
Seperti:
كل من فى السماوات و الأرض و ما بينهما مخلوق غير
القرأن
Setiap sesuatu yang ada di langit
dan bumi serta yang berada di antara keduanya adalah makhluk kecuali Alquran
6. semangat yang berlebihan untuk
berbuat kebaikan yang tidak dilandasi permasalahan agama.
Ada anggapan di kalangan sebagian
orang-orang shaleh dan para zahid bahwa untuk tujuan targhib dan tarhib maka
pemalsuan dengan tujuan tersebut tidak masuk dalam kategori orang-orang yang
dilaknat nabi dalam Hadis “barang siapa berbohong atasku dengan sengaja......”,
7. untuk mendekatkan diri kepada
penguasa.
Ghayyas bin Ibrahim telah membuat
kebohongan melalui Hadis ketika ia memasuki istana al-Mahdi. Pada saat itu ia
melihat al-Mahdi sedang mengadu burung merpati, maka ia mengucapkan memalsukan
sebuah Hadis dengan menambahi matannya.
Selain dari hal-hal tersebut di
atas, masih ada beberapa sebab lain yang mendorong munculnya pemalsuan, seperti
demi memuji sebuah usaha atau pekerjaan tertentu.
E. Ciri-Ciri Hadis Maudhu’
a. Ciri-Ciri Pada Sanad.
1. berdasarkan pengakuan dari
orang yang memalsukan Hadis.
Terdapat beberapa nama pemalsu
Hadis yang mengakui perbuatannya, di antaranya adalah Abu Isma Nuh ibnu Abi
Maryam tentang keutamaan surat-surat Alquran al-Karim. Abu Karim al-Auza’ yang
memalsukan Hadis halal-haram.[13] Begitu juga dengan Abu Yazis yang mengaku
telah memalsukan Hadis dan menyatakan bertobat dan minta ampun.[14]
2. tanda-tanda yang bermakna
pengakuan.
Misalnya seorang rawi yang
mengaku menerima Hadis dari seorang guru padahal ia tidak pernah bertemu dengan
guru tersebut, atau ia mengatakan menerima Hadis dari seorang guru, padahal
guru tersebut telah meninggal dunia sebelum ia lahir, seperti Ma’mun Ibnu Ahmad
al-Saramiy yang mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah mendengar Hadis
dari Hisyam dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke Syam,yang dijawab
oleh Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun 250 H. , padahal
Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.
3. terkesan dibuat-buat
berdasarkan kejadiannya.
b. Ciri-Ciri Pada Matan.
Menelusuri pemalsuan Hadis secara
akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan menganalisa matan tersebut.
Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis maudhu’ adalah:
1. kelemahan atau kerancuan lafal
Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak
dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan
dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang bertentangan
dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak
masuk akal.
6. bertentangan dengan nash
Alquran al-Karim.
7. bertentangan dengan Hadis
mutawatir.
E. Penutup
Hadis maudhu’ adalah Hadis yang
dibuat-buat dan disandarkan kepada Rasulullah saw. ada beberapa faktor, sebab
dan tujuan yang mendorong seseorang memalsukan Hadis, seperti:
1. untuk tujuan politik
2. fanatisme
3. ekonomi
4. dan sebagainya
Ada beberapa cara untuk
mengetahui apakah sebuah Hadis palsu atau tidak, baik dengan melihat ciri-ciri
pada sanad ataupun matan. Adapun ciri-ciri pada sanad adalah:
1. adanya pengakuan seorang rawi
bahwa ia memalsukan Hadis.
2. terdapat hal-hal yang
menjukkan bahwa seorang rawi memalsukan Hadis.
3. terkesan dibuat-buat.
Sedangkan ciri-ciri pada matan
adalah:
1. kelemahan atau kerancuan lafal
Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak
dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan
dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang
bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak
masuk akal.
6. bertentangan dengan nash
Alquran al-Karim atau Hadis mutawatir.
Jika Anda Tertarik untuk
mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya
berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain
Makalah Hadis Maudhu, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam
Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah
Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.
|
Penulis: Ibrahim MA
Judul Makalah: Makalah Hadis Maudhu
Semoga Makalah ini memberi manfaat bagi anda, tidak ada maksud apa-apa selain keikhlasan hati untuk membantu anda semua. Jika terdapat kata atau tulisan yang salah, mohon berikan kritik dan saran yang membangun. Jika anda mengcopy dan meletakkannya di blog, sertakan link dibawah ini sebagai sumbernya :
Semoga Makalah ini memberi manfaat bagi anda, tidak ada maksud apa-apa selain keikhlasan hati untuk membantu anda semua. Jika terdapat kata atau tulisan yang salah, mohon berikan kritik dan saran yang membangun. Jika anda mengcopy dan meletakkannya di blog, sertakan link dibawah ini sebagai sumbernya :
Silahkan dibagikan melalui:
Next
DISTRIBUTION BY Hadith
Previous
Search Hadith maudhu
Related Posts
Makalah Asbab Wurud Al-hadisPENDAHULUAN Hadis merupakan pedoman hidup dan sumber hukum
Islam yang utama setelah Alquran. Berped
Sanad FEEDBACK: Research Basics
SanadStatus and quality of the hadith,
whether accepted or rejected, depending on the sanad and honor.
THEMATIC commentaryThematic commentaries (maudhu `i) is a method adopted by an
exegete by gathering all the verses of
UIN (State Islamic University)I. Preliminary Allah gives guidance to the servants in
order to achieve happiness and the ha
Hadith NOW UNTIL AFTER DAYS OF
FRIENDSHistory of the Hadith is often
the subject of some controversy among Muslims and non Muslims. Ther
Virtue Ethics and MoralThe emergence of moral consciousness and the establishment of
His human is the base that determines
Arsip Makalah
- ▼ 2012 (1231)
- ► December (130)
- ► November (21)
- ► October (60)
- ► September (170)
- ► August (43)
- ► July (105)
- ► June (165)
- ▼ May (307)
- HISTORY OF EAST Umayyads (Damascus)
- Makalah Teori Belajar Elaborasi
- Application of instructional technology to enhance...
- Pengertian Takabur
- Pengertian Dzikir
- TINJAUAN UMUM TENTANG PENUKARAN (AL-SHARF)
- BIOGRAFI IBNU RUSYD DAN PEMIKIRANNYA
- THALAQ (Syarat, Hukum dan Macamnya)
- FIQH DAN NADLARIYAH AL-FIQH
- Biografi Jalaluddin Rumi
- AL-HALLAJ
- AL-RUH MANUSIA DALAM AL QURAN
- Free Will Dan Predestination, Kekuasaan Mutlak Dan...
- Filsafat Proses Whitehead
- FUNGSI DAN PRINSIP MANAJEMEN PENDIDIKAN
- Pragmatisme William James
- Pengertian Masalah Toleransi
- Pajak Dan Zakat
- Pengertian Sekularisme
- Ibn Sina (avicenna)
- Ulama dan Politik
- Tasawwuf: Pengertian | Asal-Usul dan Tujuan
- MULLA SADRA | AL-HIKMAH AL-MUTA’ALIYAH
- MUHAMMADIYAH | PEMIKIRAN DAN GERAKAN POLITIKNYA
- Muhammadiyah Dan Nahdhatul Ulama | Pemikiran Dan G...
- MUHAMMAD IQBAL | FILSAFAT TENTANG TUHAN DAN KHUDI
- Mohammed Arkoun dan Pemikiran Post-Modernisme
- RIBA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
- HUKUM WARIS ISLAM DI INDONESIA
- Biografi AL-QUSYAIRI
- METODE BERPIKIR KEISLAMAN DAN RELEVANSINYA DENGAN ...
- PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING LEARNING)
- FILSAFAT MODERN ABAD 20
- POLA ASUH DALAM PERSPEKTIF AJARAN ISLAM
- Umayyad II in Andalusia
- Makalah Madrasah Diniyah
- TEACHER TRAINING IN VIEW OF THE INCLUSION
- Paper Of Education Speak English
- Olahraga Dalam Agama Islam
- Mengenal Islam Dahulu Hingga Sekarang
- Pentingnya Pendidikan Karakter
- REKONSILIASI SEBAGAI WUJUD INTROSPEKSI DIRI MASYAR...
- FUNGSI MAQAMAT BAGI KEHIDUPAN SUFI
- FUNGSI DAN PRINSIP MANAJEMEN PENDIDIKAN
- Kontribusi Al-Ghazali Untuk Pendidikan
- Makalah DINASTI SALJUQ
- MUGHAL-DYNASTY
- PERANAN TUNTUTAN SITUASI DALAM MEMAHAMI HUKUM ISLA...
- KOSEP IJMA’ AHLI MADINAH MENURUT IMAM MALIK
- Makalah ‘Urf
- ISTIHSAN SEBAGAI DALIL ALTERNATIF DALAM HUKUM ISLA...
- IJTIHAD SAHABAT
- Biografi Tokoh AT-TUFI dan Pemikirannya
- Sejarah Perkembangan Akhlak
- QIYAS
- Dalalah lafzhiyah
- KAIDAH-KAIDAH LUGHAWIYAH DALAM MEMAHAMI SUMBER HUK...
- Makalah Pendidikan Etika | Akhlak dan Moral
- Ijtihad Maqashidy
- Ilmu Ra'yi Hadist
- Penanaman pendidikan nilai
- Pendekatan Klarifikasi Dalam Pendidikan Nilai
- Metode Tafsir Muqaranah
- Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Abduh
- INOVASI PENDIDIKAN ISLAM SAYYID AHMAD KHAN
- GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
- HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
- POLEMIK AL-GHAZALI DAN IBNU RUSYD | METAFISIKA DA...
- QADARIYAH DAN JABARIYAH | ALIRAN-ALIRAN KALAM
- Politik Islam di Indonesia : Masyumi
- Relevansi Pemikiran post liberal George A. Lindbec...
- Spirit dan Arsitektur Islam
- Makalah Studi Teologi Islam
- Makalah Pendidik dalam Pendidikan Islam
- Mahabbah Dalam Pengendalian Diri
- IBNU QAYYIM dalam Menguraikan Falsafah Ekonomi Isl...
- Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Pra...
- PEMIKIRAN POLITIK ABAD PERTENGAHAN (AL-MAWARDI)
- KRISIS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF AGAMA
- Friedrich Nietzsche: Theology Of The Dead Of God
- Zakat Konsumtif Dan Zakat Produktif
- Peran Serta Masyarakat Dalam Pengendalian Pemanfaa...
- Perkembangan Teologi Rasional Islam | Qadariyah | ...
- Biografi Ahmad Khan dan Pemikirannya
- Pengertian Riba
- kontribusi Ibnu Sina
- karya Ibnu Sina
- Pendidikan Ibnu Sina
- Dimensi Mistik Dalam Islam Kebatinan
- Manusia Dan Alam Semesta
- Pengertian Keadilan Dalam Alquran
- Pemahaman Kontekstual Dalam Pemikiran Islam
- Makalah Ibnu Sina
- Talaq Raj'i dan Talaq Bain
- Biografi Harun Nasution dan Pemikirannya
- Ilmu Tajwid | Hukum Membaca Al-Qur'an Tanpa Tahu A...
- Tips Menjadi Nomor 1 di Google
- Teori Belajar Medan kognitif Karya Kurt Lewin
- Pemahaman Kontekstual Terhadap Hadis
- Hukum Islam Dan Undang-Undang Perbankan Indonesia
- Sayyid Quthub | Zilal Fi al-Quran
- Riba in the Qur'an
- Pembaharun Islam di India dengan Gerakan Aligarh
- Penelitian Kualitatif | Kuantitatif Dan Action Res...
- Kuantitatif
- Hukum Membaca Al-Quran Tanpa Tahu Artinya
- Cara Ampuh Membuat Tab View secara Manual
- Dinamika Dan Perkembangan Pada Pesantren
- Hukum Membelanjakan Harta Sebelum Dizakati
- Makalah Kerajaan Langkat
- ESSENCE OF MORAL VALUES
- Mengganti Profil Blogger Menjadi Profil Google Plu...
- Makalah Masyarakat Madani
- Pendidikan Karakter Terintegrasi Dalam Mata Pelaja...
- Field Research (Penelitian Lapangan)
- 7 Search Engine Terpopuler
- LATAR BELAKANG LAHIRNYA PENDIDIKAN TINGGI ISLAM D...
- Pemberdayaan Masyarakat Desa
- Makalah Penelitian Tindakan Kelas | PTK
- Zakat Gaji, Saham Dan Obligasi
- Model Penerapan Teori Skemata
- Karakteristik Manajemen Pendidikan
- Sikap Hukum Menghadapi Perkembangan Jaman
- PERKEMBANGAN HUKUM NASIONAL INDONESIA
- Keberhasilan Nabi Muhammad SAW Dalam Kepemimpinan ...
- Kerangka|Model dan Pendekatan Alternatif
- Makalah Peranan Sosiologi Hukum
- Visi Syari’at Islam Dari Tahun 750-945
- Bentuk Sosiologi Hukum
- Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Hukum
- Perkawinan Dan Studi Tinjuan Sosiologis
- Kafaah Dalam Perkawinan Di Masyarakat Muslim
- Positivisme dan Sosial Kritis
- Agama dan Sekularisme
- Demokrasi Indonesia dalam Islam
- MUKJIZAT ALQURAN
- Hukum yang Humanis
- Pendidikan Akhlak
- Alquran Terjemahan
- Akhlak Etika dan Moral
- Makalah Sentralisasi Penyelenggaraan Pendidikan Ag...
- Makalah Kebebasan Akademis
- Cara Menampilkan Poto Profile dihalaman Search Eng...
- Tips Pintar Membuat Related Post
- MUGHAL|DYNASTY IN|INDIA|(932-1274 AH / 1526-1858 A...
- Umayyad|dynasty|in|Andalusia
- Papers|Umayyads|IN|DAMASCUS
- Field Research
- Pola Hubungan Masyarakat
- Hukum Talak-Nikah-Rujuk
- Sejarah Dinasti Umayyah Timur ( Damaskus )
- Praktek Kritik Sanad Hadis Doa Berbuka Puasa
- Dunia Islam Abad 19 Dan Kolonialisme Barat Abad 20...
- Esensi Pendidikan Nilai Moral Dan PKN Di Era Globa...
- Makalah Evolusi Agama
- Makalah Hadist Ahad
- Umayyah 2 Di Andalusia
- Makalah Dinasti Umayyah Di Damaskus
- Dinasti Umayyah di Andalusia
- Makalah Dinasti Mughal
- Dinasti Mughal Di India
- Makalah Dinasti Fathimiyah
- Makalah Hadis Dhaif dan Permasalahannya
- Peradaban Islam dalam kajian sejarah
- Makalah Pembagian Hadis
- Islam Di Andalusia
- Makalah Istihsan Sebagai Dalil Alternatif Dalam H...
- Makalah Kajian Bahan Pustaka
- Sejarah Islam Di Indonesia
- Makalah Kesultanan Samudera Pasai
- Makalah Kondisi Hukum Di Indonesia
- Makalah Kepemimpinan Pendidikan
- Pengumpulan Data
- Makalah Tentang Qiyas
- Mazhab Zahiri (Aliran Zahiriyah)
- Makalah Tafsir Komperatif
- Muhammad Saw Pada Priode Mekkah
- Makalah Ilmu fara’id
- Masyarakat Pedesaan Kecamatan Bayeun
- Pendidikan Versi Ibnu Sina
- Makalah Penelitian Eksperimental
- Kurikulum Dan Pendidikan Karakter
- Pengolahan Dan Analisa Data
- Populasi dan Sample Penelitian
- Pengaruh Program Penyaluran Dana Zakat
- Makalah Islam di Indonesia
- Makalah Sakral dan Profan
- moral education
- Pola Menonton Siaran Agama Di Televisi
- Riba Dalam Al Quran
- Sayyid Quthub | Fi Zilal al-Qur an
- Reading Al-Quran the law Know Without Meaning
- Quran Translation
- Islamic Education in High School
- Education in Indonesia
- Makalah Desain Penelitian Kuantitatif
- Abbassiyah | Analisa Pesan Dakwah Sastra Persia
- Makalah Bani Ummayyah
- Analisa Pesan Dakwah Bercorak Seni Tarekat Sammani...
- Mengenal Anatomi dan Desain Kurikulum
- Telaah Tokoh Hadist Anas bin Malik
- Makalah Analisis Kualitatif Dalam Penelitian Sosia...
- About Me
- Makalah Pendekatan Klarifikasi Pendidikan Nilai
- Makalah Analisis Data Kuantitatif
- Makalah Teologi Kontemporer
- History of Ibn Sina
- Hadith NOW UNTIL AFTER DAYS OF FRIENDS
- Tafsir muqarin
- Search Tafsir muqarin
- Tafsir Al Isyari | About Tafsir
- Hadith the Prophet and the Companions
- Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri dan Akademis ...
- Pengertian TAREKAT
- Biografi Ibnu Rusyd dan Falsafahnya
- Timbulnya Pemikiran Falsafah
- Aliran Sesat Di Indonesia
- Mengenal Khawarij-Syi’ah Dan Murjiah
- Teologi Dalam Islam Al Nurbainin
- PRIVACY POLICY
- Rule-Rule Textual الأصل فى الكلام الحقيقة
- Hak-hak Manusia
- Sejarah Ibnu Sina | makalah Ibnu Sina
- history and traditions of classification
- Pengertian Spirit dan Arsitektur Islam
- Pengertian SAMPEL
- Problematika Ulumul Hadis, Sebuah Upaya Pencarian ...
- Makna Spirit dan Arsitektur Islam
- Pengertian Penelitian Kepustakaan
- Sunan Abi Daud and Sunan at-Tirmidhi
- Sunan Abi Daud dan Sunan at-Tirmidzi
- Sanad FEEDBACK: Research Basics Sanad
- KRITIK SANAD: Dasar-Dasar Penelitian Sanad
- sejarah dan klasifikasi hadis
- Pembagian Hadis Menurut Kehujjahannya
- Kaidah-Kaidah Tekstual الأصل فى الكلام الحقيقة
- Al-Jarh wa al-Ta’dil
- Imam Muslim and Sahih Muslim
- Imam muslim dan Shahih Muslim
- Hadis Sesudah Zaman Sahabat Sampai Sekarang
- Hadis Mursal Dan Hadis Ahad
- HADITS Mursal AND HADITS Sunday
- Nilai hadis menurut kehujjahannya
- DISTRIBUTION BY Hadith
- Makalah Hadis Maudhu
- Search Hadith maudhu
- Hadith da'eef
- Hadits dhaif
- Paper of secularism
- Pengertian Studi Teologi Islam
- Pengertian Syura dan Demokrasi
- Tafsir al-Ahkam Karya Abdul Halim Hasan
- Karya Mahmud Yunus dan Tafsir Alquran
- Tanggung Jawab Orang Tua
- Pengertian Deskripsi Tarekat
- Arsitektur Islam dan Tasawuf
- Tasawwuf | Mencari Makna
- Sistem Ekonomi Global
- REVITALIZATION OF RELIGION
- EVOLUTION OF RELIGION
- Experimental studies | experiment
- Penelitian Eksperimental | experiment
- Ideology and Cultural Practices
- Ideologi dan Praktek Kebudayaan
- new streams
- Makalah | Aliran-Aliran Baru
- STUDI KRITIS PASAR MODAL SYARIAH
- CRITICAL STUDY OF ISLAMIC CAPITAL MARKET
- UNDERSTANDING THE ROLE OF CLAIMS OF THE SITUATION ...
- Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab...
- ISLAMIC RELIGIOUS EDUCATION IN PUBLIC SCHOOLS
- The problems of authentication About Ulumul Hadith...
- Non-formal Educational Status Islam
- Meaning of the story in the history of Quran
- Academic In the tradition of Muslim Intellectuals
- Interactive Multimedia Learning | GSTM
- Dynamics and Development of Pesantren
- History of Islam in Indonesia
- History and Islamic Civilization
- Modernization of thought in Islam (Sunni-Shiite)
- Makalah | Sunni dan Syiah
- Makalah | Perang Salib
- Makalah| Perkembangan Islam Abad 21 dalam sejarah
- Makalah | Sejarah Islam di Indonesia
- Makalah | Sejarah dan Peradaban Islam
- Dinamika dan Perkembangan Pesantren
- Multimedia interaktif terhadap pembelajaran GSTM
- Akademis Dalam Tradisi Intelektual Muslim
- Kitab Rujukan Hadits dan Macam-Macam Hadis
- Makna kisah Al-quran dalam sejarah
- Status Pendidikan Islam Nonformal
- Problematika otentifikasi | Ulumul Hadis
- Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum | Lahirnya ...
- Identifikasi Tantangan : Profil satuan Pendidikan,...
- kepemimpinan dan perkembangan Islam Masa Khulafa A...
- Dinasti turki Utsmaniyah-Mughal dan Safawiyah
- Pembaruan di Kerajaan Turki Usmani
- Usman Bin Affan
- perayaan aadhi tiruvizha umat hindu di shri maha k...
- Ijtihad Sahabat dan Kehujjahan Fatwanya
- Imam Malik | Konsep Ijma' Ahli Madinah
- Kaidah-kaidah Lughawiyah dalam memahami sumber huk...
- Tingkatan Dalalah Al-Alfazh
- Peranan Tuntutan Situasi Dalam Memahami Hukum Isla...
- Sejarah Pemikiran dan Perkembangan Fiqih | Ushul F...
- Taqnin
- Biografi At-Tufi dan teorinya tentang Maslahat
- ► April (152)
- ► March (78)
Makalah Terpopular
BAB I PENDAHULUAN Masalah
lingkungan di Indonesia, sekarang sudah merupakan problem khusus bagi
pemerintah dan masyarakat. Masalah l...
Blog merupakan salah satu tempat
atau fasilitas yang menyediakan berbagai informasi di dalamnya, baik itu sebuah
dokumen, Makalah, Artike...
Makalah Manusia Dan Lingkungan
Hidup BAB I PENDAHULUAN Alam yang indah dan lestari adalah suatu dambaan umat
manusia. Alam yang i...
Makalah Lembaga Keuangan Syariah A.
Pendahuluan Lembaga bisnis Islami (syariah) merupakan salah
satu instrument yang diguna...
Makalah Tata Cara Memandikan
Jenazah ( Proses tata cara dalam melaksanakan bahagian fardhu kifayah dalam
memandikan jenazah ) Oleh:...
Makalah Hakikat Pembelajaran
Efektif By: Ibrahim Lubis, M.Pd.I BAB I PENDAHULUAN Mengajar (teaching) dapat
membantu siswa memp...
A. Pendahuluan Menurut UUD 1945
pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”.
Berdasarkan pasal ini jelas bahwa ...
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Masalah Hukum merupakan suatu pedoman yang mengatur pola hidup manusia yang
memiliki perana...
A.PENDAHULUAN Imam Al-Ghazali
(1058-1111 M) dikenal sebagai ulama yang banyak mengkritik pendapat para
filosof pendahulunya, seperti...
Makalah Kondisi Belajar Dan
Masalah-Masalah Belajar PENDAHULUAN Tugas utama seorang guru adalah
membelajarkan siswa. Belajar ...
Ikuti Juga Aneka Ragam Makalah
|
WeChat: ibrahimstwo0
|
BB: 74E35137
|
<a
href="http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/03/hadis-maudhu.html"
target="_blank">Makalah Hadis Maudhu</a>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar