Jumat, 02 November 2012
Love For Love
CERPEN
“Kenapa? Kan kita pacaran, udah cukup kan?” dia
menegaskan kalau hubungan kami memang hanya status. Di........................ BERSAMBUNG
follow twitter : @Aulanurul
Aku nggak tau
ini cinta atau bukan tapi yang jelas kami pacaran selama 14 bulan terakhir ini.
Kalau orang mengatakan kami serasi, kami memang serasi. Jika orang mengatakan
kami jodoh, kami nggak tau hal itu.
Bagiku, cinta
adalah sebuah kata yang nggak jelas definisinya. Ada yang bilang ‘a’ ada yang
bilang ‘b’ dan seterusnya. Ya begitulah cinta adanya, selalu berbeda-beda cara
mendefinisikannya. Namun, sesekali Aku mendefinisikan cinta sebagai sebuah kata
yang di bentuk lima huruf dan dapat membuat seseorang frustasi. Begitulah
cinta.
“Vin, pusing Aku
ini!” kata Yoga padaku, “mana banyak tugas,” keluhnya. Dia terus mengeluh
tentang tugasnya yang setumpuk padahal Aku nggak mengerti tugas-tugasnya karena
Aku IPS dan dia IPA, “oh iya kamu nggak makan?” tanyanya, Aku menggeleng.
Kami ada di meja
nomor 9, di kantin sekolah yang masih sedikit sepi. Entah karena ini tanggal
tua atau karena ini sudah menjelang bel pulang sekolah, Aku nggak tau yang
jelas sepi sekali.
Yoga adalah
pacarku, orang yang statusnya memiliki hatiku. Mungkin seperti itu lebih
tepatnya. Bersama Yoga, nggak ada sebutir cowok pun di sekolah ini yang
mendekatiku bahkan mereka takut. Itulah hadiah tambahan untukku sebagai pacar
Yoga.
“Kamu tau nggak,
kadang hidup itu rumit ya?” tanyaku, Yoga mengiyakan saja, “ya kayak kita
sekarang ini,”
follow twitter : @Aulanurul
Cinta Tak Terbatas (CERPEN)
Cinta Tak Terbatas
Kalau Aku nggak bicara maka semuanya
nggak akan berakhir. Kalau Aku tetap diam saja maka semuanya nggak akan selesai
sampai kapan pun bahkan sampai Aku dewasa.
“Pokoknya elo nggak boleh tidur di
kamar gue. TITIK!” kataku dengan nada sangat tinggi pada Vio, saudara tiriku,
“terserah lo mau tidur sama nyokap lo yang di alam baka atau di ruang tamu,
yang jelas jangan sentuh kamar gue!”
Vio diam saja walaupun terlihat dari
matanya kalau dia ingin menerkamku. Bagaimana pun posisinya di rumah ini salah.
Dia baru datang 4 hari lalu bersama kucing kesayangannya.
“Ada apa keributan apa?” Papa
tiba-tiba datang, “kalian bertengkar lagi?”
“Siapa yang ribut? Hidih, udahlah,
Nesa mau tidur aja,” kataku sambil memandang sinis ke Papa, “oh iya, buat elo,
jangan sentuh kamar Bima juga!” kembali kuberikan pandangan sinis kepada Vio
Aku kembali ke kamarku. Aku nggak
peduli Vio mau tidur dimana. Di rumah ini hanya ada 4 kamar. 1 kamar di tempati
Aku, 1 kamar di tempati Bima, 1 kamar di tempati Mama-Papa, dan 1 kamar di
tempati pembantu.
Jujur, Aku nggak suka dengannya. Bukan
karena dia anak Papa tapi karena dia nggak ada hak tinggal disini. Ibunya sudah
bercerai dengan Papa ketika dia kecil dan sekarang Ibunya sudah meninggal. Menurutku,
dia sudah nggak ada ikatan lagi dengan Papa. TITIK!
“Nesa!” Bima menggedor-gedor pintu
kamarku, “buka woy buka!” katanya tambah menggedor dan Aku langsung membukanya,
“kita berbagi kamar beberapa hari ini.” Beritahunya.
Bima adalah adikku, lebih tepatnya
saudara kembarku. Kami lahir hanya berbeda 15 menit. Intinya, Aku anak kedua
dan dia anak ketiga. Kakak pertama kami sedang melanjutkan kuliahnya di Amerika
dengan beasiswa kejeniusannya yang tentunya berbeda dengan kami. Entah takdir
apa, otak kami dan kakak pertama kami sangat berbeda.
“Harusnya elo itu jangan mau di suruh
Papa pindah. Gimana coba kalo kamar lo jadi berantakan, jadi kena virus-virus
perebut Ayah orang, jadi kena bakteri perebut suami orang, hidih!”
“Enek juga gue Nes liat tampang itu
cewek. Amit-amit sodaraan sama dia,” Bima sependapat denganku. Selama Vio
tinggal disini, kami selalu memusuhinya. Memang nggak ada kekerasan fisik
karena kami tahu hukum tapi, kami tetap menekan batinnya.
Aku masih ingat beberapa hari lalu
Papa membawa Vio yang seumuran dengan kami. Aku dan Bima tahu siapa Vio karena
Mama pernah menceritakan kalau Papa sempat selingkuh dan memiliki seorang anak.
Namun, Papa bertaubat dan menceraikan istri keduanya tapi, kenapa cewek ini
masih hadir di tengah-tengah kebahagiaan keluarga kami?
“Mana mulai besok Papa nyuruh kita
berangkat bareng dia pula,” keluh Bima, Aku terkejut.
“Eh udah sukur ya itu anak satu
sekolahan, enak aja mau bareng kita,” Aku jadi makin sebal, “lo mau tah mobil
lo di masukin itu anak? Coba geh lo pikir, nyokapnya itu anak kan yang pernah
buat Mama jantungan sampe sekarat. Idih, kagak dah,”
Bima memandangku, “eh itu kan mobil
yang beliin Mama jadi, hm.... kita di sisi Mama. Tadi, gue nelfon kak Hans,
katanya kita harus di sisi Mama.” Bima ikut bersemangat. Entah kenapa Aku dan
Bima benar-benar kompak kalau soal urusan keluarga terlebih mengenai Mama.
**
Besambung
Creative Stuent
Creative Student
oleh Aula Nurul M
follow twitter : @Aulanurul
“Asidosis
loh Ndu yang pH nya tinggi itu.” Viola berusaha membela apa yang menurutnya
benar. “Loe geh Ndu yang salah.”
“Nona cantik, Asidosis itu rendah, yang tinggi alkalosis.” Jelas Vandu sambil menunjukkan penjelasan itu di buku
Kimianya. “Baru kemaren belajar tentang larutan penyangga. Kan pikunan!” Vandu
menjitak pelan kepala Viola.
“Oh iya deng.” Viola tersenyum malu.
Mereka ke kantin sekolah sambil
membicarakan ujian kimia yang berlangsung kemarin. Keduanya memang seringkali
berbeda pendapat mengenai pelajaran tapi, keduanya pun kadang tidak mau
mengalah walaupun tahu itu salah.
“Sekolah kita nggak ada sampah plastik
ya Ndu?” Tanya Viona, Vandu hanya tersenyum.
Bagaimana tidak, kantin di larang
untuk menjual snack yang bungkusnya
dapat mengotori area sekolah bahkan permen pun di larang. OMG! Namun, sampah
dedauan cukup banyak karena sekolah mereka memang mengutamakan kebersihan udara
di lingkungan sekolah agar siswa nyaman.
“Sampah daun di sekolah kita kalo
nggak di bakar, ya di jadiin kompos, itu-itu aja. Parahnya mah kalo di bakar.” Ucap
Viola sambil berpikir. “Padahal masih ada cara lain biar asap dari pembakaran
itu nggak berkondensasi sama udara bebas.” Dia mulai berpikir panjang lagi,
tahun lalu, Viola dan kelasnyalah yang mengusulkan untuk memisahkan sampah
organik dengan non-organik. Tentu saja ide itu di sambut hangat walaupun 90
persen sampah di sekolah ini adalah sampah organik.
Kali ini, berbeda dengan ide
sebelumnya. Dalam otak Viola ada sebuah ide dimana sampah-sampah itu tidak saja
menguntungkan sekolah mereka tapi, bisa menguntungka sebuah perkebunan yang
terletak tidak jauh dari mereka. Hal ini juga bisa menguntungkan masyarakat
banyak dimana udara bersih tidak makin kotor tiap harinya.
“Nah, gue mau usul dah sama kepsek
kita. Ya semua di mulai dari sekolah kan Ndu?” Viola memandang Vandu dan cowok
yang tidak lain adalah sahabat Viola itu sangat senang dengan pemikiran Viola.
“Ndu, kok senyum-senyum aja sih?”
“Karena loe cantik.” Ucap Vandu.
“Nggak deng, karena gue ngerasa aneh sama loe. Kadang loe itu terkesan cuek,
kadang peduli banget sama lingkungan.” Dia tertawa kecil dan Viola hanya
menarik nafas pendek lalu menghembuskannya perlahan.
**
Teknologi pembakaran, cukup efisien untuk sampah kering,
untuk sampah basah akan menghasilkan asap tebal dan waktu pembakaran yang lama,
sehingga menimbulkan cemaran asap yang cukup mengganggu kesehatan. Dan masih
banyak cara lain untuk mengolah sampah yang kadang mencemari udara bebas.
Namun, Viola memiliki ide lain dari sebelumnya. Dia
ingin sekolahnya memiliki siswa-siswi yang kreatif. Walaupun ide itu bukan
hasil penemuan siswa tapi, setidaknya itu adalah ide siswa untuk mencoba
penemuan itu.
“Emang mau di gimanaan Vi?” Tanya teman-teman sekelas
Viola. “Kan
biasanya di jadiin kompos doang, atau kerajinan pake daun kering de el el.”
“Pernah denger asap cair nggak?” Tanya Viola,
teman-temannya mengangguk. “Kita coba aja ngajak seisi sekolah kita buat ngolah
sampah jadi asap cair. Nah kegunaannya banyak kan asap cair itu?”
Sekelas hening, mereka tahu tentang asap cair dan
bagaimana pengolahannya tapi, mereka tidak pernah berpikir untuk mencobanya di
sekolah. Dan kali ini, mereka terkejut dengan ajakan Viola.
“Gue ikut Vi.” Vandu menganggkat tangannya dan Viola
masih berdiri di depan kelas. “Kelas kita kan harus jadi kelas paling kompak untuk
tahun ini, kelas paling the best
untuk segala hal.”
“Gue ikut.” Kata beberapa siswa yang lain. “Demi kelas
kita, okelah.” Sambung beberapa siswa yang biasanya cuek.
Viola dan anak-anak sekelasnya mendiskusikan ide mereka
beberapa minggu. Mereka mencari info-info dari internet dan beberapa orang yang
mereka wawancarai. Ini membuahkan hasil dan mereka beniat untuk mengajukan
proposal ke kepala sekolah.
“Viola pinter, Viola cantik.” Vandu mengusap kepala
Viola saat seisi kelas sedang berdiskusi di rumah Vandu. “Kalo proposal kan untuk para pejabat
sekolah, kalo ini buat kita.” Vandu menunjukkan hasil kerja mereka selama
sebulan ini yang di rangkum dalam beberapa puluh lembar kertas dan di jilid
rapi.
Viola tidak tahu apakah usul dari kelasnya itu akan di
terima tapi, dia mencoba meyakinkan diri. Dia yakin untuk dana, sekolah pasti
memilikinya tapi, untuk kepercayaan, dia belum yakin untuk hal itu.
“Walaupun nggak di respon tapi, seenggaknya kita bisa
berlajar bareng tentang ya… semua ini.” Teman Viola tersenyum dan memeluk
Viola. “Loe memang cantik Vi, lebih cantik dari gue, pantes Vandu lengket
terus.”
“Kenapa sih kayaknya pada bilang kayak gitu? Kan gue sama Vandu cuma
sahabat, aneh dah.”
**
“Seirus ini Pak? Nggak becanda kan?” Tanya Vandu tidak percaya ketika dia
di panggil di kantor kepala sekolah. “Saya nggak mimpi kan Pak?”
“Jika kelas kalian bisa mempertanggungjawabkannya,
kenapa tidak?” Ucap kepala sekolah. “Bagaimana pun sekolah sangat mendukung
hal-hal kreatif dari siswa seperti kalian.”
“Terimakasih Pak.”
“Tapi satu hal yang perlu di ingat, kalian harus bisa
mempertanggung jawabkannya.”
**
Alat dan bahan-bahan yang di perlukan selain sampah
sudah di sediakan dari sekolah. Itu semua berkat kerja keras kelas mereka
terutama untuk kekompakan.
Mereka mengajak kelas-kelas lain untuk berkerja sama dan
respon positif pun membuat mereka senang. Penjelasan mengenai hal ini di
jelaskan dalam pertemuan satu hari di aula sekolah dan tentu, respon positif
pun berdatangan.
“Hari pertama. Huh,” Viola menarik nafas karena ini hari
pertama dari awal di mulainya pengolahan sampah yang baru di sekolah mereka.
Dan, harapan Viola, semua ini berhasil dengan sukses.
Di luar jam belajar, siswa-siswi memisahkan sampah
organik dari benda-benda yang non-organik lalu mengecilkan ukuran agar proses
pirolisis semakin cepat. Kerjasama yang baik membuahkan hasil yang luar biasa.
Setelah pemisahan dan pengecilan selesai, mereka
melakukan tahap selanjutnya yaitu pemasukan sampah organik
ke dalam reaktor pirolisis.
”Harus di tutup dan suhunya
300 derajat.” Kata Viola.
”400-600 oC nona
pikunan.” Vandu menjitak kepala Viola pelan. \
Proses tersebut menghasilkan
zat dalam tiga bentuk yaitu padat, gas dan cairan. Komposisi cairan di dalam proses pirolisis
tersebut adalah asap cair.
Proses berjalan dalam reaktor
pirolisis selama 5 jam dan di tutup rapat. Reaktor kemudian di panaskan selama
5 jam. Banyak siswa yang menginap di
sekolah selama menunggu hasil kerja keras mereka . Destilat yang keluar dari reaktor ditampung dalam
dua wadah. Wadah pertama untuk menampung fraksi berat, sedangkan wadah kedua
untuk menampung fraksi ringan. Fraksi ringan ini diperoleh setelah dilewatkan
tungku pendingin yang dilengkapi pipa berbentuk spiral, hasilnya dalam bentuk
cairan dan sisa gas metan yang kemudian dibakar. Sementara arang yang
dihasilkan dapat di proses untuk briket, atau arang aktif.
Selama proses inilah banyak siswa yang
menginap di sekolah. Mereka tidak sabar menunggu hasil kerja keras yang
bercucuran keringat akan jadi seperti apa.
“Kelas kita memang kompak bisa ngajak
kelas lain ikut gabung.” Ucap seorang siswi pada Viola. “Kelas yang bener-bener
gue sayang.”
“Salah, selain sayang, gue cinta mati
sama ini kelas.”
Hasil dari proses yang panjang itu
benar-benar membuahkan hasil yang positif dan semua siswa bersorak karena
mereka berhasil. Ini benar-benar membanggakan.
“Apa kelas kalian memang menginginkan
pernghargaan itu lagi?” Tanya Wakasek alias wakil kepala sekolah.
“Ya begitulah.”
Setelah mereke berhasil, mereka ingin
bekerjasama dengan perkebunan karet yang jaraknya tidak begitu jauh dari
mereka.
“Gue mau nanya Vi, kenapa lo juga
nawarin ke perkebunan karet?” Tanya Vandu. “Ya memang penggunaan
asap cair untuk proses penggumpalan lateks bisa ngebantu dalam proses pembuatan
karet yang bermutu tinggi. Tapi, pasti loe ada alesan lain?” tanyanya lagi
ketika mereka masih berjalan-jalan di sekitar kebun karet.
“Gini ya Ndu, kalo semua sampah organic khususnya nih di
satu kota aja di manfaatin untuk banyak hal,
salah satunya ini, kan
gue juga untung.” Jelas Viola, Vandu masih bingung. “Nih, kalau pembakaran asap
kan asapnya bisa berkondensasi sama udara
bebas tapi, kalau di jadiin kayak gini kan
nggak Ndu. Nah, masyarakat untung karena bisa ngirup udara seger, perkebunan
bisa untung dan gue juga untung dong soalnya nggak banyak polusi.”
“Pinter.” Vandu mengusap kepala Viola lembut lalu
mencium keningnya dan Viola langsung tersipu malu.
TAMAT
Pirolisis adalah pembakaran tertutup pada suhu tinggi
Asidosis : proses pengangkutan CO2
terganggu sehingga kadar asam karbonat dan bikarbonat dalam darah naik.
Alkalosis : suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung basa,
sedikit mengandung asam dan menyebabkan pH darah meningkat.
DIIKUT LOMBAKAN DALAM ---> ->
Tema
Lomba Cerpen : SCIENCE FOR OUR LIFE AND FUTURE
Ketentuan Penulisan Lomba:
1. Tema bersifat terikat sesuai yang telah dicantumkan.
Mengandung unsur sains, pendidikan, tidak mengandung unsur pornografi, dan
tidak menyinggung aspek SARA.
2. Panjang naskah minimal 6 halaman dan maksimal 11
halaman ukuran A4, paragraph 1,5 spasi, margin 4-3-3-3, dan dikirimkan melalui
E-mail kami di Natural_unila@yahoo.com dalam bentuk softcopy.
3. Ditulis dalam Bahasa Indonesia yang baik dan
benar sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
Persyaratan Lomba Cerpen :
1. Pengiriman naskah lomba cepen dimulai pada
tanggal 8 Februari 2012 - 16 Maret 2012. Kirim Melalui E-mail
Natural_unila@yahoo.com dan pada akhir naskah cerpen ditambahkan Biodata atau
Identitas Penulis ( Nama pengarang, tempat tanggal lahir, alamat tinggal, nomor
telepon, dsb).
2. Hasil karya cerpen yang dikirimkan belum pernah
dimuat, dipublikasikan dimanapun dan tidak sedang di ikut sertakan dalam
perlombaan lain.
3. Peserta hanya diperbolehkan mengirimkan satu
hasil karya cerpen.
4. Naskah Cerpen Harus Karya Asli Penulis, bukan
terjemahan, jiplakan atau dibuatkan oleh orang lain, bukan hasil plagiat, dan
bukan hasil klaim terhadap hak cipta atau buatan orang lain.
5. Naskah cerita pendek yang sudah dikirim menjadi
milik panitia .
6. Panitia berhak menerbitkan dan memperbanyak
karya peserta dalam bentuk buku tanpa memberikan kompensasi lagi.
7. Naskah belum pernah dipublikasikan di media massa baik lokal maupun
nasional, ataupun dalam bentuk buku atau antologi maupun melalui internet.
8. Cerpen yang tidak memenuhi ketentuan penulisan,
unsur penilaian, dan ketentuan lomba secara otomatis akan gugur.
11. Panitia berhak menerbitkan dan memperbanyak
karya peserta dalam bentuk buku tanpa memberikan kompensasi lagi.
12. Pengiriman naskah cerpaen harus melalui E-mail
dan tidak diterima bila mengirim secara konvensional (Hardcopy)
13. Ke putusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat
diganggu gugat.
14. Pemenang akan diumumkan di situs resmi kami www.naturalpers.multiply.com
pada tanggal 23 maret 2012.
15. Peserta harus bergabung dalam grup facebook
kami "Lomba Cerpen Sains Online UKMF Natural Universitas Lampung".
16. Peserta Lomba adalah umum (semua kalangan) dan
Lomba Cerpen ini tidak di pungut biaya alias GRATIS !!
nb.
NEW CERPEN #2 (BELUM ADA JUDUL)
CERPEN CINTA
oleh Aula Nurul M
oleh Aula Nurul M
follow twitter : @Aulanurul
Ken membukakan jendela kamarnya untuk Deska sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ngapain lo?” tanya Ken santai, “cewek
malem-malem bigini masih keluyuran.”
“Ambilin gue minum gih,” kata Deska setelah masuk
ke kamar Ken, “ambilin!”
Dia melihat wajah Deska yang tampak kesal tapi
tetap lucu dan tetap cerewet. Ken ke dapur untuk mengambil segelas air mineral
untuk Deska yang tidak lain saudara kembarnya.
“Ken,....” Bunda mengejutkan Ken, “jus untuk
siapa?”
“Oh iya,
kenapa gua buatin jus? Air putih mah cukup.” Ucap Ken dalam hati, “oh...em... buat iseng-iseng,” lalu Ken langsung ngeloyor ke kamar.
Tidak lupa dan tidak akan terlupakan janji Ken
pada saudara kembarnya. Dia berjanji akan membiarkan saudara kembarnya pada
jalan sendiri, pilihannya sendiri, dan apapun yang membuat Deska tenang.
“Ih baek deh sodara kembar gue ini. Lama-lama
makin manis aja,” Deska mencubit Ken seolah-oleh Ken siswa TK yang berusia 5
tahun, “gue nginep di sini ya? Ya Ken, ya ya ya? Please....” pinta Deska dalam arti lain.
“Bunda? Hidih, tante aja kali jangan bunda, mit
amit deh gue.” Ucap Deska kesal mengingat saudara kembarnya sudah mulai dekat
dengan ibu tiri mereka.
Satu tahun lalu, Deska dan Ayahnya masih
tinggal di Semarang kecuali Ken. Ken tinggal di Bandung karena dia sudah yakin
sekolah di sebuah SMU di Bandung.
Deska dan Ayahnya, mereka pindah
setelah Ayah mereka menikah lagi namun, Deska tidak mau satu rumah dengan ibu
tiri mereka. Deska tetap memilih tinggal di Semarang bersama neneknya namun,
pada bulan ke-4 pernikahan ayah mereka, Deska menyusul ke Bandung.
Deska memang di Bandung tapi dia masih
marah pada Ayahnya yang telah menikah lagi. Dia tidak ingin satu rumah dengan
ibu tirinya walaupun jujur, dia merindukan satu rumah dengan Ayah dan saudara
kembarnya. Deska memilih untuk nge-kost
saja dari pada harus satu rumah dengan seorang ibu tiri.
“Ckck, udah ngerjain tugas Kimia lo?”
tanya Ken, mengingat mereka satu sekolah dan satu kelas, “udah apa belum!”
“Belum lah, gue ke sini kan kangen
sama elo, kangen sama Papa tapi males liat tampang tante itu, dih.” Deska
benar-benar tidak suka dengan ibu tirinya, “ngerjain sekarang aja, kita
kerjasama, oke-oke?”
Deska mengomel-ngomel di halte bis
karena semua bis penuh, “sial! Bisa telat gue!”
Sebuah sepeda motor berhenti tepat di
depan Deska. Deska tahu betul kalau seseorang di balik helm itu adalah siswa
yang satu sekolah dengannya, sudah terlihat dari seragam yang di kenakan.
“Yhaha ketinggalan bis, jakil aja
non,” goda Zero, “Mau tumpangan? Ooo, tidak bisa, maaf, motor gue haram
hukumnya ngeboncengin cewek yang pernah buat gue kecebur di kolam ikan
sekolah,”
Mata Deska melotot sampai mau keluar
memandangi Zero, “Sial!” batinnya
dalam hati, “siapa juga yang butuh tumpangan dari elo?”
“Serius nggak butuh tumpangan?” tanya
Zero lagi, “bener?”
“Em... eh dari pada gue telat,”
**
Kelas riuh, gaduh dan sudah tampak
seperti suara ibu-ibu yang berebut obral alat rumah tangga. Namun, mereka bukan
ibu-ibu. Mereka siswa SMU, mereka siswa kelas XI IPA 4.
Seperti kebanyakan kelas dan
kebiasaaan para siswa pada umumnya. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk
buru-buru mencontek tugas teman dari pada nanti akan mendapat nilai kecil.
Ini aneh namun pada kenyataannya
inilah fakta yang tidak bisa di hindari. Tidak ada kata sepakat sebelum ini
untuk beramai-ramai mengerjakan tugas di pagi hari namun, kesepakatan itu
selalu dan selalu terjadi tanpa ucapan melainkan tindakan. Buset dah.
“OMG!
Ckck, nyalin masal” ucap Deska dalam hati, “ada apa yak?” tanyanya pada
seisi kelas namun tidak ada yang mempedulikan Deska, “sibuk semua,”
“Udah,” jawab Deska, “eh gue udah belum sih ngerjain tugas Kimia?
Kan tadi melem yang ngerjain tugasnya Ken terus gue malah molor dah,” dia
tertawa-tawa kecil mengingat banyaknya tugas kimia dan dia tidak bisa membayangkan
bagaimana lelahnya Ken mengerjakan dua tugas sekaligus.
Udara pagi masih jernih dan Neon
mengajak Deska untuk berbincang luar kelas dari pada di dalam kelas yang ribut.
Kelas XI IPA 4 memang kelas yang
paling rajin untuk hadir di pagi, bahkan amat pagi hari. Sebenarnya bukan
karena tidak ingin terlambat atau memang ingin rajin tapi, demi mengerjakan
sebuah tugas yang belum di kerjakan.
“Siswi baru di tahun ajaran baru,siswi baru yang baru dateng pendiem, kalem tapi setelah satu bulan berlalu cerewet,” kataNeon saat mereka berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kantin sekolah, “lotau itu siapa?”
“Sial!
Ini anak nyindir gue,” gerutu Deska dalam hati, “haha itu kan gue, bagi gue
itu sebuah pujian,”
Kantin sepi, hanya ada beberapa siswa yang
sarapan di kantin karena tidak sempat sarapan di rumah.
Neon memesan nasi goreng sedangkan
Deska hanya memesan segelas minuman dingin saja. Deska memang tidak sempat
sarapan karena dia menginap di rumahnya bukan di tempat kostnya. Dia tidak mau bertemu ibu tirinya di meja makan atau
memakan masakan ibu tirinya. Dia keluar rumah melalui jendela kamar Ken tanpa
ada seorang pun yang tahu kalau semalam dia menginap di rumah.
“Makan Ka,” Neon menyuruh Deska
memakan nasi goreng yang di pesan. Deska heran ternyata nasi goreng itu bukan
untuk di makan oleh Neon melainkan untuknya, benar-bener membuat Deska merara
aneh, “Lo itu belum sarapan, tampang lo ceria tapi suram gitu,”
“Hah? Emang ada tampang ceria tapi
suram? Aneh-aneh aja loh elo ini, nggak nyambung dah, sumpah aja,”
“Di sambungin pake tali, kalo gak ada
tali pake lem,” suara Neon datar lalu dia memberikan isyarat agar Deska memakan
makanan yang di pesannya, “nanti kita ujian Kimia kan kalo itu perut bunyi bisa
ngeganggu seisi kelas,”
Kepala Deska pusing mendengar setiap
ucapan Neon karena semua ucapan Neon itu seolah-oleh tidak mau di kalahkan.
Kadang, Deska harus diam agar Neon juga diam.
Ketika Deska menjadi siswa baru di SMU
ini, dia tidak memiliki seorang teman atau kenalan seorang pun. Hanya Ken yang
di kenalnya tapi, dia tidak mau seisi sekolah tahu kalau dia saudara kembar
Ken. Dia ingin seisi sekolah mengetahuinya tanpa dia bicara apa-apa atau Ken
yang memberitahu.
Kelas XI IPA 4 adalah kelas yang
tergolong cuek dan saling acuh satu sama lain kecuali saat ujian barulah
kompak. Deska agak sedih dengan keadaan kelas yang seperti itu apalagi dia juga
tidak bisa langsung akrab dengan Ken karena itu akan menimbulkan banyak
pertanyaan.
Neon, cowok satu ini adalah teman
pertama Deska saat menjadi siswa baru. Mereka berkenalan karena kebetulan,
Deska satu bangku dengan Neon. Bukan tidak ada yang menawari Deska untuk duduk
di bangku lain tapi, Deska ingat kata Ken. Di kelas ada 3 bangku kosong, 2
bangku di huni 2 playboy kelas
kacangan dan satu bangku di huni oleh siswa cerdas tapi sedikit pemilih dalam
hal berteman.
Awalnya ada dua cowok yang merayu
Deska untuk duduk satu bangku dengan mereka tapi, dengan senyum manis nan
memikat, Deska menolaknya secara halus. Mereka agak kecewa tapi akhirnya mereka
hanya bisa tersenyum lalu berkenalan dengan Deska dengan alasan siswa baru
harus kenalan.
Ada beberapa siswi juga yang tidak
menyukai Deska karena di anggap sok manis dan sok cantik bahkan ada yang bilang
senyum palsu.
Neon menjitak kepala Deska, “Ka, makandulu lo itu, ngelamun mah gak ada abisnya,” katanya yang melihat Deska melamun,“Bel 5 menit lagi, jarak dari sini ke kalas 3 menit tapi kalo sama ngobrol bisa
sampe 5 menit lebih,”
“Udah kenyang,” kata Deska mengeluh
kekenyangan padahal dia baru makan sedikit, “eh, lo yang mesen makanan berarti
elo yang bayar kan?”
“Iya,” jawab Neon singkat.
**
Kelas hening dan dengan tenangnya
semua siswa melongo pasrah melihat soal-soal Uji Blok Kimia yang tampak seperti
monster mematikan.
Tidak ada yang ribut, mengeluh, atau
sedih. Mereka hanya bisa manatap lembar soal yang penuh dan memandangi lembar
jawaban yang kosong, bersih, dan tanpa noda tinta pena sedikitpun.
“Berarti
hasilnya ini terus di kaliin lagi sama hasil ini baru nanti di akarin,”
ucap Deska dalam hati, dia sudah menyelesaikan 4 dari 8 soal yang di ujikan,”
Deska memang tergolong siswa yang
pintar hanya saja, dia sedikit malas apalagi kalau sudah berhubungan dengan
catat mencatat rumus atau teori. Dia pasti akan mengeluh kalau tangannya bisa-bisa
keram karena harus menulis tangan.
“Ka, lo udah belum?” bisik salah
seorang siswi bernama Triska namun Deska hanya memandang sejenak lalu
menggeleng, “seriusan belum?”
“Udah 5 soal sekarang, belum semua,
lumayan mudah kok soalnya, tuh Neon aja udah selesai,” ucap Deska sedikit
dengan nada yang terdengar guru lalu dia di tegur, “maaf Bu,” kata Deska.
Suasana hening kembali apalagi guru
yang mengawas sangat di kenal killer.
Tidak ada yang berani mencontek buku cetak, buku catatan, apalagi kawan kecuali
ada kesempatan.
Waktu masih tersisa 25 menit dan dia
sudah menyelesaikan semua soal itu. Di pandangnya Ken yang baru mengerjakan 5
soal sambil menguap ngantuk.
Langganan:
Postingan (Atom)
Earning Per Share
a. Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...
-
The MAGIC CANDLE One day, a young wanderer got lost in the wood. Suddenly he saw a light from an old hut. He knocked at the doo...
-
KONSEP DUALISME Dualisme merupakan suatu konsep yang sering dibicarakan dalam ekonomi pembangunan terutama kalau kita membicarakan kond...
-
Hadits Marfu, Mauquf, dan Maqthu A. Hadits Marfu Hadits marfu adalah hadits yang khusus disandarkan kepada Nabi saw berupa per...