Langit-langit rumah Feroya di BE penuh kotoran bahkan lantai rumahnya
pun bertumpuk debu ditambah perapian yang terlihat menyedihkan. Tapi untungnya
pintu dan jendela berfungsi dengan baik. Ia mengunci semua pintu dan jendela
serta memastikan tak ada orang yang melihat kearah rumah bahkan sekalipun itu
hewan.
Senyum Feroya mengembang, ia menutup mata
dan menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannnya perlahan sembari
membuka matanya. Cahaya putih itu keluar dari matanya. Dengan tenang, Feroya
mengelilingi setiap sudut rumah tanpa tertinggal satu sudutpun. Kemudian, ia
menutup matanya beberapa detik dan ketika ia membuka matanya, rumah itu menjadi
bersih. ‘baiklah, ini cukup. Aku akan
tidur sepanjang hari bahkan untuk hari-hari berikutnya.’
Benar saja, selama dua hari dua malam,
Feroya tertidur. Ia malas keluar karena menurutnya orang-orang di BE tidak menyenangkan apalagi mata
mereka berbeda dengannya. Namun perutnya berkata lain.
“Ayah!” ia memanggil ayahnya seperti
kebiasaannya dirumah namun ketika ia ingat ada dimana, ia pun memilih berjalan
keluar rumah seorang diri. Dilihatnya peta petunjuk jalan menuju bank BE. Betapa terkejutnya Feroya ketika
mengetahui kalau dirinya begitu kaya, “waah, ini luar biasa. Bagaimana caraku
menghabiskan? Ini sangat banyak!” Ia tertawa puas.
Bank BE
berbeda dengan bank yang Feroya tahu karena disana tak ada seorang petugas bank
bahkan orang yang menjaga bank pun tidak ada. Feroya hanya memasukkan matanya
pada sebuah dahan pohon kemudian ia bisa membuka sebuah ruangan besar yang
tertulis namanya. ‘ayah benar tentang
diriku yang merupakan gadis terkaya di BE. Sayang, aku tidak dapat membawa ini
ke dunia manusia.’ Kemudian, ia melangkah meninggalkan bank.
“Kamu anak manusia?” seorang pemuda
menyapanya, “Zelvio,” ia memperkenalkan diri dengan membungkukkan badannya,
“siapa namamu?”
Feroya pun memperkenalkan dirinya, “tapi,
gimana kamu bisa tau kalau aku lahir dari seorang manusia?” tanyanya curiga, ‘jangan-jangan, ia orang jahat’ ia pun
waspada tapi pemuda itu terkekeh, “hei! Kenapa?”
“Tentu saja aku tahu, lihat pakaianmu,
jelas dari pinggiran BE. Dan tadi,
ekspresi wajahmu begitu lucu ketika daun itu melihat matamu.”
Mendengar penjelasan Zelvio tersebut
membuat Feroya lega. Ia melemparkan senyum manisnya sehingga sesaat Zelvio
mematung terpesona akan senyum dan kecantikan Feroya, ‘aku jarang sekali bermain ke pinggiran BE. Apakah gadis-gadis disana
cantik sepertinya? Ah! Seharusnya aku melihat lebih banyak gadis cantik’
Iseng, Zelvio mengikuti Feroya ke pasar
untuk membeli makanan. Ia juga memberikan rekomendasi makanan untuknya. Dengan
senang hati Feroya membelinya. Ia juga terkesan dengan rasa makanan yang baru
pertamakalinya ia makan.
“Ini unik. Sangat unik. Aku cukup senang
tinggal disini. Ohiya, dimana rumah kamu?” tanyanya, Zelvio mematung, “ah,
ayahku mengatakan kalau orang yang tinggal di pinggiran itu tak pantas bergaul
dengan darah murni sepertimu. Aku paham.” Ia membungkuk setengah badan untuk
memberi salam perpisahan, “terimakasih atas bantuan kamu.” Tambahnya mencoba
sopan.
Didalam rumah, Feroya tersenyum bahagia
dan tampak matanya mengeluarkan sedikit cahaya putih. Meyadari itu, Feroya
mengatur nafasnya dan seketika cahaya itu padam. Ia senang telah bertemu pemuda
baik ketika disini walaupun nantinya ia yakin tak akan bertemu lagi.
‘Mama.
Aku sangat kaya disini. Tabunganku luar biasa tapi kenapa aku harus tinggal
dirumah kecil ini dan gak bisa membeli pakaian mahal?’ ia mengeluh, ‘apakah
itu akan menimbulkan kecurigaan mereka? Tapi, sebentar,’ Feroya memutar
kepalanya dan mendapat ide, ‘ya! Aku bisa
membeli pakaian mahal dengan mengatakan kalau aku hanya tinggal sebentar jadi
tak masalah uangku habis’ ia tersenyum senang walaupun pada kenyataannya
kekayaan Feroya di BE tak akan pernah
ada habisnya. Seperti takdirnya, ‘seandainya
ini bisa kubawa ke dunia manusia, bukankah aku bisa terus berbelanja? Argh!
Kenapa hanya disini aku memilikinya!’
**
Zelvio berlatih pedang dengan kakaknya,
Arnove. Ia menantang Arnove kalau kali ini ia akan memenangkan pertandingan.
Sayang, hal itu tak sesuai keinganannya karena pada akhirnya, Arnove
memenangkan pertandingan itu.
“Berlatihlah lebih sering lagi. Aku akan
memberimu hadiah jika menang melawanku.” Ia menepuk pundak Zelvio kemudian
pergi dengan senyum licik diwajahnya. Dalam hati kecilnya, ia menganggap kalau
Zelvio benar-benar seorang pangeran bodoh. Ia senang karena hal itu
menguntungkannya, ‘Zelvio tidak akan
menghalangi jalanku. Pangeran bodoh sepertinya, bisa apa dia?’
Sedang Zelvio yang tak tahu apa-apa selalu
berpikir positif tentang kakaknya walaupun ibunya selalu mengingatkan jika ia
harus berhati-hati dengan Arnov. Walaupun mereka kakak beradik tapi Arnov dan
dirinya tetap berbeda ibu.
Pikiran Zelvio kacau ketika mengingat
nasehat ibunya dan juga kebaikan kakaknya. Tak mau ambil pusing, ia mengingat
kejadian di bank dan dipasar. Tentu saja siapa lagi kalau bukan Feroya. ‘Sangat cantik, tidak membosankan, sangat
damai ketika didekatnya, tenang, dan entah apalagi. Gadis yang sangat berbeda.
Luar biasa’
Beberapa saat kemudian, ia sudah berada
disebuah ruangan dengan memegang sebuah kotak berisi liontin setengah bulan
pemberian ibunya. Di pegangnya dengan erat liontin itu kemudian disimpannya
kembali. Hanya itu kenangan ibunya yang tertinggal.
“Pangeran,” seorang pengawal
mengingatkannya jika sebentar lagi jam makan malam dan ia harus datang.
“Baiklah. Sampai kapan aku harus tinggal
disini? Lebih menyenangkan bermain-main diluar sana.”
**
Zelvio kembali berkeliling BE. Ia memutuskan untuk pergi ke hutan
karena sudah bosan berkeliling kota namun tiba-tiba langkahnya berbelok dan
memilih ke pinggiran BE yang
merupakan perkampungan sederhana.
Ia merasa akan ada gadis yang lebih cantik
dari Feroya dan itu akan membuatnya senang. Sejak ibunya meninggal, ia lebih
suka bermain-main bahkan bertemu dengan para gadis. Ia berpikir kalau statusnya
sebagai pangeran sama sekali tidak menyenangkan.
“Kenapa semua sama saja?” gumamnya,
pengawalnya bertanya hal apa yang Zelvio maksud, “gadis-gadis ditempat ini.
Kenapa mereka biasa saja? Kemarin aku bertemu dengan gadis yang sangat cantik,”
“Pangeran, pelankan suara anda.”
Pengawalnya mengingatkan agar Zelvio tidak membuat masalah untuk raja,
“sebaiknya kita kembali.”
“Jangan sebut aku seperti itu. Penduduk
bisa mengenaliku!” ia mengingatkan dengan tegas, “jika bicara hal tidak
menyenangkan lagi, aku akan kabur.” Ia mengancam, “ah! Sekarang aku harus
mencari si cantik itu. Wajahnya benar-benar membuatku bingung.”
Satu demi satu rumah diintai olehnya namun
tak juga menemukan Feroya hingga ia menemukan rumah yang tampak menyedihkan
dari luar. Iseng, ia langsung mengetuk pintu dengan sopan. Betapa terkejutnya
ia ketika yang membukakan pintu adalah Feroya. Tanpa permisi, ia langsung masuk
ke dalam dan duduk manis. Pengawalnya hanya bisa memandang kesal atas
tindakannya.
“Dari luar, rumah ini menyeramkan seperti
orang pemalas yang tinggal. Tapi ketika aku masuk, luar biasa, begitu bersih,”
ia memuji dengan tulus, “apakah kamu gak memberikanku dan temanku minum?”
tanyanya, Feroya menggeleng, sedangkan pengawalnya kesal karena lagi-lagi harus
berbohong pada orang, “aku ini tamu.”
“Bukan seperti itu, hanya saja, oke,
baiklah,” ia pergi sebentar ke dapur dan hanya memberikan segelas air mineral,
“dirumahku gak ada apapun. Aku jujur.” Katanya santai, “kenapa kamu gak membawa
sesuatu ketika kesini?”
Mendengarnya, Zelvio terkejut begitupun
dengan pengawalnya yang merasa kalau gadis itu sangat tak sopan bahkan untuk
orang sederajat gadis itu pun termasuk tidak sopan. Pengawalnya hampir marah
tapi Zelvio memberi kode bahwa itu baik-baik saja.
“Karena aku tidak membawa sesuatu,
bagaimana kalau kita makan dikedai yang cukup terkenal. Aku akan mentraktirmu,”
Mendengarnya, Feroya senang sampai hampir
saja matanya mengeluarkan cahaya putih tapi ia berhasil mengontrolnya. Baginya,
ia telah mendapatkan seorang teman baik. Ia pun mengajak pengawal Zelvio yang
dikiranya teman Zelvio untuk ikut tapi tentu saja Zelvio memiliki cara agar
mereka hanya pergi berdua.
Dalam perjalanan kembali ke kerajaan,
pengawalnya bergumam bahwa pangeran benar-benar kelewatan batas jika memiliki
hubungan dengan gadis dari pinggiran BE.
Tak hanya bergumam tapi ia juga terus mengeluh sampai keluhannya tak sengaja
terdengar Arnove.
Tampak rona kebahagiaan diwajah Arnove
ketika mengetahui adiknya mendekati gadis yang tak bernilai, ‘baiklah, itu akan membuatmu tak bisa menggapai tempatku.’
Kakinya kembali berjalan dengan gayanya yang seperti penguasa dan seolah-olah
nantinya ia akan menduduki kursi sebagai raja.
Sedang ditempat lain, Zelvio terus
bercerita pada Feroya mengenai beberapa hal lucu dan menarik. Mereka langsung
akrab bahkan Feroya sempat memukul tangan Zelvio karena lucunya ceritanya.
Untung saja, ia masih ingat untuk mengontrol emosinya sehingga matanya tak
berubah.
Tiba-tiba, sebuah anak panah meluncur
bebas hampir mengenai Zelvio. Untung saja Zelvio berhasil menangkapnya. Ia
terkejut ketika tahu kalau panah tersebut merupakan panah merah, tanda ancaman.
“Wow! Luar biasa!” Feroya tepuk tangan
karena melihat Zelvio bisa menangkap anak panah itu, “apakah kamu seseorang
yang memiliki kekuatan lebih? Bagaimana bisa? Ceritakan padaku. Itu luar
biasa.”
“Kamu berpikir ini lucu dan luar biasa?”
tanyanya, Feroya mengangguk, “panah ini bisa membunuhku!” ia kesal karena
dianggap hal lucu oleh gadis dihadapannya, “menurutmu, apa yang akan kamu
lakukan jika panah ini ditujukan untukmu? Apa kamu akan membuat perhitungan dengan
orang itu?”
Tampak Feroya berpikir dengan memegang
kedua kepalanya. Ia melihat anak panah itu dan menutup matanya. Ia tahu siapa
yang melepaskan anak panah itu dan itu sengaja dilakukan untuk mencelakai
Zelvio.
“Yang kulakukan adalah mencaritahu siapa
yang melakukannya kemudian membuat perhitungan. Tapi, kenapa kamu duduk manis
disini bukannya mencari tahu?”
“Aku tahu siapa yang melakukan ini,”
Jelas saja. Zelvio tahu jika yang
melakukan ini adalah orang-orangnya ratu atau lebih tepatnya ibu tirinya, ibu kandung
Arnove. Ia tahu sejak dulu wanita itu selalu menginginkan kematiannya karena ia
bisa menggoyangkan kedudukan Arnove. Padahal, dalam hati kecilnya, ia tak
berniat mengganggu kedudukan Arnove sebagai pewaris kerajaan.
“Kamu tahu? Waah. Luar biasa. Aku tebak,
pasti orang terdekat kamu yang melakukannya. Benar bukan?” tanyanya yang
langsung diiyakan oleh Zelvio, “jika aku jadi kamu, aku akan sedih dan sakit
hati. Kulihat, kamu baik-baik saja.”
“Aku berterimakasih karena setidaknya, aku
masih hidup.” Ia melemparkan senyum simpul pada Feroya sehingga Feroya merasa
kalau Zelvio benar-benar pemuda yang kuat lebih kuat dari orang-orang yang
dikenalnya, "kenapa kamu berpikir seperti itu?”
“Karena menahan sakit yang seperti itu
begitu berat.” Ia pun memberi saran agar sesekali Zelvio melawan atau membalas,
“Ayahku selalu bilang untuk tidak marah atau membalas perbuatan buruk yang
ditujukan untukku tapi ibuku bilang sesekali aku boleh melakukannya jika aku
merasa begitu sakit hati.”
Ucapan Feroya mendapat tempat tersendiri
dikepala Zelvio. Ia mengucapkan terimakasih dan buru-buru pergi tanpa membayar
makanan. Melihatnya, Feroya tertawa kecil kemudian membayar makanan yang
ternyata cukup mahal, ‘untung saja aku
memiliki banyak uang. Apakah ini ada hubungannya dengan mata bintangku?’
Ingat belum membayar makanan, Zelvio
berbalik lagi tapi Ia terkejut ketika mengetahui Feroya telah membayarnya, ‘apa ia memiliki uang sebanyak itu? Bukankah
harga apa yang kami makan sama dengan harga rumah kecilnya itu?’ tak mau
ambil pusing, Zelvio kembali melanjutkan perjalanannya kembali ke istana.
Ia membalas perbuatan ratu dengan cara
lebih banyak membaca buku secara diam-diam bahkan sesekali membaca buku pewaris
tahta yang sebelumnya tak pernah ingin ia sentuh. Tak hanya itu, ia juga
mencoba berlatih pedang seorang diri didalam hutan.
Berminggu-minggu ia terus berlatih tanpa
menemui Feroya lagi. Ia terkadang merindukan senyum gadis tersebut tapi
tekadnya sudah bulat.
Sedang ditempat lain, Feroya lebih banyak
mencoba makanan dan sesekali berbelanja di kota bahkan makan dikedai dekat
kerajaan yang terkenal begitu mahal. Ia tak peduli toh itu uang miliknya sampai
seorang gadis muda bedarah bangsawan menegurnya.
“Dari caramu berpakaian sepertinya kamu
tinggal cukup jauh dari tempat ini. Apakah pekerjaanmu menipu para bangsawan
sehingga dapat makan ditempat ini?”
“Apa? Ulangi? Kamu bicara apa?” tiba-tiba
emosi Feroya hampir keluar tapi ia ingat pesan ayahnya agar tetap bertahan,
“aku gak akan bicara sopan atau apalah padamu. Kalau kamu ingin makan, makan
saja, jangan menggangguku seperti kucing kelaparan.” Ia menghina gadis
bangsawan itu dengan tajam sehingga gadis itu menampar Feroya.
Para pengunjung kedai langsung mengarahkan
pandangan mereka semua. Tentu saja mereka terkejut karena gadis bangsawan
tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah tunangan Arnove, pengeran BE.
Mereka yang takut akan Lucy, nama gadis itu, hanya diam membeku.
“Belajarlah cara bicara yang baik padaku.”
Gadis itu menatap tajam sedangkan Feroya menutup mata lalu melemparkan makanan
ke kakinya, “a..apa ini?” gadis itu terkejut karena ia merasa telah
dipermalukan.
Sedang Feroya yang kesal langsung membayar
makanannya dan pergi ke hutan untuk mencari ketenangan. Ia benar-benar kesal.
‘Gadis
itu menyebalkan! Jika aku gak ingat ucapan ayah mungkin ia tidak bisa bicara
lagi esok hari! Sial!’
Matanya mengelilingi hutan yang tampak
sejuk. Sesekali Feroya mengambil beberapa buah-buahan terlarang dihutan
kemudian memakannya seolah ia berhak memakan buah-buahan itu. Sayang, tindakannya
menyebabkan masalah. Seorang goblin memintanya membayar.
“Ini hutan! Kenapa aku harus membayar! Dan
siapa kamu? Kenapa telingamu aneh? Dan kenapa dengan hidungmu yang begitu
panjang itu?” Feroya mencoba memegang hidung goblin tersebut tapi ia mengurungkan
niatnya, “maaf, aku tidak sopan,” ia membungkuk hormat, “berapa aku harus
membayarnya?”
“Bayar dengan semua yang kamu miliki,”
mata goblin itu memerah, “serahkan nyawamu karena melanggar peraturan.”
“Mata merah! Cahaya merah! Kamu siapa?
Kamu bukan mahluk BE!” Feroya
terlonjak kaget dan tiba-tiba matanya mengeluarkan cahaya putih, “argh! Sial!
Ini karena aku terkejut!”
Goblin tersebut pun ikut terkejut. Ia
langsung berlutut hormat didepan Feroya. Tentu saja Feroya bingung dan ia
langsung memadamkan cahaya matanya, “a..ada apa? Argh! Tutup mulutmu mengenai cahaya
putihku maka aku akan tutup mulut mengenai mata merahmu! Kamu juga berbeda
denganku!”
Senyum simpul diberikan Goblin tersebut
padanya. Ia menjelaskan bahwa mata merahnya bukan perbedaan karena dirinya
memang goblin dan hal wajar goblin memiliki mata merah. Itu bukan perkara.
“Oke. Tapi sepertinya aku harus berbuat
sesuatu,” ucap Feroya yang membuat goblin tersebut tiba-tiba melayang. Ia
meminta maaf dan memang tugasnya untuk menjaga hutan ini serta ia mengatakan
kalau ia berada di pihak Feroya, “pihakku? Pihak apa?” ia pun menurunkan goblin
tersebut.
Mencari tempat aman, goblin tersebut
membawa Feroya masuk kesebuah pohon. Ia tiba-tiba bisa menembus pohon itu
padahal mahluk BE lainnya tak bisa.
Sedang goblin tersebut bisa melakukannya karena ia memang penjaga semua pohon
dihutan.
“Nona, sangat berbahaya berjalan seorang
diri diluar. Kapan nona datang ke BE?
Apakah nona baik-baik saja? Mereka tidak menyakiti nona?”
Mendengar hal itu, Feroya bingung tapi
kemudian ia mulai paham, “ah! Iya-iya, ayah pernah mengatakan tentang goblin.
Ayah mengatakan kalau kamu mahluk yang begitu ramah hanya untukku saja.
Sebenarnya, apa keistimewaanku? Ah! Ini karena takdirku dengan mataku yang
berbeda.” Ia tersenyum, “Tn.Goblin, siapa namamu?” goblin tersebut menulis dengan api diudara,
“Ellnor, oke, Tn.Ellnor.”
“Tidak nona. Panggil saja hamba dengan
nama,” pintanya, Feroya mengangguk, “jika nona sudah lama disini dan baik-baik
saja, apakah nona menyembunyikan jati diri nona?” ia dengan enteng mengangguk.
Goblin tersebut senang. Tiba-tiba Feroya ingat kalau belum membayar buah yang
telah dimakannya, “nona tidak perlu membayarnya. Nona dapat memakan sebanyak
apapun yang nona inginkan. Jika nona perlu bantuan, kami para goblin akan
membantu nona dengan seluruh kekuatan kami.”
Feroya menggeleng, “gak usah membantuku
dengan kekuatan kalian. Cukup biarkan aku makan buah yang ada dihutan. Rasanya
menyegarkan sekali,” kemudian dengan sopan dan hormat, ia meminta izin secara
formal. Ellnor tak enak hati. Ia meminta Feroya agar bersikap sesuka hatinya
dan tak perlu izin untuk menjelajahi hutan bahkan seluruh tempat di BE.
Dengan wajah tenang, Feroya keluar dari
pohon tersebut. Ia terus mencoba berbagai buah aneh yang tidak pernah ia temui
sampai akhirnya ia menemukan Zelvio sedang berlatih pedang dengan seseorang.
Tak pikir panjang, ia menghampiri Zelvio dan mengatakan senang bertemu
dengannya.
“Kebetulan aku membawa ini, kamu mau? Rasa
buah ini benar-benar menyegarkan.” Zelvio dan pengawalnya saling pandang.
Mereka terkejut mendapati Feroya memakan buah yang begitu mahal dimata para
penduduk BE apalagi harus menghadapi
para goblin yang menjaganya, “aku sudah membayarnya. Kalian mau? Ini gratis.”
Pengawal Zelvio curiga kalau bisa saja
Feroya adalah gadis bangsawan yang menyamar tapi berbeda dengan Zelvio,
siapapun Feroya, gadis biasa atau bangsawan, gadis itu telah merubah
pemikirannya. Ia pun dengan senang hati memakan buah yang dibawa Feroya.
“Hanya bangsawan dan keluarga kerajaan
yang mampu membeli buah dari hutan ini. Jangan-jangan, kamu menjual rumah dan
menghabiskan tabunganmu hanya untuk ini?”
Tidak ada jawaban dari Feroya. Ia terus
makan kemudian meminta pedang Zelvio dan mencoba mengayunkan pedang
kesana-kemari seperti anak kecil.
Sibuk dengan pedangnya, Feroya tak
mempedulikan perbincangan Zelvio dan pengawalnya. Pengawal tersebut merasa jika
Feroya sedang mendekati Zelvio dan mengetahui Zelvio adalah pangeran atau bisa
saja Feroya adalah orang suruhan ratu yang berusaha menjebaknya.
“Hei, aku melihat ekspresi kalian aneh. Kalian
membicarakanku? Kamu, ya, kamu,” ia menunjuk pengawal Zelvio, “kamu berpikir
aku mendekati Zelvio? Argh! Aku memiliki pacar! Namanya Darren tapi kami sudah
putus. Walaupun begitu, aku gak berniat menjalin kisah cinta ditempat ini. Aku
ingin kembali bersama orang tuaku!”
Pengawalnya jadi tak enak hati sedang
Zelvio tersenyum senang mengetahui bahwa gadis tersebut ternyata tidak memiliki
kekasih.
**
Sinar bulan berusaha masuk kedalam kamar
Zelvio tapi gagal akibat sesuatu yang menghalangi. Apalagi kalau bukan Arnove
yang melakukan dengan sengaja. Ia senang jika Zelvio tak pernah merasakan tidur
dibawah sinar bulan.
Sayangnya, hal tersebut tak membuat Zelvio
sedih atau marah. Ia justru terus teringat wajah Feroya serta tenangnya Feroya
ketika memakan buah di hutan, ‘gadis itu
tidak takut apapun. Ia tidak takut pada goblin dan ia tidak takut berjalan
dihutan seorang diri. Ia juga bukan gadis penuh ambisi mengerikan seperti para
gadis bangsawan kebanyakan. Dan ia juga tampak bukan seperti gadis yang
menginginkan kekayaan’
Diam-diam, pengawal setianya
memperhatikan. Ia yakin jika pangeran sedang jatuh cinta tapi ia khawatir kalau
pangeran salah jatuh cinta, “anda baru mengenalnya beberapa waktu. Bukankah
anda terlalu terburu-buru?”
“Kamu bukan sekedar pengawal tapi
sahabatku. Bukankah kamu tahu kalau aku tidak pernah benar-benar menyukai
seorang gadis sebelumnya? Aku hanya terus bermain-main dengan menggoda para
gadis cantik tapi kali ini, aku mulai memikirkan satu gadis yang sama setiap
waktu.”
Zelvio meminta pengawalnya mendekat ke
jendela. Ia mengatakan sinar bulan pasti membuat keluarga kerajaan begitu tidur
nyenyak kecuali dirinya tapi mengingat wajah Feroya adalah lebih indah
dibanding sinar bulan.
“Pa..., pangeran, disebelah bulan. Bulan
itu,” ucap pengawalnya terbata-bata ketika melihat beberapa bintang muncul
didekat bulan. Sontak, Zelvio terkejut begitupun dengan seluruh anggota
kerajaan dan para penduduk BE. Sedang
para goblin dihutan tersenyum karena sudah saatnya BE kembali seperti semula.
Ditempat lain, tanpa emosi atau tanpa hal
apapun, mata Feroya bercaya putih. Ia menganggap hal itu karena bintang sedang
memanggil-manggil dirinya. Tak mau ambil pusing, ia memilih tidur. Naas, suara
penduduk diluar membuatnya sakit kepala dan tak bisa tidur. Mereka meributkan
bintang yang muncul setelah puluhan ribu tahun lamanya.
‘Apa
yang harus kulakukan? Membosankan!’ ia memejamkan mata dan memikirkan hutan. Dalam sekejap, ia sudah berada
dihutan. Para goblin menyambutnya begitu hangat, “ini karena aku gak memiliki
teman. Kenapa wajah kalian terlihat bergitu bahagia namun tampak ada ketakutan
besar?” tanyanya, mereka tak berani menjawab, “hei! Jawab aku!” katanya kesal,
“dan kemana telinga serta hidung panjang kalian?”
“Nona,” seorang goblin tua menghampirinya,
“datanglah ke hutan terlarang. Disana, nona akan menemukan jawaban,” ia
menunjukkan cara agar Feroya bisa datang ke hutan larangan, “tapi, nona tidak
perlu terburu-buru. Nona dapat kesana kapanpun nona inginkan. Hutan yang
menyeramkan bagi semua mahluk kecuali untuk anda,”
Pusing mendengar hal tersebut, Feroya
meminta goblin yang bernama Ellnor untuk menemaninya berjalan-jalan. Ia
terkejut ketika seorang goblin tampan muncul dan memperkenalkan diri sebagai
Ellnor. Tentu saja ia tak percaya.
“Apakah nona mengenalku seperti ini?”
Ellnor merubah wajahnya dengan selembar daun, “kemarin, itu hanya penyamaran,”
Feroya mengerti. Ia senang karena Ellnor cukup tampan sehingga ia bisa betah
berteman dengannya, “berteman? Hamba dan nona?”
“Sebentar, kamu, dan kalian semua,
sebenarnya ini ada apa? Kenapa kalian begitu sopan padaku dan kenapa kalian
memanggilku dengan sebutan aneh. Argh! Aku hanya ingin bermain disini!”
Mereka pun meminta maaf kemudian Ellnor
langsung mengajaknya ke taman bunga. Tentu saja tak ada penolakan dari Feroya.
Ia langsung kegirangan sehinga mata bintangnya bersinar. Ia ingat ketika ayah
mengatakan kalau di depan para goblin, hal itu diizinkan.
“Nona sangat cantik dengan sinar itu,”
Ellnor memegang telinga panjangnya, ia sedikit malu ketika mengatakan hal
tersebut, “nona mau menjaga rahasia? Bukankah kita teman?” Feroya diam mematung
kemudian tanpa aba-aba, Ellnor mengambil selembar daun kering dan tiba-tiba
daun itu berubah begitu besar. Mereka menaiki daun tersebut. Seketika, daun itu
meluncur dengan cepat sehingga Feroya berteriak-teriak senang seolah ia ada
diwahana bermain. Ketika sampai di depan gerbang taman bunga, Feroya menolak
masuk. Ia ingin naik daun itu beberapa kali lagi, “baiklah, kita akan
melakukannya lagi,”
Kini, Feroya memiliki alasan untuk tinggal
nyaman di BE beberapa waktu.
**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar