BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
islam sumber hukum kedua setelah al-qur’an adalah hadits. Hadits di sini
berperan sebagai penguat dari hukum-hukum yang tidak di terangkan secara
menyeluruh dalam islam. Sehingga sangat penting bagi kita untuk dapat
mengetahui tentang sumber hukum yang kedua ini. Sebab jika kita tidak cermat,
maka kita akan terjerumus kedalam sebuah hadits yang memang sengaja dibuat oleh
manusia dan terkadang tidak masuk akal.
Hadits adalah perkataan nabi yang
diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang, lalu hanya mereka saja yang
mengetahuinya dan tidak menjadi pegangan atau amalan umum. Para ahli hadits
membagi hadits menjadi banyak bagian dengan istilah yang berbeda-beda. Namun,
semua itu tujuannya pada pokoknya kembali kepada tiga objek pembahasan, yaitu
dari segi matan, sanad, serta matan dan sanad-sanad secara bersama-sama. Dan
kebanyakan mereka mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan menjadi tiga
kategori yaitu shahih, hasan, dan dhaif.
Dalam makalah ini saya akan membahas
lebih dalam dari salah satu kategori hadits diatas yaitu hadits dhaif. Jadi
untuk lebih jelasnya tentang hadits dhaif secara keseluruhan akan dibahas dalam
bab selanjutnya.
2.
Rumusan
Masalah
a. Apa
pengertian hadits dha’if ?
b. Ada
berapa macam hadits dha’if yang disebabkan karena terputusnya sanad ?
c. Ada
berapa macam hadits dha’if yang disebabkan selain keterputusan sanadnya ?
d. Bagaimana
kehujjahan hadits dha’if ?
3.
Tujuan
Penulisan
a. Agar
mengetahui pengertian hadits dha’if
b. Mengetahui
macam-macam hadits yang di sebabkan oleh terputusnya sanad
c. Mengetahui
macam-macam hadits dha’if yang disebabkan oleh selain terputusnya sanad
d. Mengetahui
kehujjahan hadits dha’if
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Hadits Dha’if
Hadits
dha’if menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).[1] Maka
sebutan hadits dha’if dari segi bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits
yang tidak kuat.[2]
Secara istilah, di antara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam
mendefinisikan hadits dha’if ini.
Akan tetapi, pada dasarnya isi dan maksudnya adalah sama. Beberapa definisi, di
antaranya dapat di lihat di bawah ini.
An-nawawi
mendefinisikannya dengan:
ما لم يو جد فيه شر و ط ا لصحة و لا شر و ط ا لحسن.
Artinya:
“Hadits yang di dalamnya tk terdapat
syarat-syarat hadits sahih dan syarat-syarat hadits hasan.”
Ulama yang lainnya menyebutkan bahwa
hadits dha’if adalah:
كل
حد يث لم يجتمع فيه صفا ت ا لقبو ل
Artinya:
“hadits yang di dalamnya tidak terkumpul
sifat-sifat maqbul.”
Para ulama menemukan ke-dhaif-an hadits itu pada tiga bagian,
yaitu pada sanad, matan, dan perawi-nya. Dari ketiga bagian ini,
mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa macam hadits dhaif , yang jumlahnya sangat banyak.
2.
Macam-Macam
Hadits Dhaif Yang Disebabkan Dari Terputusnya Sanad
Dari
segi terputusnya sanad, para ulama menemukan banyak hadits yang jika dilihat
dari sudut sanad-nya ternyata tidak
bersambung. Tidak tersambungnya sanad
ini menunjukkan bahwa hadits tersebut
adalah dhaif. Hadits-hadits yang
tergolong dalam kelompok ini adalah : hadits
al-mursal, hadit al-munqati, hadits al-mu’da, dan hadits muallaq.
a.
Hadits
mursal
Hadits mursal, menurut
bahasa berarti hadits yang terlepas, para ulama memberikan batasan hadits
mursal adalah hadits yang gugur rawinya diakhir sanad, yang dimaksud dengan
rawi diakhir sanad adalah rawi pada tingkatan sahabat. Jadi, hadits mursal
adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi
yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.
Dengan
kata lain hadits mursal adalah hadist yang gugur sanadnya setelah tabi’in. yang
dimaksud dengan gugur disini adalah tidak disebutkannya nama sanad terakhir. Padahal sahabat adalah
orang yang pertama menerima hadits dari Rasulullah SAW. Al-hakim merumuskan hadits mursal dengan:
ما
ر فعه التا بعي الى الر سو ل صلى الله عليه و سلم من قولى او فعل او تعر
ير
صغيرا كا ن أو كبيرا.
Artinya: “haduts yang disandarkan (langsung) oleh tabi’in kepada rasulullah saw,
baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya tabi’in tersebut, baik termasuk
tabi’in kecil maupun tabi’in besar.”
Contoh
hadits mursal:
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ ص.م : بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْمُنَا فِقِيْنَ شُهُوْدُ الْعِشَاءِ
وَالْصُبْحِ لَاَ يْسْتَطِيْعُوْنَ.
Artinya:”Rasulullah bersabda: “Antara kita
dengan kaum munafik, ada batasan yaitu menghadiri jama’ah isya dan subuh mereka
tidak sanggup menghadirinya.” (HR. Malik).
Hadits tersebut
diriwayatkan Imam Malik dari Abdurrahman dai Haudalah, dari Said bin Mutsayyab.
Siapa sahabat nabi yang meriwayatkan hadits itu kepada Said bin Mutsayyab,
tidaklah disebutkan dalam sanad diatas.
Kebanyakan ulama
memandang hadits mursal sebagai hadits dhaif dan tidak diterima sebagai hujjah,
tetapi sebagian kecil ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik bin Anas, dan Ahmad
bin Hambal dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bin rawinya adil.
Para ulama berbeda pendapat tentang
penggunaan hadits mursal sebagai hujjah. Muhammad Ajjaj Al-Khatib
menyebutkan bahwa perbedaan tersebut mencapai sepuluh pendapat, tetapi yang
masyhur hanya tiga pendapat:
1. Pertama,
membolehkan ber-hujjah dengan hadits mursal secara mutlak. Ulama yang
termasuk dalam kelompok ini adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan
lain-lain.
2. Kedua,
tidak membolehkan secara mutlak. Menurut imam nawawi, pendapat ini di dukung
oleh jumhur ulama ahli hadits yaitu: Imam Syafi’i, Kebanyakan Ulama Ahli Fiqih
dan Ahli Ushul.
3. Ketiga,
membolehkan menggunakan hadits mursal apabila ada syarat lain yang musnad, di
amalkan oleh sebagian besar ulama atau ahli ilmu. Apabila terdapat riwayat lain
yang musnad, maka hadits mursal itu bisa di jadikan hujjah, demikian pendapat
jumhur ulama dan ahli hadits.[3]
b.
Hadits
Munqati’
Menurut bahasa, hadits
munqati berarti hadits yang terputus. Para ulama memberi balasan munqati’
adalah hadits yang gugur satu atau dua rawi tanpa beriringan menjelang akhir
sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang
akhir sanad adalah tabi’in, jadi hadits munqati’ bukanlah rawi ditingkat
sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.
Para
ulama berbeda pandangan dalam merumuskan definisi hadits munqati’. Ada yang menyebutka bawa hadits munqati’ adalah :
الحد
يث الذ ي شقط من اسنا ده رجل أو ذ كر فيه را و مبهم.
Artinya:
“hadits yang pada sanadnya terdapat seorang
peawi yang gugur atau pada sanad tersebut disebutkan nama seseorang yang tidak
dikenal namanya.”
Ada
juga yang mendefinisikannya:
ما
سقط من سند ه را و وا حد فى مو ضع أو أكثر أ و ذ كر فيه را و مبهم
Artinya:
“hadits yang gugur sanadnya di satu
tempat atau lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak
dikenal namanya.”
Ulama
lainnya mendefinisikan dengan:
ماسقط
من ر وا ته وا حد قبل الصحا بى فى مو ضع أو سقط فى مو ضعين
ا ثنا ن لا حا ل كو نهما متوا ليين.
Artinya:
“hadits yang seorang perawinya gugur
sebelum sahabat pada satu tempat atau gugur dua orang perawinya pada dua tempat
yang tidak berturut-turut.”
Contoh hadits munqati:
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ ص.م اذَا دَخَلَ الْمَسْجِدِ قَالَ: بسْمِ اللهِ والسْلاَمُ عَلى
رَسُوْلِ الله اللَهُمَ اغْفِرْ لِى ذُ نُو بِى وَافْتَحْ لِى اَبْوَابَ رْ حْ لىِ
ابْوَا بَ رَحْمَتِكَ (رواة ابن ماجه)
Artinya: “Rasulullah SAW. Bila masuk ke dalam
mesjid, membaca : Dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah: Ya Allah,
Ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu.” (HR.
Ibnu Majah).
Dilihat dari
segi persambungan sanadnya, hadits munqati’ termasuk dalam golongan hadits dhaif. Dengan demikian, hadts
ini tidak dapat dijadikan hujjah karena gugurnya seorang perawi atau lebih,
sehingga menyebabkan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat sahih yang
berarti tidak memenuhi syarat hadits shahih.
c. Hadits Mu’dal
Menurut bahasa, hadits
mudal berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama member batasan hadits
mudal adalah yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam
sanadnya. Contohnya: Hadits mudal adalah hadits Imam Malik, hak hamba dalam
kitab al-Muwata’. Dalam kitab tersebut, Imam Malik
berkata:”Telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW.
Bersabda
لِلْمُلُوْ كِ اطَعَا
مُهُ وَكِسْوَ تُهُ بِا لْمَعْرُوْفِ. (رواة ما لك)
Artinya: “Budak itu harus diberi
makanan dan pakaian secara baik.” (HR. Malik).
Imam Malik, dalam kitabnya
itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dengan Abu
Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam Malik
diluar kitab al-Muwata’. Malik meriwayatkan hadits yang sama,
yaitu ”Dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah”. Dua rawi yang secara beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan
ayahnya.
Adapun
pengertian lain hadits mu’dal adalah:
ما
سقط من سند ه را و يا ن متتا ليا ن أو أكثر.
Artinya:”Hadits
yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-turut.”
Dalam pengertian yang
lebih lengkap, hadits mu’dal adalah:
ما
سقط من روا ته اثنا ن أو أكثر على التو الى سوا ء سقط الصحا بي و التا
بعي
أو التا بعي وتا بعه أوأثنان قبلهما.
Artinya:
“Hadits yang gugur dua oang perawinya
atau lebih secara berturut-turut, baik gugurnya itu antara sahabat dengan
tabi’in atau dua orang sebelumnya.”
Dari
kedua pengertian diatas, jelas bahwa hadits mu’dal berbeda dengan hadits
munqati’. Pada hadits mu’dal, gugurnya dua orang perawi secara berturut-turut.
Sedangkan pada hadits munqati’ gugurnya dua orang perawi terjadi secara
terpisah (tidak berturut-turut).
d. Hadits
muallaq
Hadits muallaq menurut
bahasa, berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq
adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Juga termasuk
hadits muallaq, bila semua rawinya digugurkan (tidak disebutkan).
Contoh hadits muallaq:
Bukhari berkata, kata Malik,, dari Zuhri, dari
abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ
تَفَا ضَلُوْا بَيْنَ لَا نَبِيَاءِ. (رواة الجا رى)
Artinya: “Janganlah kamu lebihkan
sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari).
3. Hadits Dhaif Yang Disebabkab Selain
Dari Keterputusan Sanad
Yang dimaksud dengan kedhaif-an pada bagian ini adalah kedhaifan karena kecacatan yang terjadi
baik pada matan mau pun pada rawi-nya. Kecacatan pada bagian ini banyak sekali
macamnya sehingga mencapai puluhan macam, sebagaimana diuraikan oleh para
muhanditsun. Akan tetapi disini hanya akan dikemukakan beberapa saja sebagaimana
uraian di bawah ini.[4]
1. Hadits Munkar.
Yang dimaksud dengan hadits munkar adalah:
الحديث الذي يرويه الضعيف مخالفا رواية
الثقة
Hadits
yang diriwayatkan oleh orang yang lemah (perawi yang dha’if), yang bertentangan
dengan periwayatan orang kepercayaan
Contoh hadis mungkar
Al-Turmudzi berkata:
حدثنا الفضل بن
الصباح بغدادى حدثنا سعيد بن زكريا عن عنبسه بن
عبدالرحمن
عن محمد بن زادان عن
محمد بن المنكدر عن جابر بن عبدالله قال قال رسول الله صلم السلام قبل الكلام
Meriwayatkan hadis kepada kami al-Fadh bin
al-Shabah Baghdadi, katanya: meriwayatkan hadis kepada kami Said bin Zakariya
dari Anbasah bin Abdirrahman dari Muhammad bin Zadan dari Muhammad bin
al-Munkadir dari Jabir bin Abdillah, katanya: Rasulullah Saw berkata: ucapan
salam itu sebelum berbicara.
Abu Isa berkata: Ini adalah hadis
mungkar, kami tidak mengetahuinya kecuali melalui jalur ini. Dan saya mendengar
Muhammad berkata: Anbasah bin Abdirrahman adalah periwayat yang dhaif dan tidak
dapat diterima hadisnya, sedangkan Muhammad bin Zadan adalah mungkar hadisnya.
Abu Isa al-Turmudzi
menghukumi hadis ini sebagai hadis mungkar, karena hadis ini diriwayatkan
melalui sanad yang didalamnya terdapat dua orang periwayat yang dhaif dan
matannya tidak terdapat pada sanad lain.
Hadits yang
diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang
diriwayatkan), atau nampak kefasikannya ,baik pada perbuatan atau pada
perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.
Menurut Al-Qasimi, termasuk
juga dalam kelompok hadits ini, segala hadits yang diriwayatkan olrh orang yang
sudah dikenal suka berbuat dusta dalam persoalan selain hadits,dan orang yang
banyak melakukan kesalahan.
2.
Hadits Matruk
Hadits matruk adalah
الحديث الذى رواه راو واحد متهم بالكذب
فى الحديث او ظاهر الفسق بفعل او قول او كثير الغفلة او كثير الوهم
Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang
yang tertuduh dusta ( terhadap hadits yang diriwayatkan), atau nampak
kefasikannya ,baik pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang
banyak lupa atau banyak ragu.
Menurut
Al-Qasimi, termasuk juga dalam kelompok hadits ini, segala hadits yang
diriwayatkan olrh orang yang sudah dikenal suka berbuat dusta dalam persoalan
selain hadits,dan orang yang banyak melakukan kesalahan..
Contoh hadis matruk
Hadis al-Jarud bin Yazid
al-Naisaburi(Al-Dzahabi berkata: diantara musibah yang ditimpakannya) dari Bahz
dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata, “Apabila seorang suami berkata kepada
istrinya, ‘kamu kutalak selama setahun insyaAllah ‘ maka ia tidak berdosa.
3. Hadits Syadz
Hadits syads adalah
ما رواه لمقبول مخالفا لرواية من اولى منه
Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul,akan
tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya
lebih utama.
Dengan pengertian ini, periwayatan yang hanya
dilakukan melalui satu jalan sanad, tidak bisa dikatakan syads,apabila matannya
terjadi pertentangan dengan dalil yang lebih kuat. Maka jika ada hadits yang
diriwayatkan melalui satu jalan sanad, hadits yang diriwayatkan oleh satu jalan
sanad tersebut menjadi syads.
Contoh hadis Syadz seperti hadis yang
diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi melalui Abdul Wahid bin Zayyad dari
Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu’(Rasulullah Saw
bersabda):
Jika telah shalat dua rakaat Fajar salah seorang diantara kamu,
hendaklah tiduran pada lambung kanan.
Al-Baihaqi berkata: periwayatan Abdul Wahid
bin Zayyad adalah syadz karena menyalahi mayoritas perawi yang meriwayatkannya
dari segi perbuatan Nabi bukan sabda beliau. Abdul Wahid menyendiri diantara
para perawi tsiqah.
4. Hadits maqlub
Maqlub dari akar kata قلب يقلب قلبا فهو
مقلوب berarti mengubah, mengganti,
berpindah, dan membalik. Menurut istilah hadis maqlub adalah:
هوالحديث الذي دخل
القلب فى سنده او مت
Adalah hadis yang terbalik (redaksinya) baik pada sanad atau
pada matan.
Hadis maqlub adalah hadis yang terbalik
susunan kalimatnya dan tidak sesuai dengan susunan yang semestinya, terkadang
mendahulukan yang seharusnya diakhirkan atau sebaliknya, atau mengganti kata
lain dengan tujuan tertentu. Faktor penyebabnya karena memang kesalahan yang
tak disengaja atau untuk menguji daya ingat seseorang.
Contoh hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar berkata:
فاذا انا بالنبي صلم جالسا على مقعدته مستقبل
القبلة مستدبر الشام
Maka ketika itu aku bersama Nabi Saw beliau
duduk diatas bangku menghadap qiblat dan membelakangi Syam.
Hadis ini dimaqlubkan menjadi:
مستقبل الشام مستدبر القبلة
Menghadap Syam dan membelakangi qiblat.
4. Kehujjahan Hadits Dhaif
Cacat yang terdapat
pada hadits dha’if ini berbeda-beda. Hal ini berimbas pada tingkatan (martabat)
hadits-hadits dhaif juga memiliki perbedaan. Berkaitan dengan hal ini, maka
dalam hal kehujjahan (kebolehan)nya hadits dhaif untuk diamalkan pun terdapat
beberapa pendapat, seperti:
Ø Pendapat pertama, hadits
dhaif tersebut dapat diamalkan secara mutlak yaitu baik yang berkenaan dengan
masalah halal-haram maupun yang berkaitan dengan kewajuban. Dengan syarat tidak
ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini di sampaikan oleh beberapa
imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud, dll. Pendapat ini tentunya
berkenaan dengan hadits yang tidak terlalu dhaif. Karena hadits yang dhaif itu
ditinggalkan para ulama. Disamping itu juga, hadits dhaif itu tidak boleh
bertentangan dengan hadits yang lain.
Ø Pendapat kedua, dipandang
baik mengamalkan hadits dhaif dalam Fadaitul amal. Baik yang berkenaan dengan hal-hal
yang di anjurkan maupun yang dilarang. Segolongan ulama yang dipimpin oleh
syaikh muhyiddin an-nawawi menyatakan “sudah menjadi kesepakatan ulama akan
diperbolehkannya menggunakan hadits dhaif sebagai dalil untuk Fadaitul amal.
Ibnu daqiq al’id memberikan syarat dibolehkannya penggunaan hadits dhaif pada
Fadaitul amal:
1.
Hadits dhaif tersebut benar-benar ada
berdasarkan sumber yang asli. Artinya bukan rekayasa seseorang.
2.
Tidak menganggapnya sebagai hadits
shahih ketika mengamalkannya, tetapi menganggapnya sebagai langkah antisipatif
saja.
3.
Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu
hadits dhaif yang tidak terlalu dhaif.
4.
Hadits dhaif yang bersangkutan berada di
suatu dalil yang umum. Sehingga tidak bisa diamalkan hadits dhaif yang sama
sekali tidak memiliki dalil pokok.
Ø Pendapat ketiga, hadits
dhaif sama sekali tidak boleh di amalkan baik yang berkenaan dengan fadaitul
amal ataupun yang berkaitan dengan hal halal-haram.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Hadits dhaif adalah hadits yang
tidak memenuhi syarat/ kriteria hadits shahih atau hasan. Pada hadits dhaif
banyak dugaan bahwa hadits tersebut bukan berasal dari Rasulullah, disebabkan
ada kecacatan pada perawi , pada meriwayatkan hadits tersebut.
Tetapi bukan berarti hadits
tersebut tidak benar. Karena para ulama ahli hadits tidak sembarangan dalam
menetapkan keshahihan suatu hadits. Inilah bukti ketelitian para ulama ahli
hadits dalam mengambil hadits tersebut dari para perwi.
Dalam hal kehujjahan hadits dhaif
terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda. Ada yang membolehkan dan ada yang
tidak memperbolehkannya sesuai dengan kepercayaan ulama yang bersangkutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Solahudin,
M. Agus, Dan Agus Suyadi. 2008.Ulumul
Hadits.Bandung:Pustaka Setia.
Mudasir.2010.Ilmu Hadits.Bandung:Pustaka Setia
Al-Qaththan,Syaihk
Manna’.2005.Penghantar Studi Ilmu Hadits.Jakarta:Pustaka
Al-Kautsar
[1] Drs.
M. Agus Solahudin, M. Ag Dan Agus Suyadi, Lc. M.Ag. Ulumul Hadits. Bandung.
Pustaka Setia. 2008. Hlm 148
[2]
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia.2010. Hlm 156
[3]
Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia.2010. Hlm 159
[4]
Drs. H. mudasir. Ilmu hadits. Bandung. Pustaka setia. 2010.hlm 163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar