MAKALAH FIQH ZAKAT
Pengertian, Dasar Hukum, dan Ruang
Lingkup Zakat
Dosen : Muslim, MHI
Disusun
oleh :
Aula Nurul Ma’rifah 1321040240
Fitriani 1321040232
Sandi Kurniawan 1321040246
Rizki Kurniawan Redho 1321040154
PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH
IAIN RADEN INTAN
LAMPUNG
2015
Daftar Isi
Daftar
Isi i
Kata
Pengantar ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Definisi Zakat 2
2.2
Sejarah Zakat 3
2.3
Hukum Zakat 3
2.4
Ruang Lingkup Zakat 7
Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan pada kita semua
sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dimana makalah ini
membahas tentang Fiqh Zakat (definisi, ruang lingkup, dan dasar hukum)
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari banyak pihak sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya,
ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yan telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat dan mampu
menambah wawasan bagi semua semua orang.
Bandarlampung, 16 Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun
Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu ibadah yang paling penting kerap kali
dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat beriringan dengan menerangkan
sembahyang.Pada delapan puluh dua tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan
urusan shalat ini menunjukan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang
rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat dipandang seutama-utama ibadah
badaniyah zakat dipandang seutama-utama ibadah maliyah.Zakat juga salah satu
unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang
telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah,
sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf
menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan
di hukum kufur. Karena itu kita harus mengetahui definisi dari zakat,
harta-harta yang harus dizakatkan, nishab- nishab zakat, tata cara pelaksanan
zakat dan berbagai macam zakat akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi/ pengertian zakat
2. Dasar hukum
zakat.
3. Ruang lingkup
zakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Zakat
1.
Definisi Zakat Menurut Bahasa
Zakat menurut bahasa berarti bertambah dan
berkembang. Karena itu, setiap yang bertambah jumlahnya dan berkembang
ukurannya, ia bisa disebut zakat. Ada ungkaoan zakka az-zar’u, yang berarti tanaman itu berkembang dan menjadi
baik. [1]
2.
Definisi Zakat Menurut Istilah
Zakat menurut istilah ialah beribadah karena Allah
dengan cara mengeluarkan sebagian kewajiban berupa harta tertentu secara syar’i
untuk disalurkan kepada suatu golongan atau institusi tertentu.[2]
3.
Hubungan Definisi Zakat Menurut Bahasa dan Istilah
Sekalipun secara tekstual zakat dilihat dari aspek
jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa menyebabkan harta itu bertambah,
baik secara maknawi maupun secara kuantitas. Terkadang Allah membukakan
pintu-pintu rezeki bagi seseorang yang tidak pernah terbetik dalam hati
sanubarinya. Allah berbuat seperti itu karena seorang tadi melaksanakan
kewajiban terhadap harta yang Allah wajibkan atasnya.[3]
B.
Dasar Hukum Perintah Zakat
1.
Al-Quran
“Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”
(QS. At Taubah: 103)[4]
“Dan
dirikanlah salat, tunaikanlah zakat.” (Al Baqarah: 43)
“Jika mereka bertobat dan mendirikan salat
dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (At Taubah: 5)
Dan ayat-ayat lain dalam Al-Quran yang membahas
mengenai zakat seperti : An-Nisa:77, Al-Baqarah:277, At-Taubah:60, dan lain
sebagainya.[5]
2.
Al-Hadist
- “Islam
dibangun diatas lima pilar; kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah
selain Allah dan Muhammad adalah Rosul Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, puasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah Al-Haram”[6]
- “Setiap
harta yang harus dizakati, lantas ditunaikan zakatnya, maka ia bukan harta
timbunan.” (Hadist hasan
dan dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Abi Dawud)
- Nabi bersabda : “shadaqah (zakat) tidak akan mengurangi harta.”[7]
- “Kalau mereka enggan menunaikan zakat
‘anaqan yang mereka tunaikan di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
niscaya aku perangi mereka.” (Riwayat Bukhari No. 1400 dan Muslim No. 20)
- “Rosullullah
SAW, telah berkata, “seseorang yang menyimpan hartanya, tidak dikeluarkan
zakatnya, akan dibakar dalam neraka jahannam....,” (Riwayat Ahmad dan Muslim)[8]
C.
Ruang
Lingkup Zakat
1.
Zakat
Fitrah
Zakat fitrah juga disebut zakat jiwa
yaitu setiap jiwa/orang yang beragama Islam harus memberikan harta yang berupa
makanan pokok kepada orang yang berhak menerimanya, dan dikeluarkan pada bulan
Ramadhan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada bulan Syawal.
Zakat Fitrah merupakan salah satu
bagian dari zakat, dimana kewajibannya dibebankan kepada semua orang yang
beragama Islam, baik yang baru lahir sampai yang sakaratul maut. Jadi siapapun
baik kaya, miskin, laki-laki maupun perempuan, tua, muda maupun bayi, semuanya
harus membayar zakat fitrah.
Rasulullah saw.
mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari hal-hal
yang tidak bermanfaat, kata-kata kotor, dan memberi makan orang-orang miskin.
Barang siapa mengeluarkannya sebelum shalat Idul Fitri, zakatnya diterima , dan
barang siapa yang mengeluarkannya setelah shalat idul fitri, hal itu merupakan
salah satu dari sedekah (Hadits
Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas)
Dari Ibnu Umar
bahwasannya, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadlan kepada
semua orang Islam, orang yang merdeka, atau hamba sahaya laki-laki atau
perempuan, sebanyak 1 sha’ (3,1 liter) kurma atau gandum.(HR.Muslim:1635)
“Rosullullah
menetapkan wajib zakat fitrah setelah ramadhan satu sha’ kurma atau satu
sha’gandum,”[9]
Jadi jelaslah bagi kita dari hadits
Rasulullah di atas apa yang harus diberikan dari kewajiban zakat fitrah ini,
yaitu gandum atau tamar ataupun makanan pokok pada suatu daerah tertentu seperti
beras di Indonesia pada umumnya, jagung di Madura, sagu di Paupua dan
lain-lain.
Kemudian
banyaknya yang harus kita berikan perorang/jiwa sebanyak 3,1 Liter atau sekitar
2,5 Kg dan hanya diberikan dalam setahun sekali.
2.
Zakat Maal
Zakat maal
yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertentu untuk
memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran
banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam hadits
Rasulullah menjelaskan sebagai berikut :
Sesungguhnya
Allah mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin
sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara mereka. Fakir miskin
itu tiadalah menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali
perbuatan golongan orang kaya. Ingatkan Allah akan mengadili mereka nanti
secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih (Hadis Riwayat at-Tabrani)
Allah hanya mewajibkan kepada kaum muslim yang kaya saja
untuk melaksanakan zakat maal itu, hal ini menunjukkan bahwa ketentuan agama
Islam tidak memberatkan bagi umat Islam yang kurang mampu.
Adapun
tujuan daripada zakat maal adalah untuk membersihkan dan mensucikan harta benda
mereka dari hak-hak kaum miskin diantara umat Islam.
Selain
Zakat Fitrah dan zakat maal, terdapat lagi zakat binatang ternak, zakat hasil
pertanian, zakat modal usaha, zakat emas & perak, dan lain sebagainya.
D.
Syarat
dan Rukun Zakat
1.
Zakat
Binatang ternak[10]
-
Islam
-
Merdeka
-
Cukup
-
Sampai
satu tahun
-
Digembalakan
di rumput yang mubah
2.
Zakat
Emas dan Perak[11]
-
Islam
-
Merdeka
-
Milik
yang sempurna
-
Sampai
satu nisab
-
Sampai
satu tahun disimpan
3.
Biji
Makanan Yang Menyenangkan[12]
-
Islam
-
Merdeka
-
Milik
yang sempurna
-
Sampai
nisabnya
-
Biji
makanan itu ditanam oleh menusia
-
Biji
makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan lama
4.
Buah-buahan[13]
-
Islam
-
Merdeka
-
Milik
yang sempurna
-
Nisab
5.
Zakat
Fitrah [14]
-
Islam
-
Sebelum
matahari terbit pada Hari Raya Idul Fitri masih hidup (yang baru lahir maupun
dalam sakaratul maut)
-
Pada
waktu tersebut mampu menafkahi dirinya dan keluarganya
-
Merdeka
E. Hukum Bagi Yang Meninggalkan Zakat
Barang siapa yang
enggan menunaikan zakat karena dia bakhil dengan tetap meyakini kewajibannya
maka dia mendapatkan dosa besar karena enggan menunaikan kewajibannya. Akan tetapi tidak mengeluarkannya dari
Islam. Karena zakat adalah cabang dari cabang-cabang agama, maka tidak
dikafirkan orang yang meninggalkan zakat sekedar hanya meninggalkan, karena
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda terhadap orang yang enggan
menunaikan zakat,
ثُمَّ يَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ
“Kemudian dia melihat jalannya apakah menuju
surga atau menuju neraka” (Shahih Muslim No. 987)
Sekiranya dia
dihukumi kafir tidak mungkin dia melhat jalannya ke surga. Orang seperti ini diambil zakat darinya
dengan paksa bersama hukuman. Kalau dia tetap enggan menunaikan maka dibunuh
sampai dia tunduk perintah Allah Azza wajalla dan menunaikan zakat karena
firman Allah:
“Jika mereka bertobat dan mendirikan salat
dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (At Taubah: 5)
Dan Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia
hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad
adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal
itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan
perhitungan mereka ada pada Allah Subhanahu wata’ala.” (Riwayat Bukhari No.
2946 dan Muslim No. 21)
Berkata Abu Bakar
As Shiddiq Radhiallahu’anhu, “Kalau
mereka enggan menunaikan zakat ‘anaqan yang mereka tunaikan di masa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam niscaya aku perangi mereka.” (Riwayat Bukhari
No. 1400 dan Muslim No. 20)‘Anaqan adalah anak betina kambing yang umurnya
belum genap setahun.
Dan beliau
didukung khalifah yang tiga dan seluruh shahabat Radhiallahu’anhum. Dan orang
yang enggan menunaikan zakat karena bakhil masuk nash ini untuk diperangi. (Dari Kitab Fiqhul Muyassar fii Dhau
al-Kitabi wa as-Sunnah, Penulis Majmu’ minal Ulama, Taqdim asy-Syaikh Shalih
bin Abdul Aziz alu Syaikh)
F.
Hikmah
Perintah Zakat
1. Menolong orang yang lemah dan susah agar
dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap mahluk Allah
(masyarakat)[15]
2. Membersihkan diri dari sifat kikir dan
akhlak yang tercela, serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan
membiasakan membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan.[16]
3. Sebagai ucapan syukur dan terimakasih atas
nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya.[17]
4. Guna menjaga kejahatan-kejahatan yang akan
timbul dari si miskin dan yang susah.[18]
5. Guna mendekatkan hubungan kasih sayang dan
cinta—mencintai antara si miskin dengan si kaya. Rapatnya hubungan tersebut
akan membuahkan beberapa kebaikan dan kemajuan, serta berfaedah bagi kedua
golongan dan masyarakat umum.
G.
Dampak
Zakat Terhadap Masyarakat dan Perekonomian
Dampak zakat atas kemaslahatan masyarakat dan
perekonomian Islam sangat jelas. Karena dalam zakat ada unsur memberikan
bantuan kepada ornag-orang fakir; disamping, mewujudkan kepentingan yang
bersifat umum. Dampak zakat yang demikian itu dapat kita ketahui secara jelas
dari pos-pos pendistribusian zakat ini. [19]
Dari delapan golongan (At-Taubah:60), sebagian
diantara mereka ada yang menerima zakat untuk memenuhi kebutuhannya. Ada
sebagian mereka yang menerima zakat untuk memenuhi keperluan kaum muslimin
kepadanya. Orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang berhutang, orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, dan orang-orang yang memerdekakan budak, menerima
zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ada juga sebagaian diantara mereka
menerima zakat itu karena keperluan manusia kepadanya, seperti orang yang
berhutang menerima zakat itu bertujuan untuk mendamaikan orang-orang yang
sedang bertikai. Begitu juga para amil zakat dan orang-orang yang jihad di
jalan Allah. Dengan demikian, kita mengetahui sejauh mana kemanfaatan zakat itu
bagi masyarakat.[20]
Selanjutnya, kemanfaatan zakat bagi perekonomian.
Dengan zakat berarti kekayaan itu didistribusikan dari kalangan orang-orang
kaya kepada orang-orang fakir. Maksudnya sekian persen dari harta orang-orang
kaya itu dipungut kemudian disalurkan kepada orang-orang fakir. Dengan cara seperti
ini, ada unsur pemerataan kekayaan sehingga kekayaan itu tidak menggelembung di
pihak tertentu, sementara kemelaratan dan kepapaan memebengkak di pihak lain.[21]
Selain itu, dengan zakat tersebut adaunsur
perbaikan masyarakat dan penyatuan hati. Karena orang-orang fakir apabila
mereka melihat orang-orang kaya yang sedang menyalurkan harta kepada mereka dan
bershadaqah kepada mereka melalui zakat; asalkan tidak disertai umpatan dan
makian, karena ia merupakan ketetapan yang Allah wajibkan atas mereka, tentu
mereka mencin orang-orang kaya dan hati mereka akan menyatu dengan mereka.
Bahkan, mereka berharap semoga Allah berkenan
mengganti zakat dan pengorbanan yang selama ini telah dikerjakan yang lebih
banyak lagi. Hal ini berbeda apabila orang-orang kaya itu kikir dan bakhil
untuk mengeluarkan zakat, juga suka memonopoli harta, maka yang demikian dapat
memicu lahirnya permusuhan dan dendam kusumat dalam hati orang-orang fakir.[22]
Daftar Pustaka
Qardawi
Yusuf, 1973, Hukum Zakat, Bandung : Mizan.
Shahih
Muhammad, 2011, Fiqh Zakat Kontemporer, Surakarta
: Al-Qowam
Said
Rasjid, 1954, Fiqh Islam, Bandung :
Sinar Baru Algerindo
[1] Muhammad bin Shahih Al-Utsaimin, Fiqh Zakat Kontemporer, Al-Qowam, Solo,
2011, hlm.11
[2] Muhammad bin Shahih Al-Utsaimin, loc. cit
[3] Ibid, halaman 12
[4] H. Sulaiman Rasjid, 1954, Fiqh Islam,
Bandung, Sinar Baru Algerindo, hlm.192
[5] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.192
[6] HR. Bukhari dalam Kitabul Imam, Bab Qaulin
Nabi SAW Buniyal Islamu’ala Khams, hadist nomor 8, dan Muslim dalam Kitabul
Iman, Bab Bayan Arkanil Islam, hadist nomor 16.
[7] HR. Muslim dalam kitabul Birr wash Shilah,
Bab Istihbabil ‘Afwi wat Tawadhu’, hadist nomor 2588
[8] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.193
[9] HR. Bukhari dalam Kitabuz Zakat, Bab
Shadaqatil Fithri ‘alal Hurri wal Mamlik, hadist nomor 1511, dan Muslim dalam
Babuz Zakat, Bab Fi Taqdimiz Zakat wa Man’iha, hadist nomor 983
[10] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.193
[11] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.195
[12] Ibid, hlm.196
[13] Ibid, hlm.197
[14] Ibid, hlm.208
[15] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.217
[16] H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algerindo, Bandung, 1954, hlm.217
[17] H.Sulaiman Rasjid, Loc. Cit
[18] Ibid, Hlm.218
[19] Muhammad bin Shahih Al-Utsaimin, Fiqh Zakat Kontemporer, Al-Qowam, Solo,
2011, hlm.13
[20] Ibid, hlm.14
[21] Muhammad bin Shahih Al-Utsaimin, Fiqh Zakat Kontemporer, Al-Qowam, Solo,
2011, hlm.14
[22] Muhammad Bin Shahih Al-Utsaimin, Loc. Cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar