Tentang
Medulloblastomas.
Kenapa gue bahasmedulloblastomas? Karena penyakit ini gue bahas di novel gue. Ya gimana-gimana
hobby gue nulis novel, entah bagus apa jelek yang penting nulis dan
alhamdulilah novel itu selesai.
Penyakit itu kan
banyak, kenapa gue milih penyakit ini di novel gue? Ya karena gue maunya ini
dan ya hati gue berkata penyakit ini aja.
Medulloblastomas,
kalian pasti tau penyakit ini. Tentunya berhubungan dengan otak, kepala, dan
kematian. Jelaslah, dari bahasa ilmiahnya aja udah ketauan geh ini salah satu
jenis dari penyakit yang bersarang di otak. Jelas kan? Sisanya cari tau sendiri
yak ^_^ Haha ini nih salah satu jenis kanker otak yang mematikan dan
mudah-mudahan lo nggak bakal ngidap penyakit ini. Amin,
Ciri-ciri
medulloblastomas nggak beda jauh sama penyakit lain pokoknya. Cari tau sendiri
yak. Hahaha
Di novel yang
lagi gue buat, penyakit ini nih buat gue masuk ke dalemnya. Seandainya gue jadi
tokoh di novel itu, lebih baik gue cepet ke surga dah dari pada nahan penyakit
yang bagi si tokoh adalah kesempurnaan hidupnya. Aneh ya, sakit parah geh di
anggep sempurna. Ckck tapi-tapi yang nulis novelnya mah nggak aneh yang jelas.
^_^
Di novel gue yang
lagi gue tulis itu, sebenernya inti masalah bukan pada penyakit tapi tentang
kesempurnaan hidup seorang cewek yang pada akhirnya kesempurnaan itu menjadikan
dia bertanya pada malaikat yang menjaga dirinya. (ngayal banget isinya)
Awalnya si tokoh
nggak nggak sadar tentang ini penyakit karena dia ngira itu penyakit
berhubungan dengan otaknya yang di hantuin sebuah cinta yang bertaburan di
neraka. Karena si tokoh ini gue gambarin sebagai cewek yang cerdas dan sempurna
di segala hal termasuk di kisah cintanya, dia meriksain diri ke dokter.
Dokternya nggak lain dan nggak bukan masih ada hubungan keluarga sama ini tokoh
utama. Eh ternyata dia sakit medulloblastomas dan tentunya si dokter kaget.
Dokter itu nggak
nyangka seorang cewek, keponakannya sendiri sakit kayak gitu. Dari pemeriksaan
wawancara kayak di semua penyakit terus mulai dah pake alat2 kedokteran kayak
CT-SCAN, PET-CT, MRI dan sebagainya. Untungnya pamannya ini ngebiayain
pemeriksaan dan ortunya nggak tau sama sekali tentang penyakitnya itu.
Si tokoh itu
minta sama pamannya itu ngerahasiain dan ketika si tokoh di suruh menjalani pengobatan
kayak brachytherapy, atau
pake alat2 penunjang layak linier accelerator, dia nolak. Dia nggak bego, dia
tau kalau pengobatan itu akan memakan waktu banyak dan dia mau UN. Akhirnya,
dia minta waktu 1 tahun untuk menunda pengobatannya.
Nah tau kan
namanya penyakit dimaa-mana itu nggak enak? Gue aja bete kalo pilek apalagi
medulloblastomas? Hanah, jangan sampe dan gue kena, siapapun kena jangan sampe.
Amin.
Si tokoh ini
mulai ngalamin seizure. Seizure itu emang penyakit biasa aja tapi ini nih ada
sebabnya. Bukan karena faktor keturunan tapi karena faktor penyakit lain yang
menyebabkan seizure.
Seizure beberapa
kali, kejang2 beberapa kali dan nggak ada yang tau karena si tokoh ini pinter
ngendaliin keadaan saat penyakitnya nimbulin penyakit laen. Bahkan pacarnya aja
nggak menyadari karena dikira seizure biasa. Dan ketika di periksain ke rumah
sakit, si tokoh ini bilang baik2 aja karena memang si pacarnya itu nggak ikut
masuk ke ruang dokter.
Dari seizure,
pandangan dia mulai kabur, dan sakit kepala yang tadinya biasa aja mulai
ngerangsang hal-hal aneh. Semakin kabur dan kadang ngeliat nggak jelas dan
semakin sakit kepalanya kayak meledak. Pokoknya kalo ada kenyataan yang
ngalamin penyakit ini, tabah banget.
Tapi, si tokoh
ini memang cerdas di segala hal termasuk cerdas meyakinkan orang2 di sekitarnya
bahwa dia baik2 saja. Dia juga mikir, kalo selesai UN, dia bakal berobat juga.
Eh lama-lama pendengarannya berkurang dan dia cenderung sok cuek sama orang
padahal karena dia itu nggak denger atau kurang denger.
Itu masih
mending, dia kadang lola alias lemot untuk ngerespon orang. Bukan karena dia
nggak mau tapi otaknya itu udah sakit. Bayangin aja, neuron-neuronnya menembak
500kali per detik. Kan parah banget tapi tetep aja, dia minta pamannya untuk diem
atau dia akan mengakhiri hidupnya sendiri.
Nah nih tokoh kan
sempurna banget hidupnya, punya pacar yang setia dan mereka udah pacaran 4
tahun, punya kakak yang sayang banget sama dia, punya sahabat yang ngertiin
dia, dan punya bokap yang sayang sama dia terus semua temen-temen dia itu nggak
ada yang benci alias suka semua sama dia. Tapi hidup tanpa masalah itu bukan
hidup.
Dia punya masalah
besar terhadap Tuhan dan takdirnya, terhadap Ibu dan Malaikatnya, terhadap hati
dan otaknya. Ya yang jelas dia ingin menentang takdir Tuhan dimana dia di
lahirkan dari rahim ibu kandungnya, dia ingin menentang semua itu. Awalnya dia
nggak mau nentang takdirnya karena masih ada kakak dan ayahnya tapi semakin
lama dia ingin menentang walaupun dia tahu, itu hal yang mustahil.
Dan semakin lama,
dia semakin marah dengan takdir yang di gariskan Tuhan untuknya. Dia
benar-benar menyalahkan takdir tapi, dia juga bersyukur Tuhan memberinya takdir
untuk dicintai oleh ayah, kakak, pacar, dan tema-temannya.
Sampai suatu hari
neuron-neuron di otaknya terus menembak tidak berhenti, sampai seizurenya
sering kambuh, sampai pandangannya terlalu kabur, sampai suara-suara di
sampingnya sulit terdengar, sampai kesempurnaan hidupnya mulai di pertanyakan
pada Tuhan, sampai malaikatnya pun hanya bisa diam, sampai para peri pun hanya
bisa tersenyum, dan dia mulai bertanya tentang hidupnya pada hatinya, bukan
pada malaikat penjaganya.
Dan dia berharap
pada Tuhan bahwa wanita yang dalam akta kelahirannya itu adalah ibu tirinya
maka dia akan memafkan penderitaan batin selama 16 tahun yang dialaminya. Dia
beharap, memohon, berdoa, dan meminta pada Tuhan agar wanita itu ibu tirinya
namun, Tuhan tidak bisa mengabulkan karena bagaimanapun wanita itu ibu
kandungnya.
Dan mulailah
kesempurnaan itu hilang lagi, mulai dari cinta, pemikirannya bahkan tubuhnya.
Dia merasakan hal-hal yang aneh, janji-janji yang aneh dari malaikat dan peri
yang dikenalnya. Semakin aneh dan semakin aneh. Dia bertanya pada pamannya
apakah penyakit itu yang menyebabkan keanehan itu namun pamannya hanya diam,
dia tidak mampu menjawab. Dan si tokoh ini mengerti tentang semuanya.
Semua orang
berkorban untuk kebahagiaannya, berusaha tersenyum selama 16 tahun hanya untuk
dirinya, berusaha melakukan semua hal yang baik2 saja demi dirinya dan akhirnya
dia tahu, semua orang terlalu baik untuknya demi menghilangkan pikirannya
tentang ibu kandungnya.
Si tokoh ini
banyak tau tentang ilmu kedokteran, gimana-gimana ayahnya seorang dokter dan
dia juga anak yang serba ingin tahu. Sampai suatu saat dia membeli obat-obat
untuk menghilangkan rasa sakit pada kepalanya yang sebenarnya obat itu akan
memperparah penyakitnya.
Dia tetap seperti
biasanya, tidak ada yang tahu tentang penyakitnya kecuali pamannya.
Oh iya UN dia
gagal total tapi dia nggak tau kalau dia nggak lulus karena saat pengumuman,
amplop nya tidak bisa dia baca sama sekali. Bahkan penglihatannya lebih parah
dari sebelumnya, untung aja nggak ngalamin seizure lagi.
Nah gue nggak tau
mau jelasin gimana yang jelas novel gue ini ada 171 halaman, dan jujur, gue
yang nulis novelnya aja nangis karena kebawa cerita tapi, untuk bagus apa
jeleknya pembaca menilai sih gue belum begitu banyak tau karena baru temen2 gue
aja yang nilai.
Yang jelas
endingnya dia menemui Tuhan untuk mempertanyakan takdirnya dan dia berjalan
bersama malaikat penjaganya.
Sumpah ya dan jujur, udah belajar ini penyakit paleng pula, eh waktu mempelajarinya merinding pula gara-gara ngeri. Tabah banget yang ngidap penyakit ini ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar