Transformasi struktural suatu perekonomian subsisten dirumuskan oleh seorang ekonom
besar yaitu W. Arthur Lewis. Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya
membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa yang
mengikutsertakan proses urbanisasi yang terjadi diantara kedua tempat tersebut.
Teori ini juga membahas pola investasi yang terjadi di sektor modern dan juga
sistem penetapan upah yang berlaku di sektor modern yang pada akhirnya akan
berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada.[1]
Menurutnya perekonomian suatu negara terbagi dua yaitu
Perekonomian Tradisional (di pedesaan) yang menitikberatkan pada sektor
pertanian dan Perekonomian Modern (di perkotaan) yang menitik beratkan pada
sektor industri.[2]
Dalam
terorinya terdapat model dua
sektor Lewis antara lain:
a.
Perekonomian Tradisional
Dalam teori ini Lewis mengasumsikan bahwa di daerah
pedesaan dengan perekonomian tradisional mengalami surplus tenaga kerja
perekonomian tradisional dimana tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi
subsisten.[3]
Nilai produk marginal dari tenaga kerja bernilai nol. Artinya, fungsi produksi
pada sektor pertanian telah sampai pada tingkat berlakunya hukum law of diminishing return. Kondisi ini
menunjukkan bahwa penambahan input variabel, dalam hal ini tenaga kerja justru
akan menurunkan total produksi yang ada. Di sisi lain, pengurangan jumlah
tenaga kerja yang dipekerjakan di sektor pertanian tidak akan mengurangi
tingkat produksi yang ada, akibat proporsi input variabel tenaga kerja yang
terlalu besar.[4]
Hal ini diakibatkan kelebihan penduduk dan ditandai
dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Ini merupakan
situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga
kerja (surplus labor) sebagai suatu
fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut di tarik dari sektor pertanian,
maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya.[5]
b. Perekonomian Industri.
Pada perekonomian ini terletak pada perkotaan modern yang
berperan penting adalah sektor industri. Ciri dari perekonomian ini adalah
tingkat produktivitas yang tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja
yang di transfer sedikit demi sedikit dari pedesaan sehingga penambahan tenaga
kerja pada sistem produksi yang ada akan meningkatkan output yang diproduksi.[6]
Perhatian utama dari model ini diarahkan pada terjadinya
proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan
penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan
pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan output
pada sektor modern tersebut.[7]
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan (selft-sustaining growth) dan perluasan
kesempatan kerja di sektor modern tersebut diatas diasumsikan akan terus
berlangsung sampai semua surplus tenaga kerja pedesaan diserap habis oleh
sektor industri. Selanjutnya, tenaga kerja tambahan berikutnya hanya dapat
ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang lebih tinggi karena hal
tersebut akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan. Transformasi struktural
perekonomian dengan sendirinya akan menjadi suatu kenyataan dan perekonomian
itu pun pada akhirnya pasti beralin dari perekonomian pertanian tradisional
yang berpusat di pedesaan menjadi sebuah perekonomian industri modern yang
berorientasi kepada pola kehidulan perkotaan.[8]
(Kalau ada kesalahan tulisan atau footnote mohon maaf karena ngantuk ngerjainnya)
[1]Mulyanto
Sudarmono, “Analisis Transformasi Struktural, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Ketimpangan Antar Daerah di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah” (Tesis Program Magister
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro, Semarang, 2006),
h.17
[2]ibid
[3]Akrom
Hasani, “Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift Share di Provinsi Jawa Tengah Periode
Tahun 2003-2008” (Skripsi Fakultas Ekonomi Univesitas Diponegoro, Semarang
2010), h.17
[4]Nurul
Huda, dkk, Ekonomi Pembangunan Islam (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), h.96.
[5]Michael
P. Todaro dan Stephen C. Smith, Op. Cit.
h.134.
[6]Akrom
Hasani, Op. Cit. h.18
[7]Michael
P. Todaro dan Stephen C. Smith, Loc. Cit.
[8]Akrom
Hasani, Op. Cit. h.18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar