Pola pemikiran mahzab Historismus ini didasarkan atas
perspektif sejarah terhadap masalah dan fenomena ekonomi. Gagasan-gagasan yang
dikemukakan oleh penganut mahzab ini tidak lepas dari kondisi sosial-ekonomi
masyarakat Jerman pada abad ke-19.
Menurut mahzab ini, fenomena ekonomi hanya dipandang
sebagai sebuah “bagian” tertentu dari perjalanan sejarah suatu bangsa. Oleh
karena itu, pemikiran ekonomi dan penelitian tentang masalah-masalah ekonomi
harus berada dalam konteks perspektif sejarah sehingga setiap kebijakan yang
dihasilkan didasarkan atas realitas di dunia nyata, bukan berdasarkan atas
pemikiran yang abstrak dan dengan asumsi-asumsi yang terkadang kurang
realistis. Mahzab ini lebih condong pada metode induksi-empiris dalam
analisisnya dimana hukum ekonomi harus dianggap sebagai suatu hal yang bersifat
relatid karena segala sesuatu itu tergantung pada dimensi ruang dan waktu.
Ada empat prinsip utama dan ajaran dari mahzab ini. Pertama, mahzab Historismus menekankan
pendekatan bersifat evolusioner pada ilmu ekonomi. Mahzab ini memusatkan
perhatiannya pada pertumbuhan dan pembangunan secara kumulatif. Menurut mahzab
ini, sebuah masyarakat akan senantiasa berubah, namun dengan siklus yang
konstan. Salah satu pokok pikiran mahzab ini adalah hukum reletivitas dimana
suatu tesis ekonomi yang sangat cocok bagi perekonomian suatu negara tertentu,
mungkin tidak akan cocok di terapkan di negara lain.
Kedua, mahzab Historismus menekankan pentingnya peranan
pemerintah dalam perekonomian. Mahzab ini menekankan tentang adanya semacam
“komunalisme ekonomi” dimana organisme sosial yang ada harus dipandang sebagai
akumulasi dari setiap unit yang ada di dalamnya dan membentuk sebuah kesatuan
yang unik, bukan sebagai unit yang terpisah dan berjalan sendiri.
Ketiga, mahzab Historismus menggunakan pendekatan induktif dalam
analisisnya. Pola pendekatan induktif dalam mahzab ini berpangkal tolak dari
pengamatan pengkajian yang bersifat khusus, dan dari sinilah kesimpulan umum
diambil. Dengan metodologi ini, otomatis hukum ekonomi yang bersifat universal
tidaklah berlaku, karena ada batasan ruang dan waktu.
Keempat, mahzab Historismus memberikan dukungannya pada pandangan-pandangan
bersifat konservatif. Mahzab ini memandang ekonomi politik bukan hanya
menganalisis tentang sebuah motif dibalik setiap tindakan-tindakan ekonomi,
namun juga mengukur dan menimbang dorongan moral dari setiap tindakan ekonomi
dan konsekuensinya bagi masyarakat. Mahzab ini memandang perlu adanya
kebijakan-kebijakan yang mengarah pada perbaikan kondisi pada masyarakat secara
umum, karena kebijakan tersebut berpengaruh positif pada: (1) menguatkan rasa
nasionalisme dan loyalitas terhadap negara, dan (2) adanya perbaikan kondisi
masyarakat, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan efisiensi dan
produktivitas tenaga kerja.
Dalam mahzab ini, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki
peran penting dengan pemikiran yang berbeda seperti :
a. Friedrich List
Friedrich List dipandang sebagai pelopor pemikiran
ekonomi pada mahzab Historismus. Pemikiran List tertuang secara rinci di dalam
bukunya yang berjudul ‘Das Nationale
System der Politischen Oekonomie’ yang terbit tahun 1841 yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan judul ‘The National System of
Political Economy, International Trade, Trade Policy, and German Customs Union’
pada tahun 1856. Dalam buku tersebut, List menunjukkan radikalitasnya dengan
menyerang pakar-pakar ekonomi klasik yang dinilainya terlalu bersifat
kosmopolit karena mengabaikan peran pemerintah dalam perekonomian.
Menurutnya, sistem liberalisme yang laissez-faire tidak dapat menjamin alokasi sumberdaya secara
optimal. Perkembangan ekonomi menurut List tergantung pada peran pemerintah,
dunia bisnis, dan lingkungan kebudayaan. Menurutnya, perkembangan ekonomi hanya
akan terjadi jika dalam masyarakat ada kebebasam baik dalam berpolitik maupun
dalam kehidupan sosial sehari-hari. List menegaskan bahwa negara harus
melindungi kepentingan golongan lemah dalam masyarakat.
List juga menyatakan bahwa perkembangan suatu masyarakat
dapat ditinjau secara historis. Menurut List, ada lima tahap perkembangan
ekonomi—didasarkan pada cara produksi—suatu masyarakat, yaitu:
1) Tahap berburu atau barbarian,
yang merupakan ciri masyarakat primitif dimana pada tahap ini, masyarakat
memenuhi kebutuhannya hanya dari alam (ekstraktif)
2) Tahap beternak atau pastoral, dimana pada tahap ini sudah ada kegiatan beternak, namun
masih bersifat nomaden.
3) Tahap agraris, di mana pada tahap ini masyarakat mulai
menetap dan bertani secara subsisten.
4) Kombinasi antara tahap bertani dan industri manufaktur
dan perdagangan, dimana pola-pola industri manufaktur dan perdagangannya masih
dalam bentuk yang sederhana.
5) Kombinasi antara tahap bertani dan industri manufaktur
dan perdagangan, dimana pola-pola industri manufaktur dan perdagangannya sudah
dalam bentuk yang maju.
Menurut List, sistem perdagangan bebas (free trade) hanya cocok diterapkan pada
negara-negara yang telah berada pada tahap ke lima pada perkembangan ekonomi
masyarakatnya, dimana pola-pola industri manufaktur dan perdagangannya dalam
bentuk yang maju.
Sebuah negara tidak akan pernah mencapai kemajuan apabila negara tersebut hanya
bertumpu pada kekuatan pertanian saja. Yang mampu membawa perekonomian pada
tingkat yang lebih tinggi adalah sektor industri. Oleh karena itu,
industrialisasi merupakan langkah awal untuk membawa perekonomian ke arah yang
lebih maju.
b. Walt Whitman Rostow
Teori
yang dikemukakan Walt Whitman Rostow
mengatakan bahwa proses pembangunan
ekonomi dapat dibedakan ke dalam lima tahap yaitu: masyarakat tradisional (the traditional society), prasyarat
untuk lepas landas (the preconditions for
take-off), lepas landas (the
take-off), menuju kedewasaan (the
drive to maturity), dan masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption).
Dasar yang ia gunakan tersebut adalah karakteristik
perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan politik yang terjadi. Menurut Rostow,
pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional
karena pembangunan ekonomi dapat pula
menyebabkan perubahan orientasi organisasi baik politik, ekonomi, dan sosial. Selain itu, dapat
menyebabkan perubahan mengenai pendangan masyarakat tentang jumlah anak dalam
keluarga, perubahan dalam investasi, serta perubahan pada sikap dan adat
istiadat.
Dalam proses pembangunan ekonomi dimana Rostow
mengungkapkan terdapat lima tahap. Pertama,
masyarakat tradisional dimana merupakan suatu masyarakat yang strukturnya
berkembang dengan fungsi produksi yang terbatas dan terlefleksikan pada skala
dan pola perdagangan kecil dan tradisional, tingkat output pertanian dan sklana produktivitasnya yang rendah, ukuran
industri manufaktur yang kecil, fluktuasi penduduk yang tidak menentu, dan
pendapatan riil yang rendah. Serta, sektor pertanian yang produktivitasnya
menyerap lebih dari 75 persen angkatan kerja.
Kedua, tahap prasyarat lepas landas dimana tahap ini adalah
suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai
tahap laju pertumbuhan yang berkesinambungan dengan kekuatan sendiri.
Ketiga, tahap lepas landas dimana pada tahap ini terjadi
perubahan yang drastis dalam masyarakat, misalnya terjadi revolusi politik,
terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau terbukanya pasar-pasar
baru. Ciri utama suatu negara sudah mencapai tahap ini adalah berkembangnya
satu atau beberapa sektor industri dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi.
Keempat, tahap kedewasaan dimana pada tahap ini masyarakat sudah
secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan
produksi.
Kelima, tahap konsumsi tinggi dimana perhatian lebih ditekankan
pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan
masyarakat (demand side), dan bukan
lagi masalah produksi. Pada tahap ini, tujuannya adalah untuk memperbesar
kekuasaan, menciptakan negara kesejahteraan, dan orientasi bukan pada barang-barang
primer.
Menurut teori ini, negara-negara maju seluruhnya telah
melampaui tahapan “tinggal landas menuju pertumbuhan ekonomi berkesinambungan
yang berlangsung secara otomatis”. Sedangkan negara-negara yang sedang
berkembang atau yang masih terbelakang, pada umumnya masih berada dalam tahapan
masyarakat tradisional atau tahapan menyusun kerangka dasar tinggal landas.