Arwah
Amatiran
Li
An nggak pernah tau apa yang akan terjadi pada hidupnya di masa depan, yang dia
tahu hanya apa yang terjadi pada masa lalunya. Baginya, masa depan adalah
sebuah rahasia yang nggak boleh dia pertanyakan sama sekali atau hasilnya akan
membuat kepalanya sakit.
“Li
An...” seseorang memanggil-manggil namanya dari belakang tapi, Li An nggak mau
menengok, dia terus saja berjalan di koridor sekolah, “Li An, Li An,” suara itu
terus memanggilnya tapi, dia tahu tentang suara itu, suara yang orang lain
nggak bisa mendengarnya.
Angin
mendekati Li An, mendekati lehernya lalu terlinganya dan berbisik aneh. Li An
sadar itu terjadi pada dirinya tapi, dia terus berjalan seolah dia nggak
merasakan apa pun. Dia ingin dirinya nggak mengetahui apa pun sehingga dia
nggak harus melakukan apa pun dan nggak berpikir apa pun.
Tapi,
suara itu makin lama makin membuat Li An gerah, dia ingin membuat suara itu diam.
Li An membalikkan badannya dan di lihatnya sesosok wanita cantik berpakaian
SMA. Li An memberi kode pada wanita itu untuk ke gudang sekolah agar semua
orang di sekolah nggak memandang Li An gila.
“Apa
yang kamu inginkan?” tanya Li An, “Aku lelah terus-terusan berurusan dengan
mahluk sejenismu, Aku lelah!”
“Aku
nggak akan menyusahkanmu. Aku hanya ingin berteman denganmu. Bagaimana?” wanita
yang usianya sudah ratusan tahun ini memandang Li An. Li An tahu wanita ini
adalah arwah yang nggak mau pergi ke alam baka, “bagaimana karena, kupikir
berteman denganmu menyenangkan.”
“Hanya
itu saja?” tanya Li An, wanita itu mengangguk, “Oke, namaku Li An, kamu Ana
kan?” wanita itu mengangguk lagi, “mari kita berteman tapi, jangan bicara
denganku di saat ramai. Aku nggak berniat untuk membuat diriku di anggap
sinting oleh seisi sekolah.”
**
Li
An nggak menghabiskan sarapannya pagi ini, dia terburu-buru karena jam sudah
menunjukkan pukul 7 pagi yang jelas dia tahu kalau dirinya akan terlambat
apalagi Jakarta macetnya minta ampun.
“Hei,”
Ana menyapanya ketika Li An menunggu bis, “Kau akan terlambat,” ucapnya, Li An
hanya diam dan nggak merespon ucapan Ana, “bukankah kamu menyukai Tobi?” tanya
Ana, Li An tetap diam nggak tergoda untuk bicara, “harusnya kamu berangkat ke
sekolah bersama Tobi, sepertinya dia juga menyukaiku.”
Satu
bulan ini, Li An terus diikuti Ana karena dia menerima Ana hadir di
hari-harinya. Li An senang karena Ana termasuk Arwah yang baik dan nggak
menyusahkannya tapi, ucapan Ana terlalu membuat Li An sedikit sakit kepala.
“Yah,
Pak, please, janji deh nggak
terlambat lagi,” kata Li An memohon pada seorang guru yang sedang memarahi
siswa-siswi yang terlambat, “seriusan, janji deh ketemu hantu kalo saya
terlambat lagi.”
“Kamu
bicara seperti itu karena kamu nggak takut sama hantu, ckck,” Ana menggelengkan
kepalanya.
Li
An berhasil masuk ke kelasnya setelah mendapat ceramah panjang serta hukuman.
Seisi kelas memandangnya tertawa tapi, seorang cowok bernama Tobi hanya
tersenyum kecil tanpa menertawakan.
“Kenapa
terlambat?” tanya Tobi ketika Li An duduk, mereka duduk bersebelahan, “lo
begadang?” Li An menggeleng. Hari ini Li An terlambat karena harus memarahi
seorang hantu gila yang tersesat di rumahnya tapi, itu bukan Ana tapi
arwah-arwah lainnya. Bagi Li An kemampuannya dapat berbicara, melihat, dan
berinteraksi dengan mahluk di alam lain cukup menyebalkan karena dia merasa
terbebani, “lo ngelamun?”
“Eh
em....” Li An tertawa pada Tobi, “haduh, muka gue jadi kusut ya?”
“Biasa
aja,” Tobi membantu Li An mengeluarkan buku pelajaran, “coba tadi lo sms gue jadi kan nggak perlu nunggu
bis,”
“Kelupaan,”
Pelajaran
demi pelajaran Li An ikuti sampai jam terakhir dan kali ini, Li An mendapat
tawaran dari Tobi untuk di antarkan pulang. Awalnya Li An menolak tapi,
akhirnya menerima tawaran Tobi. Penolakannya tadi hanya basa-basi.
**
“Mama!”
Li An berteriak-teriak, “Ma!” lagi dan lagi sehingga Mama langsung ke kamar Li
An, “liat geh Ma liat!” Li An menunjuk sesosok arwah yang berdiri di sudut
kamarnya, “ini arwah nggak sopan banget masuk ke kamar Aku terus diem melulu
kayak patung. Mama urus geh!”
Keluarga
Li An memang memiliki kelebihan seperti halnya Li An karena sudah turun temurun
tapi, hanya Li An lah yang memiliki kemampuan paling tinggi sehingga para arwah
mendatanginya seperti tertarik magnet.
“Kalau
dia tidak mau bicara, biarkan saja berdiri di kamarmu. Anggaplah dia patung
yang kamu beli,” kata Mama lalu keluar kamar Li An, “Mama akan kepasar,”
Li
An memanggil-manggil Ana tapi, Li An ingat kalau Ana sedang jalan-jalan bersama
para arwah lainnya. Agak aneh juga kalau arwah bisa berekreasi dengan santai.
“Hei
Kau!” Li An berdiri lalu mencubit pipi arwah aneh tersebut, “kau bukan arwah
yang bisu kan? Setahuku arwah nggak ada yang bisu!” Li An mencubit lebih keras,
“hei!”
“Aku
adalah arwah baru,” kata arwah tersebut, “ini agak aneh,” ucapnya, “Rio,” dia
memperkenalkan diri pada Li An, “kamu manusia?”
“Arwah
satu ini benar-benar amatiran!” kata Li An lalu dia menggelengkan kepalanya dan
meninggalkan arwah tersebut di kamarnya.
Li
An nggak mau capek-capek menjelaskan tentang dunia arwah pada arwah baru
seperti Rio karena itu bukan tugas Li An. Li An hanya merasa kalau tugasnya
menjawab pertanyaan para arwah tanpa menyusahkan dirinya.
“Hei,”
Rio mengikuti Li An ke dapur, “Aku masih ingin tinggal di dunia tapi, mengapa
ada beberapa arwah yang nggak menyapaku ketika Aku menyapa mereka?” tanyanya,
Aku nggak menjawab. Rio ini bodoh sekali, arwah itu sama dengan manusia, ada
yang baik, ada juga yang jahat, dan ada yang cuek, “oh iya, mengapa kamu bisa
bicara dengan arwah?”
“Karena
Aku memiliki kelebihan.” Jawab Li An karena dia merasa pertanyaannya pantas untuk
dijawab, “oh iya, Aku memiliki teman yang arwah juga. Namanya Ana, dia arwah
yang ada di sekolahku. Kamu bisa beteman dengannya.”
“Hm.
. .”
**
Tobi
mengirimkan sms pada Li An kalau dia
akan menjemputnya pagi ini. Tanpa menolak, Li An langsung mengiyakannya, dia
benar-benar senang kalau Tobi menjemputnya yang berarti dia bisa lebih dekat
dengan Tobi.
“Cie
kapan yaa jadian,” goda Ana, “Aku akan setia menunggu kalian jadian, haha,” Ana
tertawa cekikikan, “Tobi lama sih nembaknya.”
“Kamu
nggak kesekolah? Kamu kan arwah sekolah, ckck,” kataku pada Ana tapi dia
memberi kode kalau hari ini dia akan bersantai di rumahku. Rumahku ini sudah
seperti rumahnya dan Mama nggak keberatan toh dia arwah jadi nggak menghabiskan
makanan. Haha, selain itu, Arwah bernama Rio juga masih dirumahku sampai dia
benar-benar mengerti kehidupan para arwah, “Rio, kamu bisa bertanya pada Ana
tentang arwah.”
“Padaku?
Mengapa aku?” Ana terlihat nggak setuju, “menyusahkan sekali!”
Rio
benar-benar membuat Li AN dan Ana susah. Seharian ini dia terus saja bertanya
tentang dunia para arwah tapi, baik Li An atau pun Ana nggak ada yang memberitahunya.
Sebenarnya, Li An ingin bicara tapi, pikirannya sedang nggak ingin
berbincang-bincang para arwah baru.
“Hei
Tob,” kata Li An ketika dia keluar rumah dan langsung menemukan sosok Tobi di
depan pintu rumahnya, “maaf yaa kalo lama, maaf banget ini mah.”
“Harusnya
gue bisa sarapan di kantin tapi, rasanya sampe istirahat pertama harus nahan
laper.” Ucap Tobi, Li An merasa bersalah. Li An kembali membuka pintu karena
Ana memanggil-manggil namanya.
“Ini...”
Ana memberikan kotak makan milik Li An, “buat Tobi sarapan, oke?” arwah satu ini
benar-benar mendukung hubungan Li An dengan Tobi. Baginya, kedua manusia
tersebut saling menyukai hanya saja belum ada waktu yang tepat.
**
Tobi
menunggu Li An di ruang tamu, malam ini mereka akan makan malam bersama dalam
rangka perayaan hari jadi mereka yang keempat bulan.
“Sayang,
nggak nyangka ya kita udah jalan 4 bulan?” ucap Li An, Tobi hanya tersenyum
kecil, “kamu kenapa?”
“Kok
agak merinding ya disini. Apa ada setannya?” tanya Tobi, Li An melihat Ana
sedang memperhatikan Tobi, “sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja.”
4
bulan lalu, Tobi akhirnya menyatakan cinta pada Li An. Hubungan mereka
terbilang mengejutkan karena seisi sekolah memprediksi mereka jadian nggak
secepat itu. Namun, cinta memang nggak pernah terduga dan nggak ada yang pernah
menyangkanya.
“Kamu
serius?” tanya Li An ketika Tobi melingkarkan cincin perak di jari manis Li An,
“Aku nggak pernah menyangka sebelumnya.”
Hubungan
mereka selalu baik-baik saja, nggak pernah ada masalah atau keributan apapun.
Keduanya saling mengerti dan memahami sifat masing-masing.
“Belakangan
ini, Aku merasa takut kehilangan kamu,”
“Benarkah?”
“Ya,
seperti itulah yang terjadi.”
**
Rio
sudah mulai mengerti dunia arwah, dia sudah nggak tinggal lagi di rumah Li An.
Arwah satu itu telah menikmati hidupnya sebagai arwah dan melupakan semua
kebingungannya saat pertamakali menjadi arwah.
“Ana,”
kata Li An pada Ana, “apakah kamu merasa kalau hubunganku dengan Tobi akan
baik-baik saja?”
“Mungkin,”
jawab Ana, “tapi, Aku yakin kalau kalian saling menyayangi.” Ana tertawa
cekikikan, “oh ya, mengenai Rio, bukankah dia menyukaimu?”
“Ya,
Aku tahu itu,” kata Ana. Li An tahu kalau Rio mulai menyukainya sejak mereka
pertamakali kenalan tapi, dunia mereka sudah berbeda, alam mereka sudah
berbeda, cara hidup mereka pun sudah berbeda, Li An nggak pernah berniat
menjalin cinta dengan banyak perbedaan yang gila terlebih, disisinya sudah ada
Tobi.
Ana
bernyanyi di kamar kosong rumah Li An. Dia memang suka bernyanyi, suaranya pun
kadang terdengar oleh siswa yang melewati gudang sekolah Li An tapi, sekarang
dia dirumah Li An. Kalau pun ada yang mendengar, itu nggak akan pernah jadi
masalah.
“Ana.
. .” Rio tiba-tiba datang seperti arwah yang sudah professional, “kamu melihat
Li An?”
“Kenapa?
Ada apa mencarinya? Kalian berbeda,” ucap Ana, “berteman saja sudah lebih dari
cukup. Jangan menyakiti dirimu dan dirinya, dia butuh ketenangan,” tambahnya
dengan nada agak menyindir.
“Aku
hanya ingin pamitan,” kata Rio, “Aku akan pergi ke alam yang sebenarnya,”
“Hah!
Baiklah! Menyusahkan sekali!” Ana sedikit kesal lalu membawa Rio pada Li An
yang sedang menenangkan diri di ruang bawah tanah.
Li
An terlihat sangat tenang. Dia menarik-menghembuskan nafasnya secara teratur,
“kalian menggangguku saja,” kata Li An yang menyadari kedatangan kedua arwah
menyebalkan, “ada apa?” Li An membuka matanya.
Udara
terasa begitu dingin dan Ana berdiri dengan manis sedangkan Rio, dia mendekat
pada Li An, “Aku menyukaimu, sangat menyukaimu, bahkan rasa ini lebih besar
ketika Aku menjadi seorang manusia,” jelas Rio, “tapi Aku sadar kita berbeda
dunia, “sangat berbeda,” Rio lebih mendekat lagi, “Aku ingin kembali pada
alamku yang sebenarnya.”
“Kamu
ingin di sisi Tuhan?” tanya Li An, “baiklah, itu pilihanmu dan kuharap, kamu
nggak akan merindukanku.” Li An tersenyum lalu memeluk Rio, “pergilah, Aku
yakin kamu akan tenang di alam sana,”
Angin
kencang datang mendadak, Li An mengerti. Beberapa saat kemudian Rio menghilang
tanpa bekas, Li An paham sekali, “anak satu itu benar-benar amatiran, ckck.”
Ana tertawa, “hei, kamu tahu nggak kalau ada manusia lain selain dirimu
disini?” Li An memandang bingung, “Tobi...”
“Sayang.
. .” Tobi mendekati Li An, “ternyata benar tentang rumor itu kalau kamu bisa
berbicara dengan hantu tapi, Aku nggak suka,” tambahnya, “bagaimana kalau
hantu-hantu itu menggodamu seperti hantu yang tadi?”
“Maaf,
Aku nggak tau kalau dia masuk ke ruang bawah tanah,” kata Ana lirih lalu
menghilang layaknya arwah. Di ruang bawah tanah ini, manusia yang nggak
memiliki kemampuan pun bisa melihat hantu-arwah dan sejenisnya.
“Untung
kamu nggak tergoda,” Tobi memeluk Li An, “lain kali kamu harus menjaga jarak
dengan hantu berjenis laki-laki.
“Oke,”
TAMAT
Cerpen oleh Aula Nurul
Copast sertakan linknya! Oke!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar