CERPEN CINTA
oleh : Aula Nurul Ma'rifah
“Dan, mungkin ini bukan keputusan terbaik.” Kataku dengan mantap sambil
memandang kosong ke langit, “Dan, mungkin ini bukan keputusan terburuk juga.”
Matahari menghilang di telan bulan. Matahari pergi. Sinar bulan tidak
menerangi. Sinar bintang juga tidak ada. Semuanya benar-benar terlihat kacau.
“Apa pun yang lo anggep baek, lo anggep baek, bener-bener lo anggep baek,” Nayla
terus mengulangi kata demi kata yang sama beberapa kali, “apa yang bener-bener
lo anggep baek, nggak semuanya baek.”
Ketika Nayla mengucapkan hal-hal mengerikan itu, dia benar-benar mebuatku
seperti melihat monster padahal itu hanya ucapan. Aku salah menilai Nayla
beberapa waktu lalu. Maksudku, bukan menilai tentang dirinya tapi lebih menilai
tentang ucapannya tahun lalu.
Nayla mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya, Ibunya menyambut
kedatanganku dengan hangat, “udah Sis, lo nginep disini aja, ortu lo kan lagi
pergi. Dari pada lo nangis darah di rumah, mending disini aja biar darahnya gue
tampung terus gue kasih ke PMI,” Nayla tertawa menghiburku tapi,
aku-sama-sekali tidak tersenyum.
Bagiku, hidupku itu aneh, lebih aneh dari pada memaknai penampilanku
sendiri. Bagiku, hidup itu tidak seperti lingkaran, lebih seperti sebuah
persegi. Bagiku, kehidupan itu tidak warna-warni, lebih hanya ke satu warna.
“Boneka lo bagus juga Nay,” kataku, “beli dimana?”
“Hah?!” Nayla memandang heran, matanya melotot seakan tidak percaya,
bibirnya komat-kamit entah bicara apa, “Ya ampun Siska, ini boneka dari lo.
Ish, lo ini otaknya konslet atau apa?!”
“Setengah konslet Nay,” jelasku, “kenapa coba semua ini buat gue pusing
dalam 1 waktu?”
Nayla diam, diam seperti udara yang tiba-tiba berhenti di kamarnya. Bahkan suara
televisi di kamarnya pun seperti hilang-lenyap entah kemana padahal, televisi
itu benar-benar masih menyala.
Boneka milik Nayla masih di tanganku. Aku memeluk boneka tersebut lalu
merebahkan tubuhku dan semuanya, semuanya, benar-benar semuanya. Semuanya
melayang-layang di atas kepalaku. Mulai dari beberapa hal yang ganjil, beberapa
hal yang aneh, dan banyak hal yang membingungkan.
“Gue masih nggak nyangka ternyata Cherry ngejatohin nama gue, masih nggak
nyangka gue.” Entah kenapa air mataku tiba-tiba mengalir, “gue kira dia baek.
Semua orang di sekolah bilang dia baek, bilang dia itu bener-bener baek
walaupun nggak terlalu ramah. Semua orang bilang, gue beruntung punya temen
deket kayak Cherry di sekolah.”
“Orang yang keliatan baek, nggak semuanya baek Sis. Kan gue udah pernah
bilang, dia baek waktu ada perlu kan sama lo?”
Nayla benar, dia tidak salah. Cherry memang baik padaku, bahkan dulu Aku
menganggapnya seperti sahabatku Nayla, tidak kubedakan. Bagiku, dia benar-benar
baik karena, dia selalu bisa mengerti Aku dan dia, dia, dia benar-benar sosok
seorang sahabat yang baik.
Namun, Nayla tidak suka kalau Aku dekat dengan Cherry. Nayla mengatakan
banyak hal tentang Cherry tapi, Aku tidak percaya sama sekali sampai akhinya,
penyesalan datang belakangan.
Semakin lama, Aku semakin merasa aneh. Tulisan-tulisan di mading tentangku,
tulisan-tulisan komentar di blog-ku yang aneh, dan beberapa hal aneh yang
terjadi semakin membuatku yakin.
“Waktu itu gue udah bilang, Cherry deket-deket sama lo kalo ada tugas
sekolah biar lo bantuin ngerjain TAPI, endingnya, malah lo yang ngerjain semua
kan? Hm....” Nayla memandangku kasihan, “bukan cuma itu, soal pesta ulang tahun
dia, soal lo waktu maen sama dia, soal.... banyaklah.”
“Iya-iya gue tau! Gue salah! Gue nyesel! Gue nyesel!” Aku melempar boneka
di tanganku ke lantai, “ish! Jadi enek juga gue sama Cherry!”
“Udah, kan kalo gini lo jadi nyadarin banyak hal,” Nayla tersenyum, “tapi
inget, di sekolah, lo tetep baek-baek sama Cherry. Kalo lo ujung-ujungnya marah
sama dia, yang ada dia bisa muter balikin fakta, terus hasilnya, seisi sekolah
jadi agak ngebenci lo.”
Kututup mataku lalu Aku memikirkan banyak hal. Ya baiklah, benar kata
Nayla, Aku harus menjauhi Cherry secara perlahan jangan mendadak. Nayla
mengatakan kalau sarannya adalah saran yang lebih baik dari pada kata hatiku.
**
“Udah ngerjain PR Sis?” tanya Cherry di kelas, Aku menggeleng, “Hmmm....”
dia menarik tas-ku tanpa izin dariku lalu mengambil tugas Kimia milikku, “ini
udah, gue liat ya.”
“Yaudah,” lalu Aku meletakkan tasku di atas meja, setelah itu, Aku keluar
kelas karena bel masih 10 menit lagi.
Koridor sekolah masih sepi, sepi sekali padahal biasanya ramai para
siswa-siswi berhamburan seperti daun yang gugur.
“Ka!” seseorang memanggilku dengan kerasa, “Siska!” sepertinya ada orang
yang berlari mengejarku.
Kuhentikan langkah kakiku lalu Aku bebalik. Caesar, dia Caesar, anak kelas
XI A 4. Ada apa dia memanggilku? Apakah ada hal yang penting atau memang
penting?
bersambung . . . . .. . .. . . .
SISKA
NAYLA
Cherry
Ceasar
Joe
Aula Nurul M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar