Kamis, 26 Maret 2015

Tentang tulisan baru gueee

Ini tentang novel yang gue buat. Entah novel ini hasilnya jelek atau gimana yang jelas sekarang berguna banget untuk ngilangin bete yang gueee rasakan. Oke, kenalan gih sama tokohnya^^

1. Kalista
- Dia ini tokoh utama dalam novel yang lagi gue tulis.
- Usianya 17 tahun.
- Dia seorang cewek yang sederhana, cukup baik hati, cerdas, cantik tentunya, periang, dan sedikit cerewet.
- Kalista ini kesel setengah idup sama Azel karena baginya, Azel itu cowok yang selalu melakukan pelanggaran HAM terhadapnya. Bahkan menurutnya sii Azel ini seorang cowok yang selalu mengancamnya dengan hal-hal aneh tapi menyulitkan untuk menghindari ancaman itu.
- Kalista enek banget ketika kuliah karena ortu dia maksa satu kampus sama Azel walaupun beda fakultas. Tapi akhirnya dia seneng karena dia ketemu orang .....blablabla pahamlah
- Bahkan ketika dikampus, dia harus ngumpet-ngumpet biar gak ketemu Azel padahal kan tunangannya sendiri wkwks

2. Orlando Azel
- Orlando Azel disini dapet panggilan Azel.
- Dia disini sebagai tunangan Kalista.
- Dia seorang calon dokter (baru calon loh calon wkwks)
- Cukup baik tapi suka maksa. Kalau dia mau A yaa harus A gak bisa B. Pokoknya harus. Gitu sih.
- Kalau si Azel bilang A juga, Kalista gak bisa bilang B. Entah kenapa, jawabannya ada pada novel yang gue tulis wkwks
 - Eh tapi Azel disini bukan psikopat loh yaa. Walaupun dia maksa Kalista untuk jadi pacarnya bahkan waktu tunangan dengan ancaman ini itu tapi pokokkknya cup dia bukan psikopat haha.

3. Dave
- Dave disini sebagai seorang cowok yang buat Kalista jatuh cinta pada pandangan pertama saat Kalista masuk ke sebuah universitas.
- Perasaan Kalista ke Dave gak bertepuk sebelah tangan tapi hubungan mereka gak jelas apakah pacaran atau apa karena dipikir-pikir kaaaan sii Kalista ini masih tunangannya Orlando Azel
- Dave sama Azel ini saling kenal tapi mereka bukan temen akrab.
- Dave itu beda sama Azel. Kalau Dave anaknya gak banyak tingkah, kalem walaupun dia ini cowok anti sama perpustakaan. Eehh si Azel bertolak belakang. Wkwks
- Perasaan dia ke Kalista itu, sebeneernya.... awalanya itu hanya suka aja karena dia masih sayang sama cinta pertamanya alias dan alias dia punya rasa bersalah mendalam sama cinta pertamanya. Yanggg mana rasa bersalah itu gak bisa diperbaiki dengan cara apapun (nah loh, kira2 apa). Lama-lama ya dia sayang juga sama Kalista tapi rasa bersalahnya dimasa lalu itu yang kadang buat dia mikir, kalau misalnya misalnya misaaaalnya......... argh! ribet jelasinnya.

4. Hilla
- Hilla disini adalah pacar Azel yang entah sejak kapan mereka pacaran.
- Cewek yang namanya Hilla itu semacam yaa sayang lah sama Azel walaupun dia tau kalau Azel itu tuuh tunangannya Kalista tapi masabodo amat bagi dirinya. Kenapa? Dia mikir toh Kalista secara terang-terangan seperti mengatakan 'TIDAK' untuk pertunangan tsb.
- Dia ini bahkan nge-labrak Kalista dan minta Kalista berhenti melakukan hal gila padahal kan Hilla juga rasa error. *ups, kata gue sih*


5. Dika
- Aih, dia ini sahabat Kalista.
- Playboy kelas dewa.
- Eits, tapi dia baik loh. Dan keluarga Kalista suka sama dia.
- Masalahnya, dia sangat gak dukung kalau Kalista sama Dave.
- Dia ini berada di pihak Azel.

6. Ardella
- Cewek satu ini pacarnya Dika yang entah keberapa.
- Baik sih cuman bagi Dika, dia salah ketemu cewek. Kenapa? Karena garagaraaa ini cewek, dia sulit deket sama cewek lain.
- Ardella dimata Dika memang cantik bahkan paling cantik diantara para mantan dan pacarnya yang lain. Tapi bagi Dika juga, Ardella ini paling mengertikan. ckck


7. Reisha
- Adiknya Kalista atau sebenernya keponakannya sih cuman Kalista gak suka dipanggil 'tante' diusianya yang menurutnya masih 'imut-imut'
 - Reisha lebih setuju kalau Kalista sama Azel karena menurutnya Azel itu baik luar biasa. Kalau Dave, menurutnya sih baik juga cuuuman dia gak suka sama Dave.

8. Aleya
- Dia kakak kandung Kalista.
-   Sifatnya berbeda jauh dengan Kalista.
- Aleya ini selain tertutup, pendiam, etc2 lah pokoknya. Bahkan keluarganya gak tau apa yang dirahasiakan Aleya. (Ada sesuatu yang ngeselin dalam rahasia Aleya)

9. Cinta Pertama Dave
- Cewek ini siapa yaa, namanya siapa? Itu rahasia, jawabannya di novel gue. Yang jelas cewek ini ada hubungannya dengan Kalista, Dave, Azel, dan Dika. Nah loh. Tapi mereka saling gak tau. Yuhuuu.



Dari kesekian tokoh, entah 50:50 bagi gue untuk suka sama tokoh yang mana. Tapi jujur, kadang lebih mihak ke Azel tapi kadang jujur lebih mihak ke Dave. Kalau Kalista, entahlah, dia tokoh yang menurut gue rada aneh.

Sabtu, 14 Maret 2015

Absurd

ABSURD!

Mungkin itu satu kata yang tepat untuk sesuatu yang entahlah, ini unik. Temen-temen gue ngeselin, buat gue marah tapi tetep aja gue rada seneng. Konyol sekaliiii keadaannya.

Tapi entah kenapa gue pengen bilang makasih sama mereka. Eh sebentar, dilain sisi, gue juga pengen bilang 'GAK MAKASIH'.

Minggu, 01 Maret 2015

Aneh - CERPEN Lama oleh Aula Nurul M



Aneh

Aku sudah menyiapkan sebuah hadiah manis untuk tunanganku, Crisi dan kuharap ketika aku tiba di Bali, dia akan menyambutku dengan senyuman.

Menurut jam tanganku, beberapa menit lagi aku akan tiba di Bandara namun, ada yang membuatku merasa aneh dengan beberapa pramugari yang berkeliaran dengan wajah masam. Ada apa dengan mereka?

“Maaf nona, kau merasakan keanehan tidak?” Tanyaku pada seorang wanita muda yang tepat duduk di sampingku. “Bukankah raut wajah mereka sangat aneh, mereka terlihat panic.”

“Mereka juga tadi berbisik, mencari seorang dokter.” Jelasnya, dia memberikan kartu nama, tertulis, namanya Anida. “Saya merasa ada yang mengganggu pikiran saya tiba-tiba, ini aneh.”

Aku memandang Anida lalu memejamkan mataku. Entahlah, aku tidak bias beristirahat atau berpura-pura tidak melihat kepanikan beberapa orang.

“Maaf mengganggu semua penumpang, apakah ada yang mengerti cara mengendalikan pesawat?” Tanya seorang pramugari melalui pengeras suara. “Ini darurat, pilot dan beberapa orang yang bekerja pada pesawat ini tewas.” Jelasnya dan seluruh penumpang panik. “Radio atau alat komunikasi lainnya tidak ada yang bisa berfungsi sama sekali.”

Aku beranjak dari tempatku duduk dan meminta penjelasan tapi, tidak ada yang bisa menjelaskannya padaku satu pun.

Seorang pria menghampiriku yang terus berteriak meminta penjelasan. Dia menunjukkan tanda pengenalnya, seorang polisi. Baiklah, ada seorang polisi di sini, mungkin ini akan lebih baik.

“Bagaimana keadaan pilot dan co pilot?” Tanya polisi itu kepada seorang pramugari, dia menunjukkan jalan agar kami mengikutinya.

Astaga! Tinggal pilotnya saja yang masih bernafas itu pun terlihat sangat kacau. Ada yang terjadi? Apa dia sakit? Atau dia tiba-tiba terkana serangan jantung? Mengapa harus saat aku yang menumpangi pesawat ini.

“Apa sudah menghubungi…..” seorang polisi yang bernama Hadi itu mulai panic, pembicaraannya di potong.

“Tidak, kami tidak bisa menghubungi siapapun,” Katanya memperjelas. “Ini sebuah kesengajaan.”

“Baiklah, berapa menit lagi kita sampai?” Tanya Hadi, pramugari itu menggeleng bahwa itu sia-sia saja. “Baiklah, berapa lama lagi tuan ini bisa mengendalikan pesawat?” Tanyanya lagi, pramugari itu diam.

Para penumpang panic. Mereka sangat takut dengan apa yang terjadi. Bukan mereka tapi, aku juga takut. Bagaimana tidak, Crisi akan menungguku di hari ulang tahunnya dan dia pasti kecewa, dia akan khawatir, dia akan sedih jika aku tidak bisa tiba di Bali dengan keadaan selamat.

Aku kembali pada tempat dudukku semula. Nona cantik yang semula terlihat ramah itu mendadak menangis dan aku berusaha menenangkannya.

“Baik, kita aka mati, mati!” Dia bicara sambil menundukkan kepalanya. “Aku harus berdoa pada Tuhan agar aku masuk surga.”

“Pesawat akan mendarat darurat.” Kata sebuah suara, aku tidak ingin memperhatikan siapa yang bicara, entah dia manusia atau malaikat dari neraka. “Mungkin akan sedikit terjadi kecelakaan, kita akan mendarat di sebuah hutan.”

“Ini sebuah pembunuhan!” Anida berteriak sendiri. “Aku hanya gadis biasa! Aku bukan seorang anak  pengusaha atau pejabat harusnya aku tidak mati seperti ini!”

Kami mengenakan sabuk pengaman dengan benar dan tentu saja, jantungku berdetak tidak karuan. Ini seperti perasaan menuju neraka. Benar saja, ini seperti mimpi yang tidak pernah kubayangkan dalam kenyataan.

Pesawat berhasil mendarat di sebuah hutan, di padang rumput yang sedikit gersang. Aku cukup senang melihat dari jendela bahwa kami berhasil mendarat tapi, pilot tewas.

“Aaaa!” Teriak seisi pesawat ketika ledakan terjadi di bagian belakang. OMG! Aku melepas sabuk pengamanku dan segera keluar pesawat dengan beberapa penumpang lain.

Lari-kami harus berlari tapi, tubuh kami terluka akibat sedikit ledakan itu. Lari, kami harus lari bagaimana pun itu. DOOR! Ledakan terjadi lagi.

Aku tidak terlalu  bodoh untuk mengenali ledakan itu. Itu sebuah bom kecil. Ini benar-benar membuatku tidak percaya.

Lari! Kami berlari sejauh mungkin dan BUM, pesawat meledak!

“Aku selamat.” Kataku dalam hati. “Baiklah, aku selamat dari pesawat itu tapi, aku dimana, kami dimana?”

Seorang wanita berteriak histeris! Dia kehilangan adiknya dan kekasihnya. Dia terus berteriak dan menangis! Mereka tentu saja tidak selamar, pesawat itu meledak dengan begitu rapi.

“Saya polisi!” Kata Hadi, dia mengeluarkan senjatanya. “Kecelakaan ini sudah terencana namun, salah sasaran.” Lanjutnya. “Harusnya yang di ledakkannya adalah seorang anak yang ingin berlibur tapi, dia tidak menumpangi pesawat ini.”

“Jadi kami tidak lebih penting dari anak itu! Hah!” Semuanya berteriak pada Hadi. “Baiklah, kau gila!” Seorang wanita menampar keras wajah Hadi

Hadi menghitung jumlah penumpang yang selamat. 21 manusia, 21 orang, masih tersisa 21 orang. Baiklah, ini cukup bagus.

Gersang, kering, dan tidak ada minuman atau makanan. Ada pepohonan yang kira-kira berjarak beberapa ratus meter dari sini. Kami berjalan perlahan.

Ini musim kemarau dan tentu saja hutan pun sedang miskin. Oke, baiklah, aku harus berusaha bertahan hidup sampai bantuan datang.

“Bukankah itu jambu?” Tanya seorang penumpang lalu aku melirik, ya, itu hambu biji. Dia berlari lalu memanjat pohon itu dan memakannya. Kami lapar dan kami benar-benar lapar.

“Kita disini untuk hidup, kita memiliki tujuan dan kita harus bekerja sama!” Kataku menjelaskan. “Apapaun kecuali yang beracun, kita harus mengisi perut kita dan jangan mengeluh!”

“Aku ingin hidup! Aku ingin pulang! Aku harus merawat Ayahku yang sakit! Aku harus ….” Anida duduk, menangis dan menangis.

Kami bertahan hidup untuk hari ini. Kami tidak bisa tidur malam dan kami berkumpul membuat sebuah lingkaran. Untung saat aku SMU, aku mengikuti kegiatan pramuka dan aku bisa menghidupkan api dnegan batu. Baiklah, ini sudah membantu.

Ada seorang Ibu yang menangis, seorang anak yang meminta makan, seorang remaja yang terus marah-marah pada Hadi, dan kami semua terus saling menyalahkan atau pasrah.

“Kau tidak menyalahkanku?” Tanya Hadi padaku.

“Kekasihku akan khawatir dan akan marah jika besok aku tidak ada di Bali.” Aku tersenyum padanya. “Lebih baik aku memikirkan bagaimana kita bisa kembali dari pada terus menyalahkanmu.”

Senyumku begitu terpaksa dan amat terpaksa. Baiklah, ini masih bisa menghiburku sedikit. Apa? Ini apa dan apa, semua ini apa? Itulah pertanyaan pada otakku yang tercatat tapi, aku tidak berani bicara. Sudah banyak penumpang yang mewkiliku berbicara.

Baiklah, ada hal baik yang kudapat. Ternyata ada salah seorang dari kami yang pecinta alam, dia berarti sudah mengerti bagaimana keadaan hutan-hutan di Negara ini. Kuharap tempat ini tidak jauh berbeda.

Matahari di atas tersenyum seakan menyemangati kami tapi, itu matahari, dia memang selalu tersenyum tiap pagi.

Kami berjalan kembali, mencari jalan keluar. Tentu saja, kami harus berjalan. Alat komunikasi pesawat sudah terbakar dan akan bodoh jika kami menggunakan handphone. Bodoh sekali.

“Paman, aku haus.” Kata seorang anak kecil, dia sendiri, dia naik pesawat sendiri tanpa kedua orang tuanya.  Hebat sekali dia hanya saja, nasibnya kurang beruntung kali ini. “Paman,” Dia memandang Hadi. Gadis itu masih kecil, rasanya dari tinggi dan gaya bicaranya, umurnya masih 9 tahun.

“Ada sebuah pohon kelapa disana, akan paman ambilkan.” Kata Hadi.

“Ini pisau kecil, siapa tahu membantumu.” Kata seorang remaja laki-laki. “Kau bertanya mengapa aku bisa membawa senjata ini dalam pesawat?” Tanya remaja itu pada Hadi, Hadi diam. “Baiklah, aku lebih pintar untuk melakukan kenakalan tapi, ini berguna untuk saat ini.” Dia meberikan pisau kecil itu pada Hadi.

Aku di bawah pohon kelapa. Melihat Hadi mengambil buah kelapa itu dan PLAK! Buah kelapa itu menjatuhi kepalaku. Seketika aku pingsan.

“Tuan.” Seorang wanita memanggilku, aku tersadar. Dimana aku? Aku merasa seperti mimpi, aku di pesawat. “Tuan, anda baik-baik saja? Mengapa Anda berteriak?” Tanya wanita yang di sampingku.

“Kau malaikat?” Tanyaku,

“Anda tertidur dalam pesawat ini dan mungkin Anda bermimpi.” Jelasnya, aku melihat sekeliling dan memukul wajahku. Sakit! Hah! Aku bermimpi dan pesawat ini baik-baik saja. Baiklah, kami selamat dan itu hanya mimpi.

Crisi menjempurku di Bandara, dia langsung memelukku seolah sudah satu abad tak bertemu. Aku mencium keningnya dan berjanji tidak akan pergi jauh-jauh darinya.




Cerpen ini di tulis sekitar tahun entah 2011 atau 2012  >> gue lupa ^^ tapi yang jelas cerpen ini pernah gue jadiin buat lomba. TAPI dan TAPI, gue juga lupa lomba dimana (habis gak menang sih) hohoho 
Yang gue heran saat nulis ini, kenapa saat pesawat error begitu malah keliatan penumpang rada yaa tenang dikit lah, ngapa gak langsung terjun dari pesawat lalu menyelamatkan diri semacam di film-film atau kenapa gak..... haha setelah gue pikir-pikir dulu lucu juga saat gue nulis ini. Atau karena ini cerpen mengisahkan mimpi si tokoh? Entahlah ^^ 

Sabtu, 07 Februari 2015

Gak penting

Aneh tapi nyata.
Tapi entahlah, ada yang terasa janggal dikepala dan mungkin dihati nurani gue atau hati kecil gue atau hati besar gue atau sisi otak gue yang lain mengatakan janggal.

Tetep aja, entahlah,
gue masih sulit memahami.

Ini seperti ending sebuah film yang menurut gue gantung.
Susuatu yang didalamnya gak ada tokoh antagonis.
Semuanya baik.
Hanya saja itu sedikit menyakitkan.

Mungkin ini sesuatu yang cukup unik atau lucu atau entahlah, gue pun sulit untuk menggambarkannya. Yang gue tau, ada satu hal yang bagi gue itu janggal dimana entah otak atau hati gue yang membuat pernyataan seperti itu.

Kalau gue cerita, gue juga bingung harus cerita gimana. Apa yang mau gue ucapkan aja, gue masih gak yakin. Bahkan, sekalipun gue yakin, kadang gue masih memberontak dengan apa yang dinyatakan oleh pikiran gue sendiri. Yaa, kedengarannya aneh tapi ini jujur cukup nyata. Bahkan sangat nyata untuk...... argh!

*) catatan gak penting tapi manis bahkan kadang asin seperti makanan basi

Senin, 02 Februari 2015

Pendapat Gue Soal Drama SPY yang baru tayang 6 episode




     

Judul: 스파이 / Spy
    Genre: Thriller, family, romance
    Masa Tayang: 09 Januari - 2 7 Februari 2015 (semoga tepat tanggal segini tamat, mumpung libur)
    Stasiun TV : KBS2
    Hari dan Jam Tayang: Setiap Jumat pukul 20:55-21:50 KST
   
  
Oke, ini drama yang gue tonton karena ada abang gue (Jae Joong). Semua drama dia udah gue tonton termasuk ini lagi dalam masa nonton. Setelah sekian episode gue tonton, intinya gini :
King Jae Joong yang berperan sebagai SUN WOO itu seorang agen di BIN alias Badan Intelijen Nasional Korea Selatan. Sedangkan Ibunya HYE RIM itu mantan mata-mara Korea Utara (bayangkan dua negara ini kan, oke paham lah maksud gue, baca berita di koran-tv-internet kalau blm tau).

Pada suatu hari SUN WOO ini ngalamin kecelakaan di china, tapi bukan kecelakaan biasa tapi kecelakaan yang dibuat Hwang Ki Chul alias si muka gak ngenakin yang kejem, yang ada luka di muka sebelah kanan, ada luka di lengan, yang katanya Hye Rim orang ini kejem seperti monster. Duh gue juga gak suka liat mukanya saat mau bunuh agen BIN tapi yang dibunuh cuma 1 (temennya Sun Woo doang).

Hwang Ki Chul ini orang Korea Utara, dia tiba-tiba ngasih tugas ke Hye Rim (ibunya Sun Woo) untuk ini itu termasuk melakukan pengeboman di kereta api. Katanya sih tugas terakhir tapi darisini berujung beruntut-runtut tugas. Menurut gue Ki Chul ini masih nganggep Hye Rim mata-mata Korea Utara padahal kan hidup Hye Rim udah bahagia di Korea Selatan punya dua anak termasuk Sun Woo.

Hye Rim gak tau kalau Sun Woo ini Agen di BIN tapi karena Ki Chul yang ih buat gue gedek ngasih tau, akhirnya ibunya tau dan sedih. Dan parahnya lagi, Ki Chul merintahin Hye Rim untuk ngikutin Sun Woo buat nyari informasi mengenai kepala bagian apalah itu gue lupa. Hye Rim mau gak mau nge-iya-in daripada Sun Woo dalam bahaya. Bahkan suaminya Hye Rim pun ikutan jadi mata-mata (duh om tante, itu anak kalian kok buntutin gitu, nyesek men) dan suaminya jadi ngacauin pertemuan sama menteri soal program apalah lupa gue.

Oh iya gue lupa, di episode awal, Sun Woo ngenalin pacarnya sama keluarganya tapi Hye Rim gak suka. Hye Rim sempet curiga saat nanya dimana ortu itu cewek dan etc-etc  apalagi saat pacarnya Sun Woo melakukan sesuatu yang membuat Hye Rim curiga padahal cuman hal biasa (ngambil barang jatuh doang) tp namanya Hye Rim mantan mata-mata, dia curiga cewek ini mata-mata Korea Utara juga.
Dan seteleh-setelah ibunya nyelidikin pacarnya Sun Woo, akhirnya dia tau ternyata cewek itu (Yoon Jin) emang mata-mata Korea Utara. Hye Rim ngeliat dengan dua mata kepala kalau pacarnya Sun Woo ketemuan ditempat tertutup sama Hwang Ki Chul (gedek gue liat orang ini).
Di tempat lain saat Yoon Jin bicara sama Ki Chul, dia minta berhenti jadi penguntit Sun Woo alias yang nyelidikin soal Sun Woo. Dia minta dipindahin tugas sebagai mata-mata. Jelas Ki Chul marah, yaa dia sadar ternyata Yoon Jin kebawa perasaan saat jadi pacarnya Sun Woo karena dia kan ditugasin sebagai mata-mata dan jadi pacarnya Sun Woo buat dapet informasi. Intinya yaa Yoon Jin ini sayang beneran sama Sun Woo (gak bisa bayangin gimana misal tugas dia bunuh Sun Woo)
Dan Hye Rim nemuin Yoon Jin gitu. Wow seorang mata-mata Korea Utara ketemuan sama mantan mata-mata Korea Utara. Intinya senior sama junior lagi ketemuan.
Yang gue kasian di episode awal itu saat mata-mata Korea Utara menyerahkan diri dan minta dia beserta keluarga diselamatkan. Terus dia rela bantuin Korea Selatan tapi dia dibunuh Hwang Ki Chul di tempat umum men tempat umum dengan cara yang bersih padahal dia lagi dalam misi bantuin Korea Selatan. Akhirnya dia meninggal tapi sebelum meninggal dia minta ke Sun Woo alias abang Jae Joong buat nyelametin keluarga dia yang mungkin udah dipenjara di Korea Utara (drama ini nyindir Korea Utara banget atau gimana perasaan banyak kisah yang nyeritain pelanggaran HAM disana, oke jangan bahas berita di TV-Koran-Internet soal pelanggaran HAM ini karena panjang kisah)
Gue baru nonton episode ke-6 secara ngikutin jam tayang di Korea sana ^^ entahlah, gue selalu suka semua drama Jae Joong. Yang gue sangat penasaran dari Drama ini adalah,
-          Gimana nyakitnya adiknya Sun Woo saat tau kakaknya agen BIN Korea Selatan dan saat tau orang tuanya justru mantan mata-mata Korea Utara. Adiknya Sun Woo ini gue rasa orang yang paling gak tau apa-apa tentang mata-mata atau agen sejenisnya.
-          Gimana Shocknya Sun Woo saat tau kedua orang tuanya buntutin dia saat menjalankan tugas bahkan nge-hack HP dan laptopnya secara bersih.
-          Gimana Shocknya Sun Woo saat tau ternyata orang tuanya mantan mata-mata Korea Utara tapi entahlah, hati gue mengatakan kayaknya Sun Woo tau kalau Hye Rim alias ibunya mantan mata-mata Korea Utara (hanya perkiraan gue loh)
-          Dan gue penasaran endingnya apakah ibu dan anak ini akan berhadapan sebagai musuh padahal mereka kan keluarga bahagia cuman ya tau sendiri lah gimana kisah Korea Selatan dan Utara. Tapi gue juga merasa kalau nanti ibunya akan nyelametin anaknya secara dia kan dulu jadi mata-mata yang hebat (Hwang Ki Chul bilang kalau Hye Rim lebih hebat dari Sun Woo tapi Sun Woo pantai untuk ..... tonton di dramanya, gue paling gak suka kalau Hwang Ki Chul ini muncul, fiuh tp kalo ga ada dia ya gak seru juga kadangan)
-          Dan soal atasan Sun Woo yang rada curiga kenapa saat dalam misi cuman Sun Woo yang gak dibunuh >> alesannya karena si Hwang Ki Chul menginginkan Sun Woo berada dipihak mereka alias menghianati negaranya sendiri (tapi gue rasa Sun Woo gak bakal ngelakuin itu, Ki Chul ini grrr pemaksaan bingit) tapi Ki Chul juga bilang kalau dia pengen ketemu atasan Sun Woo juga alias ....oke, intinya ini bukan perang sih cuman ... cerna sendiri yaa ^^ Penasarannya, berhasil gak nih Si Hwang Ki Chul dapetin itu semua tapi gue rasa gagal secara dari semua film-drama yang gue tonton kebanyakan mata-mata Korea Utara lebih nyaman tinggal di Korea Selatan dan yaa kebanyakan endingnya mata-mata ini.... kalau gak meninggal ya buat identitas baru yang butuh perjuangan nyawa.
-          Dan gue penasaran sama Sun Woo dan pacarnya. Gimana saat Sun Woo tau kalau misal pacarnya milih untuk tetep jadi mata-mata dan ninggalin dia. Dan gue penasaran pacarnya Sun Woo ini bakal nyerahin diri ke publik misal dia terdesak, atau kabur, atau minta pindah tugas, atau tetep sama Sun Woo walaupun nyawa dia bisa melayang setiap detik. Entahlah,


Jawabannya masih beberapa episode ke depan, saran gue tonton ya, bagus kok ^^

*) Saat tulisan ini dibuat, dramanya baru update sampe episode ke-6

Minggu, 18 Januari 2015

Venus - Cerpen



‘Entah apa yang terjadi, ini seperti mimpi’
Naira memandang sekeliling, masih tak ada yang berbeda dengan suasana sekolah padahal ia tahu betul seharusnya ada yang berbeda.
“Otak lu baik-baik aja Ra?” Olin ingin memastikan, “bentar, jangan bilang karena Elang? Aduh, udah lagi,”
**
Jarum jam dikelas bagaikan surga dimata Venus. Ia tak henti-hentinya memandang jarum jam itu. Ini bukan karena ia tak betah akan pelajaran yang berlangsung tapi ia ingin menyelesaikan sesuatu.
“Naira?” bisik teman akrabnya, “2 menit lagi selesai,”
Setelah bel tepat berbunyi, kaki Venus langsung tancap gas ke kelas Naira, pacarnya. Namun, ia tak mendapati Naira disana. Ia mendapati Naira duduk di pinggir lapangan bersama Elang. Venus tak cemburu, ia hanya takut Naira kembali pada sisi Elang.
“Kamu marah? Apa kamu marah? Kamu benar-benar marah?” tanya Naira datar, “sepertinya ada yang janggal disini,” ia memandang Venus dan Elang bergantian, “beberapa hari ini..., sudahlah, lupakan.”
**
Olin menyikut Naira setelah Naira selesai menempelkan pengumuman dimading. Tentu saja, Naira tak terima sekalipun Olin merupakan teman baiknya di sekolah.
“Baiklah, akan kita akhiri disini atau setelah pulang sekolah?” Naira menawari, “tapi, apa yang akan kamu dapatkan? Hah?!”
“Apa?” Olin balik tak terima, “sadar diri, pacar lo siapa tapi masih deketin Elang,”
Sekian kalinya Naira lelah mendengar Olin bicara seperti itu. Tak ingin memperpanjang masalah, Naira pergi darisana. Ia mencari-cari Venus yang sudah pasti ada dibelakang sekolah.
**
Jika sebagian orang mendapatkan cinta dengan jalan yang suci, tidak bagi Venus, selagi hal kejam bisa ditempuh mengapa tidak. Seperti itulah jalan pikiran Venus dan seperti itulah ia mendapatkan Naira.
“Tapi belakangan, Naira menyadari sesuatu,” curhatnya pada kakak perempuannya, “apa ini sudah salah sejak awal?”
“Tanyakan pada hati kecilmu,”
Venus menghubungi Naira, kali ini suara Naira lembut. Ia merasa Naira sudah tidak marah lagi padanya.
“Mimpi di sore hari itu mengerikan, benar-benar mengerikan,” celoteh Naira, “aku merasa kamu sedang menyiapkan kejutan,”
Klik, Venus menutup teleponnya. Ia tahu kemana arah pembicaraan Naira namun ia tak ingin membahasnya lebih jauh lagi.
‘apa berbohong hal baik?’



*)) belum selesai nulis cerpennya, sabar

Selasa, 13 Januari 2015

VIGIA - CERPEN JADULLL tahun 2011, tulisannya kacauuu ^^



Vigia
Kelopak mataku terbuka tapi aku tidak memandang mereka. Pada cermin aku bertanya tentangku, tiada jawaban yang aku dapat.
“Mengapa aku disini?” Tanyaku pada cermin tapi dia membalikkan ucapanku. “Kau diam, aku tahu itu.”
“Makanlah ini.” Kata wanita itu padaku. Aku tidak bicara, ku pandang dia tajam, dan memasuki nadi-nadi matanya. “Kau akan terus disini jika tidak menerimanya.” Katanya lagi, aku menaruh tanganku di lehernya untuk mengancam tapi ini tempatnya. “Tanda tanganilah, kau akan aman.” Aku tetap menolak.
Sebenarnya, aku bisa kabur dari tempat ini. Jendela kamar ini terbuka lebar, pintu-pun tidak terkunci, dan gerbang memberiku jalan untuk lenggang keluar dari bangunan ini. Tapi tidak, bodoh bila aku pergi dengan cara ini. Aku bukan perncuri dan aku keluar harus dengan terhormat.
“Duduklah.” Mereka mengajakku makan di sebuah ruangan dalam bangunan ini. “Sudah kau putuskan?” tanya salah seorang dari mereka, aku menggeleng. “Bicaralah sebelum pemakamanmu.”
“Kau akan membunuhku?” Tanyaku pada pimpinan mereka. “Kau sanggup? Bunuhlah aku sekarang.” Aku tertawa pada mereka dan merekapun tertawa padaku.
“Kau kira kami bodoh membunuhmu begitu saja?” Wanita yang di panggul Elzair menatapku tajam. “Jika ingin membunuhmu, sudah sejak kemarin namamu akan ada di batu nisan.” Dia menawarkanku secangkir minuman alkohol. “Kau yang menentukan takdirmu.” Katanya lagi sambil memandang ke yang lain.
“Hidupku sama saja bukan hidup.” Kataku, mereka memandang. “Besok aku akan ke sekolah. Letakkan kertas itu. Jika aku setuju, akan ku tandatangani.”
Itu menguntungkanku, dunia baru akan ku temui. Sesuatu baru yang menjadikanku lebih nyata dan di atas tingkatan manusia biasa. Akan tetapi, hatiku mengatakan ini salah walaupun ambisiku inginkan aku menjadi luar biasa. Lebih baik aku jadi manusia biasa yang nyata bukan manusia yang luar biasa namun kehidupanku bukan pilihanku.
“Kamu sakit? Aku kerumahmu dan katanya kamu sakit.” Tora memelukku. Aku tahu dia khawatir tapi dia-pun tahu, aku tidak ingin menjawab pertanyaannya. “Aku mengerti maksudmu. Duduklah, sebentar lagi jam di mulai.” Akupun duduk di sampingnya.
“Aku tahu kamu khawatir.” Kataku sambil mengambil buku kimia. “Apa kamu berani terus di sampingku?” Pertanyaanku membuatnya ragu. Dia tahu sedang ada yang aku sembunyikan tapi dia-pun tahu, aku tidak akan memberitahu-nya kali ini.
“Kamu bisa membayangkan jika matahari tidak ada di bumi ini?” Tanyanya, aku menggeleng. “Jika kamu membayangkannya, akulah bumi itu.” Jelasnya, aku tertunduk.
Dia mengajakku makan siang sepulang sekolah. Aku terima ajakannya. Rasanya aku bersalah beberapa minggu ini jarang menemaninya makan.
“Aku tunggu di depan gerbang.” Kataku, dia tersenyum.
Satu persatu siswa pulang. Dimana Tora? Ku rasa tempat parkir sedang bermasalah. Tetap aku menunggunya, belum tentu besok aku bisa bersamanya.
“CA?” Tanya seorang pria paruh baya tapi dia rapi layaknya direktur. Aku memandangnya sinis, dia tahu tentangku. “Masuklah.” Katanya, akupun langsung masuk walaupun aku bisa lari. Ku ulangi, aku bukan pencuri dan aku tidak akan lari.
“Bisakah kamu berkerjasama dengan saya?” Tanya pria setengah baya itu padaku. “Kau menandatangani perjanjian dengan mereka?”
“Saya belum menandatanganinya tapi saya-pun tidak akan bekerjasama dengan anda.” Kataku sambil tersenyum sinis. “Yang anda inginkan adalah program itu?” Tanyaku, dia menggeleng. “Semuanya sama. Ya saya akui, itu-pun menguntungkan saya tapi hidup begitu mudah sama saja bukan hidup.”
“Kau akan mengikuti perlahan.” Katanya lagi.
Aku berada di dalam sebuah ruangan besar, serba putih. Ya semua benda putih dan udara begitu dingin. Dia memberikan tumpukan kertas padaku. Yang ku baca, isinya sama dengan yang di tawarkan padaku sebelumnya.
“Tanda tanganilah. Tidak ada yang di rugikan di antara kita.” Kami saling berpandangan. “Apa keputusanmu?”
“Jika kau ingin membunuhku, ku persilahkan.” Kataku lalu dia marah dan pistolnya sudah ada di depan mataku. “Kau yang takut, bukan aku.” Aku tertawa.
“Bisa saya menjemput CA?” Tanya Elzair yang tiba-tiba datang. “Anda akan merebutnya dengan cara licik seperti ini?” Tanyanya, keduanya saling memandang. “Pulanglah!” Perintah Elzair padaku, aku melangkah bersamanya.
Aku tersenyum-senyum sendiri. Ya, aku tahu ini menyangkut hidupku tapi rasanya lucu memperebutkanku dengan cara seperti ini. Elzair menyelamatkanku dari pria tua itu tapi aku-pun harus menghadapi Elzair nantinya.
“Kau menolongku?” Tanyaku pada Elzair.
“Jalanlah. Gerin menunggumu.” Katanya, aku tersenyum. Dia seperti ibuku atau kakak perempuanku walaupun dia jarang bersikap manis padaku.
Aku masuk ke mobil, ku lihat panggilan tidak terjawab di hanphone-ku. Tora, apa kabarnya dia? Ku tinggalkan dia di sekolah.
’kamu ada masalah sayang’ Pesan masuk dari Tora di handphone-ku.
Sesak dadaku, bukan aku menangisinya dalam hati tapi aku kasihan padanya. Yang aku tahu, dia mencintaiku lebih besar dari pada aku mencintainya. Yang dia tahu, aku hanya siswa SMU biasa. Tidak ingin aku membuatnya sakit hati.
“Kamu akan baik-baik saja.” Kata Gerin, dia sudah ada di dalam mobil menungguku.
“Ya, aku akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang membunuhku kecuali diriku sendiri.” Kataku, Gerin mengusap kepalaku. Cowok itu sebenarnya baik hanya saja dia sama sepertiku. Orang menyangkanya mahasiswa biasa tapi nyatanya dia luar biasa.
Gerin, dia selalu bersamaku sejak kecil. Dia, dia dan aku hidup bukan pada dunia nyata tapi hidup pada sketsa-sketsa yang mereka gambarkan. Aku tahu dia tidak ingin disini tapi inilah hidup kami, bukan kami yang melukiskannya. Mengenai cintanya, ya cintanya padaku tidak akan sampai karena hidup kami akan rumit jika saling mencinta.
“Bagaimana hubunganmu dengan Tora? Dia tidak mencurigaimu belakangan ini?” Tanya Gerin sambil membaca dokumen-dokumen ditangannya.
“Kau-pun tahu, sejak awal dia curiga dengan kehidupanku yang penuh misteri.” Jelasku padanya. “Tapi dia-pun tahu dan dia tidak pernah menanyakannya.”
“Kamu benar mencintainya?” Tanya Gerin lagi, aku tidak menjawab lalu kupejamkan mataku.
Aku terbangun ketika terdengar suara biola di kamarku. Kubuka mataku, aku sudah berada di sebuah kamar dan di dekat jendela, Gerin memainkan alat musik itu.
“Kamu sudah bangun?” Tanyanya padaku. Aku tidak menjawab, mataku masih berat untuk benar-benar terbuka. “Maaf aku mengganggumu. Aku kira kamu sudah terbangun tapi ternyata aku salah. Kamu tidak sekolah?”
“Jam berapa ini?” Aku melihat jam di meja. “Masih pukul empat pagi. Mengapa kamu terbangun sepagi ini?”
Dia tidak menjawab dan melanjutkan dengan alat musik itu. Ku lihat dia, rasanya ada yang berbeda. Akankah ada yang ingin dia beritahukan padaku? Mataku masih lelah, ku tenangkan diriku dan ku-minum segelas air putih.
Mengapa dia ke kamarku sepagi ini? Rasanya semalaman dia tidak terlelap jika aku lihat gelembung-gelembung di matanya.
“Elzair di tembak oleh seseorang semalam.” Beritahu Gerin , seketika aku merasa sesak. “Kamu pasti terkejut. Aku-pun tidak tahu tapi ketika aku melihatnya, dia sudah tidak sadarkan diri.” Jelasnya dan dia mengambil sisir lalu membenahi rambutku.
Bagaimana bisa? Bukankah rumah ini, maksudku bangunan ini memiliki sistem pengamanan yang canggih. Rasanya Elzair tidak semudah itu untuk tertembak, aku yakin ada orang yang begitu pintar di balik semua ini.
Perlahan rambutku tertata rapi, dia memang baik padaku dan mungkin orang yang paling aku percaya adalah Gerin. Dia memandangku, dia tahu aku khawatir dengan Elzair walaupun wanita itu tidak perlu di khawatirkan.
“Dia akan baik-baik saja. Mungkin beberapa hari lagi dia akan sadar. Dia berbeda dengan kita yang tidak akan pernah sakit.” Katanya lalu berdiri dan menyuruhku bersiap-siap ke sekolah. “Aku yang akan menjagamu bukan Elzair yang orang mengenalnya, dia kakakmu atau kakak kita.”
“Ya aku tahu itu. Kita bukan saudara tapi orang mengenal kita saudara. Kamu sebagai sepupuku.” Kataku lalu aku mengambil tugas biologiku. “Saat aku mandi, aku minta kamu mengoreksi pekerjaanku.” Jelasku.
“Maksudmu mengoreksi apakah semua jawabanmu benar? Kamu pintar tapi kamu menutupinya. Ya itulah hidup kita.”
Rasanya aku harus menemui takdirku untuk tetap hidup atau aku menyerah dalam semua ini. Kami berdua, ya tapi sebelumnya kami bertiga sampai salah seorang memilih berhenti di kehidupan ini. Hanya aku dan Gerin disini, kami masih kuat menjalaninya walau kadang ada hal-hal tertentu yang kupikir itu buruk untuk kehidupanku. Tapi aku harus menegaskan kembali, hidupku seketsa mereka, bukan aku.
Dia mengantarku sampai gerbang sekolah. Masih pukul enam pagi dan hanya ada beberapa siswa yang datang. Ku ajak Gerin bicara setidaknya sampai aku tidak sendiri di sekolah ini.
“Tugas biologimu benar sekitar 80%. Kamu melakukannya dengan baik. Kamu bisa jadi siswa terpintar jika kamu mau.” Katanya. “Tapi itu akan semakin menyulitkan hidupmu.” Lanjutnya lagi. Kami sama-sama tidak ingin kehidupan kami semakin sulit.
“Kamu akan menjaga Elzair?”
“Tidak.” Jawabnya singkat. “Mengapa harus aku lakukan jika ada orang lain yang bisa menjaganya? Dia bukan seperti kita jadi biarkanlah dia tenang disana. Tanpanya hidup kita-pun sedikit lebih tenang.”
“Baiklah aku mengerti akan hal itu.” Aku tersenyum padanya seakan keadaan Elzair membuat aku dan Gerin bernafas lega walaupun masih ada yang lain. “Kamu menyuntikkan obat itu padaku semalam? Rasanya aku semalam merasakan sakit tapi pagi ini aku merasa lebih segar.”
“Sejak lahir kita bukan manusia yang di takdirkan hidup layaknya manusia-manusia lain. Tanpa obat itu kau dan aku akan merasakan sakit.” Jelasnya padaku. “Walaupun tanpanya kita masih bisa bernafas.” Dia tersenyum lalu merapikan seragam sekolahku. “Masuklah, Tora sudah melambaikan tangannya padamu.”
Aku pergi. Dia sana Tora menungguku. Gerin benar, semua-nya itu tergantung aku menjalani hidup ini. Apa yang aku pilih dan apa yang aku jalani sudah terprogram semuanya dengan detail.
Tidak tahu bagaimana kabarnya Elzair. Aku belum melihat keadaannya sama sekali tapi aku yakin dia baik-baik saja. Wanita yang di tugaskan menjagaku itu tidak akan mudah melepaskan tanganku begitu saja. Dia menjadi hantu-pun akan selalu membayangiku di setiap langkah aku berjalan.
“Siapa dia sayang? Rasanya baru kali ini aku melihatnya?” tanya Tora, aku belum menjawab. Aku masih sibuk melambaikan tanganku pada Gerin. “Kakak kamu kemana? Apa dia sakit?”
“Kakakku ada di rumah. Dia sedang sibuk. Dia sepupuku, kamu mungkin baru melihatnya kali ini tapi dia sering melihat kamu.” Jelasku. “Masuk yuk. Kamu udah sarapan sayang?” tanyaku, dia menggeleng.
Kami disana, di kantin sekolah. Aku tahu dia sedikit marah padaku tapi dia-pun mengerti pasti aku memiliki alasan lain untuk itu. Hampir satu bulan sudah aku jarang bersamanya. Hanya di jam sekolah kami bertemu, di luar itu aku tidak ada waktu untuknya.
Kepalaku terlalu sakit jika aku memutar otak dan aku melihahat apa yang akan terjadi esok. Aku tidak mementingkan cintaku, hatiku, hidupku lebih berarti. Di sini bukan cinta yang aku cari tapi pilihan jalan hidupku untuk bersama siapa.
Aku tahu akan tetap hidup jika satu diantara keduanya kutandatangani. Keduanya sama-sama menguntungkanku tapi setidaknya ku-pakai hatiku kali ini.
“Kamu berpikir tentang ini?” Tanya Gerin padaku. Aku mengambil pena di tas-ku. “Akan aku tandatangani perjanjian itu.” Kataku, dia menggenggam tanganku, mengambil pena itu dariku.
“Perjanjian yang mana?”
“Siapa yang membuatku hidup seperti ini? Ya, itulah jalanku.”
“Elzair akan tersenyum padamu.” Dia mengembalikan penaku .”Kamu tidak akan mengecewakannya.” Dia tersenyum setidaknya pilihanku membuatnya bisa terus disisiku. “Kamu ingin melakukan hal seperti remaja lainya hari ini?” Tanyanya, aku diam tidak menjawab. Aku tidak ingin. Aku tidak mau. Namun, aku-pun tidak menolaknya.
Kami disana, di tempat umum, di sebuah mall. Aku lihat anak-anak seumurku tertawa, berbelanja, dan berjalan bersama kekasih mereka. Tapi aku, aku tidak seperti mereka.
“Kamu iri?” Gerin menawarkan sekaleng minuman bersoda.
“Mengapa aku iri? Hidupku lebih sempurna dari mereka, hanya saja aku tidak bisa bersenang-senang seperti mereka.” Jelasku. “Bukankah kita sama? Garis hidup kita bukan seperti manusia lainnya.” Kuperjelas agar dia tidak banyak bicara.
Gerin menarik tanganku ke dalam tangannya. Kami berjalan melihat kehidupan manusia lain. Akankah satu kali saja aku bisa seperti mereka? Rasanya tidak akan pernah walaupun aku ingin.
“Hidup bergitu sempurna tidak terlalu menyenangkan.” Kataku pelan.
“Pikiran-pikiran bebas itu tidak akan pernah kamu dapati, bagitupun denganku.” Gerin menaruh tangannya di pinggangku. Dia menjagaku saat ini. Maksudku kami saling menjaga.
Setumpuk kertas diberikan Gerin padaku. Aku kira itu tentang kehidupanku tapi bukan. Disana, ya disana gambar-gambar kartun. Apa maksudnya? Aku belum bisa menebaknya. Akankah ini tentangku? Rasanya bukan.
“Kamu tahu?” Tanyanya, aku mengembalikan kertas-kertas itu. “Sama saja, awalnya aku tidak mengerti. Elzair memberikannya padaku. Katanya kamu mengganggap hidupu seperti ini. Benarkah itu?”
“Ya, kamu tahu, aku-pun tahu itu,”
Dia meminta kertas HVS padaku, ku ambil selembar kertas dari tas-ku. Garis-garis itu dia lukiskan. Wajahku mulai terbentuk. Ya, dia melukisku. Dia bisa melalukan segalanya walaupun itu bukan hobby-nya.
“Kamu cantik di lukisan ini.” Ucap Tora yang tiba-tiba sudah ada di hadapanku. “Rasanya kamu banyak waktu luang.” Lalu dia duduk di antara kami. Gerin tersenyum lalu memperkenalkan namanya pada Tora.
Aku rapikan kertas-kertas itu dan kumasukkan ke dalam tas-ku. Pandangan Tora padaku membuatku takut, seakan dia lelah denganku. Ku-maklumi itu, hidupku saat ini memang bukan untuknya. Masih panjang jalanku untuk menyelesaikan ini, semuanya bukan sekedar untuk cinta.
“Kamu banyak waktu sayang?” Tanyanya padaku, aku menggeleng. “Rasanya cintaku padamu tidak akan selesai.”
“Apakah kehadiranku mengganggu kalian?” Tanya Gerin, aku diam. “Tapi aku akan tetap disisi kekasihmu. Itu tugasku.” Jelasnya lalu Tora berdiri memukul wajah Gerin.
Ketika itu ku diam. Aku tidak khawatir pada keduanya. Gerin tidak akan membalas perlakuan Tora, aku yakin itu karena Tora jatuh jika itu terjadi.
“Kau tidak melawanku?” Tanya Tora pada Gerin. Petugas hanya menonton, aku yang meminta itu. “Apa kau begitu lemah?” Tanya Tora lagi, Gerin tertawa.
“Ya.” Kata Gerin singkat. “Pulanglah, kamu akan bermasalah jika dikeramaian.” Gerin berdiri. Berbisik padaku, aku hanya mengangguk. “Duluan saja.” Katanya lagi sambil memberikan pena padaku. “Berikan ini pada ETA.” Katanya, ya itu nama sebutan untuk pimpinan kami.
“Pergilah jika kau mau. Rasanya aku tahu perjalanan ini.” Kata Tora memandangku kecewa. Kali ini sama, aku tidak bisa menjelaskannya. Sebelumnya, aku-pun tahu dia tidak bisa terus disisiku. Itu membahayakan hidupnya. “Sampai besok disekolah.” Dia pergi dari hadapan kami.
Gerin tersenyum padaku tapi senyumnya seakan bicara bahwa akan ada hal besar lain untukku. Ini tidak akan membuatku lemah. Cintaku akan membawa bencana jika ku-lanjutkan.
“Pada akhirnya kamu bersamaku untuk kesana.” Kataku, Gerin tertawa. “Kamu baik-baik saja?”
“Beberapa menit lagi luka ini akan hilang. Kamu tahu itu, bukan ini yang bisa membuatku terluka tapi diriku sendiri. Kehendakku.”
Kami disana, dirumah sakit bawah tanah, rumah sakit khusus. Kulihat Gerin disampingku, rasanya dia khawatir.
“Kamu mengalami hal yang sama denganku dulu.”
“Ya, aku tahu itu.” Kataku singkat.
“Gunakanlah pena ini.” Dia memberikanku pena berlapis emas dengan ukiran-ukiran penuh makna, aku tidak tahu apa arti ukiran itu.
Elzair disana tidak sadarkan diri. Dia hanya manusia biasa yang bisa sakit dan kapan dia sadar, tidak ada yang tahu. Di pojok ruangan terdapat bunga lili dan Gerin mengganti bunga kamboja.
“Mengapa kau lakukan itu?”
“Agar dia takut mati dan bisa kembali hidup.”
Aku duduk di sofa menunggu pimpinan kami dan Gerin sedang fokus pada pemeriksaan dokumen-dokumennya.
“Anda yakin?” Tanya pria yang sering disebut ETA. “Ada dua pilihan. Bersama kami atau mereka?”
“Yang kau maksud mereka, semua kaki tangan pria tua yang menculikku beberapa waktu lalu itu?” Tanyaku lalu dia menyodorkan beberapa lembar kertas. “Aku membawa pena sendiri.” Aku menulis di atas kertas itu. Tanda tanganku disana, di atas lembaran neraka itu.
“Kau akan aman. Seseorang yang memberikan pena ini akan mempertaruhkan hidupnya untukmu.”
Aku memandang ETA. Kulihat sekeliling, Gerin tidak ada.
“Dia diluar menunggumu.”
Aku tahu setelah ini akan ada hidup yang rumit. Namaku diatas semuanya. Apa yang mereka bilang, apa yang mereka lakukan, aku setuju. Mereka tidak akan melakukan pembunuhan terhadapku tapi mereka bisa menekan batinku. Pemikiranku mereka ikuti, pemikiran mereka ku setujui, dan tindakan mereka atas persetujuanku.
“Kamu sanggup?” Tanya Gerin.
“Aku pintar, kau tahu itu bukan?” Aku tertawa, rasanya aku sedikit sombong tapi itulah fakta yang aku sembunyikan dari banyak orang.
“Tapi tidak ada waktu istirahat untukmu walau satu detik. Hidupmu akan penuh dengan pemikiran-pemikiran tiu, percobaan-percobaan itu, dan tindakan-tindakan itu.”
“Kamu bisa, mengapa aku tidak? Aku tidak akan mati karena apapun kecuali aku yang menginginkannya.”
Gerin mengajakku ke sebuah ruangan. Tempat itu penuh dengan tabung-tabung yang membeku. Tempat apa ini? Rasanya aku untuk pertama kali disini.
“Mereka, tabung-tabung ini akan tumbuh dan hidup seperti kita.” Jelasnya. Aku mengerti akan hal itu. “Kau tahu pria tua yang beberapa waktu lalu membawamu?”
“Maksudmu pria tua yang menculikku, maaf merebutku dari mereka itu? Dengan cara halus yang licik itu?”
“Ya. Dia membuhuh beberapa professor-professor tua itu dan setelahnya dia membunuh dirinya sendiri. Dia manusia biasa dan dengan mudahnya dia bisa mati.” Aku menarik nafas panjang lalu ku-pandnagi tabung-tabung itu. “Dia kecewa tidak mendapatkanmu.” Jelasnya, aku tertawa kecil.
“Hidupnya sia-sia, dia tidak mendapatkanmu dan juga tidak mendapatkanku. Kamu tahu, hanya kamu dan aku yang masih bisa bernafas dari percobaan itu.”
“Kamu benar.” Dia memelukku dan mengajakku keluar dari ruangan penuh tabung itu.
Kami pergi jauh dari rumah sakit khusus itu kembali pada bangunan dimana kami dibesarkan.
“Jika pria tua itu memilih hidup, dia akan mati dimakan usia.”
“Akan lama baginya menunggu percobaan berikutnya berkembang. Itupun belum tentu berhasil.”
“Dia akan mati sebelum itu.” Kata Gerin lalu kami saling memandang dan tertawa kecil seolah ini hanya permainan anak-anak.
Oleh: aula nurul (26 april 2011, hari selasa pukul 21 .47 diketik tapi selesainya pukul 14.00)













Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...