Eirenne menatap
bangku kosong disebelahnya, ‘gue harus
seneng atau sedih? Dia bahkan gak bisa dihubungi!’ matanya menatap tajam ke
bangku kosong itu. Bangku milik pacarnya, Kevin. Cowok yang hari ini sedang
mengikuti olimpiade sains internasional dan tentu saja, cowok itu sedang tidak
berada di Indonesia.
“Lo kangen?”
tanya teman-teman sekelasnya, Eirenne hanya melempar senyum. Benar. Ia kangen
tapi lebih dari itu, ia kesal dengan Kevin yang sejak dulu hingga kini seperti
memiliki dunia sendiri. ‘dia berprestasi
di sekolah ini. Bawa nama baik sekolah bahkan bawa nama baik bangsa ini. Tapi,
ngabarin gue sedikit kan bisa!’
Suasana sekolah
sepi bagi Eirenna karena Kevin belum kembali juga. Tapi, sekalipun kembali,
sedikit tak ada bedanya. Cowok itu lebih banyak diam. Lebih banyak belajar dan
mendengarkan musik tapi jarang sekali mendengarkan musik Eirenne.
**
Seorang guru
membawa siswa pindahan. Cowok dengan potongan rambut yang kekinian itu memperkenalkan diri. Ia melihat Eirenne sekilas.
Jelas, ia pernah melihat Eirenne di televisi. Siswi itu salah satu penyanyi
yang cukup sering muncul di televisi walaupun tidak terlalu berada di puncak.
Namanya Teo. Ia
duduk tak jauh dari tempat Eirenne. Beberapa detik, Eirenne sempat melihatnya
tapi pikirannya kembali karena Kevin masih belum memberi kabar. Ia bahkan tidak
tahu pacarnya itu masuk atau tidak ke babak final.
“Anak pindahan
itu manis ya,” bisik-bisik dikelas mulai terdengar, “bisa semangat belajar
kita!”
Eirenne
penasaran. Ia memandang Teo. Cukup lama ia memandang cowok itu. Dan, Eirenne
tersenyum. Senyum manis. Tak seperti biasanya yang ia tak pernah tersenyum semanis
itu kecuali kalau ada Kevin.
“Ciee. Eirenne.
Cie. Bilangin ke Kevin loh,” goda teman-temannya. Tapi sejujurnya, mereka tak
akan mengatakan itu pada Kevin. Bukan karena mereka ingin melindungi Eirenne
tapi karena Kevin seperti patung es yang begitu dingin.
**
Kevin masuk ke
kelas. Mengusap rambut Eirenne kemudian duduk dibangkunya dengan tenang sambil
mendengarkan musik. Sedang Eirenne tersenyum begitu manis. Ia sesekali mencubit
pipi Kevin. ‘entahlah, sekalipun ia
seperti patung tapi gue merasa hatinya beda. Titik!’
Tangan Eirenne
menarik headset Kevin setengahnya.
Mereka mendengarkan lagu bersama. Ia mengeluh kenapa Kevin jarang mendengarkan
suara merdunya justru mendengarkan suara orang lain, “padahal, suara aku lebih
bagus dari dia,” yang dimaksudnya adalah penyanyi yang sekarang lagunya sedang
mereka dengarkan. Sayang, Kevin cuek. Eirenne pun hanya mendesah lelah. ‘tapi hal seperti ini, gak pernah bisa buat
gue bener-bener marah sama dia’
Disisi lain
kelas, Teo melempar senyum pada Eirenne. Sontak, Eirenne terkejut tapi ia tetap
membalas senyum itu. Mata Kevin melihat itu semua tapi ia langsung menutup mata
seolah menikmati lagu yang didengarnya dan tak melihat apapun.
**
Eirenne pusing
tujuh keliling. Ia tak tahu harus masuk universitas mana. Kini, ia sudah lulus
SMA. Sekalipun karirnya naik sedikit demi sedikit tapi tetap saja pendidikan
baginya penting.
Di sisi lain,
Kevin sudah mendapatkan salah satu universitas ternama di luar negeri. Sayang,
dalam detik-detik terakhir, tiba-tiba ia mengundurkan diri. Seorang pun tidak ada yang tahu alasannya
tapi Kevin mengatakan kalau pendidikan di Indonesia juga baik, kenapa harus
jauh-jauh? Ya. Dia benar hanya saja, orang-orang yakin ada alasan lain.
“Ini,” Kevin
menunjukkan salah satu universitas ternama di Indonesia pada Eirenne, “minggu
depan tes untuk penerimaan mahasiswa baru.” Beritahunya, Eirenne juga tahu.
Tapi, Eirenne merasa horor karena tes disana sangat sulit, “sulit? Masuk di
sekolah kita juga melalui tes yang sulit tapi kamu bisa melewatinya. Kenapa
sekarang gak bisa?”
Senyum langsung
terlukis dibibir Eirenne. Alasan ia bisa melewati semua tes masuk SMA dulu
karena cinta pertamanya mendaftarkan diri disana. Siapa lagi kalau bukan Kevin.
Dan alasan ia berusaha untuk tetap berada diperingkat lima besar disekolah
karena tak ingin Kevin menganggapnya bodoh.
“Oke! Ini artinya
kamu juga akan kuliah disana kan? Gak masalah. Asal kamu disana, aku akan
usaha.” Eirenne semangat. Bibirnya melengkung setengah bulan.
Tangan Kevin
mencubit hidung Eirenne. Ia kadang tidak mengerti kenapa Eirenne selalu
mengatakan tidak bisa mengerjakan soal tapi ketika ia turun tangan, Eirenne
langsung behasil mengatasi kesulitannya bahkan mendapatkan nilai hampir
sempurna. ‘aneh’
**
Teo tersenyum. Ia
menyapa Eirenne dan tak menyangka mereka akan satu ruangan saat tes. Cowok itu
terus mendekatinya sejak SMA. Sesaat sempat Eirenne sedikit goyah. Bukan karena
Teo lebih tampan tapi karena Teo tidak seperti patung es.
“Tadi gue liat,
lo kesini bareng Kevin. Dia daftar disini juga. Gue pikir dia bakal kuliah
diluar negeri.” Ucap Teo.
“Dia kan gak mau
ninggalin gue,” Eirenne tertawa kecil. Sedang Teo heran kenapa Eirenne dan
Kevin masih saja bersama padahal mereka terlihat jarang berbicara.
**
Eirenne pulang
kerumah setelah mengisi salah satu acara televisi. Buru-buru ia mengabari Kevin
kalau hari ini rasanya tidak tenang apalagi besok pengumuman apakah ia diterima
atau tidak di universitas itu. Para penggemar Eirenna mendukungnya tapi ia meminta
Kevin untuk ikutan memberi dukungan. Sayang, cowok itu cuek dan berkata kalau
ia sudah memberikan lebih dari dukungan.
“Gitu ya? Yaudah
deh,” Eirenne sedikit kesal. Ia menutup teleponnya. Berharap Kevin akan
menghubunginya dan meminta maaf sekalipun ia tahu kalau sepertinya Kevin tak
akan melakukan itu. Dan, benar! Kevin tidak melakukan itu.
‘Ampun gue. 4 tahun pacaran tapi argh! Es batu
banget! Tapi, dia nunjukin kepeduliannya dengan hal yang lebih dari sekedar
kata-kata’ kepala Eirenne
pusing. Kadang ia iri melihat teman-temannya yang begitu diperhatikan pacar
mereka. Tapi dilain sisi, ia tak dapat mengelak walaupun Kevin jarang perhatian
seperti pacar orang lain tapi apa yang dilakukan Kevin selalu untuk kebaikan
dirinya.
**
“Wow! Apa ini! Apa-apaan!”
Eirenne terkejut ketika melihat namanya ada diurutan atas mahasiswa baru yang
artinya nilainya besar, “luar biasa!” dibelakangnya, Kevin tersenyum kecil.
Melihat kebahagiaan Eirenne yang bersorak-sorak kegirangan, “Kevin! Kevin!” ia
mencari-cari Kevin ditengah kerumunan. Kevin bersembunyi dan pergi ke sisi lain
kampus.
Cowok itu berada
diurutan paling atas dalam fakultas kedokteran. Nomor 1. Tapi, ia tidak
segirang Eirenne.
“Kamu kenapa?”
Eirenne langsung hening ketika menemukan Kevin yang sedang mendengarkan musik. ‘seharusnya dia bahagia berada di nomor 1.
Gue aja yang di nomor sekian bahagianya gak ketolongan,’ kepalanya
bersandar pada bahu Kevin. Ia ingin tahu kenapa Kevin tidak terlihat bahagia.
“Karena kamu lupa
berterimakasih.” Jawabnya singkat. Eirenne jadi malu. Sebelum tes, Kevin
mengajarinya mengerjakan soal, “ckck,” cepat-cepat, Eirenne mencium pipi Kevin.
Cowok itu justru menjitak kepalanya, “keluarga aku harus tau berita ini!”
katanya bersemangat. Sedang Kevin tersenyum kecil melihat tingkah Eirenne
seperti itu.
**
Gedung fakultas
kedokteran dan ekonomi berdekatan. Jadi, keduanya masih bisa sering-sering
bertemu. Naas, ada satu hal yang membuat Eirenne kesal. Teo, cowok itu,
mengambil semua mata kuliah pada jam yang sama dengan dirinya. Ia tak habis
pikir, ada apa dipikiran Teo padahal ia kira, Teo sudah berhenti mendekatinya
semenjak memiliki pacar adik tingkat.
“Gue udah putus,”
jelas Teo singkat, padat, dan mengertikan ditelinga Eirenne, “mau liat-liat
organisasi kampus gak? Siapa tau lo tertarik, dan gue juga tertarik. Mungkin.”
Mata Eirenne
mendelik tajam. Ia berusaha menjauhi cowok itu. Memang mereka berteman baik
tapi ia tak ingin membuat Kevin kesal. Sekalipun Kevin tidak pernah
memperlihatkan kekesalannya akan sikap Teo yang sejak SMA tampak
terang-terangan mendekati, tapi ia merasa dalam hati Kevin, cowok itu kesal
setengah mati.
“Udah. Ayo. Kevin
gak ada jadi gak usah takut-takut gitu,” ia menarik tangan Eirenne paksa. Gadis
itu marah dan melepaskannya. Ia langsung pergi mencari Kevin. Bibirnya ingin
menceritakan tindakan Teo yang tidak sopan tapi ia mengurungkannya. ‘entah Kevin akan ngamuk atau gak sama Teo
tapi gue yakin, Kevin bakal kesel setengah mati. Aih!’
Melihat Eirenne
yang gelisah, Kevin mencubit hidungnya. Membuat Eirenne langsung tenang. Dalam
pikiran Kevin, ia tahu ada yang tidak beres tapi ia tetap tenang.
“Kamu gak nanya
gitu aku kenapa atau ada apa atau apa kek?”
“Nanya?” Kevin
tertawa kecil, “nanti juga kamu cerita,” kemudian ia mendengarkan musik.
Eirenne hanya
mendesah lelah. Bisa-bisanya Kevin terus mendengarkan musik dalam keadaan
seperti ini. ‘seharusnya dia ngomong apa
kek ke gue. Udah berapa tahun gue pacaran sama dia? Ckck’
Tiba-tiba,
managernya menghubungi Eirenne. Ia mencak-mencak karena Eirenne belum juga
datang untuk menghadiri salah satu acara.
“Itu masih lama
kenapa ribut sekarang sih!” Eirenne kesal tapi ia tetap berangkat setelah Kevin
langsung menawarkan diri mengantarkannya, “ngeselin!”
“Kalau kamu
menyukainya, jangan mengeluh. Lakukan.” Bisik Kevin setelah mengantarkan
Eirenne. Gadis itu tersenyum. Benar. Ia suka menyanyi. Suka menulis lagu. Ia
tak boleh mengeluh, “memiliki pacar yang berprestasi membuatku senang,”
bisiknya lagi kemudian pergi.
Mata Eirenne
berbinar. ‘berprestasi? Pokoknya tahun
ini gue harus dapet penghargaan lagi! Harus!’ ia memantapkan hatinya, ‘mungkin Kevin bukan pacar yang romantis
tapi ia pacar yang entahlah, gak ada hal buruk yang dilakukannya padaku.’
**
“Kapan pacar lo
dikenalin ke publik?”
“Kalau Kevin
ngizinin kapan aja boleh tapi gue takut nanti cewek-cewek banyak yang ngejer
dia karena dia itu.... dia itu.... seperti malaikat,” pipinya memerah sedang
sahabatnya hanya geleng-geleng kepala.
Sahabat Eirenne
tak mengerti kenapa Eirenne terlihat seperti gadis yang baru saja jatuh cinta
padahal sudah berpacaran hampir 4 tahun. Eirenne selalu tampak seperti gadis
yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
“Karena cinta itu
bukan sekedar kata-kata. Atau sikap yang romantis. Cinta lebih luas dari itu.
Dan, gue bener-bener jatuh cinta sama Kevin. Bukan cinta monyet atau cinta yang
biasa, lebih dari itu.”
Sahabatnya hanya
tepuk jidad merasa kalau Eirenne salah jatuh cinta dengan cowok sedingin es.
Tapi bagi Eirenne, Kevin tak sedingin itu, “udah gue bilang. Dia memang patung
tapi, saat sama gue, walaupun sedikit tapi kata-katanya bermakna luas. Dan dia
gitu cuma ke gue. Titik!”
**
Lanjutannya? Bentarrrrrr gue mau mikir dulu hihi ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar