“Jadi gue harus apa?
Ngelempar dia ke dasar matahari atau masukin racun tikus ke
makanannya?” ucap Karla ketus, “dih gue mah amit-amit,”
Jesika hanya bisa
menghela nafas mendengar ucapan temannya. Baginya, Karla terlalu berlebihan
untuk mengungkapkan sakit hatinya.
Kaki Jesika
berayun-ayun sambil menyenggol kaki Karla dengan sengaja. Mereka duduk di
pinggir kolam renang yang belum terisi air, “diem sih, buat tambah bete aja,”
“Yah Karla-Karla,
buat apa sih Kentaro di pikirin,” ia memandang Karla sejenak, “Ken itu baik
cuma….. ya cuma dia ngelakuin satu kesalahan terbesar,”
“Baik? Satu?
Huaaaa!” Karla mengamuk seperti anak kecil kehilangan balon.
**
Koridor sepi.
Tidak ada siapapun yang berlalu lalang seperti biasanya.
‘tumben sepi, apa gue dateng terlalu pagi?’
Karla jatuh
tersungkur setelah seseorang dengan tidak sengaja mendorongnya. Dengan refleks,
Karla bangkit dan hampir memarahi orang yang mendorongnya.
“Maaf,”
Bibir Karta
tertutup rapat, benar-benar rapat dan tidak ada sepatah katapun yang keluar.
Matanya terbelalak dengan apa yang di lihatnya.
‘Apakah aku bermimpi? Atau aku sedang terjatuh dari atas tebing dan
mati-lagi-mati’
Karla mencubit
pipinya lembut. Sekali lagi, lembut. Dan, sekali lagi lebih keras sampai sangat
keras. ‘Aku tidak bermimpi, ini nyata.
Semuanya benar-benar kacau’
Di pandangnya ke
sekitar koridor, sepi, hanya ada dia dan siswa itu.
“Kamu masih ingat
sama Aku?” Tanya siswa yang memakai seragam berbeda dengan ketentuan sekolah,
“Aku pindah kesini demi kamu, aku mau kita kembali, seperti dulu,”
Kepala Karla
mendadak sakit mencapai titik paling tinggi. Apa yang dilihatnya benar-benar
seperti mimpi. Lebih tepatnya mimpi terburuk yang pernah dialami.
“Hei Karla,” siswa
itu mencubit pipi Karla lembut, “Aku Noran, apakah kamu lupa sama Aku?”
Noran mendekat
pada Karla. Ia melangkah lagi, lebih dekat. Karla mundur tiga langkah, Noran
melangkah lagi sampai akhirnya Karla tidak bisa menghindarinya. ‘Tuhan, apakah tidak bisa membuatku tenang
hari ini? Aku terlalu pusing dengan Ken dan sekang, mengapa Kau datangkan Noran
di saat yang tidak tepat?’
Senyum Noran
merasuki mata Karla. Lebih dalam dan makin dalam tanpa berkedip.
“Oke!” Karla bicara, ia mendorong tubuh
Noran menjauh darinya, “gue inget siapa lo tapi, maaf gue buru-buru dan selamat
datang di sekolah gue. Semoga Anda nyaman, tuan Noran!”
Karla berbalik
badan, melangkah meninggalkan Noran, “tunggu!” Noran menarik tangannya,
mendekapnya erat, dan tentu saja, sangat lembut, penuh cinta, “Aku
bersungguh-sungguh, aku menyesali semua yang kulakukan,”
Ucapan Noran tidak
di hiraukan oleh Karla. Apapun yang terjadi, Karla ingin cepat ke kelas atau ia
akan pingsan dengan semua yang terjadi belakangan ini.
Karla tiba di kelasnya dengan selamat. Namun, ia harus bertemu mahluk mars
yang membuat kepalanya sakit lagi.
“Pagi sayang,”
sapa Ken dengan senyum cerahnya seperti tidak memiliki dosa pada Karla, “kamu
cemberut kenapa sayang?”
“Kamu? Maaf ya
kita udah putus jadi, siapa yang lo panggil ‘sayang’ itu tuan Kentaro?” ucapan
Karla begitu datar tanpa tinggi atau rendah, itu menunjukkan kalau dirinya
sedang marah, “maaf, gue mau duduk,”
Ia melempar tasnya
ke meja, duduk dengan tidak teratur dan terus mengacak-acak rambutnya. Seisi
kelas langsung memandanginya tapi, Karla tidak peduli.
‘bagi gue mantan ya mantan, putus ya
putus, titik! Kata balikan itu memuakkan! Menjijikan!’
Karla mencoba mengatur nafasnya. Menyamakan dengan keadaan kelas yang
tenang.
“Ayolah sayang, kamu pasti masih sayang kan sama aku?” suara Ken begitu
lembut, penuh harapan, “aku yakin itu, Karla,”
“Bisakah Anda diam tuan Ken?” pinta Karla serius.
‘Bisa-bisanya dia datang padaku setelah
sadar kalau pilihannya salah? Dia atau aku yang bodoh saat ini?’
Dua bulan lalu, Karla menemukan Ken sedang bermesraan dengan seorang siswi
SMA yang cukup cantik. Ia benar-benar marah pada Ken dan menamparnya.
Ketika itu, Karla tidak memutuskan Ken. Ia hanya bertanya apakah Ken lebih
memilih dirinya atau selingkuhannya tapi, pilihan Ken terlalu gila. Ken memilih
selingkuhannya.
Karla marah. Ia sangat marah dan berjanji tidak akan pernah menjadi pacar
Ken lagi untuk selamanya.
“Selamat pagi anak-anak,” Ibu Kepala Sekolah masuk dengan seorang siswa
pindahan. Ia menjelaskan panjang lebar tentang siswa tersebut dan ia berharap
kalau siswa di kelas Karla akan memberikan ucapan selamat datang dengan baik,
“baiklah, kalian dapat berkenalan dengannya lebih lama lagi, terimakasih,” Ibu
Kepala Sekolah keluar.
Para siswi di kelas berkerubungan ingin berkenalan dengan Noran. Wajah
Noran yang tampan dan ramah senyum membuat pesona tersendiri di mata
gadis-gadis.
“Karla,” Noran membuka jalan dari ramainya para siswi kelas. Ia melangkah,
menuju bangku Karla dengan senyum manisnya, “Aku kembali demi kamu,”
**
Kamar Karla bernuansa kekanak-kanakan. Dindingnya saja penuh dengan lukisan
tokoh kartun dan benda-benda yang ada seperti anak TK.
‘Terakhir kamar ini di ubah nuansanya saat
aku SMP. Ketika Noran masih disini, bersamaku,’
Karla menunduk, melihar kolong ranjangnya. Ia tersenyum lalu duduk dan
memperhatikan kolong ranjangnya. Ia melihat benda yang belum di buangnya.
‘Apakah aku harus mengambil benda itu dan
kukembalikan pada Noran ketika di kelas? Apakah harus seperti itu?’
Karla memasukkan kakinya ke kolong ranjang dan menarik benda itu dengan
kakinya. Sejenak, ia memandangi benda tersebut kemudian tertawa kecil.
“Karla,” Mama sudah ada di dalam kamar Karla, “bukankah itu hadiah dari
Noran yang tidak ingin kamu sentuh lagi?”
“Hm....” Karla tersenyum lalu keluar kamar.
‘Harus kuapakan kalung ini? Kubuang? Tapi,
sayang sekali apalagi kalung ini cukup mahal,’
**
“Karla! Cepet ke lapangan!” Jesika berteriak-teriak di kelas sambil mencari
Karla, “Karla, lo dimana?! Cepet muncul!”
“Ada apa?” Karla datang dari luar kelas, “gue di luar geh teriaknya di
kelas, ckck,”
Jesika langsung mencubit pipi Karla karena kesal, “lo tau nggak, Ken sama
Noran berantem di lapangan. Mereka bener-bener gila!”
Karla berlari bersama Jesika melihat yang terjadi sebenarnya. Ia ke lapangan
dan disana dua siswa sedang berkelahi.
“STOP!” Seorang guru menghentikan mereka, “ikut saya ke kantor!”
“Pak, tunggu,” Karla menghentikan guru tersebut, “saya mau bicara dengan
mereka 1 menit, boleh kan?”
“Baiklah, katakan disini saja,”
Karla mendekat pada kedua mantannya, “semua gara-gara kalian. Gara-gara
kalian, gue jadi pusing. Gara-gara kalian, kepala gue sakit. Gara-gara kalian,
sekarang seolah-olah gue jadi penyebab semua ini!” lalu Karla pergi
meninggalkan mereka.
**
Keberadaan Ken dan Noran di hidup Karla benar-benar membuatnya pusing.
Mereka tidak hanya saling berkelahi atau meliciki satu sama lain tapi, mereka
selalu merusak hari-harinya.
‘Mantan ya mantan! Itu masa lalu! Sekali
mantan ya mantan! TITIK!’
Karla terus menyusuri koridor sekolah yang ramai padahal jam tangannya
masih menunjukkan pukul tujuh pagi.
“ASTAGA!” teriak Karla ketika membaca selebaran tentang dirinya, “jadi,
mereka bener-bener gila?!”
Tertulis pada selebaran itu bahwa siapapun yang mendekati Karla akan berhadapan
dengan dua mahluk mars alias Ken dan Noran. Karla membaca berulang kali
selebaran itu bahkan fotonya ada disana. Ia marah, amarahnya memuncak, dan ia
benar-benar ingin menjambak rambut kedua mahluk itu.
“Karla,” sapa kedua cowok yang membuat Karla naik darah, “kita udah
baikan,” ucap Noran dengan senyum bahagianya, “kamu senang kan?”
“Setelah di pikir-pikir, kenapa nggak kita berdua aja yang jagain kamu,”
tambahi Ken, Karla melongo, “siapapun yang deketin kamu harus kita uji dulu,”
Bibir Karla tertutup. Ia marah tapi tidak bisa melampiaskannya. Ia ingin
menjambak kedua cowok itu tapi, tangannya tidak mampu bergerak. Karla hanya
menghela nafas sesaat lalu meninggalkan mereka.
‘Semoga saat aku dekat dengan seorang
cowok, mereka tidak akan benar-benar malakukan apa yang kupikirkan’
TAMAT
JUDUL : Semua gara-gara mantan
2 komentar:
Nice Blog
Terimakasih :)
Posting Komentar