TUGAS
PEMBERDAYAAN
LAUT DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DAN DAMPAK POSITIFNYA
Disusun
Oleh
AULA
NURUL MA’RIFAH 1860102011
PROGRAM STUDI
MAGISTER EKONOMI SYARIAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN
LAMPUNG
2018 M/1439 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
upaya mewujudkan negara yang maju dan mandiri serta masyarakat adil dan makmur,
Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan dan sekaligus peluang memasuki
millenium ke-3 yang dicirikan oleh proses transformasi global yang bertumpu
pada perdagangan bebas dan kemajuan IPTEK. Sementara itu, di sisi lain
tantangan yang paling fundamental adalah bagaimana untuk keluar dari krisis
ekonomi yang menghantam bangsa Indonesia sejak tahun 1997 dan mempersiapkan
perekonomian nasional dalam percaturan global abad 21. Dalam rangka, menjawab
tantangan dan pemanfaatan peluang tersebut, diperlukan peningkatan efisiensi
ekonomi, pengembangan teknologi, produktivitas tenaga kerja dalam peningkatan
kontribusi yang signifikan dari setiap sektor pembangunan.[1]
Bidang
kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari,
pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan, dan
jasa kelautan, merupakan andalan dalam menjawab tantangan dan peluang tersebut.
Pernyataan tersebut didasari bahwa potensi sumberdaya kejautan yang besar yakni
75% wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah laut dan selama
ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi keberhasilan
pembangunan nasional.[2]
Sumbangan yang sangat berarti dari sumberdaya kelautan tersebut, antara lain
berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar, peningkatan pendapatan masyarakat,
kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah.[3]
Dengan potensi wilayah laut yang sangat luas dan sumberdaya alam serta
sumberdaya manusia yang dimiliki Indonesia,
kelautan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kooperatif dan
keunggulan kompetitif untuk menjadi sektor unggulan dalam kiprah pembangunan
nasional dimasa depan.
Pembangunan
kelautan selama tiga dasawarsa terakhir selalu diposisikan sebagai pinggiran (peryphery)
dalam pembangunan ekonomi nasional.[4]
Dengan posisi semacam ini sektor kelautan dan perikanan bukan menjadi arus
utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi
ini menjadi menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan
lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar.[5]
Selain itu, Indonesia berada pada posisi
geo-politis yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, yang merupakan
kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan potitik.
Sehingga secara ekonomis-politis sangat logis jika kelautan dijadikan tumpuan
dalam perekonomian nasional.[6]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pemberdayaan laut yang telah dilakukan pemerintah dalam hal
pembangunan wilayah dalam aspek ekonomi?
2.
Bagaimana pandangan ekonomi Islam dalam hal pemberdayaan laut dalam hal
pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pemberdayaan laut yang telah dilakukan pemerintah untuk
pembangunan wilayah dari aspek ekonomi.
2.
Untuk mengetahui pandangan ekonomi Islam dalam hal pemberdayaan laut dalam hal
pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan
diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau
penguatan (strengthening) kepada masyarakat. Sumodiningrat mengartikan
keberdayaan masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan
masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.[7]
Rappaport
mengartikan pemberdayaan adalah “empowerment is viewed as a process : the
mechanism by which people, organization and communities gain mastery over their
lives”.[8] Artinya
pemberdayaan dipandang sebagai suatu proses: mekanisme bagaimana orang,
organisasi, dan masyarakat memperoleh penguasaan atas kehidupan mereka.[9]
Istilah
pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan yang
diinginkan oleh individu, kelompok, dan masyarakat luas agar mereka memiliki
kemampuan untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat
memenuhi keinginan-keinginannya, termasuk aksesibilitasnya terhadap sumberdaya
yang terkait dengan pekerjaanya, aktivitas sosialnya, dan lain-lain.
Pemberdayaan dapat diartikan juga sebagai upaya peningkatan kemampuan
masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat dan
atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, berorganisasi,
mempengaruhi, dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable)
demi perbaikan kehidupannya.[10]
Pengertian
tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan
setiap individu dan masyarakat baik antara lain dalam arti:[11]
a. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan
pangan.
b. Perbaikan kesejahteraan sosial
(pendidikan dan kesehatan)
c. Kemerdekaan dari segala bentuk
penindasan
d. Terjaminnya keamanan
e. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas
dari rasa takut dan kekhawatiran
Pemberdayaan
yang kini gencar menjadi program pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah adalah
pembangunan pada masyarakat desa. Pembangunan masyarakat desa dapat
didefinisikan sebagai suatu proses di mana orang-orang secara bersama-sama
dengan penjabat-penjabat pemerintah berusaha untuk memperbaiki keadaan
perekonomian, sosial, dan kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan,
mengintegrasikan masyarakat ini dalam kehidupan bangsa dan dapat membantu
membangun bangsa dan negara.[12]
Pembangunan
masyarakat desa memiliki dua unsur yaitu ikut sertanya penduduk sendiri dalam
usaha untuk memperbaiki tingkat hidupnya dengan inisiatif mereka sendiri dan
dibarengi bantuan-bantuan teknik serta lain-lain sedemikian rupa sehingga
memajukan inisiatif mereka untuk berusaha sendiri dan saling membantu.[13]
Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan pengertian
pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan
kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan,
perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui
penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.[14]
B. Pemberdayaan
Dalam Perspektif Islam
1.Al-Quran
Allah Swt berfirman dalm QS. Al- A’raf
ayat 10 bahwa telah menempatkan manusia di muka bumi dan telah menjadikan
penghidupannya di dunia. Ayat ini kaitannya dengan tamkin (pemberdayaan)
adalah manusia telah diciptkan oleh Allah di bumi agar berusaha.
وَلَقَدۡ مَكَّنَّٰكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلۡنَا
لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَۗ قَلِيلٗا مَّا تَشۡكُرُونَ ١٠
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan
bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.[15]
Allah Swt berfirman guna mengingat
hambanya akan anugrah yang telah diberikan kepada mereka yaitu Dia menjadikan
bumi berikut segala kebaikan yang terdapat di dalamnya, usaha dan manfaat yang
menjadi sarana penghidupan mereka. Walaupun anugrah Allah demikian banyak akan
tetapi sedikit sekali yang bersyukur.[16]
Allah menciptakan manusia di muka bumi
sekaligus juga menciptakan segala sarana untuk memenuhi kebutuhan bagi
kehidupan manusia. Sumber bagi penghidupan manusia Allah ciptakan segala sumber
daya alam, air dan lain sebagainya tetapi bukan untuk dipergunakan secara
semena-mena oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
Menjaga alam ciptaan Allah Swt merupakan
salah satu cara mensyukuri atas kebaikan yang telah Allah berikan kepada
manusia. Karena Allah berfirman amat sedikit manusia yang bersyukur, manusia
yang mempunyai rasa syukur itu lebih sedikit dari pada manusia yang lupa akan
nikmat yang diberikan kepadanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menjelaskan
bahwa Allah sangatlah menyukai orang-orang yang bersyukur kepada-Nya atas
nikmat yang telah diberikan.
“Dari
Anas bin Malik RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda,
'Sesungguhnya Allah akan merasa senang kepada seorang hamba yang memakan
makanan, lalu ia memuji Allah atas anugerah makanan tersebut atau ia meminum
minuman, lalu ia bersyukur kepada Allah atas anugerah minuman tersebut.'"[17]
(HR. Muslim)
Allah telah mencipatakan manusia di bumi
dengan segala kebaikan-Nya, dan juga memberikan kepahaman akan pengetahuan
kepada manusia sebagaimana hal ini Allah berfirman dalm QS. Al-Baqarah ayat 269
:
يُؤۡتِي ٱلۡحِكۡمَةَ
مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ وَمَا
يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٦٩
Artinya: Allah menganugerahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)[18]
Allah memberi keluasan kerunia-Nya dan
Allah mengetahui apa yang terbetik dalam hati dan yang bergetar dalam setiap
nurani manusia. Allah tidak hanya memberi harta saja dan tidak memberi ampunan
saja. Tetapi Allah memberi hikmah yaitu kelapangan dan kelurusan tujuan
mengerti sebab dan tujuannya dan menempatkan segala sesuatu pada porsinya
dengan penuh kesadaran.
Makna ulul albab’ ialah
menunjukkan kepada orang yang berakal sehat adalah orang yang selalu ingat dan
tidak lupa, orang yang selalu sadar dan tidak lengah, dan orang yang dapat
mengambil pelajaran sehingga tidak masuk dalam kesesatan, inilah merupakan
fungsi dari akal. Fungsinya adalah mengingat arahan-arahan, hidayah, dan petunjuk-petunjukNya
dan mengambil manfaat darinya sehingga tidak hidup dengan lengah dan lalai.[19]
Manusia oleh Allah Swt diberikan anugrah
yang banyak dan kepahaman tapi itu akan selalu diberikan kepada orang-orang
yang selalu bertawakal kepada Allah Swt yaitu orang-orang yang memperhatikan
perbuatannya karena mempersiapkan diri untuk di akhirat kelak. Hal ini
difirmankan oleh Allah Swt dalam QS. Al-Hasyr ayat 18 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.[20]
Takwa merupakan kondisi dalam hati yang
diisyaratkan oleh nuansa lafadznya, namun ungkapkan tidak selamanya
dapat menggambarkan hakikat. Takwa merupakan kondisi yang menjadikan hati
selalu waspada, menghadirkan dan merasakan Allah Swt dalam setiap keadaan. Ia
takut merasa bersalah dan malu bila Allah Swt mendapatinya berada dalam keadaan
yang dibenci oleh-Nya. Pengawasan atas setiap hati selalu terjadi setiap waktu
dan setiap saat. Jadi kapan seseorang merasa aman dari penglihatan Allah.[21]
Firman Allah Swt dalam QS. At-Taubah
ayat 105 menjelaskan bahwa manusia harus bekerja karena manusia bekerja juga
tidak lepas dari pengawasan Allah Swt.
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ
فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ
إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
١٠٥
Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.[22]
Tafsir ayat ini Mujahid berkata
bahwa ayat ini merupakan ancaman dari Allah Swt terhadap orang-orang yang
menyalahi perintah-perintahNya yaitu bahwa aneka amal mereka akan ditampilkan
kepada Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi, kepada Rasulullah dan kaum mu‟minin.[23]
Dasar hukum ini, jika dikaitkan
dengan pemberdayaan ekonomi adalah Allah Swt memberikan manusia anugrah berupa
sumber penghidupan dan al-hikmah yaitu kepahaman dan kecerdasan sehingga
manusia tetap bertawakal dan besyukur kepada Allah Swt. Hal
itu dilakukan dengan dengan memperhatikan apa yang dilakukannya (manajemen
dalam hidup), dan bekerja dengan tidak melanggar ketetapan Allah Swt sehingga
akan selamat dunia dan akhirat.
Kemudian dalam ayat lain disebutkan juga
tentang bagaimana keadaan laut yang diatasnya dapat mengapung kapal dalam QS
Asy Syura: 32
وَمِنۡ
ءَايَٰتِهِ ٱلۡجَوَارِ فِي ٱلۡبَحۡرِ كَٱلۡأَعۡلَٰمِ ٣٢
Artinya: Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal di tengah (yang berlayar) di
laut seperti gunung-gunung.[24]
Dan lihatlah
bagaimana nampaknya kapal tersebut dilautan yang disebutkan dalam Al-Quran
sebagai berikut:
وَلَهُ
ٱلۡجَوَارِ ٱلۡمُنشََٔاتُ فِي ٱلۡبَحۡرِ كَٱلۡأَعۡلَٰمِ ٢٤
Artinya: Dan
kepunyaan-Nya lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana
gunung-gunung.[25]
ٱللَّهُ
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ
بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡفُلۡكَ لِتَجۡرِيَ فِي
ٱلۡبَحۡرِ بِأَمۡرِهِۦۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡأَنۡهَٰرَ ٣٢
Artinya:
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari
langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan
menjadi rezeki untukmu;
dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai (QS
Ibrahim : 32)[26]
أَلَمۡ
تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡفُلۡكَ تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ
بِأَمۡرِهِۦ وَيُمۡسِكُ ٱلسَّمَآءَ أَن تَقَعَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦٓۚ
إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ٦٥
Artinya. Apakah
kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia[27]
۞ٱللَّهُ ٱلَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ ٱلۡبَحۡرَ لِتَجۡرِيَ
ٱلۡفُلۡكُ فِيهِ بِأَمۡرِهِۦ وَلِتَبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
١٢
Artinya:
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar
padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan
mudah-mudahan kamu bersyukur.[28]
Dalam
surat lain disebutkan bahwa Allah telah memberikan karunia di lautan untuk
diberdayakan oleh umat manusia di bumi ini sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam QS Lukman : 31 yaitu:
أَلَمۡ
تَرَ أَنَّ ٱلۡفُلۡكَ تَجۡرِي فِي ٱلۡبَحۡرِ بِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ لِيُرِيَكُم مِّنۡ
ءَايَٰتِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّكُلِّ صَبَّارٖ شَكُورٖ ٣١
Artinya:
Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut
dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari
tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur[29]
Dalam
surat-surat lain juga disebutkan bagaimana manusia dapat memanfaatkan atau
memberayakan laut yaitu:
وَهُوَ
ٱلَّذِي سَخَّرَ ٱلۡبَحۡرَ لِتَأۡكُلُواْ مِنۡهُ لَحۡمٗا طَرِيّٗا وَتَسۡتَخۡرِجُواْ
مِنۡهُ حِلۡيَةٗ تَلۡبَسُونَهَاۖ وَتَرَى ٱلۡفُلۡكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبۡتَغُواْ
مِن فَضۡلِهِۦ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٤
Artinya: Dan
Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur
Ayat-ayat diatas
adalah penyebutan laut di dalam Al-Quran dan bagaimana Allah telah memberikan
nikmatnya yang lautan yang luas untuk dimanfaatkan sebaik mungkin oleh manusia.
Hal ini artinya, ada perintah Allah agar manusia dapat memperdayakan laut,
bersyukur atas nikmatnya, dan melakukan pemberdayaan sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi Islam atau syariat Islam.
C.
Pemberdayaan Laut (Masalah-masalah di Indonesia)
Pembangunan kelautan atau bidang kelautan yang
didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut,
industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan,
merupakan sesuatu yang harus diberdayakan. Hal ini karena wilayah Indonesia
sebagian besar adalah wilayah kelautan.[30]
Salah satu pemberdayaan kelautan adalah adanya
pembangunan kelautan mulai dari pertambangan, pariwisata bahari, perikanan, dan
lain sebagainya yang berhubungan dengan laut.
1.
Diversifikasi Sumber Daya Pembangunan
Pertambangan sebagai salah satu sektor andalan dalam
pembangunan kelautan mempunyai potensi yang cukup besar. Potensi tersebut masih
memerlukan tindak lanjut melalui eksplorasi agar didapatkan cadangan baru
karena sumberdaya tersebut pada suatu saat akan habis. Pengembangan sumberdaya
baru dan diversifikasi sumberdaya pertambangan akan sangat menentukan
keberlanjutan pembangunan kelautan di sektor pertambangan. Namun demikian
pengembangan pertambangan di era otonomi daerah harus memberikan manfaat
eksploitasi kepada masyarakat lokal serta menghindari terjadinya konflik dengan
mereka dan sedapat mungkin meminimumkan kerusakan lingkungan yang
ditimbulkannya. Peningkatan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya
pertambangan dan energi harus mempertimbangkan koeksistensi dengan sektor
lainnya terutama sumberdaya pulih (renewable).[31]
2.
Pengembangan Pariwisata Bahari
Sektor pariwista bahari merupakan sektor yang paling
efisien dalam bidang kelautan, sehingga pengembangan kepariwisataan bahari
perlu mendapatkan prioritas. Pembangunan wisata bahari dapat dilaksanakan
melalui pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata secara optimal. Berbagai obyek
dan daya tarik wisata yang dapat dimanfaatkan adalah wisata alam (pantai),
keragaman flora dan fauna (biodiversity).
seperti taman laut wisata alam (ecotourism),
wisata bisnis wisata budaya, maupun wisata olah raga. Dengan potensi wisata
bahari yang tersebar di hampir sebagian besar kabupaten/kota yang memiliki
pesisir akan membawa dampak langsung yang sangat besar kepada pendapatan
masyarakat lokal dan pemerintah daerah.[32]
Kebijakan pemerintah untuk memperbolehkan kapal ikan
asing menangkap ikan di ZEE Indonesia jika dikaji secara komprehensif
mengandung belbagai kelemahan yang signiflkan. Dilihat dari perspektif konsep
rente ekonomi (economic rent),
kebijakan ini hanya memberikan keuntungan pada pengusaha nasional dan asing yang
akan memanfaatkannya. Di dalam perikanan, rente sumberdaya perikanan (fishery
resource rent) diartikan sebagai nilai manfaat bersih dari pemanfaatan
sumberdaya perikanan setelah seluruh komponen biaya diperhitungkan.[33]
Rente ekonomi ini adalah rente sumberdaya atau rente
perikanan (fishery rent), yang
merupakan manfaat (return) yang
seharusnya dinikmati oleh pemilik sumberdaya perikanan (pemerintah). Tetapi jika kebijakan pemerintah tentang penggunaan
kapal asing ini dikaji dari konsep rente ekonomi, maka kebijakan ini hanya
menguntungkan kepentingan pengusaha perikanan domestik yang kuat dan pengusaha
perikanan asing berkonspirasi dengan birokrasi. Dengan perkataan lain, rente
ekonomi hanya dinikmati oleh pengusaha perikanan domestik dan pengusaha
perikanan asing yang berkolusi dengan penguasa. Sekalipun ada mekanisme pengawasan
dan pengendaliannya, namun akibat keterlibatan birokrasi, maka law
enforcement menjadi tidak berarti. Belum lagi pihak pengusaha perikanan
domestik dan pengusaha asing berkonspirasi dengan aparat keamanan. Jika ini
terjadi, maka akan sulit sekali kebijakan ini diimplementasikan secara efektif
dan efisien. Ujungnya adalah kebijakan ini hanya menambah kehancuran sumberdaya
ikan berupa over fishing. Selain itu,
kebijakan ini juga tidak dapat memberikan multiplier
effect terhadap masyarakat khususnya nelayan kecil. Sementara itu dari sisi
skim kerjasama yang dikembangkan menurut analisis kebijakan publik, menunjukkan
adanya berbagai problem yang muncul jika kebijakan ini diterapkan. Problem
tersebut:
Pertama,
Pemberian lisensi dimana pengusaha perikanan nasional menjadi agen bagi
pengusaha asing untuk menangkap ikan di ZEEI merupakan suatu hal yang beresiko
terhadap keberlanjutan sumberdaya perikanan ZEEI. Dalam mekanisme ini tidak ada
instrumen pendukung yang mengefektifkan kebijakan pada tataran implementatif
baik berupa insentif maupun disinsentif. Jika hal ini terabaikan, maka
kebijakan ini sama halnya dengan kasus pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
yang akhirnya menghancurkan sumberdaya hutan. Kebijakan dengan sistem lisensi
ini akan sangat mudah dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan
dengan sumberdaya perikanan ini seperti oknum militer dan polisi, politisi dan
birokrasi, sehingga penyelewengan pemberian lisensi tak terelakan.[34]
Kedua,
skim sewa (Charter) dan sewa-beli (Leasing) pada dasarnya
memberikan kesempatan kepada perusahaan perikanan nasional untuk menyewa kapal
asing. Perbedaannya skim sewa dengan sewa-beli adalah kapal yang disewa-belikan
pada akhirnya akan dimiliki oleh perusahaan perikanan nasional. Dengan kedua
skim ini komposisi penggunaan tenaga kerja adalah 70% tenaga kerja dalam negeri
dan 30% tenaga kerja asing. Komposisi penggunaan tenaga kerja ini disesuaikan
dengan ukuran kapal dan jenis alat tangkap yang akan digunakan di ZEEI.
Persoalan dari kedua skim ini adalah lemahnya mekanisme perlindungan dan
pengawasan serta sanksi yang dikenakan kepada pengguna kapal asing di ZEEI
sehingga, tidak ada jaminan sumberdaya perikanan ZEEI akan lestari. Data
tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan ZEEI yang sudah dilakukan selama ini,
ternyata beberapa wilayah sudah mengalami eksploitasi secara berlebihan,
seperti Selat Malaka dan Laut Arafura. Masalahnya adalah jangan sampai
kebijakan dengan skim ini hanya menduplikasi model masa lalu yang implikasinya
menghancurkan sumberdaya perikanan nasional dan merugikan nelayan lokal. Secara
faktual pengusaha perikanan domestik yang menggunakan fasilitas semacam ini
dimasa lalu hanya menjadi “mafia” yang dibecking oleh oknum militer dan
kekuasaan.[35]
Ketiga,
skim kemitraan (partnership) yang dilakukan oleh pengusaha perikanan
nasional dan pengusaha pemilik kapal ikan asing. Jadi dalam skim ini bentuknya
seperti sistem agen (agency). Anehnya dalam skim ini pengusaha domestik
yang bermitra dengan pemilik kapal penangkap ikan asing syaratnya adalah
mempunyai kapal penangkap ikan. Jika persyaratan ini terpenuhi, maka pengusaha
perikanan domestik akan mendapatkan izin untuk bermitra dengan pemilik kapal
penangkap ikan asing. Resiko dari skim ini adalah orang atau badan hukum yang
akan bermitra dengan pihak asing bisa saja tidak memiliki kapal, tetapi dia
akan menggunakan kapal ikan pengusaha perikanan lain, sehingga mendapatkan izin
penggunaan kapal ikan berbendera asing. Dengan perkataan lain dia hanya menjadi
"broker" dari pengusaha kapal ikan asing.[36]
Jika kebijakan pemerintah tentang penggunaan kapal
ikan asing dengan skim yang dikembangkan seperti uraian di atas tanpa disertai
dukungan instrumen kelembagaan yang kuat, maka model kebijakan ini hanya
melegitimasi "gejala kompradorisasi" –meminjam istilah
Neo-Marxis – dalam sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap. Pengurangan
dan kemudian penghapusan kapal ikan asing yang beroperasi di Indonesia sangat
penting bagi peningkatan kemampuan armada nasional dan kesejahteraan nelayan
Indonesia.[37]
3.
Pembangunan Perikanan
Salah satu
persoalan mendasar dalam pembangunan perikanan adalah lemahnya akurasi data
statistik perikanan. Data perikanan di berbagai wilayah di Indonesia biasanya
berdasarkan perkiraan kasar dari laporan dinas perikanan setempat. Belum ada
metode baku yang handal untuk dijadikan panduan dinas-dinas di daerah setempat
dalam pengumpulan data perikanan ini.[38]
Bagi daerah-daerah yang memiliki tempat atau pelabuhan pendaratan ikan biasanya
mempunyai data produksi perikanan tangkap yang lebih akurat karena berdasarkan
pada catatan jumlah ikan yang didaratkan. Namun demikian akurasi data produksi
ikan tersebut pun masih dipertanyakan berkaitan dengan adanya fenomena
transaksi penjualan ikan tanpa melalui pendaratan atau transaksi ditengah laut.
Pola transaksi penjualan semacam ini menyulitkan aparat dalam menaksir
jumlah/nilai ikan yang ditangkap di peraiaran laut di daerahnya. Apalagi dengan
daerah-daerah yang tidak memiliki tempat pendaratan ikan seperti di kawasan
pulau-pulau kecil di Indonesia maupun berkembangnya tempat-tempat pendaratan
ikan swasta atau ‘TPI Swasta’ yang sering disebut tangkahan-tangkahan seperti
yang berkembang di Sumatera Utara.[39]
Bagaimana pemerintah akan menerapkan kebijakan
pengembangan perikanan bila tidak didukung dengan data-data yang akurat. Apakah
ada jaminan pemerintah mampu membongkar sistem penangkapan ikan yang
carut-marut dan tiap-tiap daerah yang mempunyai bentuk dan pola yang
berbeda-beda. Keadaan sistem yang mampu memonitor setiap aktivitas penangkapan
di daerah-daerah menjadi satu kelemahan yang terpelihara sejak dulu. Celah
kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihakpihak yang terkait untuk
memperkaya diri dari hasil perikanan tangkap. Sehingga isu kebocoran devisa
dengan adanya pencurian ikan menggambarkan kelemahan sistem manajemen
pengelolaan perikanan nasional.[40]
Tanpa mengetahui karakter atau pola/jaringan bisnis
penangkapan ikan yang dilakukan masyarakat atau para nelayan yang bermodal
diberbagai daerah atau sentrasentra penangkapan ikan, maka kebijakan perijinan
ulang terhadap usaha penangkapan ikan ini akan terdapat peluang korupsi dan
kolusi. Ditengarai dengan pola/jaringan bisnis perikanan tangkap sudah terbiasa
dengan budaya KKN, maka mekanisme kolusi dan korupsi di dalam bisnis
penangkapan ikan ini harus diatasi secara sistematis.[41]
Kebijakan pembangunan perikanan pada masa yang akan
datang hendaknya didasarkan pada landasan pemahaman yang benar tentang peta
permasalahan pembangunan perikanan itu sendiri, yaitu mulai dari permasalahan
mikro sampai pada permasalahan di tingkat makro yang mengarah pada pemberdayaan
masyarakat nelayan. Permasalahan mikro yang dimaksudkan adalah pensoalan
internal masyarakat nelayan dan petani ikan menyangkut aspek sosial budaya
seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Aspek ini yang mempengaruhi
sifat dan karakteristik masyarakat nelayan dan petani ikan. Sifat dan
karakteristik tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha seperti usaha
perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengolahan hasil
perikanan. Kelompok masyarakat ini memiliki sifat unik berkaitan dengan usaha
yang dilakukannya. Karena usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga
dan pasar maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir (khususnya nelayan
dan petani ikan) tergantung pada faktor-faktor tersebut yaitu:[42]
a)
Kehidupan
masyarakat nelayan dan petani ikan menjadi amat tergantung pada kondisi
lingkungan atau rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi
kualitas lingkungan.
b)
Kehidupan
masyarakat nelayan sangat tergantung pada musim. Ketergantungan terhadap musim
ini akan sangat besar dirasakan oleh nelayan-nelayan kecil.
c)
Persoalan
lain dari kelompok masyarakat nelayan adalah ketergantungan terhadap pasar. Hal
ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik
ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat
peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat
mempengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.
Namun demikian di balik ketiga persoalan tersebut
sebenarnya ada persoalan yang lebih mendasar yaitu persoalan sosial dalam
konteks makro menyangkut ketergantungan sosial (patron client). Karena
faktor kelemahan yang dimiliki sebagian besar nelayan (nelayan kecil dan
pandega), mereka tidak bisa menghindari adanya sistem sosial yang tanpa atau
disadari menjeratnya ke dalam "Iingkaran setan" kemiskinan. Sistem
sosial ini sudah begitu melembaga pada masyarakat nelayan. Persoalan inilah
yang seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah dalam melakukan pemberdayaan
nelayan dan pembudidaya ikan. Semestinya ada instrumen kebijakan yang mampu
secara efektif mengurangi (kalau tidak dapat menghilangkan) sistem sosial yang
tidak memungkinkan nelayan kecil keluar dari lingkaran kemiskinan. Seperti
menciptakan skenario baru model-model pembiayaan untuk pemberdayaan nelayan dan
pembudidaya ikan melalui penguatan kelembagaan dan kemampuan bisnis masyarakat
pesisir menjadi sangat mendesak untuk diimplementasikan.[43]
4.
Pengembangan Industri Maritim
Industri maritim merupakan salah satu industri
strategis yang dipilih sebagai suatu bagian dari berbagai ujung tombak industri
berbasis teknologi dan strategi globalisasi demi melancarkan pembangunan dalam
negeri dan kemajuan peranan Indonesia dalam persaingan internasional. Industri
maritim Indonesia sangat berpotensi dalam menjawab tantangan-tantangan masa
depan dan memberi nilai tambah yang cukup tinggi untuk produk–produk
transportasi laut yang dapat menghasilkan tambahan devisa ekspor.[44]
Secara umum, industri maritim nasional relatif
tertinggal jauh dari berbagai negara, padahal industri maritim yang termasuk di
dalamnya industri galangan kapal dan jasa perbaikan (docking), industri
mesin kapal dan perlengkapannya, industri pengolahan minyak dan gas bumi sangat
menentukan kemampuan nasional dalam memanfaatkan potensi laut. Kemampuan bangsa
Indonesia dalam industri maritim sangat terbatas karena tingginya nilai
investasi yang harus ditanamkan di dalamnya, serta masih terbatasnya kemampuan
teknologi dan kualitas sumberdaya manusia yang handal sehingga produk industri
maritim kita secara umum tidak bisa menyaingi produk impor, untuk itu
diperlukan strategi, yang komprehensif dalam mengembangkan industri maritim,
dalam hal ini harus didukung dengan kebijakan yang berpihak pada kemampuan
sendiri.[45]
5.
Pembangunan Kelautan
Pembangunan kontruksi di pesisir dan laut memerlukan
kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (Design with the Nature)
pesisir dan laut yang memiliki kondisi ekosistem dan fisik berbeda dengan
daratan. Dengan demikian faktor bangunan kelautan (kegiatan penyiapan lahan
sampai kontruksi di pesisir dan bangunan lepas pantai) harus dikaji dengan
seksama agar tidak menimbulkan bencana yang berdampak pada manusia dan
lingkungan serta sumberdaya alam (kasus reklamasi Teluk Jakarta dan Manado).
Kebijakan pemerintah membentuk Departemen Kelautan
dan Perikanan (DKP) merupakan suatu keputusan ekonomi politik dari proses
perubahan yang mendasar di tingkat makro kebijakan ekonomi nasional. Tetapi,
keputusan politik tidak hanya sampai pada pembentukan departemen tersebut,
tetapi harus ada sebuah visi bersama pada semua level institusi negara yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan kelautan (ocean policy) dengan implikasi
secara ekonomi adalah sektor kelautan akhirnya menjadi arus utama dalam
kebijakan pembangunan nasional. lnilah yang kemudian menjadi tugas besar dari
semua komponen bangsa untuk menjawab problem struktural bangsa yakni
kemiskinan, keterbelakangan dan ketergantungan terhadap negara maju yakni
bertambahnya jumlah utang yang dibebankan kepada rakyat. Sebagaimana diketahui
sektor kelautan semasa orde baru merupakan sektor yang tertinggal dilihat dari
rendahnya tingkat pemanfaatan sumberdaya, teknologi, tingkat kemiskinan dan
keterbelakangan nelayan yang paling parah dibanding kelompok sosial lainnya, daya
serap kesempatan kerja sangat rendah, minat investasi terutama dalam skala
menengah danbesar relatif kurang karena risikonya yang cukup tinggi,
membutuhkan jumlah pendanaan yang besar walaupun juga menjanjikan keuntungan
yang menarik. Namun demmikian, permasalahan yang sampai saat ini menjadi
pertanyaan besar adalah mampukah pemerintah mengelola potensi kelautan dan
perikanan yang begitu besar untuk kepentingan perekonomian nasional dengan
hanya mengandalkan kehadiran sebuah departemen, tanpa keterkaitan dan
koordinasi dengan institusi negara yang lainnya? Mengingat dari sekian lama
sejarah pembangunan, kelautan dan perikanan kontribusi sektor untuk penerimaan
negara tidak signifikan. Indikator ini yang menjadi sebab sektor ini tidak
populer semasa orde baru.[46]
Persoalan warisan masa lalu yang menjadi hambatan
pembangunan kelautan dan perikanan saat ini adalah soal maraknya pencari rente
baik ditingkat pusat maupun daerah yang sukar untuk diputus jaringannya, baik
secara ekonomi melalui sistem yang monopolistik/oligopolistik secara integrasi
vertikal. Maupun, secara politik yang dibangun atas komitmen-komitmen di antara
institusi negara dan kalangan pengusaha yang menimbulkan fenomena birokrasi
rente. Pada masa lalu para pencari rente ini leluasa mengeksploitasi sumberdaya
kelautan dengan melakukan berbagai macam kecurangan dan pelanggaran. Rente
ekonomi yang semacam inilah tidak mudah diputus atau dihilangkan begitu saja
sampai saat ini sebab mereka mempunyai jaringan yang sangat kuat. Kalau hanya
dengan keberadaan sebuah departemen seperti DKP, maka untuk menuntaskan problem
ekonomi politik ini tidak cukup dan mampu untuk melakukan karena akan
berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang non negara yang memiliki jaringan yang
kuat. Terkecuali, semua institusi negara memiliki komitmen yang sama untuk
memutuskan hat itu. Dalam konteks itulah Ocean Policy menjadi sebuah pilihan
politik yang harus dilakukan pemerintah dan semua komponen bangsa untuk
mengedepankan sektor kelautan dalam kebijakan pembangunan nasional. Untuk
memformulasikan kebijakan tersebut masih dilihat secara kesejarahan bahwa
kemajuan peradaban bangsa Indonsia dibangun dari kehidupan masyarakat yang
sangat tergantung dengan sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian dari era
kemerdekaan sampai dengan saat ini belum ada kebijakan mengelola sumberdaya
kelautan secara terpadu dibawah satu koordinasi lembaga negata. Memang pada
jaman orde lama pernah ada Departemen maritim, namun Departemen tersebut hanya
sekedar mengurusi masalah perhubungan laut, industri maritim dan perikanan.
Sebagai negara yang memiliki wilayah laut yang luas beserta potensi sumberdaya
alam didalamnya, semestinya Indonesia memiliki kebijakan nasional kelautan (Ocean
national policy), yang dikoordinasikan oleh sebuah institusi negara mulai
dari pusat sampai ke daerah.
Dengan demikian kebijakan otonomi daerah termasuk di
wilayah laut merupakan sebuah pilihan politik yang diharapkan mampu menjaga
keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan. Hal ini
penting karena sistem pemerintahan sentralistik yang sudah berlangsung selama
32 tahun terbukti telah menghancurkan sumberdaya alam. Oleh karena secara
ekonomi politik suatu sistem pemerintahan sentralistik terbukti membawa berbagai
kecenderungan buruk yakni (1) politik yang tidak demokratis; (2) korupsi; (3)
rent-seeking activities yang memperburuk social welfare loss bagi masyarakat;
dan (4) moral hazard. Fenomena semacam ini juga terjadi dalam bidang sektor
perikanan di masa Orde Baru. Oleh karena itu, fenomena korupsi dan
otoritarianisme bisa saja muncul di daerah-daerah pada saat ini dikala otonomi
diimplementasikan di daerah termasuk di wilayah laut. Hal ini penting karena
kondisi politisi dan birokrat di daerah bersifat homogen akibat proses
rekruitmen dengan tradisi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), sehingga
cenderung memiliki "kerakusan" yang luar biasa untuk tetap menguasai
anggaran dan sumbers-sumber keuangan daerah. Akibatnya selanjutnya adalah KKN
di daerah akan semakin kuat.[47]
Di sisi lain aktivitas rent seeking skalanya akan
lebih besar di daerah, karena rentseekers yang dulunya bermain di tingkat pusat
pada masa Orba bergeser ke daerah. Orientasi pergeseran ini dilakukan karena
mereka dapat mengeluarkan biaya yang lebih rendah untuk mendapatkan rente yang
lebih besar. Selain itu, birokrat dan politisi daerah akan mulai menyadari
betapa strategisnya posisi mereka, sehingga mengadopsi pola Orba yang pernah
digunakan birokrat dan politisi di pusat menjadi keniscayaan. Dengan perubahan
rejim pemerintahan sekarang ini, maka sumberdaya alam kelautan di daerah yang
diklaim sebagai komoditi unggulan akan dengan mudah dikuasai dan dihancurkan
oleh para kapitalis. Karena itu, jika tidak disertai prasyarat yang kondusif
dalam pengelolaan sumberdaya alam sektor kelautan era otonomi daerah
dikhawatirkan otonomi daerah tidak serta-merta akan memperbaiki kegagalan dari
sistem sentralistik. lnilah yang kemudian menjadi problem yang harus
diantisipasi dalam rangka implementasi otonomi daerah di wilayah laut.[48]
D.
Pemberdayaan Laut Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Analisis)
Pemberdayaan
laut yangmana dapat diartikan sebagai pembangunan kelautan dari sektor
perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritime, perhubungan
laut, bangunan kelautan, jasa kelautan, dan lain sebagainya telah dilakukan
oleh pemerintah dari waktu ke waktu baik dari segi kebijakan, peraturan, maupun
hal-hal terkait lainnya.
Dalam
Islam, pemberdayaan seperti ini tentu dibahas baik di Al-Quran maupun sunnah.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya dalam QS. Al-A’raf : 10 bahwasanya
dalam ayat ini disebutkan Allah telah menjadikan bumi berikut segala kebaikan
didalamnya, usaha, dan manfaat luas agar menjadi sarana penghidupan manusia.
Hanya saja, sedikit sekali manusia yang bersyukur padahal Allah telah
menciptakan segala sumber daya untuk memenuhi kebutuhan penghidupan manusia
untuk digunakan sebaik-baiknya bukan semena-mena tidak bertanggung jawab.
Seperti dalam hal pemberdayaan laut, laut dan segala isinya baik dari wisata
bahari hingga pertambangan laut adalah segala sesuatu yang diberikan Allah
untuk dimanfaatkan sebaik mungkin.
Pemberdayaan
laut yang telah dilakukan pemerintah dipandang dalam perspektif Islam cukup
baik karena apa yang dilakukan pemerintah baik dari segi kebijakan dan
peraturan adalah untuk kebaikan penduduknya sendiri serta untuk pembangunan
wilayah. Sayangnya, kata cukup artinya
belum sempurna. Hal ini karena, melihat dari segi kebijakan dan peraturan lagi,
masih ada hal-hal yang dirasa kurang sesuai atau hanya menguntungkan satu pihak
(tidak seimbang) sedangkan Islam mengajarkan manusia agar adanya keseimbangan
baik dari segi ekonomi maupun hal lainnya. Keseimbangan ini salah satunya
bagaimana kebijakan tersebut lebih condong mengarah untuk kepentingan pengusaha
besar maupun pengusaha asing terutama dalam hal pengambilan ikan maupun
pertambangan sedangkan masyarakat menengah kebawah tidak menerima dampak positif
yang cukup signifikan atas peraturan maupun kebijakan tersebut. Namun,
pemerintah juga dalam hal ini tidak bisa disalahkan karena bagaimanapun
pemerintah dalam mengambil kebijakan akan selalu memikirkan sisi-sisi negative
dan positif dari segala hal yang telah menjadi keputusan.
Dalam
pemberdayaan laut dari segi pertambangan, pemerintah sadar akan potensi besar
yang dimiliki oleh negara kita dan masih memerlukan tindak lanjut melalui
eksplorasi agar didapatkan cadangan baru karena sumber daya tersebut pada suatu
saat akan habis jika tidak ada pengembangan sumber daya baru dan diversifikasi
sumberdaya pembangunan untuk menentukan keberlanjutan pembangunan kelautan di
sektor pertambangan. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah pengembangan
pertambangan ini harus memberikan manfaat kepada masyarakat lokal serta
menghindari konflik dengan mereka dan sedapat mungkin meminalisir kerusakan
lingkungan. Peningkatan aktivitas dari sumber daya pertambangan harus
mempertimbangkan koeksistensi dengan sektor lainnya terutama sumber daya pulih
(renewable). Selain itu seperti dalam wisata bahari untuk keragaman flora dan fauna haruslah dijaga karena pemanfaatan wisata yang berlebihan
tanpa pemeliharaan lingkungan akan berdampak negative dalam waktu panjang dan
membutuhkan waktu lebih lama dalam pemulihannya.
Dalam
hal ini, Islam telah membahasnya bahwasanya menjaga alam ciptaan Allah SWT
merupakan salah satu cara mensyukuri atas kebaikan yang telah Allah berikan
kepada manusia seperti dalam halnya menjaga sumber daya pertambangan tersebut.
Allah
berfirman amat sedikit manusia yang bersyukur, manusia yang mempunyai rasa
syukur itu lebih sedikit dari pada manusia yang lupa akan nikmat yang diberikan
kepadanya. Ini terjadi seperti adanya eksploitasi besar-besaran, pemanfaatan
sumber daya laut yang tanpa batas dan tanpa memikirkan dampak buruk untuk masa
mendatang, pemanfaatan tanpa perbaikan, dan lain sebagainya yang dapat
dipandang sebagai cara tidak bersyukurnya manusia atas nikmat Allah SWT.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah Saw menjelaskan bahwa Allah sangatlah menyukai
orang-orang yang bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah diberikan.
“Dari
Anas bin Malik RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda,
'Sesungguhnya Allah akan merasa senang kepada seorang hamba yang memakan
makanan, lalu ia memuji Allah atas anugerah makanan tersebut atau ia meminum
minuman, lalu ia bersyukur kepada Allah atas anugerah minuman tersebut.'"
(HR. Muslim)
Kemudian, dalam QS Al-Baaqarah : 269
disebutkan bahwa Allah telah mencipatakan manusia di bumi dengan segala
kebaikan-Nya, dan juga memberikan kepahaman akan pengetahuan kepada manusia. Allah
memberi keluasan kerunia-Nya dan Allah mengetahui apa yang terbetik dalam hati
dan yang bergetar dalam setiap nurani manusia. Allah tidak hanya memberi harta
saja dan tidak memberi ampunan saja. Tetapi Allah memberi hikmah yaitu
kelapangan dan kelurusan tujuan mengerti sebab dan tujuannya dan menempatkan
segala sesuatu pada porsinya dengan penuh kesadaran. Ini artinya, Allah tidak
hanya memberikan harta maupun ampunan saja namun hampir seluruh hal Allah
berikan seperti menempatkan segala sesuatu pada porsi manusia dengan manusia
itu sadar artinya manusia itu berakal dan dapat berpikir. Hal ini artinya, segala
hal yang telah Allah berikan kepada manusia dibumi adalah untuk dimanfaatkan
dengan akal pikiran bagaimana cara manusia tersebut memanfaatkannya,
menjaganya, maupun untuk membuat segala sumber daya terutama sumber daya laut
agar tidak rusak namun juga dapat dimanfaatkan secara luas oleh seluruh
kalangan masyarakat.
Manusia oleh Allah Swt diberikan anugrah
yang banyak dan kepahaman tapi itu akan selalu diberikan kepada orang-orang
yang selalu bertawakal kepada Allah Swt yaitu orang-orang yang memperhatikan
perbuatannya karena mempersiapkan diri untuk di akhirat kelak. Dalam QS.
Al-Hasyr ayat 18 dikatakan bahwa ‘…bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ ini artinya
segala sesuatu yang dilakukan manusia dibumi ini baik untuk memanfaatkan sumber
daya laut berupa pertambangan, wisata bahari, industry maritime, dan lain
sebagainya adalah hal yang harus dipertanggung jawabkan oleh manusia di akhirat
kelak. Segala hal yang dilakukan manusia dalam hidup ini terutama dalam segala
sumber daya tidak luput dari pandangan Allah yang tidak bisa disembunyikan oleh
manusia sehingga segala keburukan dan kebaikan akan dilihat dari segala sudut. Pengawasan
atas setiap hati selalu terjadi setiap waktu dan setiap saat. Jadi kapan
seseorang merasa aman dari penglihatan Allah.
Dalam memanfaatkan sumber daya ini tentu
manusia hanya bekerja. Bekerja dalam hal ini bukan hanya fisik namun akal dan
pikiran jadi secara tidak langsung disini ditekankan bahwa bukan hanya
pemerintah saja yang memikirkan bagaimana pemberdayaan laut yang optimal namun
semua lapisan masyarakat harus berkontribusi aktif karena sama-sama bertanggung
jawab atas nikmat Allah di bumi ini. Firman Allah Swt dalam QS. At-Taubah ayat
105 menjelaskan bahwa manusia harus bekerja karena manusia bekerja juga tidak
lepas dari pengawasan Allah Swt.
Ayat ini merupakan ancaman dari Allah
Swt terhadap orang-orang yang menyalahi perintah-perintahNya yaitu bahwa aneka
amal mereka akan ditampilkan kepada Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi,
kepada Rasulullah dan kaum mukminin. Artinya, manusia yang menyalahi
perintahnya dalam hal ini yang dibahas adalah pemberdayan laut maka akan
dipertanggung jawabkan dan ditampilkan dihadapan Allah secara keseluruhan.
Dasar hukum ini, jika dikaitkan dengan
pemberdayaan ekonomi terutama pemberdayaan laut adalah Allah Swt memberikan
manusia anugrah berupa sumber penghidupan dan al-hikmah yaitu kepahaman
dan kecerdasan sehingga manusia tetap bertawakal dan besyukur kepada Allah Swt.
Hal itu dilakukan dengan dengan memperhatikan apa yang dilakukannya (manajemen
dalam hidup), dan bekerja dengan tidak melanggar ketetapan Allah Swt sehingga
akan selamat dunia dan akhirat. Bekerjalah dengan tidak merusak apa yang telah
Allah berikan kepada manusia di bumi ini. Dan bekerjalah untuk kebaikan sesama
umat di jalan Allah SWT.
E.
Dampak Positif Pemberdayaan Laut
Pemberdayaan yang dapat diartikan agar
masyarakat luas dapat memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan serta
mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi keinginan termasuk dalam
aksesbilitasnya terhadap sumberdaya yang ada adalah sebagai berikut:
1.Meningkatkan
Kesejahteraan
Pemberdayaan yang maksimal dengan
pemanfaatan yang baik tentu akan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.
Hal itu seperti pemberdayaan untuk tangkapan ikan dilaut sebagai contohnya atau
sektor pariwisata bahari yang akan meningkatkan perekonomian warga sekitar.
Peningkatan pendapatan ini secara langsung akan meningkatkan perekonomian warga
sekitar yang artinya tingkat kesejahteraan meningkat setidaknya tingkat/untuk
hal primer seperti terpenuhinya kebutuhan pokok sehari-hari, pendidikan, serta
kesehatan. Islam menekankan agar adanya kesejahteraan masyarakat yang merata.
2.Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Dampak positif dalam arti lebih luas
adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah atau pendapatan wilayah untuk
pembangunan wilayah tersebut. Kontribusi sektor-sektor baik dari pariwisata,
pertambangan laut, industry maritim, dan lain sebagainya jika dioptimalkan
dengan baik akan memberikan sumbangsih bagi wilayah yang dapat digunakan untuk
pembangunan berkelanjutan. Dalam Islam, hal ini dibenarkan selama cara-cara
pemberdayaan tersebut tidak merusak lingkungan baik lingkungan alam maupun
sosial karena Islam menyatakan tentang distribusi pendapatan yang merata.
3.Penguatan Pembangunan Nasional
Pembedayaan laut yang maksimal dengan
pengelolaan yang tepat akan membuat terpenuhinya kebutuhan dari sumber daya
laut di negara itu sendiri maupun dapat melakukan ekspor. Penguatan ekspor dari
sektor ini menunjukkan adanya nilai lebih dari sektor yang berasal dari laut
baik sektor industry, pertambangan, pariwisata, dan lain sebagainya. Dengan
tingginya ekspor dan terpenuhinya kebutuhan dalam negeri tentu akan berdampak
pada pendapatan nasional negara yang dapat menguatkan pembangunan. Hal ini
dipandang dalam Islam adalah baik karena pembangunan berkelanjutan akan membawa
kesejahteraan meluas bagi seluruh penduduk yang bertempat disuatu negara.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Sumberdaya kelautan memiliki potensi
yang besar untuk pengembangan ekonomi nasional, namun demikian pemanfaatannya
harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakkan ekosistemnya.
Dalam ekonomi Islam, pemberdayaan laut harus dilakukan sesuai tatanan atau
kaidah syariah yangmana segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam melakukan
pemberdayaan tak hanya akan dipandang manusia saja namun dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah SWT.
B.
Saran
Manusia baik masyarakat luas maupun
pemerintah dan segala lapisannya diharapkan agar memanfaatkan segala sumber
daya terutama sumber daya laut dalam pemberdayaannya untuk melihat dampak luas
terhadap segala sesuatu yang akan dilakukan serta mengingat bagaimana
pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak.
Daftar Pustaka
G.
Sumodiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Edisi
Kedua (Jakarta: Bina Reka Pariwara, 1997)
J.
Rappaport, Studies in Empowerment: Introduction to he Issue, Prevention In
Human Issue (USA: 1984),
Totok
Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
Kebijakan Publik, Cet. Ke-3 (Bandung: Alfabeta, 2015)
Irawan
dan M.Suparmoko, Ekonomika Pembangunan, Edisi Keenam, Cet. Kedua
(Yogyakarta: BPFE, 2008)
Muhammad
Nasib Ar-Rifa‟I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Cetakan Ke 2
(Jakarta: Gema Insani, 2007)
Sayyid
Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid II (Beirut: Darusy-Syuruq, 1412
H/1992M)
Prof.
Dr. Ir. H Tridoyo Kusumastanto, MS, Pemberdayaan
Sumber Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor)
[1] Bungaran
Antonius Simanjuntak, Konsepku Mensukseskan Otonomi Daerah: Membangun
Indonesia Berkeadilan Sosial-Ekonomi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2017), h.41.
[3] Tridoyo
Kusumastanto, Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan
Laut Dalam Abad XXI (Bogor: Institut Pertanian Bogor), h.2.
[4] Didik Heru
Purnomo, Tahun 1511, Lima Ratus Tahun Kemudian (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2013), h.236.
[6] Opini
Alumni Pasca Sarjana Universitas Sultan Hasanudin Makassar Pada Hari Rabu 2
Agustus 2017, diakses dari http://detak.co/detail/berita/perencanaan-pembangunan-sektor-kelautan-dan-perikanan-sebagai-pilar-ekonomi-nasional diakses pada Oktober 2018.
[7] G. Sumodiningrat, Pembangunan
Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, Edisi Kedua (Jakarta: Bina Reka
Pariwara, 1997), h. 5.
[8] J. Rappaport, Studies
in Empowerment: Introduction to he Issue, Prevention In Human Issue (USA:
1984), h. 9.
[10] Totok
Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif
Kebijakan Publik Cet. Ke-3 (Bandung: Alfabeta, 2015), h.23
[11] Totok Mardikanto dan
Poerwoko Soebiato, Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik,
Cet. Ke-3 (Bandung: Alfabeta, 2015), h.28
[12] Irawan dan
M.Suparmoko, Ekonomika Pembangunan, Edisi Keenam, Cet. Kedua
(Yogyakarta: BPFE, 2008), h. 308.
[13] Susi Wuri
Ani, Mei Tri Sundari, dan Ernoiz Antriyandarti, Pengembangan Desa Wisata
Rumah Dome Berbasis Agroindustri Pangan Lokal (Kajuan Deversifikasi Ketela
Pohon di Desa Wisata Rumah Dome Prambanan) (Universitas Sebelas Maret:
Agrokomika Volume 2, nomor 2, Oktober 2013), h.120.
[16] Muhammad Nasib
Ar-Rifa‟I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, Cetakan Ke 2 (Jakarta:
Gema Insani, 2007), h.340.
[30] Prof. Dr. Ir. H
Tridoyo Kusumastanto, MS, Pemberdayaan
Sumber Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor)
[31] Tridoyo
Kusumastanto, Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan dan Perhubungan
Laut Dalam Abad XXI (Bogor: Institut Pertanian Bogor), h.7.
[33] Tridoyo
Kusumastanto, MS, Pemberdayaan Sumber
Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor), h.8
[35] Tridoyo
Kusumastanto, MS, Pemberdayaan Sumber
Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor), h.9
[37] H Tridoyo
Kusumastanto, MS, Pemberdayaan Sumber
Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor), h.10
[38] Indah Susilowati, Menuju
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Yang Berbasis pada Ekosistem:
Studi Empiris di Karimujawa Jawa Tengah (Universitas Diponegoro, Penelitian
Hibah Kompetensi Tahun Anggaran 2012), h.6
[39] Tridoyo
Kusumastanto, MS, Pemberdayaan Sumber
Daya Kelautan, Perikanan, dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, (Bogor:
Institut Pertanian Bogor), h.7
[43] Mohammad Yaskun dan Edie
Sugiarto, Potensi Hasil Perikanan Laut Terhadap Kesejahteraan Para Nelayan
dan Masyarakat di Kabupaten Lamongan (Universitas Islam Lamongan: Jurnal
Studi Manajemen dan Bisnis Volume 4 nomor 1 Tahun 2017), h.262
[44] Abdi Tunggal Priyanto, Atlas
Tematik Kelautan Indonesia Oktober 2013 (Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir
Dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013), h.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar