Chaca Sayang Ayah!
Dia hanya gadis kecil yang
hanya tahu tentang bermain. Dia hanya gadis kecil yang hanya tahu tentang warna
langit. Dia hanya gadis kecil yang polos tak berdosa.
”Cacha...” Bunda mendekatinya
yang duduk di pojok ruang tamu. ”Ada apa sayang?” Chaca hanya menggeleng.
Bunda tahu apa yang terjadi
pada putrinya namun, terkadang dia pun bingung bagaimana untuk menjelaskannya.
Dia hanya bisa menghibur gadis kecil itu sampai tertidur lelap dalam sebuah
dongeng.
**
”Chaca nggak punya Ayah, Chaca
nggak punya Ayah.” olok beberapa orang temannya. ”Chaca nggak punya Ayah,”
mereka mengolok sampai Chaca menangis.
Suara olokan itu berhenti
ketika seorang guru mendapati Chaca menunduk dalam tangis.
”Sudah-sudah.” Ibu Guru
mengajak Chaca untuk ke kantor. ”Chaha....” Kata Bu Guru tapi Chaca tidak bisa
menghentikan tangisnya. ”Ibu tahu apa yang terjadi tapi, Chaca jangan nangis
lagi yaa....” Bu Guru berusaha menenangkan.
Bu Guru tahu kalau Chaca hanya
anak berusia lima tahun dan dia hanya bisa menangis saat hatinya terluka.
”Kata Bunda, Ayah Chaha kerja
di luar kota tapi, kenapa Ayah Chaca nggak pernah dateng Bu Guru?” Tanya Chaca
bersama isak tangisnya.
”Chaca bilang di dalam hati,”
Bu Guru menunjuk dada Chaca. ”Kalau Chaca kangen sama Ayah, nanti malaikat akan
menyampaikan itu pada Ayah Chaca.”
**
Kali ini Chaca tidak makan
seharian. Dia terlihat murung di kamar sambil memeluk boneka teddy bear miliknya. Chaca menyayangi
boneka itu karena Bunda mengatakan bahwa itu hadiah dari Ayah.
”Chaca sayang,” Bunda masuk ke
kamar Chaca sambil membawa semangkuk bubur ayam kesukaan Chaca. ”Chaca makan
ya, Bunda nggak mau liat putri kesayangan Bunda sakit.” Bunda mengusap
kepalanya.
Gadis kecil itu diam dan tidak
berbicara. Tiba-tiba, diamnya itu menimbulkan aliran air dari kelopak matanya.
Dia meneteskan cairan bening itu.
”Chaca mau ketemu Ayah, Chaca
punya Ayah kan Bunda?”
Bunda keluar dari kamar Chaca
dan kembali dengan setumpuk album. Dia meminta Chaca untuk menghapus air
matanya dan bersama-sama membuka album itu.
”Ini Ayah Chaha.” Bunda
menunjukkan sesosok foto laki-laki yang cukup tampan. ”Ayah bekerja di Jepang
sayang, Ayah Chaca rajin sekali dalam bekerja, Bunda aja kagum sama Ayah.”
Jelas Bunda sambil memeluk Chaca.
Lembaran demi lembaran album di
buka oleh Bunda. Chaca menemukan sosok pria yang di carinya, sosok pria yang
tampan yang di inginkannya. Namun, seorang anak kecil memang penuh tanya dan
kali ini, Chaca ingin tahu keberadaan Ayahnya.
”Bunda, Ayah dimana?” Tanya
Chaca. Sejak dia bisa mengingat, dia tidak pernah menemukan sosok pria yang
bisa di simpan dalam memory otaknya.
”Kata temen Chaca, Chaca punya ibu tiri, bunda pindah kesini karena ada ibu
tiri kan?” Tanya Chaca, Bunda tidak menjawab. ”Chaca pernah nonton film cinderella Bunda,”
Apa yang di katakan Chaca
tidak salah. Selama ini sekali pun dia tidak pernah mendengar kabar tentang
Ayahnya. Yang Chaca tahu, dia baru saja pindah ke kota baru yang asing baginya,
teman-teman yang baru di sekolah. Dia merindukan TK-nya yang lama namun, Chaca
hanya anak-anak dan dia akan beradaptasi seiringnya waktu berjalan.
**
”Chaca nggak punya Ayah.” lagi
dan lagi mereka mengolok tapi, kali ini Chaca tidak menangis. ”Chaca-Chaca,
Ayah kamu meninggal ya?” Tanya temannya. ”Kasian banget,”
Anak kecil memang suka
mengolok tanpa berpikir panjang. Namun, olokan mereka itu di anggap sebagai
candaaan walaupun pada akhirnya akan ada korban disini.
”Chaca punya Ayah kok, Ayah
Chaca lagi kerja di Jepang.” Jelas Chaca sambil menyunggingkan senyumnya.
**
Chaca mulai nafsu makan dan
dia bermain lagi seperti biasanya. Dia tidak mempedulikan lagi teman-temannya
yang terus mengolok dimana keberadaan Ayahnya. Baginya, Ayah yang ada di
hatinya akan datang untuk memarahi teman-temannya yang jahil.
”Chaca,” Bunda masuk ke
kamarnya dengan membawa pakaian. ”Bunda beliin Chaca baju baru.” kata Bunda dan
langsung mencocokkan baju itu di tubuh Chaca. ”Chaca, hari ini bunda mau ngajak
Chaca ketemu Ayah.” Jelas Bunda.
Bagaimana pun, Chaca harus
tahu dimana Ayahnya dan bagaimana keadaannya. Bunda tidak ingin gadis kecilnya
terus bertanya-tanya dalam hati.
”Ayah Chaca ada di dalam
sayang,” Bunda membukakan pintu di ruang rawat rumah sakit Abdul Muluk. ”Itu
Ayah Chaca.” Kata Bunda yang mengantarkan Chaca untuk mendekati Ayahnya.
Gadis itu memandang Bundanya
dan masih tidak mengerti dengan maksud Bundanya. Apakah benar pria yang
terbaring itu Ayahnya? Pria itu begitu kurus dan bentuk tulangnya terlihat,
berbeda dengan di foto.
”Enam bulan lalu, Ayah Chaca
pulang dari Jepang tapi, Ayah kecelakaan.” Bunda mengangkat tubuh putrinya
untuk duduk di sofa kamar rawat itu. ”Jadi, Chaca tau kan kenapa kita pindah ke
Jakarta?” Tanya Bunda, Chaca mengangguk. ”Chaca nggak sedih?”
”Nggak,” dia menggeleng dan
tersenyum. ”Berarti Chaca punya Ayah, berarti malaikat itu dengerin apa kata
Chaca.” Chaca turun dari sofa dan mendekati tubuh Ayahnya. ”Ayah, Chaca udah
disini, Ayah bangun dong, Chaca kangen.”Gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh
Ayahnya namun tidak ada respon sama sekali
Gadis itu mengajak Ayahnya bicara
tanpa henti dan tetap tiada respon. Bunda hanya menarik nafas dan berusaha
menahan tangisnya. Dia harus berusaha tegar di depan putrinya.
”Bunda, kita nginep di rumah
sakit aja ya?” Pinta Chaca tapi Bunda melarang karena Chaca harus sekolah.
”Tapi kan Bunda,” Bunda tetap melarang. ”Pulang sekolah, Bunda anterin Chaca ke
rumah sakit ya?” Pintanya, Bunda diam. ”Bunda,”
”Kamu sekolah sayang,”
”Bunda kerja aja, biar Chaca
aja yang sama Ayah disini, Chaca mau berdua aja sama Ayah besok-besok.” Kata
Chaca dan Bunda mengambil nafas pendek lalu tersenyum bersama hembusan
nafasnya.
**
”Chaca-Chaca, katanya Ayah
kamu masih ada, mana Ayah kamu?” Tanya temannya. ”Kamu bohong ya Cha?”
”Nggak, liat aja nanti perpisahan sekolah, Ayah Chaca
pasti dateng.” Kata Chaca dengan sungguh. Dia tahu perpisahan taman
kanak-kanaknya tinggal beberapa minggu lagi tapi, Chaca yakin dengan kata
hatinya.
**
Sepulang sekolah, Bunda
mengantar Chaca ke rumah sakit dan di sana Chaca mulai berceloteh menceritakan
teman-teman sekolahnya pada Ayah. Walaupun tidak ada respon, dia yakin Ayah
mendengar suaranya. Dia ingin Ayah bangun dan memeluknya.
Dia bernyanyi, dia menggambar,
dan dia kadang mendongengkan sebuah cerita untuk Ayahnya. Dia tidak lelah
bahkan Bunda saja khawatir jika Chaca kelelahan dan jatuh sakit.
”Ayah,” Kata Chaca ketika
melihat jari tangan Ayah bergerak. Chaca tidak tahu harus bagaimana tapi, dia
terus meminta agar Ayah menggerakkan tangannya. ”Chaca mau nelfon Bunda
tapi,... Chaca nggak punya handphone.”
Chaca menarik nafas. ”Ayah, Ayah cepet sembuh biar Ayah bisa beliin handphone untuk Chaca, biar Chaca bisa
sering nelfon Ayah.”
Dia tidak kenal lelah dan dia
yakin suatu hari nanti Ayahnya akan menggendong
tubuhnya. Mereka akan berforo bersama di kebun binatang dan foto itu
akan di pajang di kamar.
”Bunda, Ayah jarinya bisa
gerak loh.” Beritahu Chaca, Bunda tersenyum.
”Iya sayang, kemarin dokter
bilang, Ayah tiba-tiba dapet kekuatan dari putrinya yang cantik.” Kata Bunda. ”Jadi,
Chaca nggak sedih lagi kan? Chaca nggak takut di olok-olok lagi kan?” Tanya
Bunda, Chaca menjawabnya dengan senyuman.
**
Hari ini perpisahan TK Melati
dan Chaca menari tarian khas Lampung di atas panggung. Dia berharap Ayahnya
bisa datang. Walaupun Chaca tahu Ayahnya sudah bisa menggerakkan beberapa organ
tubuhnya, tapi dokter mengatakan lain padanya. Dia sedikit kesal dengan
orang-orang yang berseragam putih itu dan dia masih yakin dengan hadiah dari
doa’nya selama ini.
”Chaca, mana Ayah kamu?” Tanya
temannya. ”Hu,u Chaca pembohong, Chaca pembohong,” Olok-olok teman-teman Chaca
berulang kali dan kali ini Chaca menangis. Dia menangis bukan karena mereka
terus mengolok tapi dia takut jika suatu hari nanti tidak memiliki Ayah.
Gadis itu melanjutkan tarian
keduanya. Kali ini dia memantapkan hatinya untuk fokus pada tariannya. Dia
yakin, suatu hari nanti dia akan mendapatkan apa yang di inginkannya selama
ini.
Satu per satu murid TK melati
turun dari panggung setelah tarian itu selesai. Chaca menunduk karena dia tidak
menemukan Ayah atau pun Bundanya. Dia tidak bermasalah jika Bunda tidak ada,
menurutnya Bunda sedang menjaga Ayah. Dan, gadis ini menyusuri anak tangga
panggung perlahan tanpa melihat temannya yang sedang mengolok.
”Chaca, sayang,” Kata seorang
pria di bawah panggung dengan kursi rodanya.
”Ayah!” Chaca berteriak.
”Bunda,” Dia memeluk Bundanya. ”Ayah,” Lalu Ayahnya yang duduk di kursi roda.
”Putri Ayah sudah besar
ternyata.” Dia mencubit lembut pipi putrinya. Chaca ingin menangis bahagia tapi, dia
menahan air matanya dan menoleh ke teman-temannya. ”Chaca punya Ayah!” Dia
berteriak kencang lagi dan teman-teman Chaca mendekat. ”Kalian mau coklat?”
Tawari Ayah Chaca lalu Bunda mengambilkan coklat dari tas.
”Ayah Chaca baik ya.” Lalu mereka bermain bersama. Yah, inilah
anak-anak, anak-anak yang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan. Mereka hanya
bisa menangis ketika sedih dan hati anak-anak begitu polos untuk merasakan
kesedihan.
”Ayah jangan ke Jepang lagi ya....”
Kata Chaca, Ayah mengangguk. Dia belum cukup sehat untuk berbicara banyak tapi,
dia begitu bahagia melihat senyum putrinya. ”Chaca sayang banget sama Ayah.”
lalu Ayah memeluknya lagi dengan lembut.
TAMAT
Oleh : Sanjaya
Kusuma Umar
SMAN 13 Bandar
Lampung / XI IPA 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar