**
“Harusnya kau menggunakan otakmu.” Kata Rava
lirih. ”Kau cerdas dan kau memiliki banyak kelebihan.”
”Ya, aku tahu itu.” Gessa menghela nafas. ”Tapi,
aku ingin hidup seperti remaja lain, bukan seperti ini.”
**
Gessa menaruh tasnya di kelas, dia langsung ke
ruang bahasa setelah itu. Ruangan itu sunyi, sepi.
Dia duduk, membaca sebuah novel karya J.K Rowling.
“Ges, loe sendirian?” Tanya Auto padanya. “Anak-anak nyariin lo
Ges.”
“Iyatah? Wah fans
gue banyak ya?” katanya tertawa. Dia memang di kenal ceria, ceria, dan tidak
ada yang bisa menandinginya. Namun, tidak ada seorang pun yang tahu siapa
seorang Gessa dan bagaimana dia hidup.
**
”Kau tidak akan membunuh otakmu sendiri bukan?”
Tanya Rava. ”Kau terlahir dan kau di besarkan untuk seperti ini, kau yang
meminta hidup sebagai manusia biasa.”
Gessa terdiam, memandang Rava dan mengingat
manusia-manusia di sekolah begitu munafik. Pikirnya hidup sebagai remaja biasa
lebih baik dari kehidupannya yang sendiri dan penuh peraturan. Namun, dia mulai
menyesalinya satu per satu.
”Teman-teman sekolahku, mereka baik tapi mereka
tidak lebih baik dari seekor tikus.” Kata Gessa, Rava mencoba mencerna
kata-kata itu. ”Kau mengerti bukan?”
Gessa mengambil sebuah peluru yang teletak di atas
meja Rava. Dia membuangnya karena itu hanya untuk mainan anak-anak saja.
”Kau di minta menemui Jane.” Rava memberikan
sebuah bolpoint padanya. ”Mungkin kau akan membutuhkan ini.”
**
Gessa mengerjakan ulangan fisika hanya dalam waktu
kurang dari 5 menit. Dia mengerjakannya dengan amat sangat benar tanpa
menghitung. Bukan sebuah soal tapi 97 soal terjawab dengan sempurna.
”Ges, gue nyontek punya lo ya?” pinta Ridho.
”Ayolah Ges, lo kan baik.”
”Ya udah, salin aja.” lalu dia keluar kelas dengan
wajah muram.
Dia berjalan di koridor menuju arah kantin.
Setidaknya dia akan mulai berpikir tentang apa yang di pilihnya dan apa yang di
dapatkannya.
”Kenapa loe keluar kelas Ges?” Tanya Ridho.
”Loe ada masalah? Kenapa Ges?”
Gessa tidak menjawab, dia ingin Ridho mencerna
sikapnya. Namun, Ridho bukan seorang Gessa. Ridho hanya seorang siswa SMU yang
bodoh untuk dunia Gessa. Dia tidak akan mengerti bagaimana kehidupan Gessa dan
bagaimana pemikiran Gessa.
”Karena gue seorang Gessa. Gue hidup bukan untuk diri gue, tapi untuk hidup gue.” Jelasnya
namun Ridho yang bodoh masih saja tidak mengerti.
**
Tanggal 10 bulan depan Gessa harus mengikuti
latihan yang tidak pernah di inginkannya. Dia akan belajar membuang nyawa
seorang manusia dengan kedua tangannya. Itu untuk memperkuat mentalnya.
Sejak Gessa lahir, dia sudah di persiapkan untuk
memimpin suatu badan dimana banyak agen-agen rahasia di sana. Hal itu akan
membuat orang-orang yang dekat dengannya terancam. Suatu hari nanti dia hanya
hidup tenang namun dia akan merasa sendiri, kesepian.
”Ges.” Rava masuk ke ruangan Gessa. ”Beberapa
tahun lagi kau akan jadi atasanku.”
”Ya, itu masih lama dan aku ingin beberapa tahun
ini bersenang-senang sebelum aku hidup sendiri.”
**
”Tahun depan kita lulus.” kata Gessa.
”Lanjut kemana Ges?”
”Pulau tak di kenal.” Jelasnya sambil tertawa seorlah itu candaan.
Rido duduk santai. Sebenarnya ada sesuatu yang
ingin di lakukannya. Dia ingin mengungkapkan perasaannya. Namun, dia tahu
bagaimana Gessa.
**
Gessa meminta segelas air meneral untuk
menenangkan otaknya. Dia melihat beberapa lembar data hasil percobaannya. Dia
tidak bisa membuat sebuah manusia dengan mudah. Itu bukan permainan.
”Apa kau ingin menciptakan dirimu?” Tanya Rava.
”Aku terlahir dari rahim manusia tapi, sel-sel
dalam tubuhku bukan manusia. Entahlah, bagaimana mereka bisa menciptakanku
seperti ini.”
Rafa benar-benar manusia sempurna.tidak ada satu
pun bagian dalam tubuhnya hasil percobaan professor-professor.
”Jika aku melingkarkan sebuah bulan maka akan
jadi matahari. Kau atau aku yang bodoh?” dia tertawa
kecil.
“Bukan, kau akan melingkarkan sebuah bintang. Bukan aku
atau kamu tapi dunia ini terlalu bodoh.
Neuron-neuron di kepalanya menembak lebih dari 300
kali. Dia bisa menghitungnya walaupun itu mustahil.
Gessa bosan dengan kehidupannya yang begitu mudah,
namun, dia lebih bosan dengan kehidupan remaja seumurnya yang begitu banyak
kemunafikan.
”Aku seorang Gessa bukan seorang Geisha, aku
manusia bukan robot, tapi aku juga bukan manusia. Huh, menyulitkan bukan?”
**
Gessa ingin pergi mencari kehidupan baru. Bukan
tahun sepan atau dua tahun lagi tapi sekarang.
Dia tahu, Rido menyukainya tapi seorang Rido
sangat sulit untuk dekat dengannya.
”Do, apa gue bisa ngomong sama elo?” Tanya Gessa, Rido mengangguk. ”Gue mau ngomong dengan bahasa gue Do,
gue mau jujur sama elo.”
“Loe suka sama gue ya Ges?” Goda Rido.
”Aku Gessa, seseorang yag sulit untuk di jelaskan.
Aku ingin berlibur ke sebuah pulau yang di sediakan untukku, mungkin kamu tidak
akan mengerti yang kukatakan, tapi percayalah, perasaanmu akan membunuh dirimu
sendiri Do.”
Gessa melangkah meninggalkan Rido. Dia tidak ingin Ridho memikirkannya. Di ujung sana Rafa telah menunggu. Dia memegang tangan Rafa dan Rafa memberikan pistol padanya.
”Dalam perjalanan, akan banyak orang yang berusaha
membunuhmu. Percayalah, nyawamu dalam bahaya. Kau harus selamat. Bagaimana pun
akan banyak kerugian jika kau mati. Orang-orang yang bertanggung jawab atas
dirimu pun akan mati.”
Gessa meminta perjalanannya ke pulau sendiri.
Tanpa Rafa atau pun orang yang mengawal. Dia yakin, dia tidak akan mati, dia yakin akan hidup abadi tanpa sebuah reinkarnasi.
Gessa bertemu beberapa orang yang menghalanginya
tapi, dia tidak melawan. Dia begitu saja menyerahkan diri. Dia ingin memastikan
sesuatu.
”Kau atau aku yang akan mati?” Gessa menatap salah
satu orang berkulit hitam di dalam mobil. ”Aku tidak bodoh. Dimana Ridho?
Bukankah dia yang ingin membunuhku? Dia bukan siswa SMU biasa, aku menyadari
itu.” Gessa menaruh pistolnya dan membuangnya. Dia menyerahkan dirinya tanpa
perlawanan.
”Aku sudah menyadari sejak awal tapi aku juga
tahu, kau menyukaiku bukan?” Tanya
Gessa, dia tertawa kecil. ”Jadi, apa kau masih ingin membunuhku?”
”Harusnya aku di tugaskan untuk membunuh anak
laki-laki atau wanita yang tidak semanis dirimu.” Katanya, dia tahu Gessa hidup
dengan begitu ceria. ”Masalahnya, apa yang akan kita lakukan sekarang?”
”Kau bisa ikut denganku berlibur.” Usul Gessa.
”Setidaknya kau dan aku bisa bebas tanpa mereka.”
”Apa pikiranmu sama denganku?”
”Ya, bukankah kau yang lebih dahulu menyukaiku?”
lalu mereka tersenyum sinis bersama.”
TAMAT
CATATAN PENTING : Yang copast alias copy-paste cerpen ini tanpa izin gue, gue doa-in mandul. Baca boleh, komentar boleh, copast? Oh No kecuali izin :) oke
Tidak ada komentar:
Posting Komentar