Makalah ini dibuat oleh kelompok 1 Ekonomi Syari'ah Semester 2 IAIN Raden Intan Lampung. Pendahuluan, daftar isi, penutup, yang lainnya sengaja gak dimasukkan ^^ mian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bisnis dan Tujuan Bisnis
Dalam pemahaman yang sederhana bisnis adalah kegiatan/aktifitas mencari
uang dan bisa menguntungkan, ini sesuai dengan kata bisnis diserap dari bahasa
Inggris “business” berarti kesibukan, kesibukan yang berorientasi pada
profit/ keuntungan. Produsen dan orang-orang yang bergerak dalam
kegiatan bisnis berhasil membuat keuntungan dan memperbesar nilai bisnisnya
yang makin lama makin meningkat.
Banyak sekali
definisi bisnis, Hughes dan Kapoor mendefinisikan sebagai kegiatan usaha
individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna
mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Huat, T Chwee
sebagaimana dikutip Amirullah mendefinisikan bisnis sebagai suatu sistem yang
memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat kita. Dengan
mengambil definisi ini berarti setiap tindakan yang diambil dalam bisnis
berakibat pada suatu sistem sosial yang lebih besar. Sistem bisnis berhubungan
dengan sistem politik, sistem ekonomi dan sistem hukum.
Tujuan bisnis
adalah untung, bisnis merupakan kegiatan ekonomis yang di dalamnya kegiatan
tukar-menukar, jual-beli, memproduksi dan memasarkan, belanja-mempekerjakan dan
interaksi manusia lainnya. Semuanya dengan maksud memperoleh untung. Keraf
menguraikan pandangan ideal motif berbisnis, bisnis adalah kegiatan untuk
memproduksi, menjual dan membeli barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Jadi tujuan utama berbisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan
melayani kepentingan masyarakat. Keuntungan adalah simbol kepercayaan
masyarakat atas kegiatan bisnis yang dilakukan.
Sebagai
aktifitas sosial bisnis tidak lepas dari tiga sudut pandang yang berbeda,
yaitu; sudut pandang ekonomi, hukum dan etika. Dari ketiga sudut pandang
tersebut kita bisa mengukur bisnis yang baik dengan tolok ukur masing-masing.
Secara ekonomis, bisnis adalah baik, kalau menghasilkan laba. Secara hukum,
bisnis adalah baik, jika diperbolehkan oleh sistem hukum. Untuk menentukan baik
tidaknya bisnis dari sudut pandang moral relatif lebih sulit, setidaknya ada
tiga macam tolok ukur: hati nurani, kaidah emas dan penilaian masyarakat umum.
Fungsi sebuah
bisnis bisa dilihat dari dua sisi, dari fungsi mikro dan makro. Fungsi mikro
bisnis dipandang sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam memberikan
kontribusinya kepada pihak-pihak yang berperan secara langsung terhadap proses
penciptaan nilai (creation of value).
Sedangkan
fungsi makro bisnis dapat dipandang sebagai kemampuan aktivitas bisnis dalam
memberikan kontribusinya kepada pihak-pihak yang terlibat secara tidak langsung
dalam pembentukan dan pengendalian bisnis. Pihak yang dimaksud adalah (a)
masyarakat sekitar perusahaan, (b) bangsa dan negara.
2.2 Bisnis Membutuhkan Modal
Memulai bisnis atau usaha tanpa modal adalah hal yang mutahil.
Alias tidak mungkin. Semua bisnis tetap membutuhkan modal. Entah itu berupa
uang atau aset yang dimiliki saat ini, skiil, ilmu, atau kesempurnaan akal dan
fisik anda. semua bisa diartikan sebagai modal. Namun, bila anda selalu
mengkonotasikan modal dalam bentuk uang, banyak orang menilai hal itu salah.
Mengapa? Allah yang maha pemurah, telah mengkaruniakan kesempurnaan akal dan
fisik bagi anda. Sebetulnya dengan akal dan fisik itu, telah lebih dari cukup
untuk di jadikan modal dalam memulai
sebuah bisnis. Sayaangnya, selama ini mindset kita terkungkung pada pengertian
bahwa modal sama dengan uang. Tidak salah memang, hanya saja bila pada satu
titik anda berposisi sebagai orang yang tak punya cukup uang, tapi semangat
anda untuk berbisnis tinggi. Apa yang anda lakukan? Belum lagi anda tertekan
oleh kebutuhan. Yang kian menggunung. Sekali lagi, apa yang anda lakukan?
Apakah anda akan tega memberi nafkah keluarga dengan cara-cara culas, kotor,
dan di haramkan allah?
Harus di akui
banyak keterbatasan dalam memulai bisnis. Dan hal itu adalah lumrah. Tapi bukan
berarti menjadi penghalang bagi orang untuk melangkah dalam dunia bisnis.
Bagaimana mungkin jika anda tidak memiliki semua itu, kemudian menginginkan
sukses dalam berbisnis? Sekali lagi, cobalah berfikir untuk lebih bijak bahwa
modal tidaklah identik dengan uang. Ada sekian banyak potensi dalam diri anda
untuk dimanfaatkan dalam memulai bisnis. Karenanya inventarisir potensi anda lalu
berdayakan secara maksimal.
Anda memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik dan pergaulan
yang luas pula sebenarnya cukup di berikan modal. Tak perlu keluar uang. Dengan
sedikit sentuhan kreatifitas, anda bisa memanfaatkan kelebihan anda tersebut di
jalur bisnis jasa. Keahlian komunikasi anda bisa menjadi pintu masuk bagi
rezeki. Dan beragam jenis bisnis. Mulai dari konsultan, guide, hingga makelar.
Tentu ke semua itu mesti di sinergikan dengan ilmu. Dan ujungnya tetap
bergantung kepada kemauan anda. Tindakan anda adalah untuk eksekusi atas
ide-ide besar dan kemauan anda tersebut. Jaangan berfikiran semua orang yang
memilii kekuatan finansial bisa memanfaatkan uangnya untuk berbisnis. Justru
tak jarang di antara mereka menyerahkan orang lain untuk memainkan uangnya.
Nah, ini pun juga menjadi kesempatan emas bagi anda untuk mengambil peran.
Yakni menjadikan mereka sebagai investor untuk bisnis tertentu. Atau disaat
yang sama anda juga bisa menghadirkan pihak lain yang memilii kemampuan beda.
Pertemukan mereka dalam kongsi bisnis yang saling menguntungkan. Bila perlu
libatkan diri anda lebih dalam dari bisnis yang mereka garap. Dan semuanya itu
bermula dari skiil anda berkomunikasi, mudah bergaul dan terbuka.
Masih
banyak anugrah allah yang anda miliki yang bisa di manfaatkan untuk mendulang
rezeki. Contoh lain, anda akan dapat dengan mudah mendapatkan uang dengan hanya
memanfaatkan kecerdasan, kejelian dan kreatifitas anda. Yakni dengan menjual
ide-ide besar bagi orang lain. Meski dalam tataran konsep, tidak jarang
orang-orang akan terbantu dengan ide anda. Bisa jadi ide-ide anda menjadi
pemecah kebuntuaan yang terjadi di perusahaan. Atau malah menjadi penyumbang
bagi sebuah lompatan untuk perusahaan agar lebih maju yakinlah
kemungkinan-kemungkinan itu pasti ada
Karenanya,
gali lebih dalam potensi yang anda miliki. Siapa tau, potensi terpendam itu
akan muncul dan akan meledak menjadi serpihan yang berlimpah. Tiba saatnya anda
fokus dengan diri anda ssendiri bila perlu sejenak tuli kan telinga anda
terhadap pembicaraan orang kebanyakan. Bahwa modal sama dengan uang.
Sebenarnya, cukuplh kita mengandalkan potensi, anugrah yang allah berikan
kepada kita. Hanya saja semua berpeluang kepada sikap dan kemauan anda. Allah
telah sediakan semuanya. Kini tinggal kita, anda, manusia ini yang menindak
lanjutinya. Bersyukur lalu mengamalkannya, atau malah kufur lantas dimanfaatkan
untuk hal-hal yang di larang allah. Pun demikian, ada sesuatau catatan menarik
bahwa untuk menjadi seorang wirausahawan harus menandai diri dengan langkah
yang bermodal seadanya. Seorang wirausahawan tidak akan tergantung sama sekali
dengan modal (baca: uang). Ada atau tidak ada modal, maka seorang wirausahawan
akan tetap menggunakan potensi dalam dirinya untuk berbisnis. Wirausahawan
harus bisa menggali modal dari mana saja, baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
Wirausahawan
harus menciptakan nilai tambah bagi keterbatasan. Otak anda yang kreatif adalah
modal utama untuk memulai bisnis. Jaringan persahabatan(network) juga merupakan
modal dan seluruh potensi yang ada dalam diri anda bisa di jadikan sebagai
modal. Bodoh adalah modal untuk menjadi andai. Miskin adalah modal untuk
menjadi kaya. Tidak punya modal adalah modal untuk mempunyai modal. Semua
mahfum, bila memulai bisnis bukanlah sesuatu yang mudah. Karna bisnis adalah
sebuah proses yang sangat dinamis bisnis akan terus membutuhkan kreatifitas dan
ide-ide cerdas untuk menyikapi perkembangan lingkungan. Bisnis tidak berhenti
pada satu titik tertentu semua tergantung sejauh dan sebesar apa kemauan anda
untuk melakukannya bermula dari kemauan di tindak lanjuti dengan tindakan meski
sederhana adalah kunci pembuka bagi langkah-langkah besar kedepan.
Kini
pertanyaannya berujung pada mindset anda. Mindset atau pola pikir penting untuk
mengawali sebuah rencana membangun sebuah bisnis. Anda harus mempunyai
keyakinan, kepercayaan, keseriusan,disiplin dan keinginan yang kuat untuk
membangun sebuah bisbis yang sukses. Pola pikir bisnis itu bisa di pupuk jika
anda belum memilikinya. Sebetulnya setiap orang punya, namun terkadang sejak kecil, tanpa sadar kita di
besarkan di lingkunan keluarga yang justru mematikan pola pikir bisnis tadi
kini di saat anda dalam kesadaran tinggi mulailah mencari ide bisnis.
Memanfaatkan kesempurnaan akal dan fisik anda sebagai sumber modal. Jangan
kung-kung pikiran anda dengan hal-hal yang selama ini membatasi. Karna sekali
lagi hakikat modal tidak selama berbentuk uang. Tapi anda dengan segenap
anugrah dari allah yang dimiliki adalah modal yang luar biasa.
2.3 Hakikat kepemilikan harta
2.3.1 Pengertian Kepemilikan
Al-Milkiyah berasal
dari kata al-milk bentukan dari kata malaka – yamliku – malkan wa mulkan wa
milkan. Malaka artinya menguasai atau memiliki. Menurut Ibn Sayidih, al-malk,
al-mulk atau al-milk adalah pemilikan (penguasaan) sesuatu dan kemampuan
berbuat sesuai keinginan terhadap sesuatu itu. Al-Milkiyah dapat diartikan
ownership. Di dalam ensiklopedia Wikipedia, ownership adalah fakta atau status
dari pemilikan ekslusif atau kendali atas suatu kekayaan (property). Menurut Fathi Ahmad Abdul Karim bahwa kata milkiyah
bermakna al-ihtiwa dan al-qudrah yaitu memelihara dan menguasai sesuatu secara
bebas. Artinya hak seseorang dalam menguasai sesuatu dan dibolehkannya
seseorang untuk mengambil manfaat dengan segala cara yang dibolehkan oleh
syara’, dimana bagi orang lain tidak diperkenankanya mengambil manfaat dengan
barang tersebut kecuali dengan izinnya, dan sesuai dengan bentuk-bentuk
muamalah yang diperbolehkan.
2.3.2
Hakekat
Kepemilikan
Kepemilikan hakiki
adalah milik Allah. Allahlah pemilik segala kekuasaan/kepemilikan (al-Mâlik
al-mulk). Allah sendiri telah menyatakan bahwa harta itu (hakikatnya) adalah
milik-Nya:
Berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan
(diberikan)-Nya kepada kalian. (QS al-Nur: 33).
Hanya saja, Allah SWT telah memberikan kekuasaan atas harta kepada manusia
sekaligus menjadikan harta itu sebagai hak pemilikan manusia. Allah Swt.
berfirman:
“Dan nafkahkanlah sebagian dari harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya” (QS al-Hadid: 7).
“Dan nafkahkanlah sebagian dari harta kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya” (QS al-Hadid: 7).
Karenanya ketika menjelaskan asal kepemilikan, Allah menisbatkan harta
kepada Diri-Nya: mal Allah (harta Allah). Lalu ketika menjelaskan perpindahan
kepemilikan kepada manusia, Allah menisbatkan harta kepada manusia: amwalihim
(harta mereka) (QS an-Nisa’: 6; QS at-Taubah: 103); amwalikum (harta kalian)
(QS al-Baqarah: 279); maluhu (hartanya) (QS al-Lail: 11).
Setiap manusia berhak untuk memiliki suatu harta atau berhak mendapatkan
pengalihan hak penguasaan/pemilikan atas suatu harta dari harta milik Allah.
Dengan demikian kepemilikan tersebut merupakan hak pemilikan, bukan kepemilikan
secara real.
Kepemilikan real sendiri harus dengan izin dari Allah sebagai Pemilik
hakiki harta. Tanpa izin tersebut, penguasaan/pemilikan atas harta itu tidak
sah. Dengan mendapatkan izin itu, seseorang atau satu pihak sah untuk
memanfaatkannya. Dengan demikian, kepemilikan itu tidak lain adalah izin dari
Asy-Syari‘ untuk memanfaatkan suatu harta. Izin ini berlaku atas harta berupa
barang atau jasa.
Pihak yang diberi izin itu dapat dibagi menjadi: individu; masyarakat
secara umum; dan negara. Karena itu, dari sisi ini kepemilikan dapat dibagi menjadi
tiga macam: kepemilikan individu; kepemilikan umum; dan kepemilikan negara.
2.3.3. Macam-macam Kepemilikan
A. Kepemilikan Individu
Kepemilikan individu
(al-milkiyyah al-fardiyyah) adalah izin dari Asy-Syari’ kepada individu untuk
memanfaatkan suatu barang atau jasa. Karena merupakan izin dari Asy-Syari’,
kepemilikan hanya ditetapkan berdasarkan ketetapan dari Asy-Syari’.
Pertama, ketetapan tentang barang atau jasa yang diizinkan (dibolehkan) untuk dimiliki dan yang tidak. Dalam hal ini, Allah telah menyifati sesuatu dengan halal dan haram.
Kedua, ketetapan tentang tatacara perolehan harta yang diizinkan (dibolehkan) dan yang tidak. Perolehan harta itu bisa melalui: sebab-sebab kepemilikan harta dan sebab-sebab pengembangan harta.
Pertama, ketetapan tentang barang atau jasa yang diizinkan (dibolehkan) untuk dimiliki dan yang tidak. Dalam hal ini, Allah telah menyifati sesuatu dengan halal dan haram.
Kedua, ketetapan tentang tatacara perolehan harta yang diizinkan (dibolehkan) dan yang tidak. Perolehan harta itu bisa melalui: sebab-sebab kepemilikan harta dan sebab-sebab pengembangan harta.
Kepemilikan
pribadi dalam Islam merupakan suatu hal yang sudah dikenal. banyak dijumpai
ayat-ayat al-Qur’an menggunakan lafadz “amwalikum, amwalihim, mal al-yatim,
atau buyutikum”. Sebagaimana Allah
memerintahkan kaum muslimin untuk mengeluarkan zakat dan infaq hal lafadz ini
menunjukkan bahwa mereka adalah pemilik harta. Begitu juga ayat-ayat kewarisan
menunjukkan diakuinya kepemilikan pribadi/ pribadi. Dalam sunnah Nabi juga
terdapat hadis-hadis yang banyak, sebagaimana sabda Nabi dalam khutbah al-wada’
“sesunguhnya darah, harta, dan kehormatan kamu sekalian adalah haram bagi
kalian”(HR. Bukhari Muslim). juga hadis yang berbunyi: “setiap muslim bagi
muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya” (HR. Muslim dan
lainnya)
Dan di dalam al-Qur’an juga
diterangkan bahwa jiwa manusia secara fitrah mempunyai kecintaan terhadap
harta. Sebagaimana Allah berfirman:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. (QS. Ali Imran: 14)
Merupakan
suatu yang alamiah adanya kepemilikan pribadi, seandainya kepemilikan pribadi
ini tidak diperbolehkan maka seseorang tidak akan dapat memiliki hasil usahanya
lebih banyak dari kebutuhan dirinya dan keuarganya.
Islam mengatur kepemilikan pribadi meliputi:
Islam mengatur kepemilikan pribadi meliputi:
a.
mengatur tentang barang
atau jasa yang diizinkan (dibolehkan) untuk dimiliki dan yang tidak. Dalam hal
ini, Allah telah menentukan sesuatu dengan halal dan haram.
b.
mengatur tentang tata
cara memperoleh harta yang diizinkan (dibolehkan) dan yang tidak. Perolehan
harta itu bisa melalui: tata cara bagaimana memperoleh harta dan tata cara
mengembangan harta
Islam
melindungi kepemilikan pribadi dan selainnya dari pencurian dan ghasab
(pengambilan tanpa izin) oleh karena itu Islam menghukum pencuri dan memberikan
ta’zir kepada orang yang ghasab. Dan orang yang mati
karena mempertahankan hartanya maka ia mati syahid. Kepemilikan di dalam Islam
tidak hanya mengenai kepemilikan mata uang semata, tetapi lebih dari itu
seperti harta perolehan, harta perdagangan, modal produksi, dan harta lainya
yang termasuk harta pribadi, berbeda dengan harta-harta Negara maupun harta
umum, maka tidak diperbolehkan bagi seseorang umpamanya memiliki tanah yang
diwakafkan, atau memiliki sungai yang besar atau lautan.
Tanah-tanah yang dapat
dimiliki secara pribadi antara lain seperti: Tanah yang diserahkan kepada
seseorang dari pemiliknya, tanah sulh, tanah unwah, tanah ihya al-mawat, tanah
iqtha.
B. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum adalah
izin Asy-Syâri‘ kepada komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan
sesuatu. Kepimilikan umum menyangkut tiga jenis: 1) Sarana-sarana umum yang
diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari; 2)
harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu untuk
memilikinya; 3) Barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tak terbatas.
1) Fasilitas umum yang
diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari yang jika
tidak ada akan menyebabkan perpecahan,
Hal ini seperti diterangkan oleh Rasulullah SAW:
Hal ini seperti diterangkan oleh Rasulullah SAW:
المسلمون شركاء في ثلاث: الماء والكلاء والنا ر
“Kaum muslim berserikat
dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api”
Harta ini tidak terbatas hanya pada tiga jenis di atas tetapi meliputi setiap benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum. Alat pembangkit listrik, stasiun-stasiunnya dan jaringan kawatnya merupakan bagian dari kepemilikan umum, demikian juga industri gas alam dan batu bara tergolong kepemilikan umum, sesuai dengan sifatnya yang merupakan milik umum. Sebab keadaannya (yang alami) merupakan barang-barang yang berharga dan bagian dari api.
Harta ini tidak terbatas hanya pada tiga jenis di atas tetapi meliputi setiap benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum. Alat pembangkit listrik, stasiun-stasiunnya dan jaringan kawatnya merupakan bagian dari kepemilikan umum, demikian juga industri gas alam dan batu bara tergolong kepemilikan umum, sesuai dengan sifatnya yang merupakan milik umum. Sebab keadaannya (yang alami) merupakan barang-barang yang berharga dan bagian dari api.
2) Harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk
memilikinya.
Pemilikan umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti halnya pemilikan jenis pertama, maka dalilnya adalah yang mencakup sarana umum. Hanya saja jenis kedua menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya, berbeda dengan jenis pertama yang menurut asal pembentukannya tidak menghalangi orang untuk memilikinya. Dalil yang berkaitan dengan ini adalah sabda Rasulullah SAW
Pemilikan umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti halnya pemilikan jenis pertama, maka dalilnya adalah yang mencakup sarana umum. Hanya saja jenis kedua menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya, berbeda dengan jenis pertama yang menurut asal pembentukannya tidak menghalangi orang untuk memilikinya. Dalil yang berkaitan dengan ini adalah sabda Rasulullah SAW
منى مناخ من سبق
“Mina milik orang-orang yang lebih dulu sampai”
Demikian
juga berlaku setiap hal yang menurut pembentukannya menghalangi seseorang atau
beberapa orang untuk memilikinya. Berdasarkan ini maka
laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal seperti terusan suez, lapangan umum
dan masjid-masjid adalah milik umum bagi setiap anggota masyarakat
3)
Barang tambang (sumber alam) yang jumlah depositnya tak terbatas
Yaitu barang tambang yang jumlah depositnya sangat berlimpah, barang tambang yang deposit dan jumlahnya terbatas digolongkan ke dalam milik pribadi, sehingga seseorang boleh memilikinya. Dalil yang digunakan sebagai dasar untuk barang tambang yang depositnya berjumlah banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari milik umum adalah hadis yang diriwayatkan dari Abidh bin Hammal al-Mazaniy
Yaitu barang tambang yang jumlah depositnya sangat berlimpah, barang tambang yang deposit dan jumlahnya terbatas digolongkan ke dalam milik pribadi, sehingga seseorang boleh memilikinya. Dalil yang digunakan sebagai dasar untuk barang tambang yang depositnya berjumlah banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari milik umum adalah hadis yang diriwayatkan dari Abidh bin Hammal al-Mazaniy
أنه وفد الى رسول الله صلى الله عليه وسلم فاستقطعه الملح فقطع له، فلما أن
ولى قال رجل من المجلس أتدري ما قطعت له؟ إنما قطعت له الماء العد. قل: فانتزعه منه
“Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala memberikannya. Berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis, Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadan
“Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala memberikannya. Berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis, Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadan
ya? Sesungguh apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air
yang mengalir. Akhirnya beliau bersabda: (kalau begitu) tarik kembali darinya”
C. Kepemilikan Negara
Kepemilikan negara
adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi hak seluruh kaum Muslim. Wewenang
pengelolaannya diserahkan kepada Khalifah sesuai dengan pandangan-nya. Harta
milik negara ini mencakup jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, warisan yang tidak
ada ahli warisnya, khumûs rikaz dan luqathah, harta orang murtad, harta ghulul
penguasa dan pegawai negara, dan denda sanksi pidana; juga termasuk harta milik
negara berupa padang pasir, gunung, pantai dan tanah mati yang belum ada
pemiliknya, ash-shawafi, marafiq, dan semua bangunan yang didirikan oleh negara
dengan menggunakan harta baitul mal.
Karena syari’ (Allah)
telah memberikan kepada pemerintah negara kewenangan untuk mengatur urusan kaum
muslimin, meraih kemaslahatan mereka, memenuhi kebutuhan mereka, sesuai dengan
ijtihadnya dalam meraih kebaikan dan kemaslahatan. Maka pemerintah harus
mengelola harta-harta milik negara semaksimal mungkin agar pendapatan baitul
mal bertambah, dan dapat dimanfaatkan kaum muslim, sehingga milik negara tidak
sia-sia, hilang manfaatnya dan pendapatannya terputus.
Rasulullah
SAW dan para khalifah setelah beliau mengelola harta milik Negara, dan
mengaturnya dalam rangka meraih kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin.
pengelolaan harta milik Negara bukan berarti Negara berubah menjadi pedagang, produsen, atau pengusaha, sehingga, Negara melakukan aktivitas layaknya seorang pedagang, produsen atau pengusaha. Negara tetap sebagai pengatur. oleh karena itu pengelolaan harta yang ditonjolkan adalah pengaturan urusan masayarakat, meraih kamaslahatan mereka dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka. jadi, tujuan pokoknya adalah pengaturan (riayah) bukan mencari keuntungan.
pengelolaan harta milik Negara bukan berarti Negara berubah menjadi pedagang, produsen, atau pengusaha, sehingga, Negara melakukan aktivitas layaknya seorang pedagang, produsen atau pengusaha. Negara tetap sebagai pengatur. oleh karena itu pengelolaan harta yang ditonjolkan adalah pengaturan urusan masayarakat, meraih kamaslahatan mereka dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka. jadi, tujuan pokoknya adalah pengaturan (riayah) bukan mencari keuntungan.
2.3.4 ketentuan yang berkenaan Kepemilikan :
a.
memperoleh harta
Untuk
memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela,
menarik manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara
nilai-nilai keadilan dan tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan
syara(hukum ALLAH)
Di
antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting:
a.
Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun.
b.
Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah),
dan wasiat
c.
Warisan sesuai dengan aturan Islam
d.
Syufah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada
orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain.
e.
Iqtha, pemberian dari pemerintah
f.
Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi amil, nafkah istri, anak, dan
orang tua.
Cara
memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur
paksaan dan tipuan yang bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas
harta orang lain, menjual barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan
sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru mendatangkan
mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja,
perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta
dengan jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong,
seperti riba, meminta balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan.
Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya,
atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Mengenai
pembelanjaan harta, Islam mengajarkan agar membelanjakn hartanya mula-mula
untuk mencukupkan kebutuhan dirinya sendiri, lalu untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang menjadi tanggungannya, barulah memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam pemenuhan kebutuhan ini, Islam mengharamkan bermegah-megah dan
berlebih-lebihan (Israf dan mubazir). Karena sifat ini cenderung kepada
penumpukan harta yang membekukan fungsi ekonomis dari harta tersebut.
Untuk
itulah pada satu takaran tertentu harta dikenai wajib zakat. Zakat merupakan
implementasi pemenuhan hak masyarakat dan upaya memberdayakan harta pada fungsi
ekonomisnya.
Ringkasnya,
aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis
yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka
harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk
konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syariat untuk
merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli
terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu.
2.
Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar
sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi,
pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3.
Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi
kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu.
Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah
untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).
2.4. Pengembangan Harta.
Maknanya
adalah tata cara seseorang mengembangkan harta yang sudah dia miliki.
Pengembangan harta itu bisa terjadi melalui tiga mekanisme: dengan
mengembangkan tanah melalui aktivitas pertanian; dengan mempertukarkan harta
melalui aktivitas perdagangan; atau dengan aktivitas industri, yaitu mengubah
bentuk harta yang dimiliki ke bentuk lain. Di sinilah syariah menjelaskan
hukum-hukum tentang pertanian meliputi status dan hukum tanah, aktivitas
menghidupkan tanah mati, dan hak pengelolaan tanah. Syariah juga menjelaskan
hukum-hukum tentang industri, menetapkan status industri mengikuti produk yang
dihasilkan, di samping menjelaskan hukum tentang kontrak kerja.
Berkaitan
dengan hukum-hukum perdagangan (jual-beli), syariah pun telah menjelaskan
tentang akad jual-beli biasa, jual-beli secara pesanan (bay’ as-salam/as-salaf
atau al-istishna’) termasuk di dalamnya bay’ al-’irbun, dan jual-beli kredit
(bay’ bi ad-dayn wa at-taqsith) berikut ketentuan masing-masingnya. Sebaliknya,
syariah telah melarang seseorang menjual sesuatu yang bukan atau belum menjadi
miliknya, melarang bay‘ al-gharar, ijon, jual-beli buah yang masih dipohon dan
belum mulai matang, jual-beli ikan yang masih di dalam air.
Pengembangan
harta itu di samping dilakukan secara sendiri, juga sering dilakukan
bekerjasama dengan orang lain dalam sebuah perseroan. Karena itu, syariah
menetapkan dan menjelaskan ketentuan perseroan yang boleh meliputi perseroan
‘abdan, mudharabah, mufawadhah, wujuh dan ‘inan. Disamping itu, syariah melarang
tatacara pengembangan harta tertentu, seperti riba, perjudian, manipulasi harga
memanfaatkan ketidaktahuan salah satu pihak atas harga pasar, manipulasi produk
yang diperjualbelikan, penimbunan dan pematokan harga
Walhasil,
keabsahan kepemilikan harta oleh seseorang harus memenuhi dua syarat. Pertama,
harta yang dimiliki itu harus halal zatnya. Kedua, harta itu harus diperoleh
dengan tatacara perolehan yang dibenarkan syariah. Jika keduanya terpenuhi maka
kepemilikan harta itu sah.h
2.5. Bagaimana memanfaatkan harta
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan
bagianmu di dunia dan berbuat baiklah(kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.
Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS 28:77)
Ayat diatas
menerangkan, untuk penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan
kebutuhannya di dunia, namun di sisi lainnya juga harus cerdas dalam
menggunakan hartanya untuk mencari pahala di akhirat.
Ketentuannya
untuk penggunaan harta adalah:
a. Tidak boros
dan tidak kikir.
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu
yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” QS 7:31)
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya
(sangat pemurah) nanti engkau menjadi tercela dan menyesal” (QS 17:29)
Disini, kita
dapat melihat bahwa Allah SWT mengajarkan kita konsep hidup “pertengahan” yang
luar biasa, untuk hidup dalam batas-batas kewajaran, tidak
boros/berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
b. Memberi
infaq dan Shadaqah.
Membelanjakan
harta dengan tujuan untuk mencari ridho Allah dengan berbuat kebajikan.
Misalnya, untuk mendirikan tempat peribadatan, rumah yatim piatu, menolong
kerabat, memberikan pinjaman tanpa imbalan, atau memberikan bantuan dalam
bentuk apapun yang diperlukan oleh mereka yang membutuhkan.
“Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang
diajak untuk menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu diantara kamu ada
orang yang kikir, dan barangsiapa yang kikir maka sesungguhnya dia kikir kepada
dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya, dan kamulah yang
membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling(dari jalan yang benar), Dia
akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka)
seperti kamu” (QS 47:38)
Allah SWT
mendorong manusia agar peduli kepada orang lain yang lebih membutuhkan sehingga
akan tercipta saling tolong menolong antar sesama.
c. Membayar
zakat sesuai ketentuan
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna
membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doa kamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka, Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui” (QS 9:103)
Setiap manusia
yang beriman memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk
mengeluarkan sebagian hartanya (zakat) untuk orang yang tidak mampu, sehingga
dapat tercipta keadilan sosial, rasa kasih sayang dan rasa tolong menolong.
d. Memberikan
pinjaman tanpa bunga(qardhul Hasan)
Memberikan
pinjaman kepada sesama muslim yang membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah
yang harus dikembalikan (bunga/riba). Bentuk pinjaman seperti ini bertujuan
untuk mempermudah pihak yang menerima pinjaman, tidak memberatkan sehingga
dapat menggunakan modal pinjaman tersebut untuk hal-hal yang produktif dan
halal.
e. Meringankan
kesulitan orang yang berhutang.
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam
kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan
jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” QS
2:280