“Kucing baru bro?” tanya Joy, “beli dimana?”
“Nemu,” kata Adian santai.
“Kucing sebagus ini nemu? Nggak mungkin. Setau gue di
tipi-tipi juga harganya seharga motor,”
“Gue nemu di mobil gue, tau-tau ini kucing udah ada aja,”
Kucing putih, berbulu panjang, dengan mata biru, dengan
gelang kaki yang lucu, benar-benar cantik. Adian menemukannya begitu saja dan
dia langsung berniat merawat kucingnya.
“Kata gue, kucing ini pasti ada pemiliknya. Liat aja
bulunya, buh, kucing salon ini mah,”
“Kalo ada yang nyariin, ya mana buktinya ini kucing itu
orang? Ini kucing dateng sendiri ke gue berarti berharap gue yang ngerawat,”
Adian nggak perduli kucing itu milik siapa karena selama 2
minggu ini nggak ada siapapun yang datang mengaku sebagai pemiliknya. Baginya,
sekarang, kucing ini miliknya dan akan dirawatnya dengan baik.
Tapi, ada yang aneh dari kucingnya. Kucing ini nggak pernah
di mandikan oleh Adian atau di bawa ke salon tapi, kucing ini tetap bersih dan
cantik bahkan wangi.
‘kucing yang aneh,’
Adian menggendong kucing itu, ‘bego
banget yang ninggalin ini kucing’
Kemana-mana, Adian membawa kucingnya kecuali ke sekolah
karena peraturan sekolah telah melarang membawa binatang kecuali binatang untuk
praktek biologi saja.
“Di,” Mama memanggil Adian, “Katty udah kamu kasih makan?”
“Oh, udah kok Ma,” kata Adian. Adian menamakan kucing
temuannya Katty.
“Nyokap lo jatuh hati juga sama ini kucing?” Joy memandang
heran, “coba lo nemu kucingnya 2 kan gue kebagian,” tambahnya. Joy juga ikut
menyukai kucing ini padahal, cowok satu ini sebelumnya kurang menyukai binatang
berbulu, “kucing lo sumpah cantik, matanya juga kayak manusia,”
**
Hari ini, Adian buru-buru pulang kerumah tanpa mempedulikan
Gita yang mengajaknya untuk nonton. Yap, di sekolah, ada seorang cewek yang
mengejar-ngejarnya. Adian nggak menyukai cewek itu sama sekali.
La....la....lalalala.... handphone
Adian berbunyi.
“Kenapa?” tanyanya, itu panggilan dari Joy.
“Nggak kasian sama Gita lo ini,” katanya, Adian mengerti
maksud Joy, “gara-gara lo, ini anak ngomel ke gue,” tambahnya.
“Yaudah cuekin aja lagian itu cewek masih aja nggak capek,”
TUP! Telefon di tutup.
Adian risih karena Gita terus mendekatinya. Dia nggak suka
dengan semua tindakan Gita yang kadang berlebihan padahal, dia sudah mengatakan
kalau semua yang di harapkan Gita nggak akan tercapai tapi, cewek itu tetap
terus mengejarnya.
Adian tiba dirumah dan buru-buru mencari kucingnya,
“Katty-Katty,” panggilnya dengan manis, “Katty,”
“Bukannya duduk di meja makan, kamu justru mencari Katty.
Makan dulu,” Kata Mama, Adian menurut, “Katty sudah makan siang, tenang saja
Mama merawatnya,”
Adian langsung tancap gas ke meja makan tapi, dia langsung
terjatuh ketika melihat seorang perempuan duduk disana. Kedua bola mata Adian
tampak takut dan langsung melangkahkan kakinya ke belakang tapi, Mama
menghentikan.
“Ada apa? Bukankah gadis itu cantik?”
“Eh, em Iya Ma tapi, matanya, kulitnya, berasa kayak setan,”
jelas Adian pada Mama, “cantik, banget malahan tapi, agak serem. Habisnya kok
ada sih cewek secantik itu, hihi aneh”
“Sudahlah, ayo makan,” Mama menyuruh Adian makan dan Adian
langsung menurut.
Ketika makan, Adian sempat melirik perempuan itu. Dia yakin
usia perempuan itu sama dengannya atau lebih muda tapi, tetap saja Adian
menganggapnya hantu. Entah mengapa, tubuh Adian terasa begitu gemetar takut
melihat wanita itu.
“Kalian nggak akan berbincang sampai kapan?” tanya Mama,
Adian diam, perempuan itu hanya tersenyum.
“Udah, Adian mau nyariin Katty,” kata Adian lalu bergegas ke
kamarnya karena biasanya Katty jam segini sedang tidur. Adian memang membiarkan
kucingnya tidur di kamarnya dan sulit untuk membiarkan Katty jauh dengannya.
Setibanya di kamar, Adian nggak menemukan Katty. Dia kembali
ke meja makan untuk bertanya pada Mama tapi, Mama sedang menggendong Katty.
“Katty,” Adian mengangkat Katty dan di jewernya telinga
Katty, kucing itu hanya bisa mengeong saja, “cewek tadi kemana Ma?”
“Mengapa kamu menanyakannya? Bukannya kamu takut?”
“Oh iya, yaudah,” lalu Adian membawa Katty keluar rumah
untuk jalan-jalan.
Adian pergi ke sebuah pusat perbelanjaan yang berada di
tengah kota. Dia membelikan pakaian untuk Katty padahal, beberapa hari lalu dia
baru membelikannya. Selain pakaian, dia juga memberikan aksesoris kucing
lainnya dan Katty benar-benar tampak cantik.
Dia nggak mengerti mengapa bisa benar-benar menyukai kucing
ini padahal, sebelumnya dia lebih menyukai binatang yang ganas seperti ular.
Tapi, kesukaannya pada ular nggak seperti kesukaanya pada kucing ini karena dia
selalu ingin kucing ini disisinya.
“Wah kamu sering sekali membelikan kucing ini sesuatu yang
cantik,” kata seorang pegawai yang bekerja menjaga tempat aksesoris binatang,
“apa kucing ini milikmu?”
“Eh iya mbak,” jawab Adian, “walaupun saya cowok tapi,
namanya juga jatuh cinta ya nggak bisa di larang kan?”
“Loh siapa yang melarang? Kucingmu benar-benar cantik,
sepertinya kucing langka karena saya rasanya nggak pernah melihat kucing
secantik ini terutama matanya dan tatapannya yang indah.”
Adian senang mendengarkan hal tersebut. ‘ternyata bukan gue yang merasa gitu, nyokap, temen-temen gue sampe ini
mbak-mbak juga berpikiran sama, ckck’ wajah Adian terlihat senang. Dia
keluar setelah membayar semuanya dan dia berniat mengajak Katty ketaman karena
menurutnya binatang sangat suka ke taman.
“Adian,” sapa Gita saat ditaman, Adian langsung merasa
pusing karena bertemu Gita, “kamu lagi ngajak kucing kamu jalan-jalan ya? Aku
juga bawa anjing Aku jalan-jalan loh,”
“O,”
“Kamu sering kesini ya? Kok kamu nggak bilang sih kan kita
bisa kesini bareng,” katanya memegang tangan Adian centil.
‘astaga ini cewek
maunya apa coba?’ Adian menghela nafas sejenak, “Ta,” dia melepaskan tangan
Gita lembut, “gue lagi nggak mau pacaran sementara waktu. Gue mau fokusin ke
pertandingan gue minggu depan.”
“Habis pertandingan berarti ada niatan ya? Ye...”
“Ta, maaf kalo ini nyakitin lo tapi, gue nggak ada niatan
buat deket sama lo lebih dari temen. Kita temen Ta, nggak lebih. Kalau lo mau lebih,
kita bisa untuk nggak saling kenal kan?” lalu Adian pulang bersama kucingnya
dan Gita menangis sambil mengomeli anjingnya.
Adian sebenarnya nggak tega untuk bicara seperti itu pada
Gita tapi, dia sudah pusing dan nggak mau lagi di ganggu Gita. Baginya, cewek
satu ini baik tapi, dia benar-benar nggak ada niat untuk membiarkan Gita lebih
dekat atau Gita akan lebih sakit hati kedepannya.
“Menurut lo, Gita itu gimana?” tanya Adian pada kucingnya
dalam perjalanan pulang, “dia baik Cuma, hati nggak bisa di paksa kan? Lo enak
kucing nggak serumit itu mikirnya, lah gue, ckck,”
“Meong....meong...meong....” Katty bersikap manja ke Adian
seperti kucing kebanyakan pada majikannya, “meong,”
‘Ini kucing ngerti aja
kalo gue lagi pusing. Untung aja gue rawat nih kucing, nggak rugi gue’
**
Pelajaran demi pelajaran membuat kepala Adian mengepul
apalagi rumus-rumusnya memusingkan tapi, mau tak mau Adian harus berusaha.
Kalau nilai ujiannya hari ini jelek, nanti siang dia nggak akan konsentrasi
bertanding apalagi lawannya SMA tetangga.
“Kapten basket tetangga kan si Sultan, yakin lo menang?” Joy
menakut-nakuti, “sebagai sohib lo, gue mendukung tapi, mengingat Sultan
terkenal ahli banget, entahlah, haha,”
“Kampret,”
Pertandingan kali ini, Adian membawa kucingnya dan di taruhnya
di dekat tasnya. Teman-teman satu tim nya hanya tertawa melihat Adian yang
nggak bisa lepas dari kucingnya tapi, mereka juga menyukai Katty karena kucing
itu begitu cantik.
Satu demi satu poin terkumpulkan oleh SMA tetangga, Sultan
benar-benar hebat dalam mencetak poin. Adian merasa nggak ada kesempatan lagi
tapi, kemudian Katty mengeong seolah memberikan semangat, Adian langsung
bersemangat tapi, Sultan memperhatikan Katty.
“Mati,” kata salah seorang teman satu tim Adian mengatakan
seperti itu seolah mereka kalah, “nggak ada harapan,”
Wajah Adian terlihat lelah, dia terlihat sudah menyerah
tapi, kemudian dia ingin melanjutkan sampai akhir karena kalah nggak masalah
jika ada usaha. ‘gue nggak akan kalah
memalukan!’
Di sisi lain, Sultan justru mematung memandangi Katty.
Terlihat mereka melakukan kontak mata seolah Sultan ingin memakan Katty seperti
daging kelinci.
Poin demi poin sekarang di peroleh timnya Adian. Mereka
menang. Mereka menang. Mereka menang untuk pertamakalinya melawan SMA tetangga
karena biasanya SMA tetangga lebih unggul.
“Sultan dari tadi kayak orang linglung, aneh,” kata Roy, “di
awal dia sip tapi, di tengah-tengah pertandingan sampe sekarang kayak orang
kesambet.”
“Udah yang penting kita menang,” Adian tersenyum lalu
mengambil kucingnya dan mengusap bulu lembut kucingnya. Sesaat, Adian melihat
Sultan yang aneh, nggak seperti biasanya.
Adian duduk, beristirahat setelah memenangkan pertandingan.
Dia nggak merayakan kemenangan bersama yang lain karena tempat perayaannya di
larang membawa binatang, Adian nggak bisa meninggalkan Katty.
“Ehem,....” Sultan mendekat. Semuanya sudah pergi, hanya
tinggal Adian, Sultan, dan kucing milik Adian saja serta para semut yang lewat,
“selamat atas kemenangan kalian,”
“Oh iya,” jawab Adian sambil bingung dengan tingkah Sultan.
Biasanya Sultan menang dan dia akan tersenyum bangga tapi, kali ini wajah
Sultan benar-benar menunjukkan kekalahannya, “kucing lo?”
“Namanya Katty, kenapa? Mau bilang kucing gue cantik, semua
orang bilang kayak gitu,”
Sultan tersenyum, “boleh kapan-kapan gue minjem kucing lo?”
“Sorry bro, kayaknya nggak bisa,” kata Adian terdengar
tegas, “memang untuk apa?”
Sultan tersenyum lagi, “nggak...” kemudian dia pergi begitu
saja tanpa menjelaskan apapun.
**
Ketika bangun, Adian mengobrak-abrik kamarnya mencari Katty.
Biasanya, pagi-pagi yang dilihatnya Katty tapi, Katty nggak ada dimana-mana.
“Ma, Mama!” Adia terlihat kesal, “mana Katty?”
“Oh, di bawa Papa ke salon. Mama meminta Papa untuk
membawanya ke salon. Lagian kucing cantik-cantik Cuma di mandiin dirumah,
kasian kan?”
“Kapan pulang?”
“Nanti sore,”
“Ai, ke salon kok sampe sore? Apa-apaan!” Adian kesal lalu
dia pergi keluar untuk jogging.
Adian memang selalu kesal kalau ada yang membuat Katty nggak
terlihat. Entah kenapa, Adian benar-benar kesulitan untuk jauh dari kucingnya.
Udara pagi di sekitar kompleks cukup sejuk walaupun suasana
hati Adian sedang nggak baik. Dia melihat anak-anak bermain sepeda,
remaja-remaja seumurannya jogging, kakek-kakek ada yang berjalan pelan sekali
seolah belajar berjalan, dan beberapa orang membawa hewan peliharaan mereka.
“Hei...” seorang cewek menyapa Adian, “hei,” katanya lagi,
Adian memandangi cewek itu dan lansung menjauh ketakutan, dia berlari, “hei!”
cewek itu menarik tangan Adian, “kenapa kamu lari?”
“Eh. Elo, lo cewek yang waktu itu kan?” tanya Adian agak
takut. Cewek di hadapannya benar-benar cantik, cantik sekali tapi, wajahnya
sedikit pucat dan Adian agak takut dengan wajah pucat manusia karena itu tampak
seperti arwah penasaran, “sorry,”
“Kenapa? Apakah Aku tampak menakutkan? Kukira, Aku cantik
karena banyak orang yang mengatakan Aku cantik,”
Adian nggak enak hati dan meminta maaf, “sorry, gue nggak takut kok Cuma agak
kaget aja soalnya kita kan nggak saling kenal,” jelasnya berbohong. ‘ini cewek cantik, cantik banget tapi,
pucetnya ini berasa arwah. Apa gue pernah buat salah sama cewek sampe arwahnya
dateng ke gue? Nggak, sumpah nggak mungkin!’
Perlahan Adian menarik nafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya perlahan dan menyingkirkan rasa takutnya, “Adian,” Adian
memperkenalkan diri, “lo rumahnya di sekitar sini juga?”
“Iya, deket sama rumah kamu, deket banget malahan,” cewek
itu tersenyum manis dan Adian merasa aneh karena dia merasa mengenal cewek ini.
‘apa dia salah satu mantan gue? Tapi,
mantan gue nggak ada yang cantiknya kayak bidadari gini dan nggak ada mantan
gue yang pucet. Apa ini cewek penyakitan?’ Adian terus berpikir, “kamu
bengong ya? Ada apa?”
“Eh... ng..nggak kok, kamu olahraga juga?” cewek itu
mengangguk, Adian ingin menanyakan namanya tapi, dia mengurungkan niat, “yaudah
gih bareng sekalian.”
Mereka jongging bersama dan Adian benar-benar sudah
menghilangkan rasa takutnya apalagi cewek ini tenang dan nggak banyak bicara
seperti Gita. Bagi Adian, cewek yang banyak bicara itu memusingkan tapi, cewek
yang pendiam juga mengerikan. Dia lebih suka cewek yang nggak banyak bicara
tapi nggak pendiam juga, sedang-sedang saja namun harus membuatnya nyaman.
“Oh iya, kamu punya hewan peliharaan kan kalo nggak salah?”
“Iya,”
“Kenapa nggak kamu ajakin jalan-jalan. Banyak loh orang yang
ngajakin hewan peliharaan mereka jalan-jalan pagi hari,”
“Biasanya juga begitu tapi, dia lagi ke salon,” jelas Adian,
“lo... eh kamu juga punya?” tanya Adian, dia mengikuti cara berbicara cewek
yang bersamanya, cewek itu menggeleng, “padahal rata-rata orang di kompleks ini
punya hewan peliharaan.”
“Gimana kalau Aku nggak punya hewan peliharaan tapi, Aku
yang jadi hewan peliharaan?”
“Ada-ada aja, ckck,”
Adian pulang bersama cewek ini. Cewek yang tadinya dikatkuti
Adian ini mengatakan kalau dia ingin sarapan dirumah Adian karena masakan
Ibunya Adian enak.
Dalam kepala Adian, dia bingung dimana rumah cewek ini.
Rumah dikanannya nggak memiliki anak cewek barang satu saja, sebelah kiri dan
depannya juga begitu. Kalau rumah-rumah yang berjarak 2 rumah dari rumahnya,
anak-anaknya masih kecil-kecil, kalaupun ada, jelas itu orang keturunan Cina,
berbeda sekali.
‘rumah ini cewek yang
sebelah mana coba? Mana akur sama Mama pula, kapan mereka kenal?’ Adian
bingung setengah mati, kepalanya di penuhi pertanyaan, ‘apa ini cewek anak yang rumahnya di ujung sana terus operasi plastik
biar cantik? Aisi! ‘
Adian masih belum menanyakan nama cewek yang sekarang ada
dirumahnya walaupun jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka justru menonton
televisi bersama di ruang tengah. Saat Adian memandangi cewek ini, dia
benar-benar merasa kenal tapi, dia lupa dimana pernah bertemu.
“Kenapa?” cewek itu memandangi wajah Adian, “kamu mikir ya
kenapa kok ada cewek secantik Aku?”
“Pe-De sumpah,” Adian menjitak kepala gadis itu pelan. Entah
mengapa, Adian benar-benar nyaman walaupun mereka hanya berbincang biasa sambil
menonton televisi dan memakan cemilan, “sejak kapan kesal sama Mama?”
“Mau kamu sejak kapan?” cewek itu berbalik tanya sambil
tersenyum manis, benar-benar begitu manis dan cantik senyumannya, “udah lama
sih, sama kamu juga udah lama kenal, kamu aja yang nggak sadar,” jelasnya
dengan manis.
‘ini cewek kenapa
manis banget senyumnya? Terus suaranya itu, buat gue ngerasa damai. Sumpah ini
cewek siapa coba? Berada di samping gue ini malaikat yang kelewatan cantik
walaupun agak pucet sih’
Saat makan, tiba-tiba cewek ini tersedar dan Adian buru-buru
ke dapur mengambil minuman. Adian agak heran mengapa dirinya mengambilkan minum
begitu saja padahal, biasanya dia nggak mau mengambilkan minum untuk teman
lamanya sekalipun. Adian terbiasa menyuruh temannya mengambil minum sendiri di
dpaur tapi, kali ini kakinya melangkah begitu saja.
Ketika kembali ke ruang tengah, Adian melihat cewek itu
tersenyum dan tertawa menonton tayangan televisi. Tiba-tiba hati Adian bergetar
aneh dan dia nggak bisa mengontrolnya.
“Hei, kamu kenapa? Terpesona ya?” kata cewek itu
blak-blakan, “eh anterin Aku ya, Aku mau beli jam tangan buat seseorang,”
“Oke,”
Mereka pergi membeli jam tangan di tempat yang biasanya di
datangi Adian. Adian tahu tempat ini menjual jam tangan dengan kualitas terbaik
walaupun untuk harga agak sedikit tinggi.
“Ini bagus nggak?” Adian menggeleng, “kalo ini?” Adian
menggeleng lagi, “ini?” Adian tersenyum menandakan setuju dengan pilihan cewek
ini. Cewek ini ke kasir untuk membayar lalu bertemu Sultan.
“Apa kabar?” tanya Sultan, “apakah buruk?” tangan Sultan
memegang tangan cewek ini dengan agak kasar, matanya menatap tajam.
“Apakah Aku harus membicarakan ini denganmu?” cewek ini
terlihat menantang dengan pandangan sinisnya, “apa harus?”
“Ada apa?” tiba-tiba Adian datang, “elo,” dia melihat Sultan
dan langsung menarik tangan cewek ini, “kalian saling mengenal?” tanya Adian.
Dari keduanya nggak ada jawaban, Adian akhirnya membayar jam tangan itu ke
kasir dan membawa cewek itu keluar tapi, kemudian Sultan mengejar.
Cewek ini terus beradu pandangan sinis dengan Sultan, Adian
jadi heran, “maaf,” kata Sultan pada Adian, “lo pacaran sama ini cewek?”
“Baru kenal, kenapa?”
“Nggak, walaupun kita lawan di lapangan tapi, kita teman di
luar lapangan,” Sultan tersenyum penuh makna, “gue harap kita nggak jadi lawan
di luar lapangan juga,” lalu Sultan pergi begitu saja.
Mereka kembali kerumah Adian. Cewek satu ini terlihat santai
saja padahal menurut Adian, pandangan Sulta begitu menakutkan bagi seorang
cewek seakan menandai permusuhan besar.
“Gue sama Sultan teman, apa kalian musuan?” tanya Adian.
“Nggak tau deh, kenapa? Lagian, nggak penting ah,”
Cewek ini dirumah Adian sampai jam makan malam berakhir
sedangkan Adian mulai khawatir karena Papa nggak pulang-pulang bahkan memberi
kabar sedikitpun, handphonenya pun
mati.
Adian terus melihat jam dan terus menunggu Papa sedangkan
cewek yang dari tadi dirumahnya duduk di samping Adian sambil tertidur. Dia
heran mengapa cewek ini nggak pulang-pulang padahal hari sudah larut apalagi
dia sejak pagi dirumahnya.
“Hei, bangun,” kata Adian, “Aku nggak tega bangunin kamu
tapi, kamu cewek, kasian orang tua kamu nyariin,”
“Rumah Aku deket kok,”
“Dimana? Aku anterin ya, nggak baik cewek pulang kemaleman,”
“Dirumah kamu kan Aku tinggalnya jadi, ngapain kamu anterin?”
kata cewek itu dan Adian merasa kalau cewek yang disampingnya sedang mengantuk
serta ucapannya terbawa mimpi.
Beberapa menit kemudian Papa pulang, Adian langsung mencari
Katty tapi, dia benar-benar terkejut ketika Katty nggak ada pada Papa.
“Papa tidak membawa Katty, Papa ada acara dengan teman-teman
kuliah Papa dulu,”
“Terus Katty dimana?” tanya Adian, “dia ilang?”
“Jelas-jelas Katty sama kamu seharian ini, mata kamu masih
sehat kan?” Papa memandangi cewek yang duduk manis di samping Adian. Cewek itu
menyapa Papa dengan sopan dan Papa tersenyum lalu masuk ke kamar, “ai, kucing
gue kemana pula! Aisi!”
Adian marah-marah nggak karuan. Dia mengubek-ubek ke dalam
mobil Papa, mengubek-ubek isi rumah sambil guci-guci di periksanya, sampai toples-toples
di periksanya saking dia kesalnya.
Kaki Adian melangkah ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil
mencari Katty. ‘Ini orang rumah kenapa
pada nggak peduli sama Katty. Nggak kayak biasanya. Gila!’ setelah menemukan kunci mobilnya, Adian
keluar kamar tapi kemudian cewek yang sejak pagi bersamanya masuk dan tidur
dikamarnya.
“Woy gila lo!” Adian menarik cewek itu, “keluar-keluar, bisa
diamuk bokap-nyokap gue!”
“Kenapa? Biasanya juga mereka nggak marah, kamu geh nggak
marah, Aku kan biasa tidur disini,” cewek itu berdiri lalu memeluk Adian, “ada
apa? Kamu mau nyari Katty? Aku Katty,” lalu cewek ini berubah menjadi Katty,
menjadi kucing dan lombat ke atas ranjang, “Aku Katty,” kucing itu bisa
berbicara layaknya manusia.
Adian bengong dan ketika sadar, dia berlari ke kamar orang
tuanya. Mereka melihat tingkah Adian yang kebingungan justru tertawa.
“Kenapa? Apa yang aneh! Adian bisa gila liat itu cewek, eh
itu cewek berubah jadi Katty!”
“Memang dia Katty, Papa kira ada apa. Sudahlah, Papa dan
Mama ingin istirahat. Kamu jaga saja Katty, jangan berbuat macam-macam atau
menyakitinya atau hidupmu akan menjadi taruhannya,” Papa menyuruh Adian keluar.
“Tapi...”
“Sudahlah, dia benar-benar Katty.” Mama pun ikut menyuruh
Adian keluar.
Adian kebingungan, dia akhirnya memilih tidur di ruang tamu
sendirian.
**
Langkah kaki Adian gontai seperti orang mabuk tapi dia
sadar. Anak-anak memandanginya karena sepanjang koridor di langkahi Adian
dengan sangat aneh.
“A... Adian,” Gita menyapanya, “kamu kenapa?” kali ini Gita
mulai berubah. Dia mulai menjaga jarak dengan Adian bahkan, Gita sudah nggak
menelfon Adian lagi sejak ucapan Adian beberapa waktu lalu.
“Apa? Lo mau buat gue gila juga!” bentak Adian, Gita kaget
dan langsung meninggalkan Adian.
Sepanjang jam pelajaran berlangsung, Adian seperti orang
kesambet setan. Dia terus mematung dan begong sampai sabahatnya, Joy pun
bingung.
Beberapa kali, Adian sempat di tegur guru karena bengong di
saat KBM berlangsung tapi, ada juga guru yang menyarankannya untuk ke UKS saja.
“Pantesan tadi pagi lo dianter bokap lo, lo sakit bro?”
tanya Joy, Adian diam, “kalo lo nyetir dalam keadaan begini, bisa langsung ke
UGD pula.” Tambahnya tapi Adian tetap diam nggak mengeluarkan sepatah kata pun.
Bel berbunyi, Joy berniat memberi tebengan pada sahabatnya
tapi, Joy melihat mobil Adian sudah ada di depa gerbang sekolah.
“Bokap lo apa nggak nyokap lo noh jemput, mobil lo di
depan,” beritahu Joy, Adian tetap diam, “lo nggak lagi gila kan? Lo cowok bro,
jangan begini woy!”
“Gue ngeliat setan, bukan tapi siluman, bukan tapi jin,
shit!” kata Adian, Joy bingung karena sekalinya bicara, Adian berkata aneh.
Joy mengantarkan Adian ke depan gerbang karena dia khawatir
kalau sahabatnya itu benar-benar sakit. Bagaimana pun mereka sudah bersahabat
sejak TK jadi, dia tahu kalau tingkah Adian kali ini adalah untuk
pertamakalinya.
“Hei,” seorang cewek keluar dari dalam mobil, “kamu kok lama
sih? Aku kan nungguin kamu, huhu, capek tau,” dia menarik tangan Adian lembut,
Joy masih bingung dan kaget.
“Lo pacarnya Adian?” tanya Joy, ‘ini cewek cantik, sumpah cantik banget ngelebihin artis, matanya juga
cantik’ kata Joy dalam hati, “eh sorry,
lo pacarnya Adian?”
“Nggak tau juga, terserah Adian mau nganggep Aku apa yang
jelas dia udah ngerawat Aku selama ini,”
“Hah?” Joy kebingungan tapi, kemudian cewek itu membawa
Adian bersamanya.
**
Sebenernya cerpen ini belum selesai tapi gue kehabisan ide, jadi yaa gak jelas mau di bawa kemana ini cerpen DAN kenapa tulisannya berantakan? Karena gue males ngeditnya wo_o
:) :) :)
-
Adian
-
Joy
-
Gita
-
Katty
-
Sultan
-
Linda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar