COPAST DARI BERBAGAI web ^^
Semua isi silahkan dicek kembali apakah kutipan benar atau tidak karena saya pun tidak mengecek untuk file ini ^^
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Gaya Hidup
Gaya
hidup adalah prinsip yang dapat dipakai sebagai landasan untuk memahami tingkah laku dan yang melatarbelakangi sifat khas individu. Gaya hidup
juga merupakan pembimbing dalam hidup individu dan diperjuangkan terhadap segala macam rintangan[1] Suryabrata
menjelaskan bahwa gaya hidup merupakan pembimbing dalam menjalani kehidupan individu
dan
akan diperjuangkan yang diwujudkan
dalam tingkah laku. Gaya hidup juga
dapat melatarbelakangi sifat khas individu. Sama halnya
dengan pendapat Kekes
mengenai gaya hidup.[2]
The combination of such interdependent attitudes, manners, and patterns of action forms what I
am calling a style of
life. It is an expression of individuality that guides how one wants to live in the particular
circumstances that constitute the context of one’s life.
Terjemahan bebas pendapat Kekes adalah bahwa kombinasi dari sikap, cara, dan pola tindakan disebut
gaya hidup. Gaya
hidup adalah ekspresi individualitas yang
membimbing
bagaimana individu ingin hidup dalam keadaan
tertentu yang
membentuk konteks
kehidupan seseorang.
Kekes menjelaskan
bahwa gaya hidup membimbing cara hidup individu yang berwujud dalam sikap, cara dan pola tindakan.
Pendapat mengenai gaya hidup menurut
Fiest [3] adalah bahwa “style of life is the term Adler used to refer to the flavor of a person’s life. It
includes a person’s goal, self-concept, feelings for others, and attitude toward
the world”. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa
gaya hidup merupakan
istilah yang digunakan Adler untuk menunjukkan selera hidup seseorang yang
mencakup tujuan seseorang, konsep diri, perasaan terhadap orang
lain, dan sikap terhadap dunia. Lebih lengkapnya, Schultz menjelaskan “a unique pattern of characteristics, behaviors, and habits, which
Adler called
a distinctive character, or style of life”. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah
bahwa pola khas dari karakteristik, perilaku, dan kebiasaan yang Adler sebut
karakter khas atau
gaya hidup. Adler menyebutkan bahwa
gaya
hidup dapat dilihat dari
karakteristik,
perilaku, dan juga kebiasaan.[4]
Kotler “A lifestyle is a person’s
pattern of living in the world as
expressed in activities, interests, and opinions” yang dapat diartikan dalam
terjemahan bebas bahwa gaya hidup adalah pola interaksi seseorang yang diungkapkan dalam
kegiatan, minat, dan pendapat seseorang.[5]
Gaya hidup menggambarkan interaksi individu
dengan lingkungannya. Kegiatan, minat
dan pendapat ini menggambarkan interaksi individu dengan lingkungannya. Sama
halnya dengan pendapat Petter dan Olson bahwa “life
style is the manner in which people conduct their lives, including their activities, interests,
and opinions”. Terjemahan
bebas kalimat
ini adalah gaya hidup merupakan cara seseorang dalam menjalani hidupnya termasuk di dalamnya kegiatan, minat dan opini
mereka.[6] Petter dan Olson menjelaskan bahwa kegiatan, minat dan pendapat individu
adalah
bagian
dari cara seseorang
dalam menjalani hidup. Sehingga bagaimana gaya hidup individu dapat dilihat dari kegiatan, minat dan pendapat
individu tersebut. Sedangkan
definisi
lifestyle atau
gaya hidup dalam APA
Dictionary
of Psychology Second
Edition adalah the typical way of
life or manner of living that
is characteristic of
an
individual or group, as expressed by behaviors, attitudes, interests, and other factor. In the
individual psychology of Alfred adler, an individual’s
characteristic way of overcoming or compensating for feelings
of inadequacy. According
to Adler, a lifestyle is frst adopted
in childhood, when the key factors
informing it will be genetic endowment, upbringing,
and interpersonal relations within the family.[7]
Arti dalam terjemahan bebas, gaya hidup adalah cara hidup atau aturan
dalam hidup yang merupakan karakteristik individu atau kelompok, yang diekspresikan melalui tindakan, sikap, ketertarikan dan faktor
lainnya. Menurut
Psikologi individual oleh Alfred Adler, karakteristik cara individu mengatasi atau mengganti rugi perasaan ketidakmampuan. Menurut Adler, sebuah gaya hidup
pertama kali diterapkan pada masa
kanak-kanak, faktor
kunci gaya hidup berasal
dari keturunan genetik, pola
asuh, dan hubungan interpersonal dengan keluarga.
Pengertian yang telah
disampaikan tersebut menerangkan bahwa gaya hidup adalah karakteristik khas yang diekspresikan melalui tindakan, sikap, ketertarikan
dan
faktor lainnya. Gaya hidup sudah ada
sejak masa kanak-kanak dimana
dipengaruhi oleh berbagai
faktor.
Sedangkan Solomon memiliki pendapat yang berbeda, menurutnya “lifestyle defines a pattern of consumption that reflects a person’s choices of how to spend his or her time and money.” Arti dalam terjemahan
bebasnya adalah gaya hidup menggambarkan pola konsumsi yang merefleksikan pilihan cara individu menghabiskan
waktu dan uang yang
dimiliki. Solomon menerangkan bahwa gaya hidup individu dapat dilihat dari bagaimana
pola konsumsi yang dimiliki
karena pola
konsumsi dianggap merefleksikan cara individu
menghabiskan waktu
dan uang yang dilimiki.[8]
Berdasarkan
uraian di atas
maka dapat disimpulkan
bahwa gaya hidup
adalah pola khas dari sikap, cara dan pola tindakan yang dimiliki individu mencakup tujuan, konsep diri, perasaan terhadap orang lain dan sikap terhadap dunia
yang diungkapkan dalam aktivitas, minat dan pendapat. Gaya hidup merupakan hasil interaksi dari faktor keturunan, pola asuh, lingkungan dan daya
kreatif yang dimiliki individu.
b. Pengertian Hedonisme
Dalam The encyclopedia
of positive psychology disebutkan bahwa : The related term hedonism is the doctrine that pleasure
is the sole good. Philosophical hedonism
claims that pleasure is the moral good, suggesting that the definitive social norm is to provide the greatest amount of pleasure for the greatest
number of people.
Psychological hedonism
holds that
everyone aims only at pleasure as the ultimate end, and that at any given
moment there is an ordering of events along a continuum of hedonic tone ranging from very aversive through neutral, to very desirable.[9]
Arti dalam terjemahan bebas, hedonisme
adalah doktrin
bahwa kesenangan
adalah
satu-satunya kebaikan. Hedonisme dari
sudut pandang filosofis mengklaim bahwa kesenangan adalah moral yang
baik, menunjukkan
bahwa norma sosial definitif adalah untuk memberikan
kesenangan terbesar bagi kebanyakan orang. Sedangkan hedonisme dari sudut pandang
psikologis berpendapat bahwa
setiap orang hanya bertujuan untuk kesenangan sebagai tujuan akhir. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hedonisme
adalah doktrin atau faham bahwa tujuan hidup individu adalah untuk memperoleh kesenangan pribadi
sebagai tujuan akhir.
Definisi
hedonisme dalam APA Dictionary of Psychology Second Edition
adalah in philosophy, the doctrine that
pleasure is an intrinsic
good and the proper goal of all human action. One
of the fundamental questions of ethics has been whether pleasure
can or should be equated with the good in this
way. In sychology, any
theory that suggests that pleasure
and the avoidance
of pain are the only
or the major motivating forces in human behavior[10].
Arti dalam terjemahan bebas definisi hedonisme
di atas adalah bahwa berdasarkan sudut pandang
filosofi, hedonisme adalah ajaran bahwa kesenangan adalah kebaikan hakiki dan merupakan tujuan yang tepat dari semua tindakan manusia. Berdasarkan sudut pandang
psikologi beberapa teori menyatakan bahwa
kesenangan dan
penghindaran
terhadap penderitaan
merupakan satu-satunya atau motivasi
utama yang mendorong perilaku manusia. Pengertian di
atas menggambarkan bahwa hedonisme
merupakan ajaran bahwa kesenangan dan
penghindaran terhadap penderitaan adalah motivasi utama yang
mendorong perilaku manusia. Perilaku manusia yang menganut faham hedonisme ini akan nampak
mengejar kesenangan dan menghindari
penderitaan.
Hedonisme merupakan aktivitas apapun yang
dilakukan demi mencapai kenikmatan bagaimanapun caranya, apapun
sarananya,
dan apapun akibatnya. Hedonisme merupakan gaya hidup yang menjadikan kenikmatan atau kebahagiaan sebagai tujuan. Berdasarkan pengertian hedonisme
menurut Kunto dapat ditarik
kesimpulan
bahwa hedonisme merupakan gaya hidup
yang diwujudkan dalam aktivitas untuk mengejar kenikmatan atau kebahagiaan sebagai
tujuan bagaimanapun cara, sarana serta akibatnya. Efendy menambahkan bahwa
gaya
hidup hedonisme
membentuk
sikap mental yang
rapuh, mudah putus
asa,
cenderung enggan
bersusah
payah, selalu ingin
mengambil jalan pintas, dan tidak suka bekerja keras. Efendi menjelaskan
mengenai ciri-ciri
gaya
hidup
hedonisme
dengan gambaran sifat-sifat negatif
dalam diri individu yang menganut
gaya hidup hedonisme.[11]
Berdasarkan beberapa pengertian
di atas
maka dapat disimpulkan
bahwa hedonisme adalah
sebuah pandangan bahwa kesenangan merupakan tujuan utama
dalam hidupnya serta selalu
menghindari
kesengsaraan
dengan
melakukan berbagai cara. Sedangkan gaya hidup hedonisme adalah suatu pola hidup khas dari
sikap,
cara dan
pola
tindakan untuk
mencapai
tujuan,
konsep diri dan
perasaan yang
mengarah pada keinginan untuk mengejar kesenangan dan diungkapkan dalam
aktivitas,
minat
dan pendapat dengan
menghalalkan
berbagai
cara. Gaya hidup hedonisme dapat membentuk sikap mental yang rapuh, mudah
putus asa, cenderung
enggan bersusah payah, selalu ingin mengambil jalan pintas
dan
tidak suka bekerja keras. Individu yang menganut gaya
hidup ini akan menghabiskan waktunya demi bersenang-senang
bersama teman sepermainan dan ingin
menjadi
pusat perhatian di lingkungannya.
c. Aspek-Aspek
Gaya Hidup Hedonisme
Kekes menyatakan “the
combination of such interdependent
attitudes, manners, and patterns of action forms what I am calling a style
of life”. Arti dalam terjemahan bebasnya adalah bahwa kombinasi antara sikap, cara, dan pola tindakan membentuk gaya hidup. Sikap
individu menunjukkan cara individu,
dan
cara individu menunjukkan pola tindakan individu tersebut. Gaya
hidup menurut Kekes dapat dilihat dari aspek sikap, cara dan pola tindakan yang dilakukan
oleh individu.[12]
Berbeda dengan pendapat Kekes, menurut Peter dan Olson lifestyles are measured
by asking consumers about their activities (work, hobbies,
vacations), interests (family,
job, community), and opinions (about social issues,
politics, business). Arti dalam terjemahan bebasnya adalah
bahwa gaya hidup diukur dengan cara bertanya kepada konsumen mengenai aktivitas
(kerja, hobi, liburan),
minat (keluarga, pekerjaan, komunitas), dan pendapat (tentang isu sosial, politik, bisnis). Aktivitas, minat dan pendapat (activity, interest, and opinion)
atau disingkat AIO ini mencerminkan gaya hidup
individu dan merupakan metode
utama dalam meneliti gaya hidup individu.[13]
Berdasarkan
uraian
di atas maka penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek gaya hidup hedonisme adalah aktivitas, minat, pendapat, sikap, cara dan pola tindakan. Aspek-aspek ini nantinya akan digunakan untuk meneliti gaya hidup
hedonisme.
d. Faktor Penyebab Gaya Hidup Hedonisme
Feist & Feist menyatakan pendapatnya mengenai faktor
penyebab gaya hidup“It is the
product of the interaction of heredity, environment, and a person’s
creative
power”. Terjemahan bebas dari kalimat tersebut adalah bahwa
gaya hidup
merupakan produk atau hasil interaksi dari faktor
keturunan, lingkungan dan kekuatan kreatif individu. Berdasarkan pendapat di atas, ketiga faktor yang telah disebutkan tersebut membawa pengaruh terhadap gaya hidup
individu.[14]
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri
individu yang didasarkan pada
keyakinan diri sendiri untuk bergaya hidup sesuai dengan
keinginannya.
a) Sikap
Sikap sebagai pandangan perasaan dan kecenderungan bertindak suatu hal terhadap
objek tertentu.
b) Pengamatan dan
pengalaman
Hal ini diperoleh dari hasil interaksi manusia dengan lingkungannya
dan dapat juga dari hasil belajar.
c) Kepribadian
Kepribadian adalah
konfigurasi karakteristik
individu dan cara berperilaku
yang menentukan perbedaan
perilaku dari setiap individu. Kepribadian
seseorang
akan
memengaruhi sikap dan
perilaku orang tersebut.
d) Konsep
diri
Seseorang yang memilliki konsep diri positif tidak akan mudah untuk
dipengaruhi oleh stimulus dari luar, tetapi apabila seseorang memiliki konsep diri negatif maka individu akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh stimulus dari luar.
2) Faktor
Eksternal
Gaya hidup hedonisme
yang berasal dari faktor eksternal yaitu muncul dari luar
diri individu. Faktor
eksternal yang memengaruhi
gaya hidup hedonisme
adalah:
a) Kelompok
referensial
Kelompok referensi adalah kelompok yang
memberikan pengaruh langsung atau
tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku seseorang.
b) Keluarga
Pola asuh orangtua akan membentuk suatu kebiasaan anak yang
secara tidak
langsung memengaruhi pola
hidupnya.
c) Kelas sosial
Kelas sosial mengarah pada perbedaan status ekonomi dan sosial yang
akan memengaruhi perilaku dan gaya hidup.
d) Kebudayaan
Kebudayaan
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh individu sebagai anggota masyarakat.
Sama halnya dengan
pendapat Rani (2016 :
23) bahwa secara umum ada dua
faktor yang menyebabkan seorang
mahasiswa atau masyarakat menjadi
hedonisme yaitu faktor ekstern yang meliputi media dan lingkungan sosial serta
faktor intern yang meliputi keyakinan dalam
beragama dan keluarga.
1) Faktor
ekstern
Derasnya arus industrialisasi dan globalisasi yang menyerang
masyarakat merupakan faktor yang menyebabkan nilai-nilai yang
dulu dianggap tabu kini dianggap biasa. Melalui media komunikasi massa nafsu, perasaan, dan keinginan seseorang dipengaruhi untuk menjadi hedonisme.
2) Faktor
intern
Sementara
itu
dilihat dari sisi intern, lemahnya keyakinan agama seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku sebagian masyarakat yang
mengagungkan kesenangan dan hura-hura semata.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat dua
faktor utama yang
memengaruhi gaya
hidup hedonisme, yaitu faktor
internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi gaya hidup hedonisme adalah faktor keturunan, lemahnya keyakinan
agama, sikap, pengalaman, pengamatan, kepribadian, konsep
diri serta kekuatan
kreatif individu.
Sedangkan
faktor eksternal yang
memengaruhi gaya hidup hedonisme adalah lingkungan, derasnya
arus
industrialisasi
dan globalisasi, kelompok referensi,
keluarga, kelas
sosial
serta kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderman, E. M., &
Murdock, T. B. (2007). Psychology of academic cheating.San Diego, C. A.: Elsevier.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Prosedur penelitian
suatu
pendekatan
praktik.Jakarta:
PT Rineka Cipta
Azwar, Saifuddin.
(2017). Penyusunan
skala
psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Davis,S.F. &
Drinan P.F. & Gallant T.B. (2009). Cheating in school : what we know and what we can do. United Kingdom: Wiley-Blackwell.
Depdikbud. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Effendi, Yudy. (2012). Rahasia meraih hidup supersukses.
Jakarta : Agromedia Pustaka.
Feist J. & Feist G.J. (2008). Theories
of personality (7th
ed).
USA: McGraw Hill
Gunarsa, Singgih & Gunarsa, Yulia.
2001. Psikologi praktis anak, remaja dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Kekes, John. (2008). Enjoyment : the moral significance of styles of life. New York
: Oxford University Press
Kotler, P. (1996). Marketing management : analysis, planning, implementation, and control. (9th ed).
New York : Prentice Hall,inc.
. (2012). Marketing management. (14th Ed). New Jersey : Prentice Hall.
Kunto, A.A. (1999). Remaja tentang hedonisme : kecil bahagia, mudafoya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Yogyakarta :
PT.Kanisius.
Lambert, E. G., Hogan, N. L., Barton, S. M. (2003). Collegiate academic dishonesty revisited:
what have they done, how
often have
they done it, who does it, and why
they
do it? electronic journal of sociology.7
(4).
Lang,J. M. (2013). Cheating lessons:
learning from academic dishonesty. USA:
Harvard University Press
Lin.C., & Wen, Ling-Yu. (2007) Academic dishonesty in higher education: a nationwide
study in Taiwan.
Reasearch in Higher Education, 54, 85-97.
Lopez, Shane J.
(2009).
The encyclopedia of positive psychology. United Kingdom : Blackwell Publishing
Ltd.
Nisak, Khairatun. (2014). Perbedaan gaya hidup hedonisme
mahasiswa psikologi
yang tinggal
di
kos
dan
tinggal di rumah
orangtua.
Skripsi. Riau : Universitas Islam
Negeri Sultan
Syarif Kasim
Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Statistik terapan untuk penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada Press.
Petter, J. P. and Olson, J. C.(2010).Consumer behavior& marketing strategy. (9th Ed). New York : McGraw-Hill
Probovury,RA.
(2015). Pengaruh penyalahgunaan
teknologi informasi dan
integritas mahasiswa terhadap perilaku
kecurangan akademik mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Negeri
Yogyakarta.
Raharjo, Suparto. (2010). Ki hajar
dewantara biografi singkat 1889-1959. Jogjakarta:
Garasi.
Rangkuti, Anna. (2015). Kecurangan
akademik pada mahasiswa kependidikan.
Diunduh pada 15 September 2017 dari
https://www.kompasiana.com/anna_rangkuti /kecurangan-akademik-pada- mahasiswa-kependidikan_5510bfb5a33311c339ba8bca
Rani, Yeny
Chintya. (2016). Pengaruh gaya hidup hedonisme
terhadap prestasi
belajar mahasiswa. Skipsi. Bandung : Universitas Pasundan
Santrock, John W. (2007). Adolesence, (11th ed), diterjemahkan oleh Benedictine Widyasinta dengan
judul Remaja, edisi 11,
jilid
2. Jakarta : Erlangga
. (2007) Life-span development, (3th ed), diterjemahkan oleh
Benedictine
Widyasinta dengan judul perkembangan masa hidup, edisi 13,
jilid
1. Jakarta : Erlangga
Schultz & Schultz (2013).Theories
of personality.
(10th ed). USA: Wadsworth Cengage Learning
Simatupang, Ria FO. (2014). Hubungan antara kecurangan akademik dan tipe nilai schwartz pada
mahasiswa
universitas indonesia. Jurnal. Depok : Universitas Indonesia.
Siswoyo, Dwi.
(2007). Ilmu pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press.
Solomon, M.R. (2007) Consumer behavior : buying, having, and being (8th ed). New
Jersey:
Pearson-Prentice Hall.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian pendidikan pendekatan
kuantitatif,
kualitatif, dan
R&D. Bandung :
CV Alfabeta
Suryabrata,
Sumadi. (2012).
Psikologi kepribadian. Jakarta:
Raja Grafindo Persada
Sutoyo, Anwar.
(2014). Pemahaman individu. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
VandenBos,
G.R. (Ed).
(2015). APA dictionary
of psychology. (2th ed). Washington
DC: American Psychological
Association
Whitney,
B.E. &
Spiegel, P.K. (2002).
Academic
dishonesty : an educator’s guide. USA: Lawrence Erlbaum
Associates,Inc
Wijayanti, D.M. (2017). Wajah bopeng pendidikan kita. Diunduh
pada tanggal 15September
2017
dari
https://beritagar.id/artikel/telatah/wajah-bopeng- pendidikan-kita
Yusuf, Syamsu. (2010). Landasan bimbingan
dan konseling. Jakarta : Remaja Rosdakarya