Wakalah berasal
dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau mewakilkan
urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil.[1] Al-Wakalah
juga berarti penyerahan (al Tafwidh) dan pemeliharaan (al-Hifdh).[2]
Menurut kalangan Syafi‟iyah arti wakalah adalah ungkapan atau
penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wakil)
supaya melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu
anniyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan
pekerjaan tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.[3] Wakalah
dalam arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian atau
perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata tawkeel diturunkan yang
berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu hal juga untuk
mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.[4]
Menurut Ahmad, wakalah
adalah seseorang yang menyerahkan suatu urusannya kepada orang lain yang
dibolehkan oleh syari’ah, supaya diwakilkan mengerjakan apa yang harus
dilakukan dan berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Menurut Al-Jazairi, wakalah ialah permintaan
perwakilan oleh seseorang kepada orang yang bisa menggantikan dirinya dalam
hal-hal yang diperbolehkan diadalamnya. Contohnya dalam bermuamalah dan
sebagainya. Masing-masing dari wakil dan muwakkal (orang yang
mewakili) disyaratkan berakal sempurna.[5]
Mewakilkan sesuatu
pekerjaan yang dapat dilakukan sendiri itu dianggap sah menurut syara’. Seperti
jual beli, kawin, thalaq, member, menggadai dan lain-lain yang berhubungan
dengan muamalat. Mewakilkan sesuatu yang berkaiatan dengan ibadat, ada sebagian
pekerjaan yang diperbolehkan dan ada sebagian yang tidak diperbolehkan menurut
syara’. Ibadat yang tidak sah diwakilkan kepada orang lain, seperti sholat,
puasa dan hal-hal yang besangkutan dengan itu seperti berwudlu, dan lain
sebagainya. Sebab ibadat adalah berhubungan manusia dengan tuhannya.Ibadat yang
diwakilkan kepada orang lain seperti ibadat haji, umroh, membagi zakat dan menyembelih
binatang kurban dan lain sebagainya.[6]
[1] Tim Kashiko, Kamus
Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693.
[2] Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, 2008, hlm. 120-121
[3] Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 20
[4] Muhammad Ayub, Understanding
Islamic Finance, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, hlm. 529.
[6] ibid