Membangun
Jiwa Bangsa Di Era Modern
Melalui
Revolusi Mental
Esai Oleh
Aula Nurul Ma’rifah
Mahasiswi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam / Ekonomi Syari’ah / VI
Mungkin masih teringat disebagian besar benak masyarakat
Indonesia mengenai gagasan revolusi mental yang pertamakali dilontarkan oleh
Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Beliaulah
yang pertamakali melontarkan mengenai Revolusi Mental. Lalu, bagaimana revolusi
nasional pada saat itu? Soekarno melihat revolusi nasional di Indonesia saat
itu sedang mandek padahal tujuan revolusi adalah untuk meraih kemerdekaan
Indonesia yang seutuhnya belum tercapai.
Revolusi di jaman kemerdekaan merupakan sebuah perjuangan
yang keras. Tak hanya perjuangan fisik akan perang melawan penjajah dan
sekutunya guna untuk mempertahankan NKRI namun juga perjuangan untuk membawa
bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik. Kini, sudah puluhan tahun berlalu.
Bangsa ini sudah merdeka. Namun, kembali lagi, apakah perjuangan itu sudah
selesai? Belum. Sesungguhnya perjuangan itu belum dan tak akan pernah berakhir.
Kita semua, seluruh lapisan masyarakat masih harus melakukan revolusi namun
dalam arti yang berbeda.
Jika saat masa penjajahan revolusi dilakukan dengan
mengangkat senjata, tapi sekarang revolusi dilakukan guna membangun jiwa bangsa
yang lebih baik agar Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat jauh lebih baik
dan lebih baik lagi dari masa lalu dan masa sekarang.
Kita lihat apa yang digagaskan oleh Presiden Pertama kita
dalam Revolusi mental adalah bahwa :
“Dalam kehidupan
sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas,
mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong”
“Revolusi Mentak
adalah suatu gerakan untuk menggambleng manusia Indonesia menjadi manusia baru,
yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api
yang menyala-nyala”
Terlihat jelas bahwa apa yang telah digagaskan sangat
baik. Dan jika kita lihat, hal ini sangat baik untuk Indonesia di jaman yang
sudah modern dengan cara membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang,
pikiran, sikap, dan prilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal modern,
sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan
bangsa-bangsa lain di dunia dengan tidak melupakan identitas bangsa Indonesia
sendiri. Tentu, dalam hal ini revolusi mental adalah hal yang baik bahkan
sangat positif.
Lalu, mengapa harus revolusi mental? Karena membangun
suatu negara tidak hanya sekedar membangun fisik yang sifatnya material, namun
sesungguhnya membangun jiwa bangsa atau dengan kata lain, modal utama membangun
suatu negara adalah membangun jiwa bangsa itu sendiri. Seperti itulah yang
dipikirkan oleh Soekarno.
Beberapa belakangan terakhir, Presiden Indonesia yang
sekarang, Joko Widodo kembali menggaungkan gerakan revolusi mental. Jiwa bangsa
yang terpenting adalah jiwa meredeka, jiwa kebebesan untuk meraih kemajuan.
Jiwa merdeka disebut Joko Widodo atau yang akrab dikenal Jokowi sebagai suatu
positivisme.
Apa yang telah dicanakankan oleh Presiden Pertama
Indonesia kini dicanangkan kembali oleh Jokowi. Gerakan revolusi mental ini
semakin relevan bagi Indonesia yang saat ini tengah menghadapi tiga masalah
pokok bangsa yaitu merosotnya wibawa negara, merebaknya intoleransi, dan
terakhir melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional.
Kembali mengingat apa yang telah digagaskan oleh Soekarno
bahwa praktek dalam revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas,
mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong adalah sesuatu yang pantas
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk masyarakat Indonesia baik dimasa
lalu, sekarang, atau pun mendatang karena tentunya akan membawa bangsa
Indonesia lebih baik lagi jika revolusi mental benar-benar melekat pada jiwa
bangsa penduduk Indonesia.
Namun, apakah gerakan revolusi yang kini kembali
digembar-gemborkan akan sesuai dengan apa yang dicanangkan? Siapa yang harus
bertanggung jawab untuk melakukan gerakan ini? Apakah hanya pemerintah? Atau
hanya sebagian kalangan saja? Tentu tidak.
Untuk menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja
keras, dan punya semangat gotong royong bukan hanya kewajiban pemerintah atau
sebagian kalangan saja namun oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini karena
revolusi mental akan terwujud dan
berhasil akan terlihat dari jiwa bangsa itu sendiri sehingga seluruh lapisan
masyarakat menjadi manusia yang baru, manusia yang berhati putih, berkemauan
baja, bersemangat rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala.
Esai Oleh
Aula Nurul Ma’rifah
http://nasional.kompas.com/read/2014/10/17/22373441/Jokowi.dan.Arti.Revolusi.Mental