“Loe bahagia amat putus sama Tito?” Tanya Yesil, teman
sebangku Karina. “Hello nona...” dia kesal karena Karina terus tertawa.
Hari ini, di ruang seni sekolah, Karina dan Tito resmi
putus. Tito agak kaget mendengar ucapan Karina yang meminta putus tapi,
bagaimana pun dia juga tidak ingin memaksakan hubungan ini.
“Rin, Apa kabar?” Sapa Tito di kantin sekolah.
“Baik.” Senyum Karina menggembang.
Tito menarik nafas panjang, merasa bahwa dari awal
Karina tidak mencintainya dan ini baru disadarinya setelah putus. Lalu, mengapa
Karina menerima cintanya? Apa karena dia kapten basket yang di kenal? Atau
karena wajahnya yang cukup tampan?
“Gue duduk sini ya?” Tanya Yesil, Karina menggangguk.
“Cie mah yang baru putus bahagianya.”
“Iya dong, beban di hati gue ilang, byar!” Jelas Karina
sambil tersenyum bahagia.
“Eh, Leo tuh.”
Karina langsung memandang ke arah yang di tunjukkan
Yesil. Benar, itu Leo, sahabatnya sejak kecil.
Bukannya Leo yang duduk mendekat justru Tito yang
bergabung bersama mereka. Itu tidak salah karena Karina dan Tito putus dengan
baik-baik. Mereka tetap menjadi teman tanpa suatu permusuhan.
“Loe suka kan
sama Leo?” Tanya Tito pada Karina, Karina langsung menunduk. “Kenapa waktu itu
loe nerima gue Rin? Itu cuma nyakitin perasaan loe dan gue.”
“Maaf,” kata Karina lirih.
“Persahabatan To, persahabatan lebih penting dari pada
hati.” Jelas Yesil pada Tito. “Loe pasti ngerti alesan Karina nerima loe tapi,
loe nggak marah kan?”
“Gak, santai aja, apa yang buat Karina bahagia, gue ikut
bahagia.”
Karina memandang Tito sejenak. Dia merasa sedikit
bersalah pada cowok satu itu. Bukan hanya baik dan perhatian tapi, Tito sangat
memanjakan Karina saat pacaran dahulu.
“Kita masih SMU, masih panjang, santai aja cantik.” Tito
menepuk pundak Karina. Dia tahu kalau mantan pacarnya itu merasa bersalah.
“Tapi, Leo gak tau perasaan loe kan?”
lanjutnya, Karina menggangguk.
Siang ini, sepulang sekolah, Tito mengajak Karina
jalan-jalan sebagai teman. Tentu saja, Karina menerima ajakannya. Mereka teman
dan mereka tidak bermusuhan setelah pacaran.
Keduanya duduk di sebuah café lalu memesan minuman.
Anehnya, minuman yang di pesan ada tiga gelas. Karina memandang Tito tapi, Tito
hanya tersenyum saja.
“Rin…” Leo duduk di antara mereka. “Kenapa sih loe nggak
jujur sama sahabat loe sendiri Rin?”
“Jujur apaan ya?” Tanya Karina, dia agak bingung.
Karina meminum jus alpukat yang di pesannya. Dia agak
heran karena senyum Tito penuh makna yang mengandung misteri dan Leo,
tingkahnya agak membuat Karina risih.
“Loe dulu cerita waktu deket sama Tito, gue kira loe
bener-bener sayang sama dia tapi, ternyata loe cuma mau buat gue cemburu?”
Tanya Leo, Karina langsung terkejut dan menundukkan kepalanya. “Kenapa loe
kayak gini Rin?” lanjutnya sambil tersenyum.
“Rin, loe sama Leo itu sama aja, mendem perasaan cuma
alesan persahabatan.” Jelas Tito sambil tersenyum kecil.
Karina agak bingung harus bicara apa. Satu hal yang
baik, ternyata Leo juga memiliki perasaan yang sama tapi, satu hal yang buruk
adalah kebodohannya yang aneh.
“Rin,” Leo memegang tangan Karina. “Jujur sama gue, gue
mau denger dari loe.”
“Apasih, gue bilangin Mama loh!” Karina mengancam.
Bagaimana pun mereka sudah mengenal sejak kecil apalagi rumah mereka
bersebelahan.
Leo masih memandangi Karina, dia menyuruh Karina
mengangkat kepalanya agar tidak menunduk. “Ih, iya gue sayang sama loe, ish!
Udah sih, gue kan
malu!” Karina mengangkat kepalanya, pipinya merah.
Karina berlari meninggalkan tempat duduknya tapi, Leo
mengejar dan menggenggam tangannya. Mereka meninggalkan tempat ini bersama dan
pipi Karina makin merona. Di lain sisi, Tito senang karena gadis yang di
sayanginya telah jujur pada hatinya sendiri.
TAMAT
Cerpen oleh Aula Nurul M
Twitter @Aulanurul
Hey jangan copast yaa, kalau copast sertakan linknya. Okeey?