‘Aku tunggu kamu di taman’
sebuah pesan singkat tertera di handphoneku.
Dengan diam-diam, Aku keluar rumah menuju taman belakang kompleks. Aku takut
jika Mama tahu dan pastinya, Mama tidak akan mengizinkanku pergi. Kalau pun di izinkan,
Mama pasti mengomel seribu bahasa.
Dengan langkah cepat sedikit berlari,
akhirnya Aku sampai di taman dan kutemukan sesosok cowok yang sangat kukenal,
Adrian namanya. Dia tidak lain adalah kekasihku, pacarku, sekaligus teman satusekolahku.
“Aku cuma mau ngasih ini ke kamu,” Adrian
memberikan sebuah kotak kecil, “kamu terima ya,” Aku menerimanya lalu kubuka
kotak kecil itu, isinya sebuah gelang perak yang sangat cantik, “I love you,” Adrian memelukku.
Bibirku tidak bisa berkata apa-apa
kecuali tersenyum senang. Bagaimana pun, hadiahnya ini benar-benar
mengejutkanku. Dia bisa memberikannya di sekolah, atau dia bisa memberikannya
di tempatku kursus bahasa Jerman tapi, inilah Adrian yang kukenal.
“Kalau gitu, kita jalan-jalan gimana?”
Ajakku, Adrian menggeleng lalu dia mengecup keningku, “kamu mau kemana?”tanyaku, dia hanya mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Dengan tanda
tanya besar, Aku membiarkan Adrian pergi bersama motornya begitu saja.
Sebenarnya, ini agak sedikit aneh
tapi, sudahlah, dia memang sering terlihat aneh jika memberiku hadiah. Kata
Mama, Adrian anak yang baik hanya saja, Mama kurang menyukainya. Entah apa yang
membuat Mama kurang menyukainya tapi, Mama sering berpesan kalau Aku tidak
boleh terlalu mencintai Adrian.
Pemikiran Mama seperti pemikiran orang
jaman dahulu. Dulu, saat Aku masih duduk di bangku SMP, Mama melarangkupacaran. Ketika Aku pertamakali pacaran, Mama mengomel habis-habisan. Dan
ketika Aku pacaran denga Adrian, Mama sedikit membuka hati tapi, selalu mengatakan
jangan terlalu cinta. Ini bukan jaman Siti Nurbaya. Aku berhak memilih cintaku,
memilih dimana harus menyimpan hatiku.
“Dari mana kamu?” tanya Mama, Aku
tidak menjawab, “sudah hampir malam, masuklah, sebentar lagi makan malam.” Kata
Mama tanpa banyak bicara padahal biasanya Mama akan bertanya apakah Aku bertemu
Adrian, apakah Aku jalan-jalan dengan Adrian, dan kemana Aku pergi dengan
Adrian. Selalu seperti itu. Menyebalkan sekali bukan?
**
Kelas terasa agak berbeda. Suara gaduh
tidak terdengar lagi, suara teriakan berebut PR pun tidak terdengar sama
sekali, ada apa ini?
“Hari ini semua guru libur tah kok
kelas ini hening banget?” tanyaku pada teman sebangkuku, dia menggeleng, “kalo
gitu kenapa?”
“Finsa,” dia menarik nafas sejenak, “Adrian
hari ini nggak sms lo kan?”
“Duduk Fin,”
Aku duduk di bangkuku, kulihat seisi
kelas melirik padaku. Hm... Apakah ada yang salah denganku? Atau memangpenampilanku hari ini aneh?
Seorang guru masuk lalu memberikan
sebuah pengumuman kalau hari ini jam belajar mengajar di kosongkan. Aku cukup
senang, berarti Aku bisa jalan-jalan ke mol bersama Adrian tapi, kenapa seisi
kelasku hening dan tampak galau?
Pak Dodi yang belum sempat
menyelesaikan pengumumannya mulai berbicara lagi dan tiba-tiba, telingaku
terasa salah mendengar. Apa maksudnya dalam rangka berbela sungkawa? Mendoakan
Adrian?
“Kemarin pukul 5 sore pemakaman
Adrian,” seseorang menjelaskan padaku sambil menepuk pundakku, dia juga salah
satu teman baik Adrian yang satu tim basket, “semuanya ngerahasiain dari lo
karena, Adrian nggak mau lo ngeliat saat pemakamannya.”
Kakiku lemas, benar-benar lemas.
Rasanya Aku tidak memiliki tenaga untuk berdiri. Kata Rio, Adrian sudah
mengidap kanker cukup lama dan dia sudah sangat luar biasa untuk bertahan.Katanya, mundurnya Adrian dari kapten basket 4 bulan lalu bukan karena inginfokus belajar tapi karena penyakitnya. Kata Rio juga, Mamaku melarangku pacarandengan Adrian karena Mama takut kalau Aku akan sedih bukan karena tidakmenyukai Adrian.
Rio mengantarkanku ke makan Adrian.
Tanahnya masih terlihat basah, dia pasti kedinginan di bawah sana. Rio
mengatakan, sebelum Adrian pergi, dia meminta kepada keluarganya agar membuatku
tidak mengetahui detik-detik kepergiannya.
“Dia gila atau gue yang gila?!” air
mataku menetes, “dia atau gue yang sinting?!” air mataku tambah deras, “gue
sayang sama dia tapi....” Aku terus mengeluarkan semua isi hatiku. Rasanya Aku
tidak percaya kalau dia benar-benar sudah pergi ke surga.
“Dia sayang sama lo Fin. Karena dia
sayang sama lo, dia nggak mau lo lebih sedih saat tahu penyakit dia sampai
pemakaman dia,”
“Kemaren, jam 5 sore, dia ngasih
gelang ke gue. Dia bilang, semuanya akan baik-baik aja.” Dadaku terasa sesak,
kemarin Aku merasa Adrian aneh dan aneh tapi hari ini, semua keanehan itu terjawab
sudah, “kalau dia bilang baik-baik aja, gue berusaha untuk baik-baik aja,”
Aku sudah mulai tenang dengan
kepergian Adrian. Bagiku, dia adalah cinta terindah yang kukenal dan kutemui.
Bagiku, Adrian adalah malaikat yang di hadiahkan Tuhan padaku.
Namun, kepergian Adrian membuatku
sulit menerima cinta baru. Bulan lalu, Aku baru saja putus dengan Pisco, anak
SMA tetangga yang sedikit pembuat onar di sekolah. Sebelumnya, Aku juga sempat
pacaran dengan kakak kelasku, anak kelas XII IPA 1 tapi, dia sadar kalau kami
memang tidak cocok apalagi di hatiku masih tertutup.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar