Ini cuplikan novel yang gue tulis dari halaman 36 dimana dalam novel ini gue harus dan kudu mempelajari tentang apa itu medulloblastomas, apa itu seizure, metastasis, linier, bla bla bla panjang labar paleng gue tapi, alhasil hasilnya gue suka. Walaupun baru gue tawarin ke penerbit beberapa bulan lalu, di terima atau nggak nya bagi gue itu hal yang nanti-nanti saja toh seenggaknya hati gue udah puas dengan menyelesaikan novel ini ^_^ sipoke, mudah-mudahan terbit. Amin
”Waw! Yur! Loe liat koran
sekolah hari ini kan?! Ayolah jangan bilang loe belum liat.” Stevani mengobrak-abrik
meja Yuri.
”Apaan?” Tanya Yuri tanpa
semangat, kepanya sedikit terasa sakit.
Stevani, cewek yang berambut
lurus dan berkulit kuning langsat itu mengambil bangku dan di dekatkan pada
Yuri. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMU.
”Ada puisi cinta buat loe.
Ayolah.” Stevani memberikan koran sekolah pagi itu.
Bibir Yuri yang tadinya jatuh
ketanah langsung mengembang dan kembali ke arah langit. Dia melihat ada sebuah
tulisan dari Dion untuk dirinya. Tanpa banyak bicara, Yuri membaca puisi itu
dan dia benar-benar tersenyum.
’Bagaimana bisa? Dion tidak seberapa pandai merangkai kata-kat dan
tulisannya ini sedikit kacau. Bagaimana bisa para pengurus koran sekolah
membiarkan tulisan ini di pajang? Biasanya mereka akan menolak tulisan yang
sengaja di tujukan untuk seseorang. Apa Dion memohon pada mereka? Mungkin,
mereka sangat sulit di ajak kompromi’ Pikir Yuri dalam otak di dadanya.
Untukmu cinta
Aku tidak tahu kapan mengenalmu
Aku lupa cinta,
Kau datang seperti angin malam
Hadirmu membuat dadaku tidak beraturan
Kau bukan bintang atau matahari bagiku
Kau seperti malaikatku, bidadariku cinta
Lukisan hatimu tidak tertebak olehku
Kau begitu misterius
Tapi cinta,
Aku menyukaimu sejak itu
Ketenangan jiwamu cinta,
Surgamu di sisiku cinta,
Aku mencintaimu dan selamanya kau milikku
Hanya aku,
Hanya kamu,
Hanya kita,
Cinta,
Untuk yang
tersayang, Yuri Santika, kekasihku
”Seorang Dion nulis puisi? Oh
anugrah dari Tuhan yang terbesar kayaknya.” Stevani masih memandangi koran
sekolah itu. ”Yuri, lo nggak kesambet kan?” Tanyanya ketika Yuri menatap kosong
koran sekolah itu.
”Gue bingung mau bilang apa. Jujur, puisinya berantakan.”
“Memang, gua akuin sedikit
berantakan tapi, ini seorang Dion yang nulis. Rasanya mau kiamat kali. Itu anak
kan paling nggak suka nulis puisi, pelajaran bahasa Indonesia aja dia bosen.”
Stevani mengenal Dion, seisi
sekolah pun mengenal cowok yang setia pada kekasihnya itu. Menurut Stevani,
perlu keberanian besar untuk Dion memajang tulisan itu.
Dion yang di kenal disekolah
sebagai pacar yang setia. Seorang cowok yang dikenal ahli dalam bidang biologi
dan cukup di kenal juga sebagai cowok yang tampan. Tapi, orang akan memberi
tanda tanya besar tentang tulisannya.
Menurut Yuri, tulisan itu
berantakan bahkan tidak cocok masuk di koran sekolah. Puisi itu menjadi
perbincangan seisi sekolah sampai Yuri malu di buatnya. Namun, Yuri masih bisa
tenang karena dia tahu Dion melakukan ini dengan keberanian yang besar.
”Anak nakal.” Dion menjitak
kepala Yuri pelan. ”Bukannya bilang terimakasih pada sang kekasih malah majang
muka asem.”
”Bagaimana caranya?” Tanya
Yuri, ”Apa kamu memohon pada mereka? Sayang, tulisan kamu berantakan dan itu
tulisan terburuk dalam koran sekolah.” Ucap Yuri, Dion tertunduk mendengar
kata-kata itu dari bibir sang kekasih. ”Tapi itu puisi terbaik yang ada di hati
aku sayang,”
”Benarkah itu?” Wajah Dion
yang padam tiba-tiba cerah seperti pelangi di pagi buta. ”Aku tahu kamu
menyukainya Tapi, apa kamu tahu sesuatu di balik itu?”
”Tentu, kamu menyayangiku
bukan?” Yuri berbicara pada Dion sambil membaca novel yang baru saja di belinya
di toko buku. ”Apa itu bener? Hayo, ngaku, kamu cinta mati ya sama aku?”
Dion belum menjawab pertanyaan
Yuri. Dia mengajak Yuri untuk ke ruang seni di sekolah. Cowok itu mengajak Yuri
ke tempat yang tenang dan disana, mereka bicara.
Dalam pikiran Dion, ada makna
yang ingin dia sampaikan dari puisi itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan
melalui tulisan itu tapi, mungkin orang tidak bisa menebaknya termasuk Yuri.
Sejenak Dion mengambil satu
dari pemikirannya untuk menjelaskan. Dia mencari ribuan kata yang berbaris di
otak untuk dia eliminasi. Dia harap, Yuri bisa mengerti apa yang dia katakan
nanti.
”Ini kain tapis kan sayang?”
Tanya Yuri ketika dia memegang satu dari sekian kain yang ada di ruang seni
itu. ”Ada berbagai kain disini tapi, aku jadi ingat kalau aku orang Lampung.
Sayang sekali, aku tidak bisa berbahasa Lampung.”
”Kamu bisa belajar.” Dion ikut
memegang kain tapis itu. ”Kain ini bermotif belah ketupat, pasti sangat sulit
untuk menjadikannya kain seindah ini.”
Kain yang berasal dari Lampung
itu memang unik. Perlu kesabaran penuh untuk membuatnya seindah itu seperti
keindahan memiliki hati Yuri.
Gadis itu tidak pernah merasa
terusik sedikitpun jika di samping Dion. Dia tidak tahu mengapa tapi anak
laki-laki kecil itu sejak dulu telah memikat hatinya dan sekarang dia menjadi
seorang cowok yang tampan. Cinta Yuri mungkin sudah di penjara oleh Dion, gadis
itu tidak bisa lari dari cowok yang memenjarakan hatinya.
”Hidup kamu serumit motif ini
kan sayang?” tanyanya, aku membisu.
***
Perlu ketelitian dan kesabaran
untuk menyelesaikan kain itu. Kain itu hanya hanya menggunakan satu motif,
belah ketupat tapi ketika membuatnya, serasa ada seribu motif yang di
hidangkan.
”Seperti kamu, perlu kesabaran
untuk terus menjagamu.” Dion duduk di bangku yang ada di ruang seni. ”Tapi,
kesabaran itu akan membuahkan hasil yang indah.”
”Kamu kan janji sama aku dan
Papaku kalau akan menjagaku.”
”Ketenangan jiwamu, aku tahu
itu tapi ada sesuatu di balik ketenangan itu.” Dion menyuruh Yuri duduk di
hadapannya, mereka berbicara seakan ada diskusi kelompok. ”Aku bisa menjaga
hatimu pada cinta kita tapi, nggak untuk cinta yang lain sayang,”
Yuri diam tanpa kata, dia
berpikir sejenak untuk mencerna kata-kata kekasihnya itu. Ada sesuatu yang
ingin kekasihnya sampaikan, pasti.
Dion tidak akan memandang Yuri
sampai Yuri merasa pori-porinya terbuka semua. Cowok itu memasuki nadi-nadi
darahnya dan membuat takut mendadak. Ada sesuatu. Ya, ada sesuatu di balik itu
semua.
”Kamu nggak mau bicara
sayang?” Tanya Dion melihat kebisuan Yuri. ”Aku tahu, sebenarnya ada suatu
jawaban yang melintas di pikiranmu.” Dia memegang tangan Yuri dan berlutut di
depan gadis itu. ”Ayolah sayang, ada cinta yang kamu sembunyikan dariku. Aku
tahu itu.”
”Aku nggak pernah mencintai
orang lain selain kamu. Kamu tahu itu harusnya,” Yuri menunduk menatap Dion
yang berlutut padanya.
”Bukan itu sayang, aku tahu
pikiranmu ada pada cinta yang lain, cinta Mama kamu.” Kata-kata itu tidak Dion
lanjutkan, dia melihat begitu banyak tanya pada mata Yuri dan dia mengambil
jeda untuk membuat kekasihnya mengerti. ”Kamu bisa menebaknya?”
Mereka saling memandang. Cowok
itu masih berlutut di hadapan Yuri dan menggenggam tangannya lembut. Dia
berusaha membuat Yuri bicara tentang ini walaupun dia tahu apa yang akan keluar
dari bibir kekasihnya itu.
Semua cinta sama, semua cinta
ada kasih sayang dan ada duka. Cinta Dion membawa kasih sayang tapi cinta ibu
bagi Yuri membawa bencana. Wanita yang di panggil ’Mama’ sejak kecil itu tidak
pernah mencintainya. Sama sekali tidak pernah!
”Aku tahu, seperti tahun
sebelumnya, ini pernah terjadi.” Kepala Yuri menggeleng dengan rona wajah
pucat. ”Kamu akan memintaku mencari hadiah ulang tahun Mama, lalu aku
memberikannya dengan ikhlas tapi, sepeti biasanya Mama akan mencium pipiku di
hadapan para tamu undangan.” Wajahnya semakin kesal tapi juga sedih mengingat
itu. ”Dan setelah acara selesai, Mama memintaku berbicara lalu hadiah dariku
dia lemparkan tepat di wajahku.” Air mata Yuri menetes satu persatu.
”Ulang tahun Mamamu beberapa
hari lagi. Aku tahu kamu ada di antara benci dan sayang padanya.” Dion
mengambil sapu tangan di saku celananya, dia perlahan menghapus air mata Yuri.
”Dulu aku memintamu hadir pada pesta itu tapi, kali ini nggak sayang. Aku nggak
akan membiarkan kamu menangis di hari bahagia Mama kamu.”
Air mata Yuri sudah
terhapuskan oleh kehadiran Dion di hadapannya. Seperti sebelumnya, cowok itu
merayunya untuk menghargai wanita itu dan datang ke pesta ulang tahunnya.
Awalnya Yuri takut untuk hadir tapi, dia membuat Yuri berani walaupun pada
akhirnya Yuri yang tersakiti.
Namun, kali ini berbeda. Dion
tidak ingin kekasihnya itu menangis lagi. Air mata Yuri terlalu berharga untuk
ini, pikir Dion dalam hati.
”Aku udah ngomong kok sayang
sama Papa kamu, dia mengizinkan kamu untuk nggak dateng.”
”Makasih ya,” Senyum ceria
memancar seketika dari wajah Yuri.
”Nggak boleh bilang makasih,
itu kewajiban aku.”
***
Visco pulang dan langsung
ambruk di ranjangnya. Dia terus mengoceh seperti seorang wanita yang pertama
kali datang bulan.
”Kak! Berisik tau!” Yuri
membuka pintu kamar Visco lalu dia masuk dan berdiri memandang kakaknya yang
terlihat kesal. ”Ada masalah kak?”
”Ambilin palu geh di gudang
terus lo ketokin ke kepala kakak.” Perintah Visco.
”Palu mah kelamaan kak. Aku
ambilin batu gede aja ya terus aku lemparin ke kepala kakak. Oke? Setuju
nggak?” Ucap adiknya panjang lebar dan langsung saja Visco duduk lalu mencubit
nakal.
Mereka tertawa bersama di
kamar. Kakak beradik ini memang selalu akur sejak sejak dulu dan sampai kapan
pun
Visco menyayangi Yuri lebih
dari apapun. Yuri adalah yang terpenting di hidupnya. Gadis berparas cantik itu
selalu dia utamakan lebih dari siapapun termasuk kekasihnya sekalipun.
Mungkin perlakuan Visco yang
begitu menuruti dan memanjakan adiknya seperti anak kecil sedikit berlebihan.
Tapi, itu kewajibannya. Ada kakak beradik yang seringkali bertengkar atau
memperebutkan sesuatu tapi, Visco tidak melakukan itu. Dia selalu mengalah
untuk adiknya dan melakukan apapun untuk adik yang paling dia sayangi.
Tidak ada yang bisa Visco
lakukan kecuali menyayangi Yuri lebih dari dirinya, memanjakan Yuri serta
menjaga Yuri. Semua itu dia lakukan agar Yuri tidak kehilangan kasih sayang.
Yang Visco lakukan benar walaupun dia tahu, Yuri lebih butuh kasih sayang
seorang ibu dari pada seorang kakak.
Visco memiliki kasih sayang
yang lengkap. Ayah, Ibu dan adiknya menyayangi dia tapi tidak dengan adiknya
yang kekukangan kasih sayang Ibu. Jika Visco bisa, dia ingin menentang Tuhan
dan meminta untuk membuat Yuri hidup di keluarga lain.
”Ada masalah kak?” Tanya
adiknya ingin tahu.
”Pengen raasanya ada yang
sedia nyeturin palu ke kepala kakak.”
Dia melihat begitu banyak tanya pada mata adiknya. ”Bukan masalah gede. Kakak
cuma pening aja numpuk pekerjaan kuliah.”