Kamis, 31 Januari 2013

Tutup Mata Gizi Anak Indonesia (Essai)



Esay




Gizi! Mungkin kata ini sudah tidak asing lagi bahkan untuk anak umur lima tahun sekalipun. Atau bisa jadi anda akan menoleh sejenak lalu pergi kembali ketika anda merasa itu bukan hal penting. Ya, bagi saya itu wajar. Semua orang sudah tahu apa itu gizi sejak mereka mulai berinteraksi dengan masyarakat. Namun, tahukah anda jika hal yang dianggap penting ini sering dicampakkan dari pikiran anda? Anda selalu berpikir itu hal biasa tapi, anda tidak tahu bahwa anda sama sekali belum mendalaminya.

Entah apa yang terjadi? Semenjak peristiwa kemerdekaan dan Indonesia lepas dari penjajah, anda pikir Indonesia benar-benar bebas. Bila dilihat, secara sah Indonesia sudah bebas dari penjajahan tapi, fakta yang terjadi tidak menunjukkannya. Seharusnya kemerdekaan ditunjukkan melalui keadaan masyarakat yang damai tanpa jutaan permasalahan. Harusnya seperti itu tapi, negara ini belum sepenuhnya merdeka.  

Tidak perlu disinggung lagi bagaimana keadaan Negara kita sekarang ini. Anda menutup mata, mungkin saya juga atau bahkan semua orang penutup mata. Kita sadar pentingnya gizi tapi, lihatlah bagaimana keadaan masyarakat yang kekurangan gizi. Ya, rata-rata masyarakat yang kekurangan gizi berasal dari kalangan tidak mampu. Namun, tidak menutup mata juga jika mereka bisa menjaga gizi terutama pada balita mereka jika tahu pentingnya gizi.

Dalam konfrensi pers yang diselenggarakan oleh Koalisi untuk Indonesia Sehat mengenai kampanye "Pentingnya Gizi Anak" dr. Dini Latief MSc, dari Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkeskesos mengatakan, meski prevalensi gizi buruk sudah menurun, dari 8,1 persen dari 1,7 juta balita yang menderita gizi kurang pada tahun 1999 menjadi 7,5 persen pada tahun 2000 berdasarkan survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) namun jumlah nominalnya masih terhitung tinggi, yaitu 160.000 balita. Jumlah itu belum termasuk anak-anak yang menderita kekurangan gizi mikro, yaitu zat besi, yodium dan vitamin A yang menyebabkan kekeringan selaput ikat mata karena kekurangan vitamin A.

Masalah gizi mikro, terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml, yang berarti memiliki risiko tinggi untuk munculnya kembali kasus xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.

Kronisnya masalah gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting <-2 SD). Masih sekitar 30-40 persen anak balita di Indonesia diklasifikasikan pendek. Tingginya prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita, berdampak juga pada gangguan pertumbuhan pada anak usia baru masuk sekolah. Pada tahun 1994 prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 6-9 tahun adalah 39,8 persen dan hanya berkurang sebanyak 3,7 persen, yaitu menjadi 36,1 persen pada tahun 1999.

Dr. Dini menegaskan "Gizi kurang, gizi buruk dan gangguan akibat kekurangan gizi mikro bisa mengganggu tumbuh kembang anak dan berpotensi menyebakna lost generation atau generasi yang tidak mampu bersaing di masa depan."
Sedangkan menurut Prof. Dr. dr. Ascobat Gani MPH dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 80 persen proses pertumbuhan otak terjadi sejak janin sampai anak berusia dua tahun.

Kita semua tahu gizi amat penting bagi generasi penerus bangsa tapi, kemana saja kita hingga sebesar itu masyarakat kekurangan gizi terutama anak-anak. Bukankah sama saja Negara ini belum merdeka? Negara ini dijajah dengan kekurangan gizi yang begitu besarnya dan sampai sekarang belum mampu teratasi.

Pada balita dan anak-anak adalah awal pembentukan gizi untuk masa depan mereka. Bukan hanya balita yang lahir dari kalangan tidak mampu tapi, dari kalangan mampu pun bisa terkena kurang gizi. Mungkin tidak sampai terjadi gizi buruk tapi tetap saja balita tersebut mendapat kekurangan gizi. Hal itu terjadi akibat pemberian asi yang kurang. Ibu-ibu zaman sekarang sudah sangat pintar sehingga memberikan pengganti asi dengan susu formula. Pintar sekali rasanya sampai mereka mengalihkan pemikiran bahwa asi lebih baik. Mungkin dapat dipahami jika alasan-alasan tersebut muncul karena asi mereka tidak keluar atau mereka mengidap penyakit yang dapat mempengaruhi bayi. Namun, bagaimana jika dengan alasan sibuk? Tidak ada waktu? Atau bahkah mencari praktis? Pintar sekali bukan?

Anda pasti sudah menemukan berbagai kasus seperti itu, bukan? Kita dapat menjumpainya dimana-mana terutama di kota-kota besar. Balita yang kekurangan gizi karena lahir dari keluarga miskin. Balita yang kekurangan gizi karena ibu mereka tidak memberi asi. Dan berbagai kasus lainnya. Begitu banyak hal yang ada dipandangan kita tapi, kita buta! Kita berusaha membutakan mata dengan hal itu! Berusaha untuk tidak melihat!

Pemerintah sudah berusaha untuk mengurangi kekurangan gizi anak Indonesia dengan berbagai cara. Namun, hal itu tidak akan terselesaikan jika tidak ada gerakan masyarakat untuk menyelesaikannya. Jadi, pemerintah dan masyarahat harus bisa bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan gizi di Indonesia. Masyarakat tidak bisa menyalahkan pemerintah dan pemerintah juga tidak dapat menyalahkan masyarakat dalam kasus ini. Anda, saya, kita, dan semua orang harus bersama-sama untuk memerangi penjajahan ini! Penjajahan kekurangan gizi di Indonesia.

Oleh : Aula Nurul Ma’rifah
SMA N 13 BandarLampung
PLKTI – no anggota 19



Asi Pada Balita (Essay)


Asi pada Balita
Sejak SD kita telah diperkenalkan mengenai pengetahuan yang berhubungan dengan nilai gizi yang berperan penting dalam kehidupan. Balita yang hidup tanpa gizi terpenuhi maka perkembangannya akan berkurang.

Semenjak berkembangnya globalisasi di Indonesia, ibu-ibu khususnya yang memiliki balita seakan menutup mata. Mereka lebih menyukai hal yang instan dengan memberi bayi mereka susu pengganti asi yang padahal sangat merugikan balita itu sendiri. Bagaimanapun, asi lebih baik dari semua susu formula yang ada.

Dalam pemahaman gizi yang sudah diketahui semua ibu-ibu mengungkapkan bahwa mereka tahu namun tidak ingin tahu. Hal ini terlihat dari persentase ibu yang memberikan asi eksklusif  pada bayinya hanya sekitar 14% ibu di tanah air. Menyedihkan sekali bukan?

Direktur Bina Gizi Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes) Ina Hernawati menjelaskan, fenomena semacam itu akan berimbas buruk bagi kesehatan balita. Ia merujuk pada penelitian di Ghana, yang menunjukkan bahwa 16% kematian bayi baru lahir bisa dicegah bila bayi disusui pada hari pertama kelahiran.

The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) memperkirakan 1 juta bayi dapat diselamatkan setiap tahunnya bila diberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran, kemudian dilanjutkan ASI eksklusif sampai dengan enam bulan. Ina menyebutkan, sejatinya kelompok masyarakat yang paling rentan terancam penyakit dan kekurangan gizi adalah ibu hamil, bayi, remaja, dan usia lanjut. Depkes mencatat, dari 10 ibu hamil di Indonesia, kira-kira ada empat ibu yang menderita anemia zat besi, dan dua ibu yang kekurangan gizi. Sementara itu, pada balita, dari 10 balita, sekitar dua sampai tiga balita menderita kekurangan gizi.

Para ibu sekarang ini lebih mementingkan apa yang membuat balita senang dan bahkan ada ibu yang memberikan snack tidak sehat pada bayi mereka. Bukankah hal itu sangat tidak baik? Apakah mereka tidak berpikir tentang akibat yang timbul nantinya?

Itulah sebabnya banyak bayi dan balita yang kekurangan gizi. Bukan karena mereka kekurangan padangan tapi karena mereka kekurangan asupan asi eksklusif. Harusnya bangsa ini menangis. Bagaimana bisa bayi yang akan tumbuh dewasa dan menjadi penerus bangsa ini kekurangan gizi? Apa jadinya bangsa ini?

Harusnya kita melihat negara kita yang kaya ini. Para ibu bisa menjaga asi dengan banyak memakan sayuran. Perlu kita ingat lagi, Indonesia kaya akan tumbuhan sayuran. Kita harus bersama-sama menjaga generasi penerus bangsa,

Jika melihat negara afrika yang kebanyakan kekurangan gizi, harusnya kita menangis. Balita-balita itu kekurangan asi bukan karena sang ibu tidak mau memberi tapi karena kekurangan pangan. Jadi, bersyukurlah ibu-ibu di Indonesia ini.

ASI, selain mengandung gizi yang cukup lengkap, mengandung imun untuk kekebalan tubuh bayi. Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan susu formula tidak steril, bayi pun rawan diare. Kandungan gizinya pun tidak sama dengan kandungan gizi pada ASI. Jadil, bagaimana pun asi tetap terbaik dari segala susu formula yang ada.
Nama: Aula Nurul Ma’rifah

Siswi SMAN 13 BandarLampung

Chaca Sayang Ayah By Sanjaya



Chaca Sayang Ayah!

Dia hanya gadis kecil yang hanya tahu tentang bermain. Dia hanya gadis kecil yang hanya tahu tentang warna langit. Dia hanya gadis kecil yang polos tak berdosa.

”Cacha...” Bunda mendekatinya yang duduk di pojok ruang tamu. ”Ada apa sayang?” Chaca hanya menggeleng.

Bunda tahu apa yang terjadi pada putrinya namun, terkadang dia pun bingung bagaimana untuk menjelaskannya. Dia hanya bisa menghibur gadis kecil itu sampai tertidur lelap dalam sebuah dongeng.

**

”Chaca nggak punya Ayah, Chaca nggak punya Ayah.” olok beberapa orang temannya. ”Chaca nggak punya Ayah,” mereka mengolok sampai Chaca menangis.

Suara olokan itu berhenti ketika seorang guru mendapati Chaca menunduk dalam tangis.

”Sudah-sudah.” Ibu Guru mengajak Chaca untuk ke kantor. ”Chaha....” Kata Bu Guru tapi Chaca tidak bisa menghentikan tangisnya. ”Ibu tahu apa yang terjadi tapi, Chaca jangan nangis lagi yaa....” Bu Guru berusaha menenangkan.

Bu Guru tahu kalau Chaca hanya anak berusia lima tahun dan dia hanya bisa menangis saat hatinya terluka.

”Kata Bunda, Ayah Chaha kerja di luar kota tapi, kenapa Ayah Chaca nggak pernah dateng Bu Guru?” Tanya Chaca bersama isak tangisnya.

”Chaca bilang di dalam hati,” Bu Guru menunjuk dada Chaca. ”Kalau Chaca kangen sama Ayah, nanti malaikat akan menyampaikan itu pada Ayah Chaca.”

**

Kali ini Chaca tidak makan seharian. Dia terlihat murung di kamar sambil memeluk boneka teddy bear miliknya. Chaca menyayangi boneka itu karena Bunda mengatakan bahwa itu hadiah dari Ayah.

”Chaca sayang,” Bunda masuk ke kamar Chaca sambil membawa semangkuk bubur ayam kesukaan Chaca. ”Chaca makan ya, Bunda nggak mau liat putri kesayangan Bunda sakit.” Bunda mengusap kepalanya.

Gadis kecil itu diam dan tidak berbicara. Tiba-tiba, diamnya itu menimbulkan aliran air dari kelopak matanya. Dia meneteskan cairan bening itu.

”Chaca mau ketemu Ayah, Chaca punya Ayah kan Bunda?”

Bunda keluar dari kamar Chaca dan kembali dengan setumpuk album. Dia meminta Chaca untuk menghapus air matanya dan bersama-sama membuka album itu.

”Ini Ayah Chaha.” Bunda menunjukkan sesosok foto laki-laki yang cukup tampan. ”Ayah bekerja di Jepang sayang, Ayah Chaca rajin sekali dalam bekerja, Bunda aja kagum sama Ayah.” Jelas Bunda sambil memeluk Chaca.

Lembaran demi lembaran album di buka oleh Bunda. Chaca menemukan sosok pria yang di carinya, sosok pria yang tampan yang di inginkannya. Namun, seorang anak kecil memang penuh tanya dan kali ini, Chaca ingin tahu keberadaan Ayahnya.

”Bunda, Ayah dimana?” Tanya Chaca. Sejak dia bisa mengingat, dia tidak pernah menemukan sosok pria yang bisa di simpan dalam memory otaknya. ”Kata temen Chaca, Chaca punya ibu tiri, bunda pindah kesini karena ada ibu tiri kan?” Tanya Chaca, Bunda tidak menjawab. ”Chaca pernah nonton film cinderella Bunda,”

Apa yang di katakan Chaca tidak salah. Selama ini sekali pun dia tidak pernah mendengar kabar tentang Ayahnya. Yang Chaca tahu, dia baru saja pindah ke kota baru yang asing baginya, teman-teman yang baru di sekolah. Dia merindukan TK-nya yang lama namun, Chaca hanya anak-anak dan dia akan beradaptasi seiringnya waktu berjalan.

**

”Chaca nggak punya Ayah.” lagi dan lagi mereka mengolok tapi, kali ini Chaca tidak menangis. ”Chaca-Chaca, Ayah kamu meninggal ya?” Tanya temannya. ”Kasian banget,”

Anak kecil memang suka mengolok tanpa berpikir panjang. Namun, olokan mereka itu di anggap sebagai candaaan walaupun pada akhirnya akan ada korban disini.

”Chaca punya Ayah kok, Ayah Chaca lagi kerja di Jepang.” Jelas Chaca sambil menyunggingkan senyumnya.

**

Chaca mulai nafsu makan dan dia bermain lagi seperti biasanya. Dia tidak mempedulikan lagi teman-temannya yang terus mengolok dimana keberadaan Ayahnya. Baginya, Ayah yang ada di hatinya akan datang untuk memarahi teman-temannya yang jahil.

”Chaca,” Bunda masuk ke kamarnya dengan membawa pakaian. ”Bunda beliin Chaca baju baru.” kata Bunda dan langsung mencocokkan baju itu di tubuh Chaca. ”Chaca, hari ini bunda mau ngajak Chaca ketemu Ayah.” Jelas Bunda.

Bagaimana pun, Chaca harus tahu dimana Ayahnya dan bagaimana keadaannya. Bunda tidak ingin gadis kecilnya terus bertanya-tanya dalam hati.

”Ayah Chaca ada di dalam sayang,” Bunda membukakan pintu di ruang rawat rumah sakit Abdul Muluk. ”Itu Ayah Chaca.” Kata Bunda yang mengantarkan Chaca untuk mendekati Ayahnya.

Gadis itu memandang Bundanya dan masih tidak mengerti dengan maksud Bundanya. Apakah benar pria yang terbaring itu Ayahnya? Pria itu begitu kurus dan bentuk tulangnya terlihat, berbeda dengan di foto.

”Enam bulan lalu, Ayah Chaca pulang dari Jepang tapi, Ayah kecelakaan.” Bunda mengangkat tubuh putrinya untuk duduk di sofa kamar rawat itu. ”Jadi, Chaca tau kan kenapa kita pindah ke Jakarta?” Tanya Bunda, Chaca mengangguk. ”Chaca nggak sedih?”

”Nggak,” dia menggeleng dan tersenyum. ”Berarti Chaca punya Ayah, berarti malaikat itu dengerin apa kata Chaca.” Chaca turun dari sofa dan mendekati tubuh Ayahnya. ”Ayah, Chaca udah disini, Ayah bangun dong, Chaca kangen.”Gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh Ayahnya namun tidak ada respon sama sekali

Gadis itu mengajak Ayahnya bicara tanpa henti dan tetap tiada respon. Bunda hanya menarik nafas dan berusaha menahan tangisnya. Dia harus berusaha tegar di depan putrinya.

”Bunda, kita nginep di rumah sakit aja ya?” Pinta Chaca tapi Bunda melarang karena Chaca harus sekolah. ”Tapi kan Bunda,” Bunda tetap melarang. ”Pulang sekolah, Bunda anterin Chaca ke rumah sakit ya?” Pintanya, Bunda diam. ”Bunda,”

”Kamu sekolah sayang,”

”Bunda kerja aja, biar Chaca aja yang sama Ayah disini, Chaca mau berdua aja sama Ayah besok-besok.” Kata Chaca dan Bunda mengambil nafas pendek lalu tersenyum bersama hembusan nafasnya.

**

”Chaca-Chaca, katanya Ayah kamu masih ada, mana Ayah kamu?” Tanya temannya. ”Kamu bohong ya Cha?”

”Nggak,  liat aja nanti perpisahan sekolah, Ayah Chaca pasti dateng.” Kata Chaca dengan sungguh. Dia tahu perpisahan taman kanak-kanaknya tinggal beberapa minggu lagi tapi, Chaca yakin dengan kata hatinya.

**

Sepulang sekolah, Bunda mengantar Chaca ke rumah sakit dan di sana Chaca mulai berceloteh menceritakan teman-teman sekolahnya pada Ayah. Walaupun tidak ada respon, dia yakin Ayah mendengar suaranya. Dia ingin Ayah bangun dan memeluknya.

Dia bernyanyi, dia menggambar, dan dia kadang mendongengkan sebuah cerita untuk Ayahnya. Dia tidak lelah bahkan Bunda saja khawatir jika Chaca kelelahan dan jatuh sakit.

”Ayah,” Kata Chaca ketika melihat jari tangan Ayah bergerak. Chaca tidak tahu harus bagaimana tapi, dia terus meminta agar Ayah menggerakkan tangannya. ”Chaca mau nelfon Bunda tapi,... Chaca nggak punya handphone.” Chaca menarik nafas. ”Ayah, Ayah cepet sembuh biar Ayah bisa beliin handphone untuk Chaca, biar Chaca bisa sering nelfon Ayah.”

Dia tidak kenal lelah dan dia yakin suatu hari nanti Ayahnya akan menggendong  tubuhnya. Mereka akan berforo bersama di kebun binatang dan foto itu akan di pajang di kamar.

”Bunda, Ayah jarinya bisa gerak loh.” Beritahu Chaca, Bunda tersenyum.

”Iya sayang, kemarin dokter bilang, Ayah tiba-tiba dapet kekuatan dari putrinya yang cantik.” Kata Bunda. ”Jadi, Chaca nggak sedih lagi kan? Chaca nggak takut di olok-olok lagi kan?” Tanya Bunda, Chaca menjawabnya dengan senyuman.

**

Hari ini perpisahan TK Melati dan Chaca menari tarian khas Lampung di atas panggung. Dia berharap Ayahnya bisa datang. Walaupun Chaca tahu Ayahnya sudah bisa menggerakkan beberapa organ tubuhnya, tapi dokter mengatakan lain padanya. Dia sedikit kesal dengan orang-orang yang berseragam putih itu dan dia masih yakin dengan hadiah dari doa’nya selama ini.

”Chaca, mana Ayah kamu?” Tanya temannya. ”Hu,u Chaca pembohong, Chaca pembohong,” Olok-olok teman-teman Chaca berulang kali dan kali ini Chaca menangis. Dia menangis bukan karena mereka terus mengolok tapi dia takut jika suatu hari nanti tidak memiliki Ayah.

Gadis itu melanjutkan tarian keduanya. Kali ini dia memantapkan hatinya untuk fokus pada tariannya. Dia yakin, suatu hari nanti dia akan mendapatkan apa yang di inginkannya selama ini.

Satu per satu murid TK melati turun dari panggung setelah tarian itu selesai. Chaca menunduk karena dia tidak menemukan Ayah atau pun Bundanya. Dia tidak bermasalah jika Bunda tidak ada, menurutnya Bunda sedang menjaga Ayah. Dan, gadis ini menyusuri anak tangga panggung perlahan tanpa melihat temannya yang sedang mengolok.

”Chaca, sayang,” Kata seorang pria di bawah panggung dengan kursi rodanya.

”Ayah!” Chaca berteriak. ”Bunda,” Dia memeluk Bundanya. ”Ayah,” Lalu Ayahnya yang duduk di kursi roda.

”Putri Ayah sudah besar ternyata.” Dia mencubit lembut pipi putrinya. Chaca ingin menangis bahagia tapi, dia menahan air matanya dan menoleh ke teman-temannya. ”Chaca punya Ayah!” Dia berteriak kencang lagi dan teman-teman Chaca mendekat. ”Kalian mau coklat?” Tawari Ayah Chaca lalu Bunda mengambilkan coklat dari tas.

”Ayah Chaca baik ya.” Lalu mereka bermain bersama. Yah, inilah anak-anak, anak-anak yang tidak tahu apa-apa tentang kehidupan. Mereka hanya bisa menangis ketika sedih dan hati anak-anak begitu polos untuk merasakan kesedihan.

”Ayah jangan ke Jepang lagi ya....” Kata Chaca, Ayah mengangguk. Dia belum cukup sehat untuk berbicara banyak tapi, dia begitu bahagia melihat senyum putrinya. ”Chaca sayang banget sama Ayah.” lalu Ayah memeluknya lagi dengan lembut.

TAMAT
Oleh : Sanjaya Kusuma Umar
SMAN 13 Bandar Lampung / XI IPA 3

Malu-malu tapi Mau (CERPEN)



Malu-malu tapi Mau

“Loe bahagia amat putus sama Tito?” Tanya Yesil, teman sebangku Karina. “Hello nona...” dia kesal karena Karina terus tertawa.

Hari ini, di ruang seni sekolah, Karina dan Tito resmi putus. Tito agak kaget mendengar ucapan Karina yang meminta putus tapi, bagaimana pun dia juga tidak ingin memaksakan hubungan ini.

“Rin, Apa kabar?” Sapa Tito di kantin sekolah.

“Baik.” Senyum Karina menggembang.

Tito menarik nafas panjang, merasa bahwa dari awal Karina tidak mencintainya dan ini baru disadarinya setelah putus. Lalu, mengapa Karina menerima cintanya? Apa karena dia kapten basket yang di kenal? Atau karena wajahnya yang cukup tampan?

“Gue duduk sini ya?” Tanya Yesil, Karina menggangguk. “Cie mah yang baru putus bahagianya.”

“Iya dong, beban di hati gue ilang, byar!” Jelas Karina sambil tersenyum bahagia.

“Eh, Leo tuh.”

Karina langsung memandang ke arah yang di tunjukkan Yesil. Benar, itu Leo, sahabatnya sejak kecil.

Bukannya Leo yang duduk mendekat justru Tito yang bergabung bersama mereka. Itu tidak salah karena Karina dan Tito putus dengan baik-baik. Mereka tetap menjadi teman tanpa suatu permusuhan.

“Loe suka kan sama Leo?” Tanya Tito pada Karina, Karina langsung menunduk. “Kenapa waktu itu loe nerima gue Rin? Itu cuma nyakitin perasaan loe dan gue.”

“Maaf,” kata Karina lirih.

“Persahabatan To, persahabatan lebih penting dari pada hati.” Jelas Yesil pada Tito. “Loe pasti ngerti alesan Karina nerima loe tapi, loe nggak marah kan?”

“Gak, santai aja, apa yang buat Karina bahagia, gue ikut bahagia.”

Karina memandang Tito sejenak. Dia merasa sedikit bersalah pada cowok satu itu. Bukan hanya baik dan perhatian tapi, Tito sangat memanjakan Karina saat pacaran dahulu.

“Kita masih SMU, masih panjang, santai aja cantik.” Tito menepuk pundak Karina. Dia tahu kalau mantan pacarnya itu merasa bersalah. “Tapi, Leo gak tau perasaan loe kan?” lanjutnya, Karina menggangguk.

Siang ini, sepulang sekolah, Tito mengajak Karina jalan-jalan sebagai teman. Tentu saja, Karina menerima ajakannya. Mereka teman dan mereka tidak bermusuhan setelah pacaran.

Keduanya duduk di sebuah café lalu memesan minuman. Anehnya, minuman yang di pesan ada tiga gelas. Karina memandang Tito tapi, Tito hanya tersenyum saja.

“Rin…” Leo duduk di antara mereka. “Kenapa sih loe nggak jujur sama sahabat loe sendiri Rin?”

“Jujur apaan ya?” Tanya Karina, dia agak bingung.

Karina meminum jus alpukat yang di pesannya. Dia agak heran karena senyum Tito penuh makna yang mengandung misteri dan Leo, tingkahnya agak membuat Karina risih.

“Loe dulu cerita waktu deket sama Tito, gue kira loe bener-bener sayang sama dia tapi, ternyata loe cuma mau buat gue cemburu?” Tanya Leo, Karina langsung terkejut dan menundukkan kepalanya. “Kenapa loe kayak gini Rin?” lanjutnya sambil tersenyum.

“Rin, loe sama Leo itu sama aja, mendem perasaan cuma alesan persahabatan.” Jelas Tito sambil tersenyum kecil.

Karina agak bingung harus bicara apa. Satu hal yang baik, ternyata Leo juga memiliki perasaan yang sama tapi, satu hal yang buruk adalah kebodohannya yang aneh.

“Rin,” Leo memegang tangan Karina. “Jujur sama gue, gue mau denger dari loe.”

“Apasih, gue bilangin Mama loh!” Karina mengancam. Bagaimana pun mereka sudah mengenal sejak kecil apalagi rumah mereka bersebelahan.

Leo masih memandangi Karina, dia menyuruh Karina mengangkat kepalanya agar tidak menunduk. “Ih, iya gue sayang sama loe, ish! Udah sih, gue kan malu!” Karina mengangkat kepalanya, pipinya merah.

Karina berlari meninggalkan tempat duduknya tapi, Leo mengejar dan menggenggam tangannya. Mereka meninggalkan tempat ini bersama dan pipi Karina makin merona. Di lain sisi, Tito senang karena gadis yang di sayanginya telah jujur pada hatinya sendiri.

TAMAT
Oleh : Aula Nurul M (Cerpen untuk Mayoko-Oiko)

Copast tanpa izin penulis gue doa'in dul mandul :) 

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...