Rabu, 19 September 2012

Mengejar Tuhan (NOVEL)


Ini cuplikan novel yang gue tulis dari halaman 36 dimana dalam novel ini gue harus dan kudu mempelajari tentang apa itu medulloblastomas, apa itu seizure, metastasis, linier, bla bla bla panjang labar paleng gue tapi, alhasil hasilnya gue suka. Walaupun baru gue tawarin ke penerbit beberapa bulan lalu, di terima atau nggak nya bagi gue itu hal yang nanti-nanti saja toh seenggaknya hati gue udah puas dengan menyelesaikan novel ini ^_^ sipoke, mudah-mudahan terbit. Amin

”Waw! Yur! Loe liat koran sekolah hari ini kan?! Ayolah jangan bilang loe belum liat.” Stevani mengobrak-abrik meja Yuri.

”Apaan?” Tanya Yuri tanpa semangat, kepanya sedikit terasa sakit.

Stevani, cewek yang berambut lurus dan berkulit kuning langsat itu mengambil bangku dan di dekatkan pada Yuri. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMU.

”Ada puisi cinta buat loe. Ayolah.” Stevani memberikan koran sekolah pagi itu.

Bibir Yuri yang tadinya jatuh ketanah langsung mengembang dan kembali ke arah langit. Dia melihat ada sebuah tulisan dari Dion untuk dirinya. Tanpa banyak bicara, Yuri membaca puisi itu dan dia benar-benar tersenyum.

’Bagaimana bisa? Dion tidak seberapa pandai merangkai kata-kat dan tulisannya ini sedikit kacau. Bagaimana bisa para pengurus koran sekolah membiarkan tulisan ini di pajang? Biasanya mereka akan menolak tulisan yang sengaja di tujukan untuk seseorang. Apa Dion memohon pada mereka? Mungkin, mereka sangat sulit di ajak kompromi’ Pikir Yuri dalam otak di dadanya.

Untukmu cinta
Aku tidak tahu kapan mengenalmu
Aku lupa cinta,

Kau datang seperti angin malam
Hadirmu membuat dadaku tidak beraturan
Kau bukan bintang atau matahari bagiku
Kau seperti malaikatku, bidadariku cinta

Lukisan hatimu tidak tertebak olehku
Kau begitu misterius
Tapi cinta,
Aku menyukaimu sejak itu

Ketenangan jiwamu cinta,
Surgamu di sisiku cinta,
Aku mencintaimu dan selamanya kau milikku

Hanya aku,
Hanya kamu,
Hanya kita,
Cinta,
Untuk yang tersayang, Yuri Santika, kekasihku

”Seorang Dion nulis puisi? Oh anugrah dari Tuhan yang terbesar kayaknya.” Stevani masih memandangi koran sekolah itu. ”Yuri, lo nggak kesambet kan?” Tanyanya ketika Yuri menatap kosong koran sekolah itu.

”Gue bingung mau bilang apa. Jujur, puisinya berantakan.”

“Memang, gua akuin sedikit berantakan tapi, ini seorang Dion yang nulis. Rasanya mau kiamat kali. Itu anak kan paling nggak suka nulis puisi, pelajaran bahasa Indonesia aja dia bosen.”

Stevani mengenal Dion, seisi sekolah pun mengenal cowok yang setia pada kekasihnya itu. Menurut Stevani, perlu keberanian besar untuk Dion memajang tulisan itu.

Dion yang di kenal disekolah sebagai pacar yang setia. Seorang cowok yang dikenal ahli dalam bidang biologi dan cukup di kenal juga sebagai cowok yang tampan. Tapi, orang akan memberi tanda tanya besar tentang tulisannya.

Menurut Yuri, tulisan itu berantakan bahkan tidak cocok masuk di koran sekolah. Puisi itu menjadi perbincangan seisi sekolah sampai Yuri malu di buatnya. Namun, Yuri masih bisa tenang karena dia tahu Dion melakukan ini dengan keberanian yang besar.

”Anak nakal.” Dion menjitak kepala Yuri pelan. ”Bukannya bilang terimakasih pada sang kekasih malah majang muka asem.”

”Bagaimana caranya?” Tanya Yuri, ”Apa kamu memohon pada mereka? Sayang, tulisan kamu berantakan dan itu tulisan terburuk dalam koran sekolah.” Ucap Yuri, Dion tertunduk mendengar kata-kata itu dari bibir sang kekasih. ”Tapi itu puisi terbaik yang ada di hati aku sayang,”

”Benarkah itu?” Wajah Dion yang padam tiba-tiba cerah seperti pelangi di pagi buta. ”Aku tahu kamu menyukainya Tapi, apa kamu tahu sesuatu di balik itu?”

”Tentu, kamu menyayangiku bukan?” Yuri berbicara pada Dion sambil membaca novel yang baru saja di belinya di toko buku. ”Apa itu bener? Hayo, ngaku, kamu cinta mati ya sama aku?”

Dion belum menjawab pertanyaan Yuri. Dia mengajak Yuri untuk ke ruang seni di sekolah. Cowok itu mengajak Yuri ke tempat yang tenang dan disana, mereka bicara.

Dalam pikiran Dion, ada makna yang ingin dia sampaikan dari puisi itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan melalui tulisan itu tapi, mungkin orang tidak bisa menebaknya termasuk Yuri.

Sejenak Dion mengambil satu dari pemikirannya untuk menjelaskan. Dia mencari ribuan kata yang berbaris di otak untuk dia eliminasi. Dia harap, Yuri bisa mengerti apa yang dia katakan nanti.

”Ini kain tapis kan sayang?” Tanya Yuri ketika dia memegang satu dari sekian kain yang ada di ruang seni itu. ”Ada berbagai kain disini tapi, aku jadi ingat kalau aku orang Lampung. Sayang sekali, aku tidak bisa berbahasa Lampung.”

”Kamu bisa belajar.” Dion ikut memegang kain tapis itu. ”Kain ini bermotif belah ketupat, pasti sangat sulit untuk menjadikannya kain seindah ini.”

Kain yang berasal dari Lampung itu memang unik. Perlu kesabaran penuh untuk membuatnya seindah itu seperti keindahan memiliki hati Yuri.

Gadis itu tidak pernah merasa terusik sedikitpun jika di samping Dion. Dia tidak tahu mengapa tapi anak laki-laki kecil itu sejak dulu telah memikat hatinya dan sekarang dia menjadi seorang cowok yang tampan. Cinta Yuri mungkin sudah di penjara oleh Dion, gadis itu tidak bisa lari dari cowok yang memenjarakan hatinya.

”Hidup kamu serumit motif ini kan sayang?” tanyanya, aku membisu.

***
 Perlu ketelitian dan kesabaran untuk menyelesaikan kain itu. Kain itu hanya hanya menggunakan satu motif, belah ketupat tapi ketika membuatnya, serasa ada seribu motif yang di hidangkan.

”Seperti kamu, perlu kesabaran untuk terus menjagamu.” Dion duduk di bangku yang ada di ruang seni. ”Tapi, kesabaran itu akan membuahkan hasil yang indah.”

”Kamu kan janji sama aku dan Papaku kalau akan menjagaku.”

”Ketenangan jiwamu, aku tahu itu tapi ada sesuatu di balik ketenangan itu.” Dion menyuruh Yuri duduk di hadapannya, mereka berbicara seakan ada diskusi kelompok. ”Aku bisa menjaga hatimu pada cinta kita tapi, nggak untuk cinta yang lain sayang,”

Yuri diam tanpa kata, dia berpikir sejenak untuk mencerna kata-kata kekasihnya itu. Ada sesuatu yang ingin kekasihnya sampaikan, pasti.

Dion tidak akan memandang Yuri sampai Yuri merasa pori-porinya terbuka semua. Cowok itu memasuki nadi-nadi darahnya dan membuat takut mendadak. Ada sesuatu. Ya, ada sesuatu di balik itu semua.

”Kamu nggak mau bicara sayang?” Tanya Dion melihat kebisuan Yuri. ”Aku tahu, sebenarnya ada suatu jawaban yang melintas di pikiranmu.” Dia memegang tangan Yuri dan berlutut di depan gadis itu. ”Ayolah sayang, ada cinta yang kamu sembunyikan dariku. Aku tahu itu.”

”Aku nggak pernah mencintai orang lain selain kamu. Kamu tahu itu harusnya,” Yuri menunduk menatap Dion yang berlutut padanya.

”Bukan itu sayang, aku tahu pikiranmu ada pada cinta yang lain, cinta Mama kamu.” Kata-kata itu tidak Dion lanjutkan, dia melihat begitu banyak tanya pada mata Yuri dan dia mengambil jeda untuk membuat kekasihnya mengerti. ”Kamu bisa menebaknya?”

Mereka saling memandang. Cowok itu masih berlutut di hadapan Yuri dan menggenggam tangannya lembut. Dia berusaha membuat Yuri bicara tentang ini walaupun dia tahu apa yang akan keluar dari bibir kekasihnya itu.

Semua cinta sama, semua cinta ada kasih sayang dan ada duka. Cinta Dion membawa kasih sayang tapi cinta ibu bagi Yuri membawa bencana. Wanita yang di panggil ’Mama’ sejak kecil itu tidak pernah mencintainya. Sama sekali tidak pernah!

”Aku tahu, seperti tahun sebelumnya, ini pernah terjadi.” Kepala Yuri menggeleng dengan rona wajah pucat. ”Kamu akan memintaku mencari hadiah ulang tahun Mama, lalu aku memberikannya dengan ikhlas tapi, sepeti biasanya Mama akan mencium pipiku di hadapan para tamu undangan.” Wajahnya semakin kesal tapi juga sedih mengingat itu. ”Dan setelah acara selesai, Mama memintaku berbicara lalu hadiah dariku dia lemparkan tepat di wajahku.” Air mata Yuri menetes satu persatu.

”Ulang tahun Mamamu beberapa hari lagi. Aku tahu kamu ada di antara benci dan sayang padanya.” Dion mengambil sapu tangan di saku celananya, dia perlahan menghapus air mata Yuri. ”Dulu aku memintamu hadir pada pesta itu tapi, kali ini nggak sayang. Aku nggak akan membiarkan kamu menangis di hari bahagia Mama kamu.”

Air mata Yuri sudah terhapuskan oleh kehadiran Dion di hadapannya. Seperti sebelumnya, cowok itu merayunya untuk menghargai wanita itu dan datang ke pesta ulang tahunnya. Awalnya Yuri takut untuk hadir tapi, dia membuat Yuri berani walaupun pada akhirnya Yuri yang tersakiti.

Namun, kali ini berbeda. Dion tidak ingin kekasihnya itu menangis lagi. Air mata Yuri terlalu berharga untuk ini, pikir Dion dalam hati.

”Aku udah ngomong kok sayang sama Papa kamu, dia mengizinkan kamu untuk nggak dateng.”

”Makasih ya,” Senyum ceria memancar seketika dari wajah Yuri.

”Nggak boleh bilang makasih, itu kewajiban aku.”

***

Visco pulang dan langsung ambruk di ranjangnya. Dia terus mengoceh seperti seorang wanita yang pertama kali datang bulan.

”Kak! Berisik tau!” Yuri membuka pintu kamar Visco lalu dia masuk dan berdiri memandang kakaknya yang terlihat kesal. ”Ada masalah kak?”

”Ambilin palu geh di gudang terus lo ketokin ke kepala kakak.” Perintah Visco.

”Palu mah kelamaan kak. Aku ambilin batu gede aja ya terus aku lemparin ke kepala kakak. Oke? Setuju nggak?” Ucap adiknya panjang lebar dan langsung saja Visco duduk lalu mencubit nakal.

Mereka tertawa bersama di kamar. Kakak beradik ini memang selalu akur sejak sejak dulu dan sampai kapan pun

Visco menyayangi Yuri lebih dari apapun. Yuri adalah yang terpenting di hidupnya. Gadis berparas cantik itu selalu dia utamakan lebih dari siapapun termasuk kekasihnya sekalipun.

Mungkin perlakuan Visco yang begitu menuruti dan memanjakan adiknya seperti anak kecil sedikit berlebihan. Tapi, itu kewajibannya. Ada kakak beradik yang seringkali bertengkar atau memperebutkan sesuatu tapi, Visco tidak melakukan itu. Dia selalu mengalah untuk adiknya dan melakukan apapun untuk adik yang paling dia sayangi.

Tidak ada yang bisa Visco lakukan kecuali menyayangi Yuri lebih dari dirinya, memanjakan Yuri serta menjaga Yuri. Semua itu dia lakukan agar Yuri tidak kehilangan kasih sayang. Yang Visco lakukan benar walaupun dia tahu, Yuri lebih butuh kasih sayang seorang ibu dari pada seorang kakak.

Visco memiliki kasih sayang yang lengkap. Ayah, Ibu dan adiknya menyayangi dia tapi tidak dengan adiknya yang kekukangan kasih sayang Ibu. Jika Visco bisa, dia ingin menentang Tuhan dan meminta untuk membuat Yuri hidup di keluarga lain.

”Ada masalah kak?” Tanya adiknya ingin tahu.

”Pengen raasanya ada yang sedia nyeturin palu ke kepala kakak.” Dia melihat begitu banyak tanya pada mata adiknya. ”Bukan masalah gede. Kakak cuma pening aja numpuk pekerjaan kuliah.”

AJ (CERPEN REMAJA)


 Sebuah cerpen yang gue tulis saat pikiran gue lagi tenang, damai, tentram dan yang jelas lagi nggak banyak tugas tapi, cerpen ini seolah-olah bukan cerpen menurut gue. Oke, di baca aja. Salam manis, Aula Nurul M



“Gua FRUSTASI! Aaaaa!” Leona ngomel-ngomel di kelas sambil nari-nari yang setengahnya udah mirip sama orang gila, “apa liat-liat?! Hah!” dia memarahi Arya, teman sekelasnya, “nggak suka?!”

Arya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya yang agak aneh, “dimana-mana orang frustasi itu marah-marah doang, nah elo, udah marah sambil ketawa, mana nari-nari gak jelas, gila.”

Leona langsung nyelengos pergi saat Arya sudah mulai dengan ceramah panjangnya. Dia berkeliling kelas dan menyanyi, “gue frustasi, gue pusing, gue frus....frus....frustasi, ada yang mau ikut frustasi?”

Seisi kelas hanya bisa menggelengkan kepala mereka namun tidak berani berbicara pada Leona. Jika mereka bicara, Leona bisa saja sedih bahkan menangis. Mereka tahu sekali sifat dan sikap Leona saat seperti ini. Leona sedang sedih namun, Leona tidak ingin orang-orang melihatnya menangis. Dia hanya bisa melampiaskannya dengan tertawa dan marah, bukan menangis walaupun banyak orang yang tahu kalau hatinya sedang sedih.

“Leon, lo sakit?” tanya Maya, teman baik Leona, “Leon,” katanya lagi sambil menepuk pundak Leona, “nilai ujian elo kecil? Atau idola elo maen filmnya jelek?”

Leona memandang sinis Maya, “apa?!” suaranya meninggi, “aaaa! Gue pusing! Gue pusing! Gue pusing!” Leona duduk di bangkunya sambil menyandarkan kepalanya di meja dan menutup wajahnya dengan tas, “jangan ganggu gue, gue lagi nggak mau di ganggu!”


Kelas bising namun, suara Leona tetap mengalahkan kebisingan kelas. Walaupun dia menutupi wajahnya tapi-tapi-tapi, suaranya tetap seperti suara monster yang sedang marah.

Beberapa saat kemudian, Arya datang dan menjitak kepala Leona, “diem dulu lo itu, berisik!” dia memarahi Leona dan Leona langsung berdiri lalu menginjak kaki Arya, “Nih, makan, coklat kan punya zat yang bisa buat orang tenang.” Arya memberikannya coklat dan Leona menerimanya namun, dia tidak bisa tenang, “bisa gila gua punya temen kayak gini.”

Bel istirahat berbunyi, siswa-siswi SMU SAN-E bertaburan keluar kelas termasuk Leona, dia tersenyum-senyum sambil mengeluh.

“Sumpah, seumur hidup gua, orang galau, frustasi, pusing, campur aduk itu sedih atau marah. Anah ini, udah marah terus ketawa-ketawa, gila kali itu anak,” ucap Intan yang memperhatikan tingkah Leona di kelas,

“Gitu-gitu dia baek, pasti dia kayak gitu ada masalah.” Ucap Arya membela Leona.

Di sekolah, terutama di kelas, mereka tidak pernah tahu alasan di saat Leona sedih, pusing, galau, atau lain sebagainya. Dia memang memiliki banyak teman baik di sekolah, dia mudah beradaptasi dengan siapapun tapi, dia tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya di sekolah.

**

Lia sudah menunggu Leona pulang sekolah, dia menunggu di kamar Leona. Ibu Leona sudah mengatakan kalau lebih baik Lia tidak menunggu Leona karena, Leona hari ini agak sedikit aneh.

Pintu terbuka dengan keras, Leona langsung melempar tasnya ke meja dan mengomel-ngomel tidak jelas. Dia terkejut ketika meilihat sahabatnya, Lia sudah di kamarnya tapi, kemudian dia tidak terkejut lagi. Hal itu sudah biasa.

“Galau neng?” goda Lia, “ciee mah, sama siapa? Cerita geh,”

Rambut Leona berantakan, dia memberantaki rambutnya di sekolah dengan sesuka hati, “ya ampun, tampang lo masih cantik sih tapi kayak orang gila, akakak.”

“Ish kan! Huh, bete gue di sekolah, coba aja kita satu sekolah pasti berkurang dah bete gue.”

“Kenapa sih Leon? Jarang-jarang seorang Leona galau begini, ini ketiga kalinya Leona galau selama hidupnya.” Lia mengingat waktu Leona galau-frustasi-pusing-gila menjadi satu, “yang pertama waktu elo sakit cacar, waktu itu lo ngamuk-ngamuk nggak jelas. Yang kedua waktu ortu lo nyuruh lo sekolah di luar kota terus akhirnya gak jadi gara-gara lo nangis seharian. Yang ketiga.... nah ini agaknya nih, cowok yaa?”


Leona memandang sahabatnya kesal, “cowok? Hah sejak kapan gue mikirin cowok? Cowok itu ada di kamus gue dalam urusan ke sekian kali.”

Benar, Leona memang menyekiankan tentang cowok. Baginya, yang pertama adalah dirinya, yang kedua dirinya, ketiga dirinya, keempat dirinya, kelima dirinya, keenam baru keluarga dan sisanya sahabat lalu untuk cowok, Leona lupa ada di urutan mana hal tersebut.

Sahabatnya ini ingat betul kalau Leona memang cukup cuek terhadap cowok walaupun, teman Leona kebanyakan cowok. Yah, dahulu, Leona adalah cewek yang sedikit tomboy walaupun, wajah wanitanya tetap tampak begitu manis.

“Yah Leon, waktu lo putus sama Kevin, lo biasa aja karena lo kan nggak ada hati. Terus waktu putus sama Alvi, sama aja. Cuma 2 cowok itu yang ada di hidup lo. Masa iya sih antara Kevin sama Alvi? Gak mungkin dah, nggak mungkin banget.”

Leona memeluk bonekanya lalu tersenyum dan berbisik pada Lia, “jangan bilang-bilang sama temen-temen GNA yaa ^_^” pinta Leona. GNA adalah nama SMP mereka sebelum ini, “kalo pada tau, mati gue, malu wah taro mana,”

“Bentar-benar, temen-temen di sekolah lo pada tau?” tanya Lia, Leona menggeleng, “temen sekelas lo gimana?” Leona mengangguk, “OMG! Dari SMP kelas 1 sampe sekarang kan kalian emang deket, nggak nyangka loh.”

“Tapi kan..... “ ucap Leona tapi dia tidak berani bicara lagi.

“Tapi kenapa? Apa karena dia temen baik Kevin? Atau karena dia temen baeknya first love elo?” tanya Lia, Leona menggeleng. “Terus kenapa?”

“Ish, Kevin mah cuma iseng aja, kalo first love gue mah udah jadi temen baek, ini beda loh....” Leona ingin lebih menjelaskan tapi, sudahlah, dia berpikir untuk lain kali saja.

Mereka berbincang di kamar, Lia sudah tahu dengan jelas kalau Leona sangat susah bicara tentang masalah hatinya. Bahkan, dia yang sahabatnya sendiri saja tidak mengerti siapa yang ada di hati Leona. Bukan hanya dia, ibunda Leona pun tidak mengerti. Yang orang-orang tahu, Leona akan marah dan tertawa-tawa saat sedih maupun kesal.

**

“Tugas matematika udah Leon?” tanya Miko, teman sekelas Leona. Dia juga teman Leona di GNA, teman kursus bahasa Prancis Leona sewaktu SD, dan teman baik Leona sampai sekarang, “udah belum Leon?” tanyanya lagi tapi Leona cuek dan langsung nyelengos pergi.

Miko mendekati Leona dan bertanya ada apa dengan Leona tapi, Leona cuek dan masa bodo amat. Seisi kelas memandangi mereka dan satu persatu siswa keluar kelas, membiarkan keduanya belajar bersama.

“Udah tinggal jadian aja susah amat.” Kata Arya asal jeplak tapi sebenarnya itulah yang ingin di ungkapkan Miko, “udah putus noh Leon sama Alvi,”

“Maksud amat sih! Ish!” Leona kesal lalu keluar kelas namun langsung di kejar oleh Arya, buka Miko. “Ish, bodo amat!”

Leon dan Arya berteman baik bahkan mereka bertetanggaan. Terlebih, mereka memiliki hubungan saudara walaupun cukup jauh.

“Sepupu jauh gua itu emang aneh tapi, semua orang juga tau dia itu kelewat baek.” Ucap Arya pada Miko, “mudah-mudahan aja otak dia nggak geser lagi biar nggak marah-marah tiap detik.”

“Tugas lo mana bro?” ujar Miko, mengalihkan pembicaraan.

-

Di koridor sekolah, Leona bertemu dengan Alvi. Dia masih bisa menyapa Alvi karena bagaimanapun, mereka masih berteman baik. Masa lalu adalah masa lalu, toh dulu juga mereka sama-sama tahu kalau itu hanya untuk sebuah status.

“Cie Leon, sejak kapan ada hati sama cowok?” goda Alvi, “sesuatu,” tampang Alvi seolah mengejek.

“Gosip wah itu. Sok tau aja lo ini, haha kenapa Vi?”

“Dari dulu lo sama Miko kan emang udah cocok, lo aja yang nggak sadar.”

Saat mereka berbincang, Maya datang menghampiri dan mengajak duduk di bangku, di koridor sekolah, “cie mantan yang perhatian,”

Mereka bertiga berbincang di sana, membicarakan beberapa hal yang menarik. Dari mulai pelajaran sampai berita terbaru tentang sekolah mereka dan-dan-dan sampai gosip mengenai Leona dan Miko.

“AJ, (mengeja dalam bahasa ing)” kata Leona lirih tapi mereka tidak mendengar, “eh-eh liat noh ada Kevin, si playboy gila.” Ucap Leon dan dia langsung pergi lalu berjalan-jalan di sepanjang sekolah.

Kepala Leona melayang-layang melihat seisi sekolahan yang begitu ramai. Dia tidak tahu mengapa sekolah setiap hari harus ramai kecuali hari libur. Haha itu pertanyaan bodoh saat Leona sedang stres.

“Coba geh gini aja,” Miko membantu Sansa memasang sebuah pengumuman di mading sekolah, “nah, gini,”

Sansa, siswi kelas XI IPA 5, siswi yang tingkahnya cerewet, agak gila, sedikit mirip dengan Leona hanya saja, dia tidak sebaik Leona. Ada kabar yang terdengar kalau Sansa menyukai Miko. Memang kabar itu tidak terlalu ramai tapi, kabar itu sampai telinga Leona.

“Leona?” ucap Sansa dan Leona hanya menarik nafas singkat lalu membaca pengumuman di mading, “anak band sekolah kita ngadain acara nih, boleh ngundang anak band sekolah laen, lo mau ikut Leon?”

“Apa? Gue? O,” lalu Leona nyelengos pergi begitu saja sambil melirik sinis ke Miko.

‘OMG! Kemaren cewek yang namanya Nikita sekarang malah si Sansa menel itu. Dih ampun dah.’

Leona kembali ke kelas, di kelas, dia langsung di marahi teman-temannya karena sudah lama di tunggu.

“Aduh Leon, sini-sini,” Intan menarik tangan Leon dan mengajak Leon untuk makan kue bersama, “ini kue buatan Maya dan kita nunggu elo buat makan bareng-bareng.” Jelas Intan. Tentu saja, di kelas XI IPA 4 ini, mereka tidak bisa melakukan hal yang berhubungan dengan kelas tanpa kehadiran Leona. Leona sangat baik terutama untuk teman-teman sekelasnya, walaupun dia marah, dia tetap baik.

“Coba di makan sini, aa” Arya memasukkan paksa kue tersebut ke dalam mulut Leon, “oh iya Miko kemana?”

“Kok nanya gue, emang dia siapa gue?”

“Cieee......” kata seisi kelas tapi, Leona tetap cuek dan santai sambil diam-diam menghabiskan kue tersebut.

“Kan-kan kue nya di abisin Leon, dasar!” Intan menjambak rambut Leona pela, “mau enak sendiri, dateng juga barusan.”

“Yah.... kan, kan gue masih laper.”

**

“AJ,” ucap Leona lirih saat melihat handphonenya, “huh, dimana sih lo ini kak?” katanya sendirian. Leona ada di samping kelasnya, sendirian sambil memandagi handphonenya.

“Leon,” Miko menghampirinya lalu duduk di samping Leona, “galau?” tanyanya santai sambil memainkan handphone juga.

“Nggak, ngapain? Galau karena elo gitu? nggak dah, biasa saja.” Jelas Leon sebelum Miko bertanya lebih banyak, “ada apa lo kesini?”

Miko tidak bicara, dia diam saja sambil mengotak-atik hp-nya. Sesekali Miko tertawa kecil melihat wajah Leona yang cemberut tidak jelas. Namun, sesekali juga Miko menghiburnya walaupun gagal.

Tidak ada yang mendekati mereka walaupun ada beberapa anak yang juga duduk di samping kelas. Mereka membiarkan Leona dan Miko bicara berdua saja.

“Kata Arya, kalo lo marah, nggak ada yang bisa nenangin elo kecuali lo tenang sendiri.”

“Alah, ngada-ngada aja Arya itu. Heran gua sama itu anak, kerjaannya ngada-ngada aja tiap hari.” Jelas Leona walaupun sebenarnya, Arya tidak seperti dalam ucapannya. Arya baik dan perhatian, dia menyayangi Leona seperti saudara kandung walaupun hanya sepupu jauh.

**

Leona makan siang dengan Lia. Lia mengajaknya dengan paksa karena Lia bosan menunggu adiknya yang sedang les.

“Di twitter elo agaknya nih gosip makin berkembang, Miko?”

“Apaan wah, biasa aja, ya walaupun ada rasa tapi-tapi dikit.”

“Lo itu udah bukan anak SD lagi loh, pasti ada lah siapa gitu di hati elo.”

Leona menggaruk-garuk kepalanya tanpa menjawab. Dia tahu maksud pertanyaan Lia tapi jawabannya, Leona sendiri bingung.

‘emang sih gue juga ada rasa sama Miko tapi, nggak yakin dah sama hati Miko. Ya emang Miko bilang ini dan itu, perhatian juga tapi, tetep gua nggak yakin! Nggak yakin! Tapi, kok gue sedih ya liat Miko sama Sansa? Padahal, gue juga tau Sansa itu cewek menel dan harusnya nggak perlu di hirauka. Tapi, kenapa begini? Kenapa gue sedih?’ ucap Leona dalam hati.

Tiba-tiba, ada sms di HP Leona agar dia cepat pulang. Leona langsung tancap gas pulang, sebelumnya, tidak lupa dia berpamitan dengan Lia.

Sesampainya di rumah, adik Leona memberikan sesuatu pada Leona, 2 buah bingkisan dari 2 orang yang berbeda.

Leona senang karena salah satu bingkisannya adalah makanan kesukaannya sejak kecil, “coklat, asik...!” Leona tersenyum senang dengan pipi mengembang namun, ketika bingkisan satunya lagi di lihat oleh kedua bole matanya, Leona langsung kesal, “hah?! Kue kacang?! Gueeee nggak suka kacang!”

“Tadi ada kakak-kakak, namanya Miko, dia nitip coklat terus ada....” adik Leona diam, dia tidak berani bicara, “itu loh, pasti kakak tau, Mama aja kaget tadi, kata Mama, masa iya sih kakak itu,”

“Siapa ya? AJ?” pikir Leona dalam hati, “yaudah deh, kamu mau coklat ini?” tawari Leona, “kakak mau makan kue kacangnya,” dia tersenyum lalu langsung ke kamar.

Di dalam kotak kue kacang itu ada sebuah tanpa nama, “di makan sampai nggak tersisa,” baca Leona, “dasar aneh dan masih aja aneh, apa yang nggak gue suka pasti di sengaja ngasih ke gue, ish!”

Meja belajar Leona berantakan, hatinya tergerak untuk sedikit merapikan namun, dia menemukan sesuatu yang disukanya. “rekaman lagu AJ, dia nggak suka dengan dunia musik padahal, suaranya bagus,” lalu Leona meletakkan CD rekaman itu dengan rapi sambil tersenyum.


Mau baca LANJUTANNYA?
Oke, kapan-kapan. Beberapa cerpen gue memang akan di posting di blog tapi endingnya tergantung di posting kapan. Terimakasih, mohon saran dan kritiknya

AJ (CERPEN REMAJA)


 Sebuah cerpen yang gue tulis saat pikiran gue lagi tenang, damai, tentram dan yang jelas lagi nggak banyak tugas tapi, cerpen ini seolah-olah bukan cerpen menurut gue. Oke, di baca aja. Salam manis, Aula Nurul M



“Gua FRUSTASI! Aaaaa!” Leona ngomel-ngomel di kelas sambil nari-nari yang setengahnya udah mirip sama orang gila, “apa liat-liat?! Hah!” dia memarahi Arya, teman sekelasnya, “nggak suka?!”

Arya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya yang agak aneh, “dimana-mana orang frustasi itu marah-marah doang, nah elo, udah marah sambil ketawa, mana nari-nari gak jelas, gila.”

Leona langsung nyelengos pergi saat Arya sudah mulai dengan ceramah panjangnya. Dia berkeliling kelas dan menyanyi, “gue frustasi, gue pusing, gue frus....frus....frustasi, ada yang mau ikut frustasi?”

Seisi kelas hanya bisa menggelengkan kepala mereka namun tidak berani berbicara pada Leona. Jika mereka bicara, Leona bisa saja sedih bahkan menangis. Mereka tahu sekali sifat dan sikap Leona saat seperti ini. Leona sedang sedih namun, Leona tidak ingin orang-orang melihatnya menangis. Dia hanya bisa melampiaskannya dengan tertawa dan marah, bukan menangis walaupun banyak orang yang tahu kalau hatinya sedang sedih.

“Leon, lo sakit?” tanya Maya, teman baik Leona, “Leon,” katanya lagi sambil menepuk pundak Leona, “nilai ujian elo kecil? Atau idola elo maen filmnya jelek?”

Leona memandang sinis Maya, “apa?!” suaranya meninggi, “aaaa! Gue pusing! Gue pusing! Gue pusing!” Leona duduk di bangkunya sambil menyandarkan kepalanya di meja dan menutup wajahnya dengan tas, “jangan ganggu gue, gue lagi nggak mau di ganggu!”


Kelas bising namun, suara Leona tetap mengalahkan kebisingan kelas. Walaupun dia menutupi wajahnya tapi-tapi-tapi, suaranya tetap seperti suara monster yang sedang marah.

Beberapa saat kemudian, Arya datang dan menjitak kepala Leona, “diem dulu lo itu, berisik!” dia memarahi Leona dan Leona langsung berdiri lalu menginjak kaki Arya, “Nih, makan, coklat kan punya zat yang bisa buat orang tenang.” Arya memberikannya coklat dan Leona menerimanya namun, dia tidak bisa tenang, “bisa gila gua punya temen kayak gini.”

Bel istirahat berbunyi, siswa-siswi SMU SAN-E bertaburan keluar kelas termasuk Leona, dia tersenyum-senyum sambil mengeluh.

“Sumpah, seumur hidup gua, orang galau, frustasi, pusing, campur aduk itu sedih atau marah. Anah ini, udah marah terus ketawa-ketawa, gila kali itu anak,” ucap Intan yang memperhatikan tingkah Leona di kelas,

“Gitu-gitu dia baek, pasti dia kayak gitu ada masalah.” Ucap Arya membela Leona.

Di sekolah, terutama di kelas, mereka tidak pernah tahu alasan di saat Leona sedih, pusing, galau, atau lain sebagainya. Dia memang memiliki banyak teman baik di sekolah, dia mudah beradaptasi dengan siapapun tapi, dia tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya di sekolah.

**

Lia sudah menunggu Leona pulang sekolah, dia menunggu di kamar Leona. Ibu Leona sudah mengatakan kalau lebih baik Lia tidak menunggu Leona karena, Leona hari ini agak sedikit aneh.

Pintu terbuka dengan keras, Leona langsung melempar tasnya ke meja dan mengomel-ngomel tidak jelas. Dia terkejut ketika meilihat sahabatnya, Lia sudah di kamarnya tapi, kemudian dia tidak terkejut lagi. Hal itu sudah biasa.

“Galau neng?” goda Lia, “ciee mah, sama siapa? Cerita geh,”

Rambut Leona berantakan, dia memberantaki rambutnya di sekolah dengan sesuka hati, “ya ampun, tampang lo masih cantik sih tapi kayak orang gila, akakak.”

“Ish kan! Huh, bete gue di sekolah, coba aja kita satu sekolah pasti berkurang dah bete gue.”

“Kenapa sih Leon? Jarang-jarang seorang Leona galau begini, ini ketiga kalinya Leona galau selama hidupnya.” Lia mengingat waktu Leona galau-frustasi-pusing-gila menjadi satu, “yang pertama waktu elo sakit cacar, waktu itu lo ngamuk-ngamuk nggak jelas. Yang kedua waktu ortu lo nyuruh lo sekolah di luar kota terus akhirnya gak jadi gara-gara lo nangis seharian. Yang ketiga.... nah ini agaknya nih, cowok yaa?”


Leona memandang sahabatnya kesal, “cowok? Hah sejak kapan gue mikirin cowok? Cowok itu ada di kamus gue dalam urusan ke sekian kali.”

Benar, Leona memang menyekiankan tentang cowok. Baginya, yang pertama adalah dirinya, yang kedua dirinya, ketiga dirinya, keempat dirinya, kelima dirinya, keenam baru keluarga dan sisanya sahabat lalu untuk cowok, Leona lupa ada di urutan mana hal tersebut.

Sahabatnya ini ingat betul kalau Leona memang cukup cuek terhadap cowok walaupun, teman Leona kebanyakan cowok. Yah, dahulu, Leona adalah cewek yang sedikit tomboy walaupun, wajah wanitanya tetap tampak begitu manis.

“Yah Leon, waktu lo putus sama Kevin, lo biasa aja karena lo kan nggak ada hati. Terus waktu putus sama Alvi, sama aja. Cuma 2 cowok itu yang ada di hidup lo. Masa iya sih antara Kevin sama Alvi? Gak mungkin dah, nggak mungkin banget.”

Leona memeluk bonekanya lalu tersenyum dan berbisik pada Lia, “jangan bilang-bilang sama temen-temen GNA yaa ^_^” pinta Leona. GNA adalah nama SMP mereka sebelum ini, “kalo pada tau, mati gue, malu wah taro mana,”

“Bentar-benar, temen-temen di sekolah lo pada tau?” tanya Lia, Leona menggeleng, “temen sekelas lo gimana?” Leona mengangguk, “OMG! Dari SMP kelas 1 sampe sekarang kan kalian emang deket, nggak nyangka loh.”

“Tapi kan..... “ ucap Leona tapi dia tidak berani bicara lagi.

“Tapi kenapa? Apa karena dia temen baik Kevin? Atau karena dia temen baeknya first love elo?” tanya Lia, Leona menggeleng. “Terus kenapa?”

“Ish, Kevin mah cuma iseng aja, kalo first love gue mah udah jadi temen baek, ini beda loh....” Leona ingin lebih menjelaskan tapi, sudahlah, dia berpikir untuk lain kali saja.

Mereka berbincang di kamar, Lia sudah tahu dengan jelas kalau Leona sangat susah bicara tentang masalah hatinya. Bahkan, dia yang sahabatnya sendiri saja tidak mengerti siapa yang ada di hati Leona. Bukan hanya dia, ibunda Leona pun tidak mengerti. Yang orang-orang tahu, Leona akan marah dan tertawa-tawa saat sedih maupun kesal.

**

“Tugas matematika udah Leon?” tanya Miko, teman sekelas Leona. Dia juga teman Leona di GNA, teman kursus bahasa Prancis Leona sewaktu SD, dan teman baik Leona sampai sekarang, “udah belum Leon?” tanyanya lagi tapi Leona cuek dan langsung nyelengos pergi.

Miko mendekati Leona dan bertanya ada apa dengan Leona tapi, Leona cuek dan masa bodo amat. Seisi kelas memandangi mereka dan satu persatu siswa keluar kelas, membiarkan keduanya belajar bersama.

“Udah tinggal jadian aja susah amat.” Kata Arya asal jeplak tapi sebenarnya itulah yang ingin di ungkapkan Miko, “udah putus noh Leon sama Alvi,”

“Maksud amat sih! Ish!” Leona kesal lalu keluar kelas namun langsung di kejar oleh Arya, buka Miko. “Ish, bodo amat!”

Leon dan Arya berteman baik bahkan mereka bertetanggaan. Terlebih, mereka memiliki hubungan saudara walaupun cukup jauh.

“Sepupu jauh gua itu emang aneh tapi, semua orang juga tau dia itu kelewat baek.” Ucap Arya pada Miko, “mudah-mudahan aja otak dia nggak geser lagi biar nggak marah-marah tiap detik.”

“Tugas lo mana bro?” ujar Miko, mengalihkan pembicaraan.

-

Di koridor sekolah, Leona bertemu dengan Alvi. Dia masih bisa menyapa Alvi karena bagaimanapun, mereka masih berteman baik. Masa lalu adalah masa lalu, toh dulu juga mereka sama-sama tahu kalau itu hanya untuk sebuah status.

“Cie Leon, sejak kapan ada hati sama cowok?” goda Alvi, “sesuatu,” tampang Alvi seolah mengejek.

“Gosip wah itu. Sok tau aja lo ini, haha kenapa Vi?”

“Dari dulu lo sama Miko kan emang udah cocok, lo aja yang nggak sadar.”

Saat mereka berbincang, Maya datang menghampiri dan mengajak duduk di bangku, di koridor sekolah, “cie mantan yang perhatian,”

Mereka bertiga berbincang di sana, membicarakan beberapa hal yang menarik. Dari mulai pelajaran sampai berita terbaru tentang sekolah mereka dan-dan-dan sampai gosip mengenai Leona dan Miko.

“AJ, (mengeja dalam bahasa ing)” kata Leona lirih tapi mereka tidak mendengar, “eh-eh liat noh ada Kevin, si playboy gila.” Ucap Leon dan dia langsung pergi lalu berjalan-jalan di sepanjang sekolah.

Kepala Leona melayang-layang melihat seisi sekolahan yang begitu ramai. Dia tidak tahu mengapa sekolah setiap hari harus ramai kecuali hari libur. Haha itu pertanyaan bodoh saat Leona sedang stres.

“Coba geh gini aja,” Miko membantu Sansa memasang sebuah pengumuman di mading sekolah, “nah, gini,”

Sansa, siswi kelas XI IPA 5, siswi yang tingkahnya cerewet, agak gila, sedikit mirip dengan Leona hanya saja, dia tidak sebaik Leona. Ada kabar yang terdengar kalau Sansa menyukai Miko. Memang kabar itu tidak terlalu ramai tapi, kabar itu sampai telinga Leona.

“Leona?” ucap Sansa dan Leona hanya menarik nafas singkat lalu membaca pengumuman di mading, “anak band sekolah kita ngadain acara nih, boleh ngundang anak band sekolah laen, lo mau ikut Leon?”

“Apa? Gue? O,” lalu Leona nyelengos pergi begitu saja sambil melirik sinis ke Miko.

‘OMG! Kemaren cewek yang namanya Nikita sekarang malah si Sansa menel itu. Dih ampun dah.’

Leona kembali ke kelas, di kelas, dia langsung di marahi teman-temannya karena sudah lama di tunggu.

“Aduh Leon, sini-sini,” Intan menarik tangan Leon dan mengajak Leon untuk makan kue bersama, “ini kue buatan Maya dan kita nunggu elo buat makan bareng-bareng.” Jelas Intan. Tentu saja, di kelas XI IPA 4 ini, mereka tidak bisa melakukan hal yang berhubungan dengan kelas tanpa kehadiran Leona. Leona sangat baik terutama untuk teman-teman sekelasnya, walaupun dia marah, dia tetap baik.

“Coba di makan sini, aa” Arya memasukkan paksa kue tersebut ke dalam mulut Leon, “oh iya Miko kemana?”

“Kok nanya gue, emang dia siapa gue?”

“Cieee......” kata seisi kelas tapi, Leona tetap cuek dan santai sambil diam-diam menghabiskan kue tersebut.

“Kan-kan kue nya di abisin Leon, dasar!” Intan menjambak rambut Leona pela, “mau enak sendiri, dateng juga barusan.”

“Yah.... kan, kan gue masih laper.”

**

“AJ,” ucap Leona lirih saat melihat handphonenya, “huh, dimana sih lo ini kak?” katanya sendirian. Leona ada di samping kelasnya, sendirian sambil memandagi handphonenya.

“Leon,” Miko menghampirinya lalu duduk di samping Leona, “galau?” tanyanya santai sambil memainkan handphone juga.

“Nggak, ngapain? Galau karena elo gitu? nggak dah, biasa saja.” Jelas Leon sebelum Miko bertanya lebih banyak, “ada apa lo kesini?”

Miko tidak bicara, dia diam saja sambil mengotak-atik hp-nya. Sesekali Miko tertawa kecil melihat wajah Leona yang cemberut tidak jelas. Namun, sesekali juga Miko menghiburnya walaupun gagal.

Tidak ada yang mendekati mereka walaupun ada beberapa anak yang juga duduk di samping kelas. Mereka membiarkan Leona dan Miko bicara berdua saja.

“Kata Arya, kalo lo marah, nggak ada yang bisa nenangin elo kecuali lo tenang sendiri.”

“Alah, ngada-ngada aja Arya itu. Heran gua sama itu anak, kerjaannya ngada-ngada aja tiap hari.” Jelas Leona walaupun sebenarnya, Arya tidak seperti dalam ucapannya. Arya baik dan perhatian, dia menyayangi Leona seperti saudara kandung walaupun hanya sepupu jauh.

**

Leona makan siang dengan Lia. Lia mengajaknya dengan paksa karena Lia bosan menunggu adiknya yang sedang les.

“Di twitter elo agaknya nih gosip makin berkembang, Miko?”

“Apaan wah, biasa aja, ya walaupun ada rasa tapi-tapi dikit.”

“Lo itu udah bukan anak SD lagi loh, pasti ada lah siapa gitu di hati elo.”

Leona menggaruk-garuk kepalanya tanpa menjawab. Dia tahu maksud pertanyaan Lia tapi jawabannya, Leona sendiri bingung.

‘emang sih gue juga ada rasa sama Miko tapi, nggak yakin dah sama hati Miko. Ya emang Miko bilang ini dan itu, perhatian juga tapi, tetep gua nggak yakin! Nggak yakin! Tapi, kok gue sedih ya liat Miko sama Sansa? Padahal, gue juga tau Sansa itu cewek menel dan harusnya nggak perlu di hirauka. Tapi, kenapa begini? Kenapa gue sedih?’ ucap Leona dalam hati.

Tiba-tiba, ada sms di HP Leona agar dia cepat pulang. Leona langsung tancap gas pulang, sebelumnya, tidak lupa dia berpamitan dengan Lia.

Sesampainya di rumah, adik Leona memberikan sesuatu pada Leona, 2 buah bingkisan dari 2 orang yang berbeda.

Leona senang karena salah satu bingkisannya adalah makanan kesukaannya sejak kecil, “coklat, asik...!” Leona tersenyum senang dengan pipi mengembang namun, ketika bingkisan satunya lagi di lihat oleh kedua bole matanya, Leona langsung kesal, “hah?! Kue kacang?! Gueeee nggak suka kacang!”

“Tadi ada kakak-kakak, namanya Miko, dia nitip coklat terus ada....” adik Leona diam, dia tidak berani bicara, “itu loh, pasti kakak tau, Mama aja kaget tadi, kata Mama, masa iya sih kakak itu,”

“Siapa ya? AJ?” pikir Leona dalam hati, “yaudah deh, kamu mau coklat ini?” tawari Leona, “kakak mau makan kue kacangnya,” dia tersenyum lalu langsung ke kamar.

Di dalam kotak kue kacang itu ada sebuah tanpa nama, “di makan sampai nggak tersisa,” baca Leona, “dasar aneh dan masih aja aneh, apa yang nggak gue suka pasti di sengaja ngasih ke gue, ish!”

Meja belajar Leona berantakan, hatinya tergerak untuk sedikit merapikan namun, dia menemukan sesuatu yang disukanya. “rekaman lagu AJ, dia nggak suka dengan dunia musik padahal, suaranya bagus,” lalu Leona meletakkan CD rekaman itu dengan rapi sambil tersenyum.


Mau baca LANJUTANNYA?
Oke, kapan-kapan. Beberapa cerpen gue memang akan di posting di blog tapi endingnya tergantung di posting kapan. Terimakasih, mohon saran dan kritiknya

Earning Per Share

a.      Definisi Earning Per Share Earning Per Share (EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberik...